.

.

.

.

"Jungkook apa kau sudah siap?"

Teriak ayah di luar rumah sambil menyalakan rumah.

"Sebentar, aku merapihkan pakaianku"

Teriakku dari dalam kamar.

Hari ini kami pindah ke desa Hanok, sebuah desa yang menurut banyak orang Indah.

Yah...

Kami terpaksa pindah karena ayah dan ibuku yang seorang dokter mendapat pekerjaan menjadi relawan di desa itu.

Sebenarnya aku tidak mau ikut, tapi mereka memaksaku dengan berkata...

-flashback-

"Kau masih kecil, memangnya kau bisa hidup mandiri tanpa ibu?"

"Tapi aku sudah besar bu, aku sudah SMA!"

"Jika kau sudah besar mangapa kau masih manja dengan Ibu? Sudah Jungkook tidak ada penolakan"

-end flashback-

Kembali ke cerita, aku menarik koper dan memakai tasku dan aku keluar dari rumah yang ku tinggali bersama keluarga kecilku tidak lupa menguncinya dan aku memasukkan koperku ke bagasi.

Aku menyerahkan kunci rumah pada ibuku yang menatapku dengan senyuman. Berbanding terbalik denganku yang cemberut.

"Kau akan suka di Hanok, desa itu sangat nyaman"

"Tapi itu desa bu, desa! Bagaimana dengan sinyal ponsel? Game center? Listrik? Dan lain-lain sepertinya di Seoul?"

"Kita lihat saja nanti"

Perkataan Ibu membuatku semakin kesal.

*

"Jungkookie? Sayang bangun, kita sudah sampai"

"Eunghh sebentar, lima menit lagi"

"Jungkook bangun!"

"I-iya!"

Aku terbangun karena bentakan Ibu.

Aku turun dari mobil dan mengambil koperku. Lalu menariknya.

Saat aku sampai di desa, keadaan desa sangat tenang, Indah dan damai. Benar kata Ibu. Aku menarik koperku dan berjalan memasuki rumah berukuran sedang bercat putih dengan Taman kecil yang penuh dengan tanaman.

Tidak terasa hari sudah malam. Makan malamku hanya makanan sederhana buatan Ibu.

"Jungkook, besok kau sudah sekolah, kau pakai saja dulu seragam lamamu. Besok kau bisa mengambilnya di sekolah"

Kata ayah sambil meminum kopi hangatnya.

"Sekolah? Cih, di desa ini ada sekolah? Pasti sekolahnya kecil dan tidak layak"

Kataku tertawa dalam hati.

Ayah hanya tersenyum melihatku.

"Sifat keras kepalamu tidak berubah"

-Hanok, 23:45-

Aku tidak bisa tidur, aku berjalan memutari kamarku. Membuka jendela kamarku yang terletak persis di sebelah kasurku angin berlomba-lomba memasuki kamarku.

Hawa dingin langsung menyelimutiku, aku melihat ke arah langit dengan duduk di kasurku. Bulan terlihat berukuran cembung.

"Sebentar lagi bulan Purnama"

Gumamku, ntah mengapa aku sangat menyukai Bulan Purnama. Besok aku tidak akan tidur awal, aku akan memotret Bulan itu dan menggambarnya.

Membayangkannya, membuatku tersenyum. Hingga rasa kantuk menyelimutiku. Dan aku tertidur dengan posisi duduk dan kepala menyandar ke jendela.

.

.

.

.

.

.

"Milikku"