The Devil Wears Gucci
-Bahasa-
Author: Jongnugget
Kaisoo Fanfiction
Kim Jongin
Do Kyungsoo
Terjemahan dan Sedikit Penyesuaian Cerita
…
Semua terlihat putih dan tampak transparan. Dinding, Lantai, meja yang bersih dan mengkilap, bahkan pintu kaca dan jendela yang besar. Tempat itu jelas terlihat mewah dan elegan.
Kyungsoo mengetuk jarinya di atas tas miliknya. Matanya yang besar melihat kesegala penjuru ruangan, ruangan yang terlihat simpel namun penuh dengan hal-hal yang menajubkan baginya. Kini dia benar-benar yakin dengan orang yang menasehatinya untuk melamar pekerjaan disini. Jika ia diterima ini merupakan peluang karir yang bagus untuknya.
" Selamat pagi!." Kyungsoo tersentak dari lamunanya mengagumi kantor ini. Dengan cepat ia melangkah menuju meja informasi.
" Aku ada pertemuan dengan Oh Seh–"
" Apa itu Kyungsoo?."
Kyungsoo menoleh untuk melihat asal suara yang menyebut namanya. Berusaha tidak terlihat terlalu antusias dengan suara itu.
Asal suara itu berasal dari seorang pemuda memegang salah satu pintu kaca yang terbuka, menatap Kyungsoo dengan dua alis yang berbentuk sempurna terangkat di dahinya. Wajahnya memiliki sudut yang tajam dan rambutnya yang terlihat sempurna.
Bahkan hingga penampilannya juga terlihat sempurna, memakai kemeja biru muda yang terselip rapi ke dalam celana hitam lurus yang menunjukkan bagaimana profosional tubuhnya. Ia juga mengenakan arloji perak yang Kyungsoo yakin pasti harganya sangat mahal. Bahkan Kyungsoo menduga dia tidak akan mampu dibelinya.
Lelaki itu sangat sempurna dan tampan. Kyungsoo hampir tidak mampu menahan untuk tidak menatap lama pria tersebut.
Mungkin jika saja tidak pandangan menilai dari atas hingga kebawah yang Kyungsoo peroleh dari namja itu. Ia tidak akan sadar dan menundukkan matanya. Dengan sedikit ketidak percayaan diri Kyungsoo berjalan menghampiri laki-laki tersebut. Kyungsoo mengangguk sedikit. Namja sempurna itu masih memandang Kyungsoo remeh.
" Bagus. HRD sekarang memiliki selera humor yang jelek." Pria itu membuka pintu lebih lebar, sementara Kyungsoo hanya mampu menutup mulutnya rapat-rapat.
" Ikuti aku."
Kyungsoo bahkan tidak punya waktu untuk memikirkan dan mengatakan sesuatu, karena lelaki itu – Kemungkinan Kyungsoo berpikir dia adalah Oh Sehun- mulai berjalan ke lorong dan Kyungsoo dengan bergegas mengikutinya. Mendorong pintu dengan cepat dan seperti berjogging untuk menyusul langkah laki-laki berkaki dua kali lipat panjangnya dari miliknya.
Ada banyak suara orang yang terdengar sepanjang lorong. Kyungsoo hanya mampu melihat nya beberapa detik ke deretan kantor antara lorong yang hanya dibatasi oleh kaca. Semua terlihat berpenampilan seperti Sehun. Laki-laki yang membawanya.
" Aku asisten kedua Jongin selama dua tahun ini, tetapi karena asisten pertama baru-baru ini dipecat karena sakit sebelum perjalanan penting ke Milan. Maka sekarang aku menempatkan posisi sebagai asisten pertama dan sekarang posisi ku kosong." Pria itu mulai membuka pembicaraan tanpa memperlambat langkahnya di lorong yang terlihat seperti labirin bagi Kyungsoo. Semuanya putih, semuanya tampak sama.
" Kami semua sudah berusaha menemukan seseorang yang cocok untuk mengisi posisi tersebut, tapi dua pelamar sebelumnya berhasil Jongin buat hanya bertahan sementara."
" Oh baiklah." Hanya itu yang bisa Kyungsoo jawab karena ia terlalu fokus untuk menyusul langkah Sehun yang besar-besar. Sehun kini membuka pintu kaca lagi.
