Saat pertama kali aku melihatmu, aku mengira kalau kau adalah pangeran
Saat kita bertemu untuk kedua kalinya, aku yakin bahwa kau adalah malaikat
"Naruto-kun! Aku m-membuatkan bento untukmu…lihat, l-lihat ini! Baguskan? R-rasanya enak sekali, aku tidak bohong," Sakura berusaha mengimbangi langkah panjang Naruto yang tak mempedulikan ocehan panjangnya. Gadis berambut pink itu tengah kerepotan menunjukkan bento yang setengah terbuka, sementara itu ia juga kesulitan berbicara karena nyaris menelan rambutnya sendiri yang berhamburan tak tersisir rapi.
"Naruto-kun?!"
Naruto tak bergeming seperti tidak ada seorang pun yang mengajaknya bicara.
Sakura tetap mengejar Naruto yang berjalan semakin cepat dan mengabaikan Sakura.
"Naruto-kun! Tunggu aku. Aku tahu kau tidak sempat sarapan..…terima bentoku, aku mohon!"
Naruto seketika langsung berhenti dan membalikan badan ke arah Sakura, ia menghela nafas "Bisakah kau tidak membuat keributan di pagi hari?" Naruto mengambil kotak bento di tangan Sakura lalu melanjutkan perjalanannya lagi.
"Kyaaaaaa! Naruto-kun menerima bentoku!"
"Jangan berisik, Sakura!" bentak Naruto tiba-tiba. Alis pirangnya hampir menyatu dan mata birunya menatap Sakura dengan pandangan tak suka.
Sakura mengedipkan mata tanpa rasa bersalah, ia menengok ke kanan dan ke kiri lalu meminta maaf pada seorang nenek tua yang terkejut dan terbelalak sembari memegangi sapu lidi karena teriakannya tadi.
"Hah" Sakura menghela nafas dan menghentikan langkahnya. Matanya masih memandangi punggung Naruto yang semakin mengecil, "padahal aku bangun pagi untuk menyiapkan bento untuknya, tapi dia dingin sekali. Tapi dia memang tampan sekali sih hari ini" Sakura terkikik, lalu mendadak panik, "Oh…oh…Hei! Tunggu aku, Naruto-kun! Tunggu!"
.
.
Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
Cygnus Jessenia
.
.
.
.
Waiting You
.
.
Chapter 1
Kisah ini dimulai bertahun-tahun yang lalu saat ada seorang gadis kecil yang pindah dari negeri dimana Buckingham Palace berdiri. Gadis yang baru berusia tujuh tahun itu terbang ke sebuah negara di yang letaknya lebih Timur daripada Korea Utara dan Korea Selatan, yaitu Jepang. Kisah ini tidak akan terjadi kecuali nenek yang berada di Jepang menelepon anaknya yang sudah merantau lama di Inggris untuk pulang kembali ke Jepang karena si nenek merasa hidupnya tidak akan lama lagi.
Si gadis kecil yang tidak pernah datang ke Jepang sebelumnya ketakutan melihat orang-orang baru dalam hidupnya. Misalnya saja ia tiba-tiba saja mempunyai tetangga yang berisik dan heboh. Dalam keluarga itu pula, si anak gadis bertemu dengan seorang anak laki-laki yang sedikit pendiam dan sudah sinis dari sejak pertama kali mereka bertemu. Anak bermata biru yang sayangnya langsung menarik perhatian si gadis kecil.
"Dia sangat tampan, tidak ada satu pun orang Inggris yang mempunyai mata biru semenarik anak laki-laki itu. Semenjak saat itu, si gadis menyukai anak laki-laki itu dan semakin menyukainya karena anak laki-laki itu menolong si gadis yang tak lain adalah aku, dan-,"
" Cukup! Cukup!" seorang gadis bermata aquamarine mengibaskan tangannya di udara untuk menginterupsi kisah yang diceritakan oleh seorang gadis berambut pink bernama Haruno Sakura. Gadis bermata aquamarine itu duduk di atas meja.
"Ino~," Sakura mencebikkan bibirnya dan pura-pura merajuk pada sahabat yang ia dapatkan dari sejak Sekolah Menengah Pertama itu.
"Kau sudah mengulangi kisahmu itu…setidaknya….sepuluh kali sejak tahun kemarin sampai sekarang. Apa kau sebegitu semangatnya menceritakan kekagumanmu pada Namikaze Naruto? Dia saja tidak pernah mengakuimu sebagai tetangganya," Ino mengibaskan rambutnya sembari melirik kepada Tenten yang terlihat tak acuh dan Hinata yang wajahnya sudah semerah tomat karena terlalu serius mendengarkan setiap cerita Sakura.
"Aku pernah bermain bersamanya saat SD dulu, itu momen paling membahagiakan dalam hidupku. Dia memang tidak banyak bicara, bahkan saat itu Bibi Kushina yang selalu membuka pembicaraan antara kami. Tapi-"
"Kau itu semakin gila saja. Obsesimu pada Namikaze Naruto sudah berkembang ke tahap yang tidak sehat. Dia selalu mengabaikanmu dan kau masih saja mengejarnya, Sakura. Aku tidak tahu dimana letak pikiranmu. Kau mungkin cantik dan tapi kebodohanmu itu," Ino meniti Sakura dari ujung kaki ke ujung kepala, seperti hendak menilai sesuatu, "sudah tidak tertolong," Ino mendecakan lidah lalu bangkit dari duduknya. Ia meraih gelas jusnya yang sudah kosong dan berjalan keluar kelas.
"Terima kasih atas dukungannya," Sakura tertawa lebar. Ia tidak mengambil hati perkataan Ino. Sakura melihat ke luar jendela dan mendapati Naruto yang sedang berlari mengelilingi lapangan bersama sahabatnya yang sama dinginnya dan sama terkenalnya, Uchiha Sasuke. Surai pirang Naruto kelihatan basah dan Naruto sengaja mengikat poninya.
"Kau benar-benar suka pada Namikaze-san, ya?" Hinata ikut melongok ke luar jendela.
