Disclaimer : This Tittle game is belong to Gregon Entertainment and YNK.
A/N : hai, saya baru bergabung dalam fanfic ini. sebelumnya saya juga pernah memposting cerita ini di forum dimana game ini berasal. tentu saja yang publishernya dari Indo. dan dengan nickname yang sama. saya ingin memposting disini juga atas arahan teman saya, Viloh. hahaha.
Semoga teman-teman sekalian menyukainya. saran dan kritiknya jangan lupa, karena saya juga masih belajar dalam menulis sebuah cerita.
selamat berfantasi ^_^
Seal Online
The Story of the Giant Guardian and the Sealed 7 elements
Episode 1 : Awal Pertemuan
Pagi itu matahari bersinar cerah. Hangatnya mentari menumbuhkan semangat-semangat kecil di awal hari. Lime, sebuah kota kecil yang berada di utara negeri Shiltz, pagi itu nampak sudah banyak orang memulai pekerjaannya. Kota ini dikelilingi oleh bukit-bukit tinggi, tak jauh di utara lagi dari kota kecil ini terdapat sebuah gunung yang besar. Rumah-rumah yang terlihat mungil nan sederhana ini berdiri tersusun agak saling berjauhan, tepat di tengah kota ini terdapat sebuah arena latihan yang cukup ramai. Banyak anak-anak yang berumur berkisar 10 – 15 tahun berlatih pedang disini, termasuk diantaranya adalah Luthio, seorang anak laki-laki berumur 11 tahun, perawakannya cukup gagah, namun tinggi badannya cukup pendek bila dibandingkan dengan teman sebayanya. Rambut hitamnya yang sedikit panjang dikuncritnya seperti ekor kuda, uniknya, hanya rambut bagian belakang saja yang ia panjangkan, kira-kira 10 – 12 cm lah.
Hari itu rupanya Luthio tidak sendirian. Seorang laki-laki dengan tubuh yang terlihat sangat kekar menemaninya untuk latihan berpedang. Hanya berpakaian kaos polos yang sedikit usang, kian menampakkan betapa kekar tubuhnya, mengayun-ayunkan pedang kayunya menahan serangan dari Luthio.
"Luruskan tanganmu..!" bentaknya kasar pada Luthio.
"iya, Ayah cerewet..!" sahut Luthio sedikit kesal sambil terus berusaha menghujamkan pedangnya kearah lelaki tersebut.
"kau adalah anak dari Aurelius Hogart, seorang Knight yang menjabat Komandan di Guild Saint Guardian, salah satu guild ternama, jangan permalukanku"
Luthio menebaskan pedang kayunya keras-keras pada ayahnya yang kemudian ditangkisnya dengan sempurna. Terengah-engah, Luthio bergeser mundur sambil menyiapkan kuda-kuda untuk menyerang kembali.
"Justru itu masalahnya, ayah" balas Luthio sambil menyerang kembali, tak ada satupun serangannya yang lolos dari tangkisan ayahnya "jangan bandingkan pemula dengan komandan" lanjutnya kesal.
Luthio cukup kelelahan, keringatnya mengucur deras membasahi seluruh wajahnya yang kian lusuh. Bajunya sudah basah kuyup karena keringatnya.
"sudah lelah?" ejek ayahnya "kau masih lemah, ayunanmu bahkan tidak membuat tangan kananku kelelahan"
Luthio mendengus kesal "pertama, kau selalu menggenggam pedang dengan bobot 5 kilo di tangan kanan, belum termasuk perisaimu di tangan kiri. Kedua, kalau aku cukup lemah dalam berpedang, kenapa tak kau latih saja aku untuk menggunakan ilmu magis, mungkin aku cukup tangguh disana"
"itu kunci kelemahanmu" ucap ayahnya, kini ia mengayunkan pedangnya ke arah Luthio dengan tegas. Luthio yang terkejut menangkisnya dengan kewalahan, tak mampu ia menahan kekuatan tebasan dari seorang lelaki yang bertubuh kekar itu.
"kau tidak memiliki ketetapan yang teguh" kini ia mengacungkan pedangnya pada Luthio yang telah tersungkur di tanah.
Luthio menatap wajah ayahnya dengan tajam melewati ujung pedangnya yang mengacung ke wajahnya. Terlihat jelas banyak bekas luka di wajahnya, termasuk bekas luka sobek di mata kanannya. Merasa kesal, ditepisnya pedang ayahnya dengan pedangnya, melompat dan kemudian melayangkan tebasan selanjutnya pada ayahnya. Merasa terkejut, Hogart menghindari serangan Luthio sedikit terhuyung.