" Siapa itu Jongin?."
Kali ini Sehun berhenti di tengah langkahnya sejenak. Memberikan tatapan tidak percaya kepada Kyungsoo. Kyungsoo agak sedikit jengkel dengan tatapan Sehun yang terus seperti mengintimidasinya.
" Aku akan berpura-pura tidak mendengar pertanyaanmu." Kata pria itu kemudian berbalik dan melanjutkan perjalanan di lorong panjang.
" Kim Jongin. Dia adalah pemimpin redaksi Vogue Korea. Dia seorang legenda. Benar-benar legenda."
Sehun mendorong pintu lain yang lebih besar secara tegas dan berjalan ke sebuah ruangan yang lebih besar dan sebuah kursi yang entah bagaimana terlihat seperti singgasana menurut Kyungsoo.
" Kamu berkerja setahun dengannya dan kamu bisa mendapatkan pekerjaan dengan mudah di majalah dan koran manapun yang kau inginkan. Orang-orang bahkan rela mati untuk kesempatan itu."
Mata bulat Kyungsoo memandang sekeliling ruangan. Jari-jarinya memegang buku agenda kecil dan tangan satu lagi memegang tasnya. Pekerjaan di majalah dan koran manapun yang kau inginkan? Itu kedengarannya sangat bagus untuknya.
" Ya itu peluang yang sangat bagus, aku ingin mencobanya."
Sehun berbalik dan memandangnya, bukan tatapan mengintimidasi lagi yang di terima Kyungsoo melainkan senyuman kecil di bibirnya.
" Kyungsoo, Vogue adalah majalah mode. Minat dan pemahaman terhadap fashion sangat penting dan melihat penampilanmu, aku tidak berpikir–."
Kalimat nya terputus akibat suara deringan ponsel di dalam salah satu saku celana nya.
Sehun melirik Kyungsoo sebelum mengeluarkan ponselnya.
Kyungsoo memandang wajah Sehun yang dingin penuh intimidasi kini berubah menjadi sesuatu yang di penuhi horor.
" Ya Tuhan!."
" Apakah semua baik-baik saja?."
Baru saja Kyungsoo ingin mengajukan pertanyaan lagi. Sehun hampir saja mendorongnya sedikit untuk tidak menghalangi langkahnya menuju meja dan menekan telepon di meja tersebut dengan marah. Tatapannya kini menjadi gila.
" Dia sedang dalam perjalanan. Beritahu semua orang."
" Siapa?." Tanya Kyungsoo setelah Sehun membanting telepon di meja dan mulai mengumpulkan beberapa kertas yang bertebaran di atas yang mungkin itu adalah meja kerjanya. Sehun menatap Kyungsoo dan menghela napas kesal.
" Jangan berpikir macam-macam. Menjauhlah dan jangan menyentuh apapun."
Kyungsoo tidak suka dengan cara Sehun yang seperti memerintah dirinya. Kyungsoo juga sangat yakin jika Sehun masih di bawah umurnya. Bahkan Sehun sudah menghinanya sejak lima menit pertama pertemuan mereka. Tapi jelas terlihat dari Sehun mengumpulkan berkas-berkasnya di atas meja dan kini sibuk menulis sesuatu di iPad nya pasti ada sesuatu yang mengerikan untuknya terjadi.
Kyungsoo mendengar sebuah suara dari balik pintu sebelum pintu itu kini terbuka.
Seorang laki-laki muda masuk rambutnya berwarna coklat muda seperti madu dan mengenakan kacamata bundar yang bertengger di hidungnya. Ia tidak berpakaian resmi seperti Sehun, tapi busananya tetap terlihat bagus.
Dia berjalan seolah-olah Kyungsoo tidak berada disana, menjatuhkan sebuah kotak di atas meja. Sehun tidak merespon apapun.
" Dia seharusnya tidak berada disini sampai makan siang." Ucap pria tersebut dengan suara kekanak-kanakan.
" Supirnya yang mengirimkan teks kepadaku. Dia membatalkan wawancaranya."
Pria dengan rambut berwarna madu itu baru saja bersenandung ketika matanya melihat sosok Kyungsoo. Matanya menilai dan merendahkan sama seperti yang Sehun lakukan sebelumnya. Ia menatap Kyungsoo dari ujung kaki hingga ujung kepala.