"Hn. Aku menyukainya. Aku pikir berapa kali pun aku selalu punya alasan untuk menyukainya, Hinata-chan. Mungkin…dia tidak akan menerimaku dengan mudah, tapi aku akan berusaha. Yang terpenting aku bisa berada di sisinya."
Seketika itu Hinata terperangah sembari kembali menatap ke luar jendela, tanpa Sakura sadari pipi Hinata memerah perlahan.
'Kau tidak apa-apa kan? Apa ada yang luka? Coba sini kulihat, ayo ulurkan tanganmu!'
'Anjingnya…menyeramkan sekali, m-mirip serigala,'
Seorang gadis kecil berambut pink menunjuk seekor anjing besar yang kini sudah pergi ke arah Utara. Ia ketakutan setengah mati kala melihat anjing yang ukurannya nyaris sebesar anak sapi.
'Hn. Lain kali jangan pulang terlalu malam, Kaa-sanmu pasti sudah khawatir sekali. Obati lukamu saat kau sampai di rumah. Mengerti?'
Si gadis mengangguk, selanjutnya ia terkesiap karena anak laki-laki yang menolongnya tiba-tiba mengulurkan tangan, tepat di depan wajahnya,
'Ayo, aku akan mengantarmu pulang'
Si gadis mengangguk semangat, wajahnya memerah dan dengan cepat ia meraih uluran tangan si anak laki-laki.
'Arigato, Naruto-kun.'
'Jangan ceritakan ini pada siapapun!'
'Apa?'
'Soal aku menolongmu'
Eh?
Sakura berdiri di balkon kamarnya. Pipi kirinya melesak ke dalam karena gadis itu menekannya keras dengan punggung tangan yang ia jadikan sandaran. Ia mengamati kamar Naruto yang lampunya masih menyala. Meski tertutup gorden, Sakura masih bisa melihat siluet tubuh Naruto yang sedari tadi mondar-mandir serta siluet tubuh perempuan yang tiba-tiba saja memukul tubuh Naruto. Pasti Bibi Kushina. Sakura tetap menatap pintu kamar Naruto yang terbuat dari kaca.
Mata emerald Sakura melebar saat Naruto tiba-tiba menyibakkan gorden. Gadis itu melambai semangat dengan senyum mengembang yang terpasang di wajah cantiknya. Naruto terlihat terkejut namun untuk beberapa detik selanjutnya ia sudah bisa meredam keterkejutannya dan sanggup untuk memutar bola mata.
"Naruto-kun!" panggil Sakura.
Naruto menggeser pintu kaca dan keluar dari kamar nyamannya, "Rupanya di malam hari pun kau masih bisa membuat keributan ya, Gula Kapas. Aku penasaran, berapa mangkuk nasi yang kau makan hari ini?!" Naruto meletakkan tongkat baseball yang sedaritadi ia panggul ke pembatas balkon. Untuk sesaat Sakura masih sempat tersihir oleh pesona Naruto yang mala mini mengenakan kaos hitam polos yang menurut Sakura menambah kemaskulinan tetangganya itu.
"A-apa? A-aku makan 3 mangkuk. Hari ini Mama masak banyak sekali, kami juga mengantarkan beberapa makanan ke rumahmu. Bagaimana rasanya? Apa enak? Aku bisa membuatkanmu la-"
Brakk!
"-gi jika kau mau," Sakura menggaruk pelipisnya, "A-aku rasa kau tidak mau." Lanjut Sakura setelah ucapannya terputus karena Naruto tiba-tiba saja menutup pintu geser dengan keras. Sakura mengigit bagian dalam pipi, ia merasa dadanya tiba-tiba merasa nyeri. Ia menyadari jika Naruto memang tidak terlalu menaruh perhatian kepadanya namun perasaan sukanya selalu membuat Sakura ingin berada di dekat Naruto bagaimanapun keadaannya. Hanya saja, Sakura tidak menyangka jika akan memakan waktu selama ini.
Sejak kecil, ia hanya menjadi gadis yang memperhatikan Naruto dari jauh. Faktanya, Naruto selalu memilih untuk bermain dengan Sasuke maupun temannya yang lain daripada Sakura. Dan Sakura hanya akan berakhir memperhatikan punggung Naruto dan Sasuke yang duduk sambil bermain layang-layang di saat hari sedang berangin.
Naruto adalah anak pertama yang Sakura temui di Tokyo dan ia sama sekali tidak bisa melupakan mata birunya yang berbinar lucu meski sikapnya sudah menyebalkan sejak mereka pertama kali bertemu. Sebenarnya pun Naruto punya banyak penggemar di sekolah. Akan tetapi, karena sikapnya yang menyebalkan dan sering kali mengucapkan kata-kata yang membuat sakit hati membuat para penggemarnya ketakutan.
Hingga saat ini, hingga usia Sakura dan Naruto menginjak 18 tahun dan menjadi siswa senior di SMA Hagano, semua tetap sama
"Sakura, kau sedang apa?" tanya seorang perempuan berambut pirang pendek, Haruno Mebuki.
"Mama?! A-aku sedang tidak melakukan apa-apa, hanya melihat bintang," Sakura menggosok tengkuknya dan menutup pintu kamarnya.
"Bintang? Sepertinya Mama tahu bintang mana yang kau maksud."
Sakura tersenyum malu. Ia berjalan menghampiri ibunya yang mulai beranjak ke luar sambil membawa pakaian kotor milik putrinya.
"He~, apa…sejelas itu?"
Mebuki menggeleng lemah dan tersenyum maklum. Bagaiamana pun ia adalah ibu Sakura dan ia tahu benar kebiasaan serta gelagat putrinya, "Kau sudah mengejarnya bertahun-tahun. Mana mungkin Mama tidak mengetahuinya. Mengamati jendela kamar anak laki-laki tetangga kita, bukankah sudah menjadi rutinitas favoritmu?" Mebuki mengetuk dahi Sakura dengan jari telunjuknya.
Sakura terkesiap, ia meneguk ludahnya sendiri dan memandang lampu di kamar Naruto yang kini sudah padam dan digantikan oleh lampu kekuningan yang bersinar temaram, "Mama membuatku malu."