"kelemahanmu adalah terlalu berbelas kasihan, ayah" balas Luthio tak mau kalah dalam ejekannya.
"hahaha" Hogart tertawa melihat raut wajah Luthio yang kesal dan nampak letih. "baiklah, latihan kita akhiri sampai disini"
Merasa lega, Luthio menjatuhkan dirinya ke tanah, melepas pedangnya dari genggaman tangannya yang sudah gemataran sedari tadi. "haaah, terimakasih ya tuhan kau memberiku seorang ayah yang baik walaupun wajahnya seram" ucap Luthio sambil menghembuskan nafas leganya.
"aku bahkan tak dapat mensyukuri apapun dari anak sepertimu" ucapnya ketus sambil menopang pedangnya di pundak kanannya
"apa..!?" sahut Luthio kesal "haah..! memang kau tak pernah bersyukur atas apapun, Ayah"
"yasudah, cepat pulanglah, ayah masih ada pekerjaan disini" Hogart memalingkan tubuhnya dan berjalan kembali menuju lapangan latihan "ayo..! berikutnya..!"
"haah, susah juga punya ayah seorang komandan yang menjadi pelatih juga disini" keluh Luthio seraya membangkitkan dirinya.
Ia menepuk-nepuk baju dan celananya, menepis debu2 yang menempel di kain celana dan bajunya, menyambar pedangnya yang tergeletak di tanah, lalu berjalan keluar dari lapangan pelatihan warrior.
"hai, Luthio" sapa seorang penjaga gerbang pelatihan warrior.
"hai, pak Felix" walaupun terlihat lusuh dan berantakan, Luthio tetap membalas sapaannya dengan ramah.
"berantakan sekali kau"
"haha, betapa beruntungnya aku hari ini mendapat pelatih bernama Hogart Aurelius" balasnya sambil tersenyum
Mendengar perkataan dan ekpresi Luthio, penjaga bernama Felix tersebut pun tertawa terbahak-bahak.
-=OOOOO=-
Masih di hari yang sama dan di kota yang sama, Lime. Tak jauh di bagian timur kota Lime terdapat sebuah pasar mungil dan warung-warung yang berjajaran menjajakan dagangannya. Mulai dari sayur-sayuran dan makanan sehari-hari hingga peralatan-peralatan untuk berburu dan bertarung seperti pedang, perisai dan bahkan pakaian yang terbuat dari anyaman baja-baja yang dirajut sedemikian rupa. Cukup rapih, setiap pedagang menempatkan dirinya sesuai dengan barang dagangannya, makanan berada sedikit ke utara, sedang yang peralatan berat berada sedikit ke selatan.
Namanya juga pasar, tak ayal bila sangat ramai suasananya. Mulai dari tawar-menawar antar pedagang dan pembeli, ibu-ibu yang ngerumpi di sela-sela ia berbelanja, hingga bunyi-bunyi logam yang berbenturan dari orang yang menjajal peralatan berburu yang hendak ia beli. Diantara dari banyaknya orang yang berbelanja adalah seorang anak yang hendak membeli roti dari salah seorang ibu pedagang di pasar.
"aku mau beli roti ini dua" ujar seorang anak laki-laki tanpa basa basi.
Postur anak ini terlihat tinggi, badannya berisi dan sedikit berotot. Terlihat sangat [i] gentle [/i] namun sedikit liar. Dilhat dari bawah hingga wajahnya, ia dapat dibilang rapi dan bersih, dengan kaos cokelat berlambang "Militia" di dada kirinya, slayer yang dikenakan di lehernya, sepatu sandal yang masih terlihat bagus dan tali perban yang tanpa alasan jelas ia ikatkan di bahu kanannya, begitu menampakkan betapa ia menjaga penampilannya, hanya saja rambut pendeknya cukup berantakan.
"200 cegel total harganya" ucap wanita penjual roti tersebut.
(Ya, Cegel adalah nama mata uang di negeri Shiltz, dan akan berubah sebutan menjadi satu Negel bila mencapai satuan 100 juta Cegel)
Anak itu merogoh sakunya, kemudian dihitungnya uang receh yang ia punya. "aku hanya punya 110 cegel" ucapnya lepas.
"ya kalau begitu cuman bisa beli satu"
"tidak kenyang kalau cuman satu" ucapnya masih lantang.
"ya cari duit dulu sebanyak 90 cegel lagi sana, baru beli kesini lagi" sahut wanita tersebut tak mau kalah lantangnya.
