R.H.E.I.N.
05.05.13
Present~
THE ARCHER (Lamp Light)
DON'T LIKE? KEEP READ!
Casts : YJ and the gank
Rated : T
Disclaimer : I own nothing except the story
Warning : BL, YAOI, OOC, typo. NO PLAGIARISM.
NB : There's some content I brought from novel 'Love the One You're With' by Emily Giffin.
(Imagine Yunho and Changmin in Taxi reality show, Jaejoong in Heaven's Postman movie)
Yakinkan dia, buat dia menjadi milikku.
JJ
Porsche hitam metalik membelah keriuhan kota New York di malam hari berbintang. Bulan membulat sempurna diatas sana. Indah, meski bayangnya tak mampu menerobos paparan lampu jalan dan billboards di sepanjang gedung pencakar langit.
Bodi mulusnya sempurna memproyeksikan kerumitan dinamis cahaya metropolitan. Jam menunjukkan pukul enam sore. Lumayan banyak terlihat para pria berjas dan wanita ber blazer menunggu pergantian lampu lalu lintas di perempatan yang selalu sibuk.
Pria asia berkulit pucat menopang dagunya dengan lengan kiri, menggigiti jari telunjuknya dengan cemas dan gelisah. Sebuah ide konyol terlintas di benaknya, mungkin aku harus membanting selusin piring keramik.
Ide konyol yang entah mengapa terpikir, mungkin radiasi dari kota Big Apple yang sudah masuk dalam persendian tubuhnya.
Jelas terlihat dari helaan nafas dan gerak gerik bibir kissable itu bahwa ia sedang sangat gusar. Kegusaran yang menempati posisi puncak selama delapan tahun sejak kepindahannya ke pusat kota negeri super-power. Bahkan tender sebuah apartemen bintang kuadrat lima di Brooklyn yang tak ia menangkan seminggu setengah yang lalu menguap begitu saja tertindih dan melumer di bawah tekanan yang menyergapnya di persimpangan jalan New York City tadi, hingga kini dua jam telah berlalu mengelilingi jalanan mulus tanpa arah.
Membanting setir ke arah kanan dengan cepat dan gesit, namun tak urung beberapa klakson sempat terdengar olehnya. Jika saja 'ia' tahu, habislah. Dan tak akan ada izin mengemudi selama seminggu oleh orang 'itu'.
Menuju ke sebuah gang dengan lebar medium –setidaknya pas untuk mobil jasa pindah rumah. Dengan gerbang kayu mahogany berulir anggun dan menantang menawan. Terpelitur coklat tua menambah kesan gagah dan hangat sekaligus.
Terkesan sedikit rapuh dari luar, tapi dibaliknya, teralis baja terpilin tipis hingga nyaris tak menampakkan dirinya.
Cukup berlebihan, namun sebuah fakta yang harus dijelaskan dengan 'simple present tense' –tense yang menjelaskan sebuah general truth. Majalah Hamptons dan Platform yang berada di atas meja rias para pejabat dan golongan-tertentu-berdarah-biru, masuk dalam jajaran dahan kecil Chester Company –miliknya. Sebenarnya bukan, tapi selangkah-menuju-miliknya.
Singkatnya, ia kaya. Ia butuh penjagaan. Your nose will be grown if you lie you aren't envy. Oke, too much.
Menekan sebuah tombol hitam berbentuk kotak di kemudi mobil, pagar megah itu berkeriat sedikit dan akhirnya terbuka.
Cukup lama memandangi pagar megah itu hingga terbuka smpurna tanpa melakukan apapun. Merasa bodoh dengan dirinya.
"Bob, aku meninggalkan mobil di depan. Aku akan segera kembali."
Klik!
Dimasukkan kembali telepon seluler ke dalam saku, membuka pintu mobil dan berjalan menuju ujung gang. Setelah menghubungi security merangkap 'bellboy'-nya. Lelaki umur akhir 25 itu berjalan santai. Pekat malam terasa hingga di sudut mata, membaur dengan rambut hitam kelam berponi sedikit panjang. Membuatnya berulang kali menggerakkan kepala untuk menyibak helaian poni tersebut.
Terlihat manis meski malam berbintang tak dapat bersinar terang dibalik punggung –layaknya superstar yang sedang konser.
Jins hitam dengan sepatu santai abu-abu gelap. Kaos lengan panjang putih gading v-neck dan rompi santai biru dongker nyaris hitam dengan aksen krem panjang nyaris selutut. Serta sebuah ransel jins berwarna krem.
