Cinderella's Code of Silence
.
Harry Potter © J.K Rowling.
.
Warning: OOC, AU, AR, AT, Slash.
.
Summary: ketika ia mencintai seseorang, ia harus memilih persahabatannya yang abadi ataukah cinta yang membiusnya?
Harry menghela nafas, siswa tahun terakhir Hogwarts Junior High school itu membiarkan angin membelai permukaan kulitnya. Besok ia akan pergi ke villa ayahnya di Skotlandia bersama Draco dan Cedric, kedua sahabatnya yang kini telah duduk di high school, Draco menginjak tahun terakhir di high school, sementara Cedric setahun di atas Harry.
Dulu, ia dan Draco sangat dekat, tapi semua berubah setelah Draco mulai memasuki high school, awalnya memang baik-baik saja tapi perlahan jarak antara mereka mulai terlihat. Draco sudah jarang menemani Harry belanja atau sekedar nongkrong di café, Draco lebih sering bermain dengan teman-temannya yang baru, terlebih semenjak Draco jadian dengan Oliver, teman seangkatan Draco yang merupakan kapten futsal Hogwarts High School.
Sementara Cedric? Tak ada masalah dengannya, hubungan mereka tetap dekat. Ia masih sering menemani Harry nongkrong di café hampir tak ada yang berubah dari pemuda itu. Bahkan Draco sempat menolak ajakan ini, jika Lucius Malfoy—ayah Draco tidak memaksanya, ia lebih memilih nongkrong dengan Oliver dan teman-temannya dari pada pergi bersama Harry dan Cedric yang merupakan sahabat masa kecilnya.
Harry kembali menghela nafas. Bagaimanapun juga bertemu dengan orang yang kau cintai sejak elemetary school—terlebih sekarang ia telah mempunyai pacar memang berat… Harry tak pernah mengerti mengapa ia masih mencintai Malfoy muda itu. Ia sudah mencoba berpaling ke tiga cowok tetapi hasilnya tetap sama, ia selalu memikirkan Draco. Walaupun ia tahu Draco tak pernah memikirkannya—mungkin terlalu sibuk dengan Oliver atau teman-temannya tetapi ia tak pernah bisa berhenti memikirkan cowok berambut platina itu.
Ia termenung sesaat, ia ingat saat Draco pertama kali masuk High School. Ketika Draco berkata tak ada yang akan berubah dari persahabatan mereka, tak akan ada yang berubah dari mereka.
Tapi, Harry menyadari semua itu hanyalah perkataan untuk menghiburnya semata, perkataan yang tak pernah terealisasikan. Ia merasakan matanya panas, setetes cairan bening jatuh dari emerald-nya diikuti oleh tetes-tetes lain. Ia menangis, menangis untuk persahabatannya, menangis untuk cinta terpendamnya.
Ia beranjak dari kursi yang ia duduki dan memutuskan untuk bersiap. Yaah, semoga saja besok ia akan dapat berbicara dengan Draco tentang persahabatan mereka, dan membicarakan perasaannya yang telah terpendam selama delapan tahun.
.
.
.
Ternyata ia salah besar. Draco—dengan seenak jidat membawa pacaranya, Oliver Wood untuk ikut bersama mereka. Oliver awalnya menolak, karena ia ingin memberi Draco sedikit waktu bersama teman-temannya. Tapi yah, bukan Draco namanya jika ia tak bisa mendapat apa yang ia inginkan.
Tidak ada yang memulai percakapan, semua tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Cedric sibuk dengan buku aljabar-nya, Draco merangkul Oliver yang sedang tertidur di pundaknya sementara Harry menganggap barisan pegunungan jauh lebih menarik dari apapun.
"Jadi... Bagaimana kabar kalian?" kata Cedric, memulai pembicaraan.
"Baik, aku hanya sedikit pusing, minggu depan wisuda dan Dad akan segera mengirimku ke Amerika untuk kuliah, padahal aku belum rela meninggalkan Inggris." Jawab Draco sambil memutar bola matanya.
Harry hanya bisa terdiam, Draco akan pergi ke Amerika dan baru memberitahu mereka sekarang? Oh sahabat macam apa dia?
