Disclaimer: Tsukiuta © Tsukino Talent Production
Warning: OriginAU, typo, OOC. Don't Like, Don't Read! ;)
Summary: [HajiShun] OriginAU. "Kau tahu apa yang iblis lakukan terhadap hal indah? –Kami merusaknya."
Written for self satisfaction. Nonprofit purpose.
XoXo-XoXo-XoXo
Smoky Heart by Kiriya Arecia
XoXo-XoXo-XoXo
Awal mulanya mereka hanya menyadari keberadaan satu sama lain tanpa adanya sapaan maupun pertemuan. Tidak tahu siapa yang mengawalinya atau memulainya, ada perbedaan terasa pada tempat yang sering disinggahi untuk sekedar membuang waktu. Meskipun itu adalah tempat yang teramat sepi dan tersembunyi. Sebuah pohon tua di tebing perbatasan antara wilayah kepemilikan para ras manusia.
"Ini aroma—"
"Malaikat."
"Iblis."
Mereka belum pernah bertemu satu sama lain satu kalipun, mungkin karena waktu mereka berada di sana tidak pernah sama. Terlebih itu bukan hal yang selalu dilakukan setiap saat.
Hajime terbiasa berada di sana ketika matahari telah menghilang, langit senja menjangkau warna merah kejinggaan, berganti dengan gelap gulita langit yang ditemani gemerlap konstelasi.
Seraph itu jelas sebaliknya. Berada entah di saat fajar menyongsong, mentari menyentuh pagi untuk menghangatkan bumi, atau di kala siang menuju sore ketika angin berhembus lembut. Hajime enggan mempermasalahkannya, selama itu tidak mengganggu waktu yang ia tujukan untuk menikmati ketenangan di tanah manusia.
Namun aura seraphim adalah sesuatu yang indah dan menenangkan. Meninggalkan rasa nyaman dan sejuk. Semakin banyak rumput hijau dan bebungaan yang mekar disana hingga Hajime merasa tempat itu tak lagi pantas bagi iblis sepertinya.
Hajime mengakui ini adalah tempat yang bagus untuk beristirahat. Setidaknya aman dari gangguan demon lain.
(Bukan karena kehadiran sang angel, tapi karena sejak awal strategis sebagai tempat bersantai.)
Di suatu hari terjadi hal yang berbeda, sebuah apel tergeletak pada sebuah daun keladi lebar. Berada di samping pohon yang biasanya Hajime sandari.
Apel itu memiliki aroma yang wangi dan manis, ditujukan untuknya. Dari sang seraph.
Hajime meraihnya, menggenggam hingga hancur.
XoXo-XoXo-XoXo
Tidak ada alasan khusus kenapa Shun memilih pohon ek di tepi tebing sebagai tempat pelarian sesaat dari tugas-tugasnya. Ia hanya tak sengaja mendarat di sana, menjadikannya sebagai tempat bersantai. Namun panorama yang terlihat oleh irisnya cukup mengesankan. Jalanan setapak berkelok dan ladang gandum yang luas. Sejauh mata tertuju, wilayahnya di selimuti oleh hutan pinus. Jauh, jauh dari hutannya, tampak warna kebiruan dari laut. Tempat itu sepi dan jauh dari jamahan manusia. Hingga strategis menjadi kata yang pantas untuk sang pohon ek.
Jadi, ketika tanaman mulai layu dan rumput mulai sulit tumbuh, Shun segera menyadari. Itu karena kehadiran aura iblis di sekitar pohon, walaupun rasanya samar-samar. Hanya kerusakan kecil yang berjalan lambat, berarti bahwa demon itu tak berniat merusak tempat ini. Masih ada iblis yang seperti itu rupanya. Shun hanya mengetahui bahwa kebanyakan demon gemar merusak. Sepertinya ada segelintir yang acuh terhadap hal itu.
Shun mendarat, membiarkan sayapnya menghilang dengan menyilaukan. Ia duduk bersandar pada batang ek, menatap jalanan setapak yang sunyi. Angin siang berderu, ia memejamkan matanya.
Terlelap untuk menghabiskan waktu luangnya.