Mebuki tergelak gemas lalu pergi meninggalkan Sakura yang masih terpaku di kamarnya.
"Mama! Aku akan berusaha untuk tetap berada di sampingnya. Lihat saja! Suatu hari dia akan melihatku!" Sakura mengejar ibunya sampai ke lorong.
Ibu Sakura, Haruno Mebuki, menoleh sekilas dan tersenyum jenaka mendengar semangat anak gadisnya. Sakura selalu saja antusias mengenai semua hal tentang Naruto.
"Good Luck, Sakura-chan."
Kisah yang sebenarnya adalah Haruno Sakura, putri dari Haruno Mebuki dan Haruno Kizashi, datang ke Jepang pada usia 7 tahun untuk menemui neneknya yang sakit-sakitan di Hokaido. Sebelumnya, Ayah dan Ibunya tinggal di Inggris bersama nenek dari pihak Ibu. Ibu Sakura adalah seorang turunan Jepang dan setengah Inggris. Sakura tidak pernah benar-benar punya teman karena jujur saja tingkat rasisme di Inggris cukup besar dan ia yang hampir 80% mewarisi gen ayahnya kecuali warna mata dan kulit, kesulitan untuk mendapatkan teman. Ia tidak pernah benar-benar bisa mendapatkan teman kecuali saudara jauhnya, Sasori, yang sekarang tinggal di Irlandia.
Sakura dan kedua orang tuanya tinggal di Hokaido selama setahun sampai neneknya meninggal dunia. Pada tahun yang sama, ayahnya memutuskan untuk pindah ke Tokyo atas dasar wasiat nenek Sakura yang mewariskan sebuah rumah di Tokyo di distrik Edogawa. Sesampainya di Tokyo Sakura langsung disambut oleh keluarga Namikaze yang menurut Sakura sedikit heboh. Ia ketakutan saat melihat seorang wanita cantik berambut merah menyala tersenyum kepadanya lebih dari lima menit. Wanita yang bernama Kushina itu berkata jika nenek Sakura berteman dengan ibu Kushina. Pada saat itu juga Sakura terperangah karena melihat seorang bocah laki-laki bermata biru yang keluar dari pintu rumah di sebelah rumah barunya dengan ekspresi malas. Si bocah bermata biru tidak memberikan respek terhadap ibunya yang berapi-api menjelaskan bahwa nenek Sakura adalah orang yang sangat baik dan Kushina sempat mendengar tentang anak si nenek yang tinggal di Inggris.
"Dasar tidak sopan! Ayo perkenalkan dirimu, anak nakal! Dia itu Sakura, manis sekali kan?" Kushina tertawa aneh sembari memandangi Sakura.
Si mata biru diam saja bagai patung cupid, maka Sakura mengambil inisiatif untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu,
"Watashi wa Haruno Sakura desu. Yoroshi-"
"Namae wa Namikaze Naruto. Yoroshiku," potong Naruto dengan santai.
Kushina langsung menjitak kepala Naruto dan membuat anaknya menundukkan kepala dengan paksa.
"Maafkan dia. Anak ini memang sering keterlaluan, mungkin karena itulah dia kesulitan mendapat teman. Aku harap Sakura-chan mau berteman dengan Naruto," Kushina tersenyum lebar saat menangkap pergerakan kepala dari Sakura," Oh iya, Nyonya Haruno maksudku Ibu Haruno-san menitipkan kunci ini kepada kami satu setengah tahun yang lalu. Kami secara berkala membersihkannya jadi aku rasa kalian tidak akan terlalu kerepotan nantinya."
"Hai. Arigato Gozaimasu, Namikaze-san," ucap Ibu Sakura.
Sakura mengernyit ketika ibunya membungkuk dengan dalam. Ia kemudian ikut membungkuk dan menangkap sosok Naruto yang memandangnya dengan ekspresi penasaran dengan posisi kepala yang sejajar dengan punggung.
Sakura balas menatap Naruto dengan mata hijaunya yang indah. Tiba-tiba saja Naruto melengos dan melarikan diri ke dalam rumah. Kushina tersenyum canggung.
"Maafkan Naruto. Aku akan menasehatinya sehabis ini."
"Tidak usah sungkan. Anak-anak memang sering melakukan keributan seperti itu. Sakura juga bisa sangat menyebalkan kadang-kadang," ujar ayah Sakura, Haruno Kizashi. Sakura reflek mendengus pelan dan memutar bola matanya.
"Terima kasih atas pengertiannya. Jangan sungkan untuk main ke rumah kami, Sakura-chan. Naruto akan senang sekali mendapat teman baru," Kushina membelai surai pink milik Sakura.
Sakura tersenyum lebar dan menjawab dengan semangat, "Hai!"
Pada hari-hari selanjutnya, Sakura berusaha untuk menepati kata-katanya dengan sering berkunjung ke rumah Naruto. Akan tetapi, bocah pirang itu selalu saja tak ada di rumah. Sakura terkadang hanya bisa mendapati Naruto berada di rumah saat pagi hari dan pada saat makan malam, itupun Sakura akan diabaikan. Hingga pada suatu sore Sakura melihatnya berlatih baseball di bawah jembatan bersama anak berambut nanas, dan seorang anak berambut mencuat.
'Syukurlah dia terlihat baik-baik saja. Dia tidak benar-benar sendirian seperti yang kupikirkan,' batin Sakura.
Si anak berambut nanas melempar bola ke arah Naruto dan Naruto seketika itu memukul bola dengan keras. Bola baseball itu melambung tinggi ke arah semak-semak yang terletak tak jauh dari tempat Sakura berdiri.
"BOLANYA MELAMBUNG KE ARAH SANA!" teriak si bocah berambut nanas.
"AKU AKAN MENGAMBILKANNYA, NARUTO-KUN!" teriak Sakura. Ia melambai dengan senyum lebar pada ketiga anak laki-laki di tengah lapangan yang terletak di samping jembatan.