"Kau serius mau mengikuti kemauan ayahmu kali ini Drake? Biasanya kau memberontak." tanya Cedric sambil melirik Harry yang menggigit bibir bawahnya.
"Well, Dad memaksaku untuk pergi. Entah kenapa aku tak bisa melawan keinginannya kali ini..." Draco menghela nafas, rasanya berat meninggalkan tanah kelahirannya ini meninggalkan Oliver, meninggalkan tim basketnya, meninggalkan Cedric dan Harry...
"Ngomong-ngomong bagaimana kabar Parry kecil kita ini, Hmm?" tanya Draco setelah—akhirnya melirik Harry.
"Um... Well, aku baik-baik saja... Dad tetap memaksaku dan Mum untuk pindah ke Jerman bulan depan—" Entah mengapa ia tak dapat melanjutkan perkataannya, dadanya terasa sesak dan matanya mulai memanas ia belum siap meninggalkan Inggris, belum siap untuk meninggalkan Cedric dan... Draco.
Walaupun ia tahu Draco tak pernah memikirkannya, walaupun ia tahu Draco tak pernah merindukannya. Ia tak rela jauh dari pemuda itu—tak akan pernah rela.
"KAU AKAN PINDAH KE JERMAN?" Cedric dan Draco spontan berteriak, membuat Oliver terbangun dari tidurnya.
"Ugh... Ada apa Drakiee? Kita sudah sampai?" Oliver menggeliat dan kembali memeluk dada Draco.
"Tidak apa-apa sweetheart, aku dan Cedric hanya kaget mendengar Harry akan pindah ke Jerman," Draco mencoba menenangkan kekasihnya itu, ia mengeratkan pelukannya ke Oliver. Tak menyadari sepasang binar emerald yang menatapnya dengan sorot pedih.
"Lho? Bukannya kau akan ke Amerika bulan depan? Mengapa kau begitu khawatir Drakie?" Oliver melirik Harry yang masih menggigit bibirnya, menahan diri agar tak menangis.
"Aku hanya kasihan kalau Cedric tak ada teman di sini." Draco berusaha menenangkan Oliver yang tampak mulai cemburu pada Harry.
"Hei, bagaimana nasibku kalau misalnya kalian berdua pergi? Kalian tega meninggalkan sahabat kalian yang unyudan imut ini sendiri di Inggris? Hah?" Cedric—yang mulai merasa di abaikan—bertanya dengan wajah cemberut.
"Uhm... Tega nggak ya…?" kata Draco dan Harry bersamaan, setelah itu mereka saling lirik dan tertawa lepas.
Harry melirik Draco sekilas, tawa pemuda itulah yang selalu membuatnya tersenyum, hanya tawa Draco yang membuatnya... Merasa hidup.
"Oh, jadi begitu ya? Sahabat macam apa kalian? Huh?" Cedric yang berada di antara Draco dan Harry langsung memiting dua pemuda yang masih sibuk tertawa itu.
Tawa lepas keluar dari bibir ketiga pemuda itu, tawa persahabatan yang sudah lama tak terdengar keluar sebebas burung yang meninggalkan sangkar...
.
.
.
'Ah memang benar dugaanku—' Oliver berkata pada dirinya sendiri. Ia melirik Harry, Draco dan Cedric yang tertawa lepas.
'Ia menyukai Draco.' Oliver kembali berkata pada dirinya sendiri, ia kembali melirik Harry yang kini disibukkan dengan handphone miliknya. 'Sepertinya seseorang memerlukan sedikit peringatan…' Oliver dengan samar menyeringai licik, seringai yang hanya dapat di ketahui olehnya sendiri—
'Draco hanya milikku... Hanya milikku.' ia kembali memeluk Draco dengan erat dan mulai terseret ke alam mimpi...
.
.
.
To be Continued
A/N:AAAAAAAA akhirnya selesai jugaaaa. Thanks you very much buat jadeschmidt yang sudah membeta fic sayaa *peluk cium* makasih juga buat para reader yang bersedia membaca fic saya ini *tebar bunga*tanpa kalian saya tak akan mungkin menyelesikan fic ini. Saya menerima segala macam masukan, kritik, saran dan flame dari anda semua :) Jadi, silahkan tekan tombol di review di bawah^^