" Er siapa itu?."
" Itu adalah masalah lain yang harus aku selesaikan."
Kyungsoo melirik ke arah Sehun bersiap berdebat, namun tidak jadi karena Sehun terlalu sibuk mengumpulkan segala yang ia butuhkan dari meja kerjanya.
Namja lainnya hanya bersenandung dengan sikap setuju akan pendapat Sehun jika Kyungsoo adalah sebuah masalah yang harus di atasi. Kyungsoo memandang sinis kepada namja itu.
" Tetap disini dan tunggu." Sehun memerintah lagi, ketika seseorang membuka pintu ruangannya dan ia kini pergi dengan pria berambut madu itu.
Dan Kyungsoo? Tatapannya terus menatap kedua orang tersebut hingga sepanjang lorong melalui kaca ruangan. Lorong yang sama ia lalui dengan Sehun tadi kini penuh dengan orang-orang yang lalu lalang dengan panik.
Dia bisa mendengar suara langkah kali yang seperti belati-belati di lantai. Kyungsoo melihat bagaimana semua orang tampak ketakutan seperti mendapat tekanan dari perintah. Mereka bergerak dari satu ruangan ke ruangan lain hampir saling bertubrukan karena tergesa-gesa.
Semua orang menjadi gila. Pemandangan itu yang Kyungsoo dapatkan dari balik kaca ruangan Sehun. Kyungsoo berhenti menatap luar. Kini ia menatap dirinya sendiri. Memandang pakaiannya yang digunakannya.
Mengapa tidak hanya Sehun bahkan laki-laki dengan suara kekanak-kanakan tadi juga menatapnya dari atas hingga ke bawah dengan tatapan merendahkan. Seolah-olah dia adalah bungkusan sampah yang dengan hitungan menit dapat diangkut petugas kebersihan.
Padahal Kyungsoo memakai pakaian terbaiknya, bahkan Jongdae juga berpikiran bahwa penampilan Kyungsoo hari ini sangat baik.
Menurut Kyungsoo, wawancara pekerjaan tidak akan pernah gagal jika ia mengenakan celana panjang berwarna khaki dan sweater rajutan berwarna hijau gelap. Tas coklatnya pun dinilai cocok dengan warna-warna busananya.
Kyungsoo kembali menoleh ketika mendengar suara derap sepatu berlari dengan cepat, tepat ketika pintu terbuka.
"–Tidak mengerti mengapa begitu sulit melakukan pekerjaanmu dengan benar dan menemukan model yang sesuai untuk pemotretan ini. Aku lelah melihat wajah yang sama ditambah filtur yang biasa saja dengan rambut pirang, aku inginkan sesuatu yang berbeda. Katakan pada Suho bahwa kita menolak pemotretan Burberry, itu sama sekali tidak sesuai dengan edisi. Kita membutuhkan warna-warna yang hangat, bukan menerima warna pucat, dingin dan jelek seperti ini. Telepon Minseok untuk memberi tahunya bahwa kita akan melakukan pemotretan baru minggu ini. Pastikan kau mengkonfirmasi reservasi ku untuk makan malam ini dan beritahu supir dimana dan kapan dia harus menjemput Yixing. Aku juga mau pakaian kering ku sampai disini jam empat. Juga beritahu Baekhyun bahwa aku mau melihat desain baru untuk salurannya. Siapa itu?."
Kyungsoo seperti sedang menonton sesuatu yang di putar dari layar. Cara bagaimana pria itu berjalan di dalam ruangan, cara dia melepas mantel dari bahunya dan menjatuhkannya di tangan Sehun sementara pria lain berjuang untuk terus menuliskan setiap perintah yang keluar dari mulutnya. Cara dia membawa dirinya dengan elegan, berjalan maju tanpa meliriknya sedikitpun.
" Dia disini untuk pekerjaan itu. Saya baru saja ingin mengirimnya aw–"
" Bawa dia masuk."
Hanya itu yang di katakannya sebelum tubuhnya menghilang masuk ke dalam ruangan yang berisikan meja dan kursi singgasana yang besar.
Dari cara ia berjalan terus, melempar barang-barang kea rah Sehun dan dari cara berbicaranya yang seperti otoriter Kyungsoo berasumsi bahwa ia telah berjumpa dengan Jongin. Kim Jongin.