Dari kejauhan, sosok devil melayang dengan sayap kehitamannya. Ia mendaratkan kaki di dahan pohon tertinggi. Tangan kirinya menyentuh batang pohon. Tatapan tajam tertuju pada sang angel yang tidur. Itu rupanya, seraph yang sering berada di sana.
Yang pertama kali melihat adalah Hajime.
XoXo-XoXo-XoXo
Saat fajar menyingsing, Hajime merasakan aura yang besar mengusiknya, pada awalnya ia enggan untuk peduli. Ia lelah karena pertarungan dengan para demon. Namun aura tersebut semakin terasa menyeruak, membuatnya membuka matanya perlahan. Sebuah sosok di dominasi warna putih menatapnya dari jarak begitu dekat, di atasnya. Berani juga seraph itu berada dalam jangkauan cengkramannya.
Walau nyatanya ia bersandar tanpa pertahanan di pohon dan sang angel yang memberikan kesan merayap di atas tubuhnya lebih memiliki posisi beruntung jika tentang pertarungan.
"Ah~ jadi kau memiliki mata ungu yang tajam." Malaikat itu bersuara dengan nada yang ceria.
Wajah mereka berjarak kurang dari sejengkal, dan Hajime juga baru menyadari warna bola mata sang pemilik ras malaikat lebih jelas, green lime berbinar dengan senyuman hangat. Surai putih abu-abunya tergerai panjang hingga menyentuh tanah. Ini pun pertama kalinya ia bertukar pandang secara dekat dengannya. Sangat angelic sekali.
(Tentu saja, karena ia salah satu seraphim. Pikir Hajime.)
"Aku ingin tahu seperti apa iblis yang sering kemari." Seraph itu menjauhkan wajahnya, duduk bersimpuh di depan devil tanpa rasa sungkan akan posisi awal yang ambigu karenanya. Ia pastinya tidak menyadari hal itu.
"Kupikir awalnya semua iblis memiliki wajah yang mengerikan—oh, jangan tersinggung. Kalian memang memiliki asosiasi dengan kata kejahatan, kan. Tapi kau makhluk Underworld yang cukup tampan!"
"Heh." Hajime tertawa ringan. Seringai menghiasi wajahnya.
"Kau tahu hal itu, tapi masih berani mendekatiku."
"Aku hanya sedikit penasaran. Aku belum pernah melihat iblis secara langsung."
"Itu hal yang nekat sekali. Kami adalah keberadaan yang ditakuti."
"Hal itu—aku sudah mengetahuinya."
"Karena itulah, kukatakan bahwa kau nekat." Kali ini Hajime mengeleminasi jarak antara mereka, perlahan tetapi pasti. Tangan kanannya meraih dagu sang seraph. "Kau tahu apa yang iblis lakukan terhadap hal indah?"
Sang seraph menatapnya penuh tanya. Mungkin mengetahui bahwa ada banyak jawaban terhadap pertanyaan seperti itu. Disertai rasa ingin tahu terhadap jawaban yang pasti.
"Kami merusaknya."
Iris Shun membulat. Sebuah sentuhan tak terduga ia dapatkan. Iblis itu mencium bibirnya.
Terhenyak, ia segera mendorong iblis itu dan menjauh. Seraph itu menutup separuh wajahnya penuh keterkejutan dan memerah. Hajime dapat menduga hal itu akan terjadi. Sungguh ekspresi yang mengesankan, hingga rasanya ia ingin melihat lebih banyak.
Shun segera berdiri, terbang menjauh setelah menampilkan sayap-sayapnya. Ia menoleh pada iblis yang telah lancang pada pertemuan pertama mereka. Namun iblis itu tidak beralih dari bawah pohon itu, ia justru hanya melipat tangannya dengan seringai di wajahnya. Seakan meremehkan atau apalah, Shun tidak mengerti. Namun rasa tak nyaman mengisi hatinya. Ia melempar apel yang sedari awal dibawanya sekeras mungkin ke arah iblis itu disertai hembusan angin kencang dari sayapnya.
Hajime mengatasinya dengan baik, menangkapnya begitu mudah. Wajah malaikat itu terlihat serius, namun ia tetap pergi menjauh hingga menghilang dari pandangan Hajime.
Setelah itu, seraph itu pasti tidak akan datang lagi kemari.
Hajime menatap apel di tangannya, menggigitnya sebagian.