Menelusuri trotoar lebar antara gedung-gedung berkaca mengkilat dan jalanan beraspal mulus penuh dengan kendaraan lalu lalang tanpa henti.
Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Dengan pikiran masing-masing. Dan masalah yang terbeban di punggung masing-masing.
Beberapa pemusik jalanan sempat membuatnya berhenti sejenak dan melemparkan dua-tiga koin.
Delapan tahun berlalu dan ini masuk dalam daftar beberapa malam tanpa gangguan miliknya.
Delapan tahun berlalu sejak pembuktian kemampuan bertahan hidupnya.
Hingga kini masih terkesima dengan para seniman jalanan yang memukau. Terlihat sekali mereka sangat maksimal dengan apa yang ditampilkan. Maksimal dalam penampilan, berharap yang tertarik memberikan harga yang maksimal pula. Timbal balik yang benar.
Langkah kaki jenjangnya terus menerobos kerumunan manusia di tengah kota. Terlihat menawan jika dibandingkan dengan para manusia di sekelilingnya –yang bertipe barat dengan badan tinggi besar. Wajah tirus tak kurus dan hidung mancung menarik hati. Kedua telapak tangan disembunyikan dalam saku rompi. Sesekali meniup untaian poni panjang di dahinya.
Kau akan terpesona dan melongo untuk beberapa saat jika mendapati lelaki ini dihadapanmu untuk jarak tak kurang dari tiga meter. Dan kupastikan nafasmu akan tertahan jika berhadapan dengannya untuk jarak kurang dari satu meter.
Ia tidak cantik, ia bukan perempuan. Ia juga bukan bidadara atau malaikat yang turun dari surga. Terlihat seperti manusia pada umumnya. Terlepas dari penilaian kebanyakan orang yang mengatakan bahwa lelaki ini begitu menawan dan sangat-sangat –dan satu 'sangat' lagi, memikat. Tak usah memeriksa apa gendermu. Pria? Wanita? Dan kau akan jatuh kagum padanya.
Aku tak akan bicara muluk-muluk dan penuh lambungan atau pujian terhadap makhluk satu ini. Bentuk badannya yang professional dengan otot bisep yang sedikit terjiplak di lengan kaosnya. Cukup dengan seberapa kuat jantungmu berdetak ketika melihat lelaki ini.
Sebuah kafe dengan lampu kuning menghiasi seluruh penjuru. Tak tercipta kesan remang dan murahan dari lampu kuning tersebut. Justru aura anggun dan hangat yang kuat tersirat jelas sejak jejakan pertama di teras kafe.
Seat paling pojok dengan kursi ber beludru merah menjadi tujuan. Keseluruhan kafe dengan furniture kayu berpadankan jalaran daun sirih hias.
Seroang pelayan wanita yang kuamati tag name-nya bertuliskan 'Annie'
Oh, jadi itu namanya.
Tapi bukan berarti aku harus memanggilnya dengan nama, bukan?
"Excuse me sir, could I help you? Anda ingin pesan apa?"
[permisi tuan, ada yang bisa saya bantu?]
Sebenarnya aku hanya ingin pesan kopi. Hanya ingin menyesap kopi hangat dengan memikirkan apa yang seharusnya kupikirkan dari tadi.
Namun tidak, aku sempat memiliki pengalaman menjadi pelayan –ketika masih freshman, dan pelanggan yang hanya memesan secangkir kopi sangat men-down-kan semangat kerja –menurut pendapatku.
"A cup of coffe, dan roti bagel taburan wijen dengan krim keju." Akhirnya, aku memilih itu.
[secangkir kopi]
"Oke sir, please wait at least 15 minutes." Dan ia pamit.
[baik tuan, mohon tunggu paling tidak limabelas menit]
Seiring pamitnya pelayan wanita itu, pikiranku langsung melayang ke salah satu persimpangan jalan New York City.
Mungkin….kalian muak dengan sebuah cerita dimana seorang dengan hidup terjamin namun tak bahagia karena cinta.
Tampar pipiku dan tonjok aku hingga lebam dan tak berbentuk.
Menyebalkan bahwa itu adalah….aku.
Aku sadar dan berterimakasih kepada tuhan juga sangat bersyukur akan limpahan kekayaan dan segala kebutuhan hidupku terpenuhi dengan sangat-sangat baik –meski tak tercermin dari tubuhku yang sedikit kurusan akhir-akhir ini.