"tapi aku laparnya sekarang, aku hutang dulu deh"
"enak aja..! emangnya aku ibumu apa?"
"kalau kamu mau jadi ibuku tidak apa-apa"
"heeh.. kau ini anaknya siapa sih? Nakal sekali" wanita tersebut mulai kesal.
"boleh tidak?, hutang dulu, nanti kalau ada 90 cegel lagi aku bayar" masih bersikeras.
"dasar anak keras kepala..!" wanita tersebut sudah nampak sangat kesal dengan ulah anak lelaki tersebut "kalau tidak mau ya tidak usah beli..!" lanjutnya sambil mengibas-ngibaskan tangannya ke arah anak tersebut, mengisyaratkan mengusirnya.
Kesal, anak tersebut menyilangkan kedua tangannya di depan badannya sambil cemberut. Masih menatap tajam pada roti yang dijajakan itu, sambil sesekali memandang wanita penjual roti tersebut. Terbersit sebuah pikiran di benaknya, ia kantongkan 10 cegel ke sakunya
"yaudah, bu. Ini uangnya" ia memutuskan untuk membeli roti dengan 100 cegelnya.
"ya.! Dapat satu ya" wanita tersebut menerima uang dari anak tersebut.
Alih-alih mengambil satu, anak tersebut menyambar 3 roti sekaligus lalu kabur.
"heeeh..! anak kurang ajar..!" teriak wanita tersebut sambil bangkit dan mengacungkan kepalan tangannya ke atas.
"aku hutang dulu 200 Cegel, nanti pasti aku bayar..!" teriak anak tersebut dari kejauhan sambil berlari.
Tak ambil pusing, wanita penjual roti itu langsung mengejarnya.
"gawat" ucap anak laki-laki tersebut lirih melihat wanita tersebut mengejarnya.
Ia pun tak ingin tertangkap, ia mempercepat larinya. Menyelip diantara kerumunan orang-orang di pasar. Namun itu tak cukup berhasil rupanya, orang-orang mulai menepi membuat sebuah jalan yang terbuka ketika teriakan "maling" yang keluar dari mulut wanita penjual roti itu terdengar oleh orang-orang.
Ia semakin kebingungan kini, tanpa pikir panjang ia berlari menuju ke luar pasar. Ditengah ia berlari, ia melihat sebuah tempat yang cukup ramai, dan diantaranya banyak orang yang nampak sebaya dengannya, tanpa pikir panjang ia berlari menuju ke tempat itu, lapangan pelatihan warrior. Tak jauh dibelakangnya masih mengejar wanita penjual roti tersebut yang masih mengacungkan kepalan tangan kanannya di udara.
Anak tersebut menyelip di tengah kerumunan orang-orang yang baru saja keluar dari lapangan pelatihan tersebut. Sambil sesekali ia menengok kebelakang melihat wanita yang mengejarnya, tak disangka rupanya ada seorang anak yang sedah berjalan tak memandang depan, Luthio.
Bruk..! Luthio dan anak lelaki tadi pun bertabrakan lalu tersungkur ke tanah.
"Aduuh.." keluh Luthio sambil mengelus kepalanya yang terbentur.
"kau ini tidak melihat arah jalanmu ya?" ucap anak lelaki tersebut.
"eh? Memangnya kau sendiri melihatnya?" balas Luthio sedikit kesal.
"lihat kok, sesaat sebelum tabrakan"
Luthio hanya memandangnya heran, lalu mendengus lirih "yaudah, maaf kalau begitu" ia mengalah.
Anak tersebut bangkit dengan tergesa-gesa, menyambar roti yang terjatuh, clingak-clinguk, lalu bersembunyi dekat penjaga. Luthio yang melihatnya sangat keheranan. "ada apa dengan bocah i . . ."
"Kemana perginya anak tadi" suara menggelegar mengagetkan Luthio, belum selesai kalimat awal tadi ia sudah dikagetkan dengan suara yang keras dan wajah wanita yang menyeramkan.
"a. . . an. . . anak yang mana ya, Bu?" Luthio terbata-bata saking terkejutnya.
"yang tadi menabrakmu, aku melihatnya.!"
Luthio tampak tegang sambil melirik ke arah anak tersebut bersembunyi. Sambil memohon, anak tersebut menggeleng-gelengkan kepalanya, Luthio hanya membalasnya dengan wajah kesal. Merasa janggal, wanita tersebut menoleh ke arah pandangan Luthio tertuju.