Heh. Manis sekali.
XoXo-XoXo-XoXo
Dunia yang mereka tempati berbeda, baik itu untuk manusia, angel atau devil. Begitu pula dengan ras yang ada. Elf, fairy, dwarf, dragon dan lainnya. Mereka memiliki tempat berbeda. Masing-masing menjalani kehidupan dengan caranya sendiri. Sejauh ini begitulah yang terjadi.
Untuk para seraphim sendiri, mereka tinggal di tempat yang menakjubkan. Heavenly Yard. Tempat yang indah, tanahnya dipenuhi rerumputan hijau yang sangat luas, sungai-sungai jernih dan katedral yang luar biasa megah. Tamannya di penuhi bunga. Seperti sebuah utopia. Mereka dijuluki penduduk langit.
"Haah~" helaan itu lolos dari bibir Shun. Ia mengabaikan situasi tempatnya berada. Membiarkan Rui sibuk merangkai bunga-bunga kecil untuk dibuat menjadi mahkota, sementara Yoru membuat model anyaman pada rambut abu-abunya. Mereka melalui sekian menit tanpa percakapan. Ada hari-hari dimana mereka memiliki banyak waktu untuk dinikmati secara santai.
Sebuah mahkota bunga mendarat di kepala Shun.
"Shun, apa kau bosan?" Rui melontarkan pertanyaan setelahnya.
Tadinya Shun ingin menepuk surai Rui, namun ia tak melakukannya begitu melihat mahkota bunga bertengger di surai kehijauan seraph muda itu. Ia telah terlalu lama melamun hingga tak menyadarinya. Tentu Rui mempertanyakan keadaannya, Shun biasanya bercerita banyak hal, tentang betapa menariknya para manusia, termasuk hal yang aneh-aneh saat mereka bersama seperti ini.
"Aku hanya sedang memikirkan sesuatu." Ia melipat lututnya, lalu mendaratkan tangan di atasnya untuk menumpu dagu.
"Apa sesuatu terjadi saat kau berada di tanah manusia?" Yoru berhenti dari kegiatannya sejenak. Hampir selesai menganyam rambut Shun.
Itu memang hal yang sedang Shun pikirkan, dan memang sesuatu terjadi di sana. Shun kembali menghela napas dengan kesan melankolis.
"Jadi memang ada sesuatu yang terjadi." Ucap Rui.
"Kau tidak ingin menceritakannya, Shun-san? Aku sebenarnya ingin mendengar banyak hal tentang dunia manusia. Tapi aku tidak yakin untuk mengunjunginya. Itu bukan pekerjaanku."
"Tempat manusia tinggal cukup mengesankan. Para manusia bekerja dengan keras, melakukan kebajikan, namun ada pula yang berlaku buruk. Ada banyak tempat indah. Tempat yang ramai. Perkotaan, toko, kedai dan sebagainya. Jika ini tentang manusia, hal itu tidak akan ada habisnya untuk dibahas."
"Terdengar menyenangkan." Yoru menepuk kedua tangannya. "Tapi itu tidak menjawab tentang sesuatu yang membuatmu menghela napas, Shun-san."
"Aku—" Shun tidak yakin tentang apa yang ingin ia ucapkan. Sesaat ia melirik Rui dan Yoru, keduanya tampak menunggunya.
"Bertemu iblis."
"Ehh—di tanah manusia?! Apa yang dia lakukan di sana? Membuat bencana?" Yoru terkejut.
Shun tidak mengubah posisi duduknya sama sekali, namun ia menoleh pada seraph muda di belakangnya, "Yoru, kita tidak bisa mempermasalahkan satu iblis berkeliaran di tanah manusia."
"Karena Shun sendiri juga berkeliaran seenaknya di sana, ya?" Rui mengatakannya dengan poker face.
"Dalam hal itu—aku malaikat lho. Aku membawa berkah, jadi itu bukan masalah." Shun membela diri. "Lagi pula aku hanya bersantai saja di sana."
"Ya… jadi masalah kalau Kai dan You tahu kau sering melakukannya, Shun-san." Sahut Yoru. "Kalau Iku bersama kita sekarang, ia pasti akan melaporkanmu."
"Hm—Aku akan menjadikan Rui sebagai sanderaku kalau itu terjadi."