Tapi aku juga bukan 'love begger' murahan lalu dengan mudah dan tanpa beban terlibat hubungan sana sini yang tak jelas juntrungannya.
[pengemis cinta]
Atau berpikir untuk menukar kekayaan dengan sebuah kasih sayang.
Aku bukan orang munafik bodoh yang rela menukar seluruh kekayaan dengan cinta. Katakanlah aku matre, 'money lover' atau apapun itu.
[pecinta uang]
Jika begitu aku harus makan cintamu begitu? Berpakaian dengan cintamu? Keluar negeri dengan cintamu? Menyendok sup ayam kesukaanku dengan cinta? Menggosok gigi dengan cinta?
Atau duduk di kursi cinta?
Atau bahkan membayar roti fla durian dengan cinta?
Bisa-bisa chefnya menonjokku dengan penggiling adonan roti.
Beberapa orang akan beranggapan betapa angkuh diriku. Atau kalian menyalahkan prinsipku?
Hidup dengan cinta…begitu memabukkan….tapi bukan diriku.
Aku ingin…..hidup dengan uang ku yang berlimpah, namun dengan cinta dari seseorang yang mendampingiku dengan tulus, mencintaiku, blablablablablabla blablablablablabla blablablablablabla blablablablablabla blablablablablabla blablablablablabla blablablablablabla blablablablablabla.
Sudah terjabarkan bukan? Tipeku sangat berbelit. Dan aku tak ambil pusing sebelumnya.
Belum, belum setelah AKU BERTEMU DENGAN PRIA BERUBAN SETENGAH BOTAK DENGAN TONGKAT KAYUNYA!
"Excuse me sir, your order."
[permisi tuan, pesanan anda]
Secangkir kopi luwak mengepul hangat dan roti bagel panggang! Dengan aroma krim keju panggang.
Mengundang hasrat membunuhku berkali lipat tumbuh.
Tring!
Satu pesan masuk.
From : Papa
Kau, Kim Jaejoong, bersediakah menjaga blablablablablablablablablablablablablablablabla blablablablablablablablablablablablablablablablabl ablablablablablablablablablablablablablablablablab lablablablablablablablablablablablablablablablabla blablablablablablablablablablablablablablablablabl ablablablablablablablablablablablablablablablablab lablablablabla…..Jung Yunho? Yunho bersedia. Bagaimana denganmu Kim Jaejoong?
Baik jika bersedia. Mulai detik dimana pesan ini terbaca, kalian sah menjadi pasangan hidup.
Jaejoong, pesawatku akan menjemputmu di landing stage atap rumahmu besok siang jam dua.
P. S. Ellen-sangat-ingin-bertemu-denganmu. She ignoring me a whole time and preparing about your comeback even you just her step-son!
Piiip!
Telepon seluler itu mati dan tergeletak begitu saja.
Jaejoong mencebik kesal dan memakan roti bagelnya dengan tergesa. Bahkan tak peduli jika ada biji poppy yang terselip diantara giginya.
Seenak jidat lebar berkerut dan beruban dan dengan tongkat kayunya!
Namun tak urung ia sedikit tergelak karena di akhir pesan singkat itu tertulis bahwa Ellen, menantikan kepulangannya hingga mengabaikan suami alias ayahnya.
Oke, jadi begini, ibu Jaejoong meninggal enam belas tahun yang lalu. Lima tahun kemudian ayahnya menikah kembali dengan Ellen Hollinger, eksekutif wanita muda yang berasal dari Morningside Heights.
Jiwa muda dan semangatnya yang ceria memikat hati ayahku hingga mereka menikah. Aku tak masalah selama ayahku bahagia. Aku menyukai Ellen dan Ellen juga menyukaiku. Usia kami terpaut delapan belas tahun. Tapi tak mengapa, banyak bahagia diantara kami.
Bukan aku tidak menyayangi ibu kandungku, Han Minrin. Namun aku bukan tipe manusia yang close-minded dan berputar dalam kubangan masa lalu tiada akhir, hah.
Hingga aku berangkat ke New York saat berusia tujuh belas tahun, melanjutkan pendidikan dan stuck di sini menyambi ilmu mengelola perusahaan. Membantu lelaki tua bertongkat yang kusayang. Berusaha paham akan usianya yang tak lagi muda dan menuntutku menjadi penerus.
"Annie!"
"Yes sir?"
"Coffee again."
"Oke sir,"
"Could you put some mint?"
[bisa kau tambahkan sedikit mint?]
"Ah? Okay, wait a minute."
"Hn.."