Kyungsoo hanya memiliki beberapa detik menyadari betapa menawannya lelaki itu, Jongin yang terlihat sangat muda untuk posisi pentingnya. Sehun menjatuhkan semua yang di pegangnya di atas meja dan mendekati.
Dia mencondongkan tubuh mendekat, nyaris mendekat, hingga Kyungsoo mencium aroma parfum apa pun yang dikenakan pria itu.
" Dia ingin berjumpa denganmu."
" Oh." Kyungsoo mengangguk, jemarinya memegang tas kantor.
" Keren."
" Letakkan benda mengerikan itu!." Sehun refleks mendesis melihat tangan Kyungsoo mencengkram koper dari tangannya.
" Tapi…"
" Pergilah!."
Kyungsoo benci kenyataan bahwa Sehun benar-benar mendorongnya ke ruangan lain. Bahkan sepuluh menit perjumpaan awal, dia sudah memiliki pendapat yang cukup kuat tentang Sehun merupakan anak yang kurang ajar.
Namun, ia memiliki kekhawatiran yang lebih besar daripada itu, karena pria seperti dewa itu duduk di belakang meja besar, rambut-rambut cokelat acak-acakan dan mata cokelat pekat kini menatap tajam ke dalam hingga jiwanya.
"Kamu siapa?"
"Uh ..." Kyungsoo mencoba membersihkan tenggorokannya secara diam-diam, sebagian terkagum-kagum dengan cara pria itu terlihat begitu tampan dalam setelan jasnya dan sebagian terkejut bahwa dewa ini benar-benar berbicara kepadanya. "Eh, namaku Do Kyungsoo. Saya baru saja lulus dari Universitas Seoul di mana saya mengambil jurusan- "
"Mengapa kamu di sini?"
Kyungsoo menggeser berat badannya dari satu kaki ke kaki yang lain bersamaan dengan mata lelaki itu beralih dari dia ke majalah di mejanya.
"Yah ... aku ingin menjadi penulis. Saya belajar jurnalisme sehingga suatu hari nanti saya bisa menulis untuk majalah atau surat kabar besar. Saya sudah magang di banyak tempat dan ketika tiba saatnya mencari pekerjaan yang sebenarnya, saya direkomendasikan majalah ini. Saya mendapat telepon dari bagian HRD dan mereka mengatakan kepada saya punya posisi kosong dan saya percaya ... saya bisa melakukan pekerjaan dengan baik sebagai… asisten anda."
" Apakah itu sebuah pertanyaan?." Tanya Jongin kembali, matanya masih menatap malas di atas majalah. Dia bahkan tidak menatap Kyungsoo dan itu terlihat sangat mengerikan.
" Eh tidak. Tidak pak."
" Kamu ingin menjadi penulis, tapi melamar kerja sebagai asistenku. Apa kau membaca Vogue?."
Kyungsoo membuka mulutnya, tetapi tidak ada suara yang keluar darinya. Dia memperhatikan ketika pria itu perlahan-lahan mendongak dari apa pun yang dia baca untuk melihatnya. Tatapannya perlahan-lahan dari kaki dan tubuhnya sampai akhirnya berhenti di wajahnya. Ekspresinya tidak bisa dibaca.
"Tidak pak."
"Dan kamu tidak tahu siapa aku?"
"…tidak."
Jongin tersenyum kecil, Kyungsoo merasakan detak jantungnya naik karena segala macam alasan. Sebagian besar, dia gugup. Ada sesuatu yang benar-benar menakutkan pada pria ini, ketika dia bersandar di kursinya dan mulai mengetuk-ngetukkan jari-jarinya di atas meja putih, matanya bergerak malas. Kyungsoo ingin bersembunyi.
" Apa celanamu itu merek Target?."
Senyum itu masih tampak jelas di bibir penuh itu, sementara Kyungsoo menunduk kaget pada celana khaki-nya.
" Er.. Sebenarnya merek Costco."
Jongin di belakang meja menghela nafas - dia terdengar geli dan dia tampak agak tercengang. Kyungsoo bisa merasakan telapak tangannya kini berkeringat.
Kesunyian terlalu lama, dan dia tidak berpikir dia bisa menangani lebih dari satu detik dari mata yang bertanya pada dirinya sendiri.