Sakura cepat-cepat berlari, ia memutuskan akan memungut bola untuk Naruto. Kaki-kaki mungilnya berlari dengan semangat mengejar bola yang terbang ke arah semak-semak.
"Naruto, siapa dia?" tanya anak berambut nanas. Bahkan anak yang berambut mencuat ikut penasaran dengan teriakan melengking seorang gadis dari tepi lapangan.
"Hanya anak tetangga baruku. Ayo kita pulang, Shikamaru, Sasuke! Bolanya sudah hilang," kata Naruto sembari memungut botol air minum yang telah kosong.
"Lalu anak perempuan itu bagaimana?" tanya Shikamaru lagi.
"Dia tidak akan menemukan bolanya."
"Kau memang menyebalkan seperti biasanya, Naruto," ucap Sasuke. Ia bangkit dari tidurnya. Bocah berambut hitam itu menepuk pantatnya untuk membersihkan diri dari debu.
"Kalau dia cerdas, dia akan berhenti mencari bolanya dan pulang," kata Naruto pada Sasuke.
"Padahal kau sendiri tidak terlalu pintar. Kau mendapat nilai buruk untuk pelajaran kepribadian kemarin," ucap Shikamaru.
"Urusai!"
Sementara itu Sakura terus mencari bola baseball Naruto di semak-semak. Ia tak sadar jika pergerakannya telah diawasi oleh sepasang mata tajam. Suara geraman-geraman lirih mulai terdengar.
"Dimana bolanya? Mereka pasti sedang menungguku," Sakura menyibak semak-semak. Ia berhenti ketika mendengar suara geraman dan suara semak-semak yang terbelah, "S-suara apa itu? Apa di tempat ini ada monster?" Sakura mulai panik dan wajahnya berubah menjadi pucat pasi setelah melihat sepasang mata menyala di balik semak-semak.
"M-monster?! MONSTER! KAMI-SAMA!"
Sakura berlari sekuat tenaga, selanjutnya seekor anjing besar mengejarnya. Sakura sempat beberapa kali terjatuh dan tidak sengaja menemukan bola baseball Naruto. Gadis cilik itu segera memungutnya dan kembali berlari lagi tanpa mempedulikan luka di telapak tangannya. Sakura terus berlari dan memanjat pagar tinggi di persimpangan jalan rumahnya dengan tetap meneriakan kata 'tolong'.
"Hush! Pergi kau, anjing nakal! Anjing jahat, anjing nakal, anjing jahat-"
"Guk! Guk!"
"Anjing baik! Aku mohon pergilah! Anjing manis, anjing baik. Astaga, dia besar sekali," Sakura memelankan suaranya. Anjing yang mirip serigala yang mengajarnya terus menungguinya di bawah. Sakura gemetar ketakutan.
Langit mulai gelap dan anjing itu masih berdiri di bawah. Sakura tidak tahu harus berapa lama lagi ia menunggu seperti ini. Ia berharap seseorang akan lewat dan menyelamatkannya. Sakura terus menunggu sampai seseorang berambut pirang berjalan ke arahnya.
"Naruto-kun, lari! Ada anjing monster disini! Cepat lari!" teriak Sakura.
Naruto terkejut. Yang ia inginkan adalah pulang dan mandi air panas, kenapa ia disuguhi drama seperti ini? Kenapa ia harus melihat tetangganya berjongkok di atas pagar? Mata birunya menangkap sosok anjing besar yang menyerupai serigala. Naruto mengenalinya sebagai anjing milik Keluarga Inuzuka. Mereka memang terkenal karena kegemarannya memelihara banyak anjing dan serigala.
Naruto mendekat dengan perlahan dan berusaha untuk menaiki pagar sama seperti yang Sakura lakukan. Si anjing yang punya luka di mata itu melihat Naruto, bedanya anjing itu tidak mengonggonginya. Mungkin karena anjing itu pernah beberapa kali bermain bersama Naruto saat si bocah itu bermain ke rumah Kiba.
"Naruto-kun!" pekik Sakura.
"Diam! Berikan bolanya," kata Naruto.
Naruto memantau segala arah dan dengan kekuatan penuh melempar bola baseballnya, "Ayo kejar ini!"
Si anjing mengonggong dan berlari mengejar bola yang telah di lempar Naruto.
Naruto memandang Sakura dengan dahi mengernyit, "Kau ini bodoh atau bagaimana? Kenapa tetap mencari bola itu?"
"Aku sudah bilang aku akan mengambilkannya. Aku tidak pernah menarik kata-kataku," Sakura mengakhiri kata-kata indahnya dengan senyum dan hal tersebut entah mengapa membuat Naruto merasa berdebar.
"Gadis bodoh," gumam Naruto berusaha mengulum senyum. Ia melihat barut halus di lutut dan siku Sakura serta ada bekas darah di jarinya.
"Kau tidak apa-apa kan? Apa ada yang luka? Coba sini kulihat, ayo ulurkan tanganmu!"
"Anjingnya…menyeramkan sekali, m-mirip serigala,"
Sakura menunjuk seekor anjing besar yang kini sudah pergi ke arah Utara dengan tangan kanan. Ia ketakutan setengah mati kala melihat anjing yang ukurannya nyaris sebesar anak sapi.
"Hn. Lain kali jangan pulang terlalu malam, Kaa-sanmu pasti sudah khawatir sekali. Obati lukamu saat kau sampai di rumah. Mengerti?"
Si gadis mengangguk, selanjutnya ia terkesiap karena Naruto tiba-tiba mengulurkan tangan, tepat di depan wajahnya,
"Ayo, aku akan mengantarmu pulang."
Sakura mengangguk semangat, wajahnya memerah dan dengan cepat ia meraih uluran tangan si anak laki-laki.
"Arigato, Naruto-kun."
"Jangan ceritakan ini pada siapapun!"
"Apa?"
"Soal aku menolongmu."
"K-kenapa?" Tanya Sakura sambil mengikuti Naruto yang melompat dari pagar.
"Pokoknya kau harus diam."