Tak terasa secangkir kopi sudah tak bersisa, begitupun dengan roti bagel ku. Dan ini sudah masuk waktu makan malam. Tapi aku sungguh tak ingin roti. Entah rindu kampung halaman atau apa, aku ingin nasi!
"Sir, your order."
"Thanks,"
"You're welcome." Wanita itu tersenyum.
Tring!
Pesan masuk, lagi.
From : Papa
Jae sayang, jangan pangkas rambutmu sebelum kesini. Biarkan ponimu tergerai indah. Kau terlihat tampan dan cantik disaat bersamaan. Kau tahu? Kemarin aku bertemu Jung Yunho di Schőnnen Boutique, dan…dia sangat tampan! Aku tak sabar menyandingkan kalian berdua.
Your lovely Ellen :*
P. S. : Aku tidak punya pulsa T_T
Dan yeah, biasakan dirimu untuk memanggilku mama jika pulang nanti. Aku tak ingin yang lain salah paham menganggapmu sebagai pacarku, hihi.
"Such a lovely moron!" umpat Jaejoong pelan. Bagaimana Ellen bisa tahu tentang model rambutnya sekarang?
Puk!
Jaejoong menepuk dahinya pelan, sadar siapa Ellen itu. Apa yang ia mau pasti akan dituruti ayahnya. Apapun itu. Dan hal sekecil….paling tidak penting….dan sangat sepele seperti mengenai informasi model rambutnya bukan hal yang sulit.
Jaejoong menghela nafas.
Hidupnya akan berubah sebentar lagi.
Teringat sore tadi di salah satu persimpangan jalan New York City. Ketika ia belanja Ppeppero, snack berbentuk stick dengan lumuran coklat kesukaannya. Dan ketika pulang, melewati jalan itu, bertemu dengan lelaki tua bertongkat kayu yang sangat familiar.
Mereka berpapasan di tengah, saling melirik sekilas sebelum akhirnya Jaejoong terlonjak kaget menyadari dengan siapa pandangan matanya bertumbukan.
Kim YoonJung.
Ayahnya.
Melempar senyum penuh arti pada Jaejoong yang sedikit syok. Hingga sosok itu tertelan kerumunan manusia yang menyebrang menuju tujuan masing-masing.
Jaejoong menahan nafas. Kedatangan ayahnya ke New York pastilah bukan untuk hal sepele. Sesuatu yang besar. Entah itu ada kabar baik atau kabar buruk. Jaejoong antara siap dan tidak siap.
Dan inilah jawaban atas semua itu.
Pernikahan mendadak tanpa persetujuan yang jelas dan keadaan yang jelas diantara semua pihak yang bersangkutan.
Titik.
Jaejoong pusing.
Ia berada di New York, tiba-tiba bertemu dengan ayahnya di persimpangan jalan, lalu ayahnya mengrimi sebuah pesan singkat berisi persetujuan pernikahan. Ini gila!
Seharusnya pernikahan adalah suatu yang sakral dan penuh kekhidmatan. Namun apa?
Bahkan rupa Yunho, atau siapapun itu Jaejoong tidak tahu.
Tring!
Pesan masuk.
From : Ellen –mama
Jaejoong kecilku yang manis dan tampan. Mungkin ini terlalu mendadak, namun frankly speaking, aku dan ayahmu dan pihak keluarga Yunho sudah merencanakan ini sejak keberangkatanmu ke New York, delapan tahun lalu. Kami merasa ini yang terbaik untuk kita semua. Semoga kau merasakannya juga. Aku mencintaimu.
P. S. : Pulsaku sudah terisi!
"Damn it!"
Mengusap wajah memikatnya dengan sedikit kasar dan gusar.
Memiliki mama seperti Ellen memang sangat menyenangkan. Terlepas dari jarak umur mereka, Ellen dan Jaejoong bisa dibilang klop. Dan Ellen sangat memanjakan Jaejoong.
Berbeda jalan dengan ayahnya yang memanjakan Jaejoong dengan limpahan kekayaan –diakui Kim Yoonjung sangat menyayangi Jaejoong, namun sedikit tak tahu bagaimana menjalin hubungan hangat –bukan berarti tak baik, dengan anak.
Dan Ellen melengkapi kekurangan Yoonjung. Ellen menyayangi Jaejoong sama dengan menyayangi putrid kandungnya, Elizabeth –adik perempuan tiri Jaejoong.