"a . . ah . . tidak apa-apa pak Felix" terlihat bodoh, Luthio mencoba mengarahkan pandangannya ke penjaga tersebut walau dia tak memandang ke arah Luthio.
"oh, mengenai anak tadi, sepertinya dia tadi terburu-buru lari ke arah sana" Luthio menunjukkan jarinya ke arah yang berlawanan, "memangnya ada apa, Bu?"
Belum sempat dijawabnya pertanyaan dari Luthio, wanita tersebut sudah pergi menuju arah yang ditunjuk oleh Luthio. Merasa sedikit lega, Luthio menghembuskan nafasnya sambil memegang dadanya.
Dengan wajah kesal, ia melihat kembali ke arah bocah tadi.
"hahaha, terimakasih kawan" ucap anak lelaki tersebut lega menghampiri Luthio.
"Kawan?"
"aku berhutang budi padamu" sambil menyodorkan tangan kanannya untuk berjabat "namaku Dio"
Sedikit heran, Luthio menjabat tangan lelaki bernama Dio ragu-ragu. "L.. Lu .. Luthio"
"Kau ini Jester ya?" tanya Luthio keheranan.
"Enak saja!" sahut Dio tersinggung "jangan samakan aku dengan badut-badut itu ya, aku ini calon Warrior tau.!" Sambil mengacungkan jempolnya ke arah dirinya sendiri.
percaya diri sekali dia ujar Luthio dalam hati. Luthio memandangi Dio dari bawah hingga ke atas, merasa tak yakin dengan penampilan bocah tersebut. "Kau ini pencuri?"
"kau tak takut barangmu aku curi, hah?" gertak Dio kesal.
"nggak" jawab Luthio santai.
"heh? Kenapa bisa gitu?"
"hanya pencuri bodoh yang mencuri barang dari wanita pedagang roti tersebut, dia kan terkenal galaknya minta ampun disini"
Merasa sedikit bodoh karena tak mengetahui hal tersebut, ia tak mau dibilang bodoh "sialan..! aku hanya menguji keberanianku tau, setidaknya ada yang dipandang berani melawannya"
"itu bodoh atau ceroboh ya?"
"aah, berisik..! lagian aku juga hanya hutang sebentar kok, nanti kalau aku sudah mengumpulkan uangku lagi, pasti akan aku bayar"
"wow, prinsip yang hebat juga dari seorang pencuri ya"
"Aku bukan pencuri.!"
"baiklah, aku mau pulang dulu" ucap Luthio sambil beranjak untuk pulang.
"tunggu dulu..!" cegah Dio pada Luthio.
"kenapa?"
"kau baru saja keluar dari pelatihan warrior juga kan? Pasti kau akan menjadi warrior juga"
"emm.. iya" jawab Luthio santai, mengetahui bahwa ia sendiri mengikuti pelatihan ini karena ayahnya.
"kalau begitu, mau jadi temanku? Kita berjuang bersama-sama. Mau?" tanpa basa basi rupanya Dio melantar pertanyaan itu.
Luthio hanya tersenyum heran melihat bocah tersebut. Orang yang sesaat baru ia kenal mengajaknya untuk berteman menjadi warrior.
"hahaha..." tawa hambar Luthio sambil menggaruk-garuk kepalanya "boleh deh".
"yes..!"
"tapi itu tidak termasuk memberimu roti gratis ya?"
"eh? Ayolah, lupakan kejadian itu"
"hahaha" kini Luthio tertawa senang "kau tidak pulang juga?" tanya Luthio
"aku tidak punya rumah?"
Luthio sedikit terkejut "eh?, orang tuamu?"
"mereka sudah meninggal" jawab Dio lantang.
"oh, pantas saja kau seperti itu. Mainlah ke tempatku kalau ada waktu kosong"
Dio sedikit terkejut dengan ajakan Luthio tersebut. Sedikit salah tingkah ia menganggukkan kepalanya
"kenapa?" Luthio merasa heran
"kau adalah orang pertama yang membalas perkataanku seperti itu, orang lain selalu berakhir dengan 'maaf mendengar itu' atau 'yang sabar ya'"
"eh? Ah.. haha" Luthio tak tau harus berbuat apa.
Tiba2 saja Dio menyodorkan tangan kanannya yang mengepal ke arah Luthio. "menjadi Warrior bersama" sahut Dio penuh semangat.
Sedikit bingung pada awalnya, Luthio pun membalas menyodorkan kepalan tangan kanannya hingga kedua tangan mereka bersentuhan "ehm.!" Luthio mengangguk.
Episode 1 : End