"Padahal Naruto-kun sangat keren karena berhasil membuat anjing itu pergi. Mulai sekarang, kau adalah pahlawanku. Aku tidak akan melupakan perbuatan baikmu. Aku akan membalasnya suatu hari nanti. Aku berjanji." Sakura tetap mengikuti langkah Naruto sampai ke ujung jalan.
"Berjanjilah untuk tetap diam."
"Aku berjanji untuk diam sekaligus membalasmu nanti. Kau bisa memegang kata-kataku. "
"Terserah kau saja."
Sakura terlonjak gembira. Ia melompat-lompat kecil di belakang Naruto. Ia akan berhenti saat Naruto melihatnya dengan pandangan mematikan namun akan melompat lagi seperti anak kecil pada umumnya saat Naruto kembali berjalan.
Sakura sudah menemukan malaikatnya.
"Ngomong-ngomong, anjing tadi besar sekali. Apa dia itu sejenis mutan? Hybrid? Jenis makhluk hidup yang terkena limbah beracun? Hasil percobaan?"
"Itu hanya seekor serigala, baka."
"Benarkah?"
"Tidak ada anjing monster, kau kebanyakan nonton TV."
Sakura terus mengoceh dan bertanya ini dan itu. Membuat Naruto geleng-geleng kepala dan beberapa kali memarahi Sakura. Mereka berjalan beriringan bersama dengan lenyapnya cahaya mentari dari cakrawala.
Tahun demi tahun terus berlalu. Sakura tumbuh menjadi gadis mungil yang selalu ceria, begitupun obsesinya kepada Naruto yang juga ikut tumbuh seiring bertambahnya usia mereka. Keinginan Sakura untuk terus berada di sisi Naruto dan menjaganya memberikan Sakura banyak rintangan. Sakura harus mengejar Naruto yang pada dasarnya lebih pandai dari dirinya ke sekolah-sekolah unggulan di sekitar Tokyo. Sakura harus belajar mati-matian untuk mengimbangi Naruto agar mereka bisa bersekolah di SMP dan SMA yang sama meski berbeda kelas.
Di bangku SMP, Sakura mendapatkan teman baru bernama Yamanaka Ino, gadis cantik keturunan Jepang-Amerika yang pindah ke jepang saat usianya 14 tahun. Mereka menjadi cepat akrab karena Sakura mengetahui dan memahami gaya hidup Ino yang masih sedikit ke Barat-Baratan. Di masa pendidikan menengah pertama juga lah Sakura bertemu dengan Hyuga Hinata, gadis yang ia pergoki diam-diam mengamati seorang pemuda yang pada saat itu tengah dikerumuni gadis-gadis lain,
Uchiha Sasuke.
Bertambahnya usia Sakura dan Naruto tidak serta merta menjadikan Naruto melembut. Pemuda yang kini sudah berusia 18 tahun itu tetap saja menjadi pribadi dingin, menyebalkan dan sialnya mahir bermain baseball. Hal ini pula lah yang menjadikannya terkenal se-antero sekolah. Namun, ketenaran Naruto tidak pernah menyurutkan semangat Sakura untuk mendekati Naruto. Ia terus berusaha untuk membuat Naruto menerimanya. Meski harus menghabiskan waktu bertahun-tahun.
Sayangnya, Sakura tidak pernah tahu dan tidak pernah berani untuk bertanya kenapa Naruto begitu sulit untuk mengakuinya?
Apa karena ia jelek?
Apa karena ia lebih bodoh dari Naruto?
Apa karena ia berisik?
Apa karena ia seperti maniak?
Sakura terlalu takut untuk menduga-duga alasan yang membuat Naruto seakan-akan menganggap Sakura tidak ada.
.
.
.
"Naruto-kun! Ini untukmu" kata seorang gadis berambut hitam panjang. Ia memberikan kotak bento kepada Naruto yang baru saja selesai pelajaran olahraga.
"Hn. Terima kasih," balas Naruto sembari mengikat tali sepatunya.
Naruto melempar kotak bento kepada seorang pemuda yang tersenyum sinis serta memperlihatkan kelainan gigi miliknya berupa taring yang entah mengapa justru membuat pemuda itu semakin manis, Inuzuka Kiba.
"Oi, kau menghancurkan makanannya, sialan. Ah, bola-bola nasi ini jadi hancur," Kiba merutuki sikap Naruto yang selalu kasar pada makanan.
"Buang saja kalau kau tidak suka. Jangan seperti anak perempuan," Naruto mengalungkan handuk ke lehernya. Ia beranjak dari posisi duduknya dan berniat untuk keluar ruang ganti laki-laki.
Langkahnya terhenti tatkala melihat gadis berambut pink mengintip ragu dari balik pintu ruang ganti.
"Apa yang kau lakukan disini? Kau mau mengintip?" Naruto mendorong kepala si gadis ke belakang dan menjauhkannya dari ruang ganti setelah melirik Kiba, Shikamaru dan beberapa teman laki-lakinya tengah ganti baju.
"T-tidak. Aku hanya ingin memberikan o-bento ini untukmu. Itu saja," Sakura tersenyum cerah dan tiba-tiba membungkuk saat melihat Kiba dan Shikamaru sudah berada di belakang Naruto.
Naruto memutar bola mata dan menyambar kotak bento bergambar panda milik Sakura.
"Sakura-chan, kelasnya sudah mau dimulai. Cepat!" teriak pemuda berambut bob.
"Tunggu sebentar, Lee! Aku harap kau memakannya. Jaa ne! Oh ya…Jangan lupa untuk mengembalikan wadahnya," Sakura berlari menjauh. Ia menengok ke belakang lagi dan mendapati Naruto melempar makanan darinya kepada Shikamaru.
Ada belati yang menyayat hati Sakura. Membelahnya tanpa ampun. Tapi Sakura tak punya waktu untuk menangis, kaki mungilnya membawanya pergi dari pemandangan yang menyakitkan itu. Sakura tidak menyangka jika rasanya akan semakin sakit setiap harinya. Penolakan-penolakan Naruto semakin memberi bekas di hatinya dan rasanya semakin menyiksa. Cukup untuk membuat Sakura tidak bisa konsentrasi,
"-kura-san, tolong kerjakan soal Algoritma di depan ini! Sakura-san? Sakura-san?" seorang perempuan berkuncir menegur Sakura karena tidak memperhatikan mata pelajarannya.