Apa yang diminta Jaejoong akan dengan segera dikabulkan Ellen. Apapun kegundahan dan kegusaran Jaejoong mengenai sesuatu, Ellen akan sigap membantu mendapatkan apa yang Jaejoong inginkan.
Tring!
Pesan masuk.
From : Ellen –mama
Jejeeee ini pesanku yang ketiga, hehe. Aku tak akan melakukan semua ini jika bukan keinginanmu. Masih ingatkah kau merengek padaku lima bulan yang lalu? Semoga kau mengingatnya ;)
P. S. : Mama kangen padamu. Dan oh, may I kiss your lips for the last time later? Because after that you'll be Yunho's
Crazy step mother! -_- apa-apaan dia? Hhh~
Tak terhitung sudah berapa kali lelaki berkulit pucat itu menghela nafas. Berharap kopi bisa melarutkan kebingungan dan membantu mencerna apa yang sebenarnya terjadi dengan sangat cepat.
HEEEELLLL!
Jaejoong ingat! Lima bulan yang lalu, ketika ayahnya, Ellen, dan Yaya –panggilan masa kecil Elizabeth, mengunjunginya.
Mereka menghabiskan waktu dengan penuh canda tawa dan keriangan.
Seperti sebuah buku bestseller mahal di toko dengan penerangan terang, ibarat Jaejoong adalah seperti itu. Dengan hardcover yang keras dan tebal, tapi tetap saja dalamnya adalah kertas yang mudah sobek alias rapuh.
Kelihatannya saja dingin, angkuh, heartless and tipe mr-i-don't-care. Pada Ellen tidak. Dengan tanpa beban ia akan memonopoli Ellen dari Yaya yang notabennya ibu kandung.
Lizey –beranjak dewasa Lizey tak lagi ingin di panggil 'Yaya', hanya bisa pasrah. Toh ia juga menyayangi kakak tirinya tersebut.
"Ellen, aku juga ingin punya keluarga….lalu memanjakan anak-anakku seperti kau memanjakanku…."
"Mmm….."
"Apa kau tak ada kenalan yang mungkin cocok untukku?"
"Mmm…."
"Siapa saja, asal itu pilihanmu. Aku akan menuruti karena aku percaya pada seleramu Mrs. Kim,"
"Mmmm…."
"Yang jelas….ia harus paham bahwa aku tidak suka dikekang."
"Mmmm…."
"Ya Ellen! Apa kau tidur?"
"Nein…." [tidak]
"Promise? You'll help me?"
"Pinky promise~"
Aku dan Ellen mengaitkan jari kelingking kami. Pinky promise yang manis.
Obrolan lima bulan yang lalu berkelebat dalam benak Jaejoong. Yah~ memang benar. Ellen membantunya. Dan menepati janji.
Tapi bukan dengan begini caranya!
TBC
.
.
Hai! Saya membawa FF baru :D wkwkw perkenalkan, nama saya RHEIN ^_^
Semoga FF ini menghibur anda –joget- #plak
Jika ada masukan, kritik, sugesti, dan lain-lain, silahkan. Saya terima dengan baik. Mau flame? Bash? Silahkan juga, tapi dengan bahasa yang baik, sopan, dan beretika ya.
Sekalian mau vote, dan akan sangat berpengaruh dengan jalan cerita.
Pilih mana :
MPREG
UNMPREG (?)
Thanks yaaa ^_^
SALAM YUNJAE SHIPPER! YOO SHOW OUR POWER AND EXISTENCE XD
NB :
Untuk E oppa (kalau baca), gimana? Bagus kah? /_\ saya sedikit tidak PD. Mungkin ada usulan? Hehe, lovey dovey mereka mungkin akan muncul di chapter 3 ._.
R.H.E.I.N.
05.05.13
THE ARCHER (Lamp Light)
ATTENTION! :
saya dapat sebuah info di twitter, katanya JJ mau ngenalin girlfriend-nya, dan dia bakal nikah tanggal 21 bulan Desember tahun iniiii TT_TT (info : (slash)deukkie(slash)status/329543892422774784/pho to (slash) 1)
HUWEEEEEE ;_; BAGAIMANA INII?
kok saya sakit hati, berasa patah hati T_T
ntahlah, nggak habis pikir . WAHAI PARA YJS! MARI BERDOA KALAU INI SEMUA HOAX, dan apa yang pernah di katakan YH's eomma 'kalau YH tidak menikah sampai umur 30, maka ia akan kunikahkan dgn JJ' akan benar terjadi wOAOw
ah, berita ini really ruin my mood soo deeep T_T
