pairing: Joon x HyoSung
sinopsis: satu-satunya manusia yang dapat membalikkan nilai ulangan matematika Joon hanyalah seorang gadis berambut abu-abu yang ia temui di dalam selokan rumahnya. AU, Joon x HyoSung.
warning: absurd, plothole bertebaran dimana-mana.
hey julliet, care to be my prince?
(w.w)
Lee Joon bahagia.
Lee Joon senang.
Lee Joon gila.
"Ingat, kau masih hutang padaku dua puluh ribu won."
Sepotong kalimat yang berasal dari cowok berambut pendek kecoklatan—soda di tangan kiri, roti isi di tangan kanan—berhasil membuat Joon menghentikan aksi bunuh diri dengan membenturkan kepala coklatnya ke dinding putih di samping tempat duduknya.
Joon berbalik dan berdiri secara dramatis dari posisi jongkok sebelum memukul meja dengan dramatis; dengan sorot mata yang dramatis pula. "CheonDoong, kesempatanku untuk nonton konser Secret akan segera melayang diterpa angin gurun Sahara dan yang kau pedulikan hanyalah HUTANG DUA PULUH RIBU WON ITU?"
CheonDoong mengangguk. "Salahmu sendiri, senior, terlahir dengan otak pas-pasan." Cowok yang duduk di sampingnya—senior mereka yang sudah kelas tiga, JiOh—mengangguk sambil menggigit roti mi gorengnya.
Sebelum Joon sempat memintir kepala adik model terkenal Sandara Park itu, sebuah lollipop telah dihadapkan di depan wajahnya. "Kak Joon sih… udah disuruh belajar malah main sama kak JaeKyung itu; sampai nginap lagi!"
Dan sebelum Joon sempat memroses apa yang baru saja dikatakan adik sepupunya, dering telepon yang nyaring berhasil mendiamkan empat orang tersebut. Joon menatap layar yang menampilkan nama, "IBUKU TERSAYANG" sebelum meringis kesakitan dan menatap teman-temannya dengan tatapan, "I'M GONNA DIE PLEASE I WILL PAY ALL OF MY DEBTS TOMORROW."
Namun teman-temannya tahu bahwa ungakapan itu hanyalah sebuah janji kosong.
(pengalaman masa lalu berkaitan dengan dompet kosong dan mi instan yang tidak perlu diingat oleh CheonDong dan JiOh.)
"Ha-halo, ibu—"
"Bagaimana nilai matematikamu?"
"…ehh.."
"Baik. Ibu mengerti sayang, tiketnya udah Ibu bakar, kok. Dah!"
"…"
JiOh menaikkan alisnya. "Bagaimana?"
Joon tersenyum. "Aku mau ke UKS dulu. Minta kotak P3K buat jaga-jaga," jelas cowok jangkung itu sembari menatap dinding putih itu lagi.
Mir tertawa sambil mengibas-kibaskan loliponya.
(.k.)
Di dalam sejarah hidup Lee ChangSun, tidak pernah ia mendapatkan nilai matematika di atas huruf F. Tidak pernah. Les pun tidak bisa membantu otak cowok itu.
(angka itu tidak perlu. Yang aku butuhkan hanyalah ballet.)
Namun ibunya berpikir lain. Ia khawatir akan nasib anak laki-lakinya yang terobsesi dengan sepatu tutu dan gerakan-gerakan feminin; mencari jalan keluar dengan menyibukkan Joon—begitu panggilan sang kakak ber-nickname Rain—dengan segala aktivitas olahraga dan beladiri.
Tidak lupa impiannya untuk menjadikan anaknya seorang akuntan yang tiap harinya disibukkan dengan kegiatan menatap angka yang tidak ada batasnya. Tentu saja itu tidak akan terwujud ketika sang anak selalu mendapatkan nilai buruk pada mata pelajaran tersebut.
Itulah hal yang Joon benci dari ibunya. Ia selalu ingin membahagiakan ibunya; menuruti segala permintaan ibunya, bahkan ia berhenti menari balet. Ia ingin menjadi sosok yang sempurna di mata ibunya—
—dan apakah itu sejumput rambut abu-abu dan motor Harley di dalam selokannya atau Joon hanya berhalusinasi—efek samping dari membenturkan kepala sampai dinding retak?
Joon diam dan menatap selokan depan rumahnya.
Dan jatuh dengan indahnya di atas jalan yang masih becek akibat hujan tadi pagi ketika tiba-tiba sepasang tangan menjulur dari dalam sana.
Warna muka Joon berubah senada dengan kemeja putih di balik blazer birunya.
Sepasang mata biru dan senyum dengan gusi yang terlihat dilempar manusia misterius itu ketika ia melihat Joon.
"Umm… bisa bantu aku?"
Joon berkedip.
Mungkin tiket untuk konser miss A bisa ia dapatkan untuk ujian matematika selanjutnya.
(.u.)
"WAAAAAAAAAAH! Kenyang!" cewek berambut abu-abu itu bernapas lega; sebuah gelas besar kosong di dalam genggamannya, bersama seporsi nasi dan telur dadar yang sudah habis tanpa sisa.
Joon menatap gadis itu dengan tatapan mencurigai. Cewek yang diketahui bernama HyoSung itu ternyata terpeleset ketika mengendarai motor Harley-nya dan terjatuh di dalam selokan rumah Joon dengan sangat elit.
Kemungkinan bahwa gadis ini adalah seorang gangster atau penagih utang kakaknya—maniak judi yang hampir menjual tanah rumah mereka demi pasangan homonya—adalah sembilan puluh enam persen. Joon menghela napas. "Aku tahu kakakku itu memang bodoh, memutuskan untuk lari dari rumah bersama kekasihnya—tapi maaf, kami sudah tak pernah mendengar kabarnya lagi—"
"—eh? Kak Rain, ya? Dia sudah jadi bos di bagian utara!"
"…"
"Sudah cakep, pintar, jago berkelahi lagi! Gak heran nona HeGyo memutuskan untuk menikah dengannya—"
"HAAAA? DIA SUDAH MENIKAH?"
HyoSung tersenyum. "Yup! Dengan tanteku, bos mafia keluarga Song, nona HeGyo!"
Wajah Joon berubah pucat. "—whaaa?"
Gadis bermata biru gelap itu berdiri dan mengangkat tanktop oranyenya, memperlihatkan pusar yang dihiasi tindikan perak dan perut bertato naga. "Maafkan ketidaksopananku, perkenalkan—namaku Song HyoSung, putri kedua keluarga Song; keluarga mafia terbesar di Korea!" ucapnya dengan suara lantang dan mata yang berbinar-binar. "Aku ditugaskan kemari dari keluarga pusat untuk—"
Joon pingsan.
Hyosung panik.
a/n: saya suka pairing gila ini. Silakan meninggalkan review, jika anda ingin. I don't bite :)