"H-hai, Anko-sensei."
Sakura maju dengan perasaan gugup, ia tidak terlalu pandai dalam matematika dan karena itulah ia masuk ke kelas 3C. Sakura membutuhkan waktu lebih dari 10 menit untuk memecahkan soal di papan tulis dan ia menyempatkan diri untuk meminta maaf pada Anko-sensei sebelum kembali ke tempat duduk.
"Apa yang kau lamunkan? Anko-sensei sampai harus memanggil namamu empat kali," bisik Ino pada Sakura.
"Naruto-kun,"
"Sudah aku duga," Ino memutar bola matanya, "sekarang kenapa lagi?"
"D-dia memberikan bento dariku kepada orang lain begitu saja," Sakura menyikut lengan Ino untuk memperingatkan sahabatnya itu jika Anko-sensei sedang melihat mereka.
"Sudah aku katakan padamu kalau Naruto itu tidak lebih dari seorang brengsek. Dia tidak akan memperhatikanmu meski kau memberikan bento sampai lulus SMA," kata Ino setelah sempat pura-pura menulis, "Aku senang sekarang kau tahu keadaan yang sebenarnya. Kau tidak bisa terus menunggunya. Laki-laki di Jepang bukan hanya Namikaze Naruto," Ino mengakhiri ceramahnya dengan memukul sisi kanan kepala Sakura dengan pensil.
"Tapi aku sudah berjanji untuk selalu di sampingnya, akan selalu memperhatikannya-"
"Dengarkan aku, rumus itu hanya akan berlaku jika Naruto juga menaruh perhatian padamu. Selama ini kau hanya memperhatikan seseorang yang bahkan tidak mau mengaku sebagai tetanggamu di sekolah. Ini memang terdengar kejam…tapi dia tidak menyukaimu. Akan sia-sia bagimu untuk terus memperhatikannya. Hutang budimu masalah anjing itu sudah terbayar dengan bento dan perbuatan baikmu selama bertahun-tahun ini. Ini semua sudah berakhir, Sakura."
Kepala Sakura berputar. Perkataan ini masuk satu per satu ke dalam kepalanya seperti catatan PR yang selalu menghantuinya sepanjang minggu.
"Kau mendengarku kan?" Ino mengguncang tubuh Sakura.
"Yamanaka Ino-san, maju dan kerjakan soal nomer 5!" kata Anko-sensei memecah perdebatan antara Ino dan Sakura.
"Bahkan membahasnya pun membawa kesialan," Ino mendecih.
"Yamanaka-san?!"
"Hai, sensei!"
.
.
.
Keesokan harinya Sakura datang ke rumah Naruto untuk mengajaknya berangkat bersama. Dan seperti biasanya pula, Naruto akan keluar rumah dengan wajah dingin meski Sakura menyambutnya dengan senyum lima jari. Ino, yang kemarin malam menginap di rumah Sakura melihat semua rentetan drama itu hanya mendecih dan berusaha untuk tidak peduli, ia hanya akan berjalan di sisi Sakura yang dengan bodohnya selalu mengajak bicara Naruto.
"Aku dengar, kau akan bertanding melawan SMA Chukko ya?" tanya Sakura. Tidak ada sahutan. Tidak apa-apa, "Aku…..a-aku akan datang untuk menontonmu. Aku akan memberi semangat yang paling keras," nada bicara Sakura berubah menjadi meninggi, ia berusaha untuk menjadi ceria.
"Kau tahu sendiri kan kalau kau tidak akan bisa bertanding tanpa aku. Aku selalu memberikanmu semangat di setiap pertandingan baseballmu, w-walau aku sibuk sekalipun aku selalu datang," lanjut Sakura.
"Jangan datang kalau terpaksa. Aku tidak pernah memaksamu untuk datang. Menyebalkan sekali mendengar ucapan semangat dari orang yang tidak tulus," ucap Naruto tanpa memandang Sakura.
Sakura otomatis langsung memandang sisi wajah Naruto. Hidung pemuda itu sangat indah, kulit coklatnya mengkilap karena terlalu sering terkena sinar matahari, bibir kemerahannya. Naruto memang sangat indah tapi semua ucapan yang keluar darinya selalu menyakitkan hati. Kali ini Sakura tertohok. Semua nasehat Ino memenuhi pikirannya. Mata Sakura berair.
'Naruto'
Sakura menghentikan langkahnya dan mengusap air mata yang hendak menerobos keluar dari pelupuk matanya.
"Jangan khawatir. Besok, aku pasti datang, Naruto-kun."
Ino memegang pundak Sakura lalu menggeleng pelan. Sakura balas memegang telapak Ino dan tersenyum lagi. Entah kenapa pipinya terasa agak sulit digerakkan. Ia merasa sedikit lelah untuk tersenyum.
Aku memang mulai lelah, tapi aku belum menyerah.
.
.
Sakura menepati janjinya untuk menonton pertandingan Naruto. Mata emeraldnya terus memperhatikan Naruto yang sekarang bersiap memukul setelah pergantian babak, Naruto mungkin sedikit terganggu dengan waktu yang dihabiskan Shikamaru untuk berbicara dengan seseorang yang mengambil posisinya sebagai pitcher atau pelempar karena Naruto terus menggelengkan kepalanya dan mengayunkan tongkatnya sangat pelan. Sakura begitu was-was saat Naruto gagal pada pukulan pertamanya. Naruto menghentakkan kaki untuk mengusir rasa gugupnya.
"NARUTO! BERJUANGLAH! KAU PASTI BISA! AYO BERJUANGLAH! NARUTO!" Sakura maju ke tribun yang paling depan dan berteriak dengan kencang.
Naruto memantapkan pijakan kaki lalu memukul umpan bola dengan sangat keras.