Rui tampak mengabaikan ucapan Shun, "Iblis ya, apa dia menakutkan?"
"Ia tampan sekali!" Shun berseru.
(Tapi—kelakuannya sangat lancang!)
XoXo-XoXo-XoXo
Rasanya seperti menjadi penguasa tempat itu, Hajime duduk di dahan pohon ek, bersandar pada batangnya. Berada di sana pada siang hari, tidak buruk juga. Tentu saja lebih baik dari pada berada di dunia bawah—wilayah para devil, demon dan undead yang di dominasi kegelapan. Tanpa matahari dan cahaya.
Dari balik pohon di hutan, Shun mengintip. Memperhatikan cukup jauh dari jangkauan penglihatan sang iblis. Ia tidak mengira melihat sosok itu berada di sana pada siang hari. Apa itu artinya sang devil sudah menganggap tempat itu sebagai teritorialnya?
Tapi Shun juga menyukai tempat itu! Namun ia tidak ingin mengambil resiko berbahaya lagi jika mendekatinya sekarang. Ugh. Itu adalah tempat bersantai yang nyaman. Lain kali, Shun akan datang lebih dulu!
Ia terbang menjauh, tanpa arah.
XoXo-XoXo-XoXo
Meskipun mengatakannya penuh semangat di dalam hati, bahwa ia akan datang lebih dulu. Ketika fajar tiba, Shun menyadari bahwa lagi-lagi devil itu telah berada di sana. Ia dapat merasakan aura kegelapan di balik pohon ek itu. Kendati kali ini rasanya cukup berbeda, rasanya lebih pekat dan menyesakkan ketika ia mendekat.
(Ini aneh.)
Memberanikan diri kali ini, Shun mencoba mendekatinya dengan pasti. Mendapati tumbuhan sekitarnya telah layu. Darah yang mengering memenuhi tanah dan menyepuh rerumputannya. Iblis itu menutupi perutnya yang terluka menganga. Ekspresinya tenang, seakan nyawanya bisa melayang pergi kapan saja.
"Huh?"
Hajime tidak tahu kapan posisi tidurnya berubah. Ketika ia membuka mata, ia melihat iris lime green menatap wajahnya. Ia berbaring di pangkuan sang malaikat yang sedang menyembuhkan luka di perutnya. Cahaya kehijauan itu berpendar dari tangan kanan seraph. Membuat lukanya menutup lebih cepat.
"Jangan banyak bergerak." Ucap Shun dengan wajah serius.
Hajime membuat pergerakan tidak berarti, jelas karena ia memang terluka berat. Mata mereka bertukar pandang.
"Heh, kupikir kau tidak akan berani mendekatiku lagi."
"Kau terluka."
"Lukaku akan sembuh dengan sendirinya. Aku tidak memerlukan bantuanmu."
"Aku menyembuhkan lukamu karena kau menyerap energi alam. Kau membuat semua tumbuhan di sini meranggas. Aku—tidak ingin tempat yang indah ini rusak, karena aku menyukainya."
"Apa semua malaikat selalu berpikiran seperti itu? Merepotkan sekali."
"Ku pikir ini adalah hal yang biasa, menolong dan saling membantu. Manusia juga seperti itu. Ada yang jahat, namun yang baik lebih banyak. Mereka membuat dunia menjadi lebih indah."
"Kebaikan hati itu, kami para iblis tidak memilikinya."
Devil itu mengucapkannya dengan nada datar dan pandangan tajam. Tampan dan dingin dalam waktu yang bersamaan. Angel itu terpana.
"Aku—bisa memberikannya padamu, kebaikan, keindahan dan cinta."
Shun menawarkan hatinya kepada iblis.
XoXo-XoXo-XoXo
[tbc]
XoXo-XoXo-XoXo
a/n:
1] Sebab origin au sangat indah sekali, terutama pencitraan Shun sebagai angel yang bikin mangap. Jadi biarlah dia ooc jadi malaikat di sini.
2] Tbh bingung mesti pake malaikat, iblis, setan, seraph, angel, devil, demon dsb—tapi origin au itu angel x devil kan ya /confused/
3] Wakatsuki-san ganteng /ea/
4] Smoky Heart song by TVXQ. My favorit song all the time.
23/03/2018