Gadis merah muda itu tersenyum puas saat Naruto berhasil memukul bola kedua dan menghasilkan bunyi 'dak' yang keras. Naruto berlari kencang dan mencetak poin untuk SMA Hagano. Selama ini Naruto adalah kebanggaan tim baseball sedangkan tim baseball sendiri adalah kebanggaan SMA Hagano. Dan pertandingan diakhiri dengan kemenangan tipis SMA Hagano atas SMA Chukko.
Sakura berlari menghampiri Naruto yang sedang diangkat oleh rekan setimnya. Sakura berdeham untuk mempersiapkan suaranya agar bisa terdengar merdu kalau ia mengucapkan ucapan selamat nanti.
"A…aaa…aa…Naruto-kun, selamat atas kem- aww!" Sakura terdorong ke belakang saat beberapa gadis menyerobot tempat agar bisa berdekatan dengan Naruto. Sakura terdorong keluar dari kerumunan. Ia berusaha untuk masuk ke kerumunan lagi namun para gadis yang tengah bergembira itu tidak memberikannya tempat sehingga ia tidak bisa mendekat lebih jauh dari posisinya sekarang.
"Naruto! Naruto-kun!" panggil Sakura saat iris emeraldnya bertemu dengan Naruto yang menjulang tinggi diantara kerumunan gadis-gadis.
Naruto melemparkan pandangannya ke arah lain dengan cepat. Ia mengabaikan Sakura lagi. Sakura tersenyum getir, ia memandangi botol air minum yang ia pegang sejak tadi. Gadis cantik itu hendak pergi sebelum seseorang merebut botol air minumnya, seseorang yang sepertinya pernah ia temui,
"Aku haus sekali, Nagano tidak pernah sepanas ini sebelumnya."
Sakura melongo. Ia mendapati pemuda berambut orange dengan tindik di telinga merebut minumannya dan bersikap biasa saja seolah-olah tidak melakukan hal yang salah.
"Yahiko nii-san?"
"Hah…segar sekali-huh?" Yahiko menatap Sakura yang tergagap.
"Minuman itu ….i-itu untuk Naruto-kun," Sakura menggaruk belakang kepalanya.
"Kurasa dia tidak membutuhkannya, Naruto sudah mendapatkan selusin air minum. Seharusnya kau lebih memperhatikanku karena aku datang jauh-jauh ke Nagano untuk bertanding dan sekarang tidak ada seorang pun yang memberiku air minum," Yahiko meneguk air minum yang berhasil ia rebut dari Sakura dan menyiramkan sisanya ke puncak kepalanya, "terima kasih untuk minumannya," lanjutnya sembari menyerahkan botol air minum yang sudah kosong.
"Eh? Tidak ada ucapan selamat untukku?" tanya Yahiko dengan seringai jahil. Uzumaki Yahiko adalah ketua tim baseball dari SMA Chukko. Pemuda itu setahun lebih tua dari Sakura dan yang terpenting ia adalah saudara Naruto. Mereka bertemu pertama kali saat Yahiko berkunjung ke rumah Naruto enam tahun yang lalu.
"Nii-san sudah bekerja keras. Meski kalian kalah, aku tetap bangga pada Nii-san," Sakura tersenyum lima jari dan menepuk bahu Yahiko dengan keras.
"Gadis ini," Yahiko berdecak gemas sambil mengacak rambut Sakura tanpa mengetahui jika sepasang mata biru tidak bisa melepaskan pandangan dari mereka berdua.
.
.
Seusai pertandingan, Yahiko tiba-tiba saja mengajak Sakura untuk berkeliling SMA Hagano. Bohong sekali jika Yahiko tidak tahu tata letak SMA Hagano. Pemuda berambut orange itu hampir setiap tahun datang ke Nagano dan memaksa Sakura untuk mentraktir dango atau sate ikan sepulang pertandingan. Yahiko tidak bisa mengelak jika aura Sakura yang ceria selalu membuat pemuda biasa sepertinya tertarik ke arah gadis berambut pink itu. Sakura selalu mengingatkan Yahiko kepada ibunya yang berisik dan ceria. Yahiko punya alasan-alasan klasik yang membuatnya menyukai Haruno Sakura. Hanya saja, ada satu hal yang paling tidak ia sukai dari Haruno Sakura, yaitu rasa sukanya kepada Namikaze Naruto yang terlampau besar. Yahiko tidak tahu harus merasa kasian atau senang karena sepertinya Naruto tidak menunjukkan ketertarikan sama sekali kepada Sakura.
"Seporsi ramen! Aku mohon. Aku lapar sekali," Yahiko menekan pipi Sakura dengan gemas.
"Kita bisa mengajak Na-"
"Kita berdua saja. Ayolah! Aku tidak sering datang ke Nagano, lho!" Yahiko mendekatkan wajahnya pada Sakura.
Sakura tersentak, ia sempat memerah sebelum pada akhirnya mengadu dahinya dengan Yahiko sebagai tanda persetujuan, "Baiklah, jika kau mau makan ramen. Tapi hanya ada satu ramen saja yang paling enak di dunia dan itu bukan di Nagano. Ikut aku pulang ke Edogawa, ada kedai ramen favoritku disana."
Apakah ajakan kencannya di terima? Yahiko terbatuk sesaat kemudian mengangguk semangat.
Sakura mengakui jika Yahiko berbeda jauh dengan Naruto. Meski mereka memiliki ciri-ciri fisik yang hampir sama namun Yahiko bukan sosok dingin seperti Namikaze Naruto. Yahiko lebih seperti seorang kakak yang membuat Sakura merasa berharga. Sama seperti sekarang, pemuda yang bertindik itu melindungi tubuh Sakura dari himpitan orang-orang yang ada di kereta. Yahiko sampai berkeringat karena menahan desakan orang-orang disekitarnya. Sakura yang melihat kejadian itu hanya bisa tersenyum penuh rasa penyesalan. Gadis itu mengeluarkan seutas sapu tangan dan mengusap keringat di dahi Yahiko.
"Nii-san berkeringat," kata Sakura lirih. Mata Yahiko melebar, bibirnya tertarik ke samping untuk membentuk senyuman.
Sentuhan-sentuhan Sakura yang malu-malu itu menggelitik perasaan Yahiko. Pemuda itu kemudian membalasnya dengan genggaman tangan pada pergelangan Sakura. Awalnya Sakura mengelak namun Yahiko berkata jika Sakura berjalan layaknya siput sehingga Yahiko harus menggandengnya agar cepat sampai. Sesampainya mereka di kedai ramen, Ichiraku, Yahiko tanpa sungkan langsung memesan ramen porsi besar dengan tambahan pangsit, sementara Sakura memesan ramen biasa.
"Hini heak sekai (Ini enak sekali)" ucap Yahiko dengan mulut penuh mie.
"Sudah aku bilang. Aku tidak pernah berbohong," sahut Sakura dengan nada ceria, "Makanlah yang banyak karena hari ini aku akan mentraktirmu."
Yahiko langsung makan dengan lahap dan membuat Sakura tertawa,
"Andai saja Naruto-kun bersama."
Yahiko hanya tersenyum paksa. Ia menepuk kepala Sakura dan mengatakan kata 'lain kali' yang tidak dipahami oleh Sakura.
"Sakura?!"
Sakura menoleh tatkala mendengar namanya dipanggil oleh seseorang yang berada di belakang tubuhnya. Sakura tertegun saat melihat Neji, Shikamaru, Chouji, Kiba berdiri diambang pintu masuk kedai.
"Kalian? Apa yang kalian lakukan- eh, Naruto-kun! Kemarilah!" Ucap Sakura saat dirinya mendapati seorang pemuda berambut pirang masuk kedai sebagai yang terakhir.
Naruto menyibak tirai kedai. Matanya beradu dengan mata giok Sakura dan mata hitam Yahiko. Senyum yang sebelumnya terpasang di wajah tampannya seketika hilang. Ia berkacak pinggang dan berkata pelan kepada Shikamaru, "Lain kali saja perayaannya. Aku mau cepat-cepat pulang. Jaa ne!"
Sakura yang merasa ada sesuatu yang tidak beres seketika itu bangkit dan mengejar Naruto. Gadis itu menerobos tubuh Kiba dan Chouji sembari memanggil-manggil nama Naruto.
"Naruto-kun! Kenapa kau pergi? Kita bisa makan bersama! Naruto-kun?" Sakura nyaris terjatuh karena kakinya tersandung pembatas trotoar, "Apa kau pergi karena ada aku?" Sakura mulai merasa kalau dirinya menjadi semacam hambatan bagi Naruto termasuk menganggu acara bersenang-senang Naruto dengan teman-temannya.
"Kenapa, Naruto-kun? Kau bisa mengatakannya jika aku menganggumu. Jangan diam saja seperti ini," Sakura berteriak di sela-sela lalu lalang kendaraan di jalan raya.
Tapi Naruto masih saja berjalan dan tidak menanggapi keluh kesah Sakura. Sedangkan Sakura mulai berpikir tentang segala perbuatannya selama ini yang ia rasa hanya membebani Naruto. Bodohnya ia yang tidak menyadari semua penolakan Naruto. Kenapa baru sekarang?
Kenapa kau begitu membenciku?
"Naruto! Tunggu!"
Naruto menghela nafas dan memelankan langkahnya sampai benar-benar berhenti. Jaraknya dan Sakura hanya terpaut dua meter. Udara malam yang dingin membuat tenggorokan Naruto kering dan ia kesulitan bernafas.
"Aku bosan melihatmu, Sakura."
Sakura membeku. Rasanya angin malam membekukan bibir dan lidahnya. Hatinya terasa sangat sakit. Seperti ada puluhan pisau kue yang berusaha mengoyaknya. Mata emerald gadis itu nanar saat melihat Naruto, pemuda yang selama ini ia sukai, melangkah menjauhinya dan hanya menampakkan punggung kokoh yang sekarang nampak sedikit bungkuk.
Naruto meninggalkannya,
Sakura menggigit bibirnya. Gadis itu berbalik dan menemukan Yahiko yang berdiri kokoh sembari membawa tas Sakura dan menatap gadis itu dengan pandangan iba.
"Yahi-ko….nii-s-san…."
Kalau aku menyerah saat ini juga, maka semuanya akan berakhir
Akan kucari jalan keluar sampai kau mau memandang wajahku dan mengatakan perasaanmu yang sebenarnya
Aku juga ingin pada suatu hari nanti menghilangkan kebencianmu dalam dirimu
Aku akan berusaha
Bukankah tidak ada jalan pintas untuk mendapatkan sesuatu
Benarkan, Naruto-kun?
.
.
.
.
To be Continue….
.
.
.
Aku tahu, aku tahu, sebagian dari kalian mungkin bosan dengan cerita yang semacam ini. Tapi gak tahu kenapa karena nonton lagi Naruto episode-episode terakhir sama ponakan membuat Cygnus pengen bikin cerita kayak gini.
Maafkan jika ada yang tidak berkenan Btw, ini fanfic rated T pertama Cygnus.
Sebenernya Cygnus mau bikin one shoot cuman takut jalan ceritanya jadi kecepetan. Cygnus gak pandai bikin fic oneshoot.
Adakah yang berharap Yahiko jadi rival Naruto?
Fanfic ini terinspirasi dari kisah sedih Rin dan Obito (Nangis dua galon setiap kali nonton episode mereka) dan juga perasaan Naruto ke Sasuke yang mendalam dan bikin aku jadi gigit bantal.
Tulisan yang paling akhir itu pun diambil dari kata-kata Naruto saat battle sama Sasuke. Menurut aku kata-kata itu mengharukan dan patut diabadikan. Jadi ya seperti inilah!
Beberapa tempat aku coba sesuaikan seperti yang ada di dunia nyata. Cygnus minta maaf kalau menurut kalian ini ga kreatif.
jadi gimana, lanjut atau enggak? Cygnus butuh pendapat kalian. Cygnus ga akan lanjut jika reader tidak suka so don't forget to review minna-san and let me know your opinion.