Itu sebabnya dia merapatkan tangannya sebagai upaya yang lemah untuk tidak memukuli dirinya sendiri.
" Saya dulunya adalah pemimpin redaksi makalah di universitas saya. Saya bahkan memiliki beberapa artikel unggulan di beberapa blog. Saya belajar sangat cepat dan saya percaya saya cukup pintar juga, IPK saya adalah- "
"Aku mau teh."
Kyungsoo berkedip karena pria itu memotong ucapannya.
Pria itu bahkan tidak menatapnya lagi. Dia telah membalikkan kursinya, memegang majalah di tangannya, bahkan tidak memperhatikannya.
"Aku apa?"
"Aku mau teh. Apakah Anda tuli? "
"T-tidak, tuan! Aku hanya, apakah itu berarti- "Kyungsoo menghentikan dirinya sebelum mengatakan sesuatu yang bodoh. Apakah dia baru saja mendapatkan pekerjaan itu? Dia berkedip cepat.
"Teh jenis apa, Tuan?"
"Tanyakan orang lain dengan pertanyaan bodohmu." Kata Jongin dan dia benar-benar membalikkan kursinya.
Kyungsoo jelas merasa kaget dan bingung dengan langkah nya ia menyeret dirinya keluar dari ruangan. Matanya tetap memandangi belakang kursi besar yang di duduki Jongin.
Ia hampir melupakan Sehun dan komentar sinisnya, sampai dia melihat wajahnya lagi dengan alisnya yang tajam.
" Apa yang terjadi?." Pria itu bertanya dan Kyungsoo menghela napas dan menggelengkan kepalanya sebagai jawabannya.
" Aku tidak tahu. Ia terus menyanyakan ku macam-macam sampai ia menyuruhku untuk membuatkannya teh."
" Hebat." Ejek Sehun. Sekarang giliran Kyungsoo memegang lengan pria itu. Sehun terlihat seperti dia akan menggaruk wajahnya jika dia tidak melepaskannya, sehingga Kyungsoo melepaskan pegangannya karena takut.
"Apakah itu berarti aku mendapatkan pekerjaan itu?".
" Sepertinya. Sana ambilkan teh nya celana orang tua."
Kyungsoo merasa gembira selama sekitar satu milidetik, benar-benar mengabaikan komentar sadis Sehun tentang celananya, sebelum menarik tangan Sehun lagi, membuat dirinya kembali melotot.
"Aku bertanya padanya teh jenis apa tetapi dia tidak menjawab. Bagaimana-"
" Dengarkan!. Pertama-tama jangan sentuh aku. Kedua jangan bertanya apapun kepada Jongin." Sehun menghela napas dan memejamkan matanya sejenak.
" Es teh hijau dengan dua gula dan susu. Carilah Starbucks tepat di seberang jalan. "
"Oh ... oh, baiklah! Apakah saya harus pergi sekarang atau ... "
" Apakah kau memiliki sesuatu yang lebih baik untuk dilakukan?" Sehun mengangkat alisnya, mengambil iPad-nya dan memberinya satu pandangan terakhir. "Cepat. Saat kau kembali, aku akan mengajak mu berkeliling. "
Pikiran Kyungsoo berada di dalam kabut. Bahkan lima belas menit di tempat ini dia sudah bertemu tiga orang brengsek dan mendapatkan pekerjaan. Mengingat kemungkinannya, dia akan menerima semua perlakuan itu. Dia akhirnya akan belajar bagaimana menyiasatinya dan mengacuhkan diri dari komentar sinis itu.
Pada waktunya. Untuk sekarang-
"Pergi!"
Untuk saat ini - teh.
…
Pada hari pertama, Kyungsoo mengetahui bahwa bosnya adalah orang yang sangat tidak konsisten dengan keinginan yang berubah dengan sangat cepat. Pada saat dia kembali dengan teh, Kim Jongin sudah keluar dari kantor dan Sehun baru saja mengangkat bahu dan menyuruhnya duduk di kursi meja kerja kosong lainnya.
" Ada beberapa aturan yang harus kau taati sepanjang hidupmu. Pertama-tama, kau tidak pernah- "
"Mengajukan pertanyaan. Oke."
Sehun menatapnya dengan tajam dari seberang ruangan
"Pertama-tama, kau tidak boleh mengganggu ku, kecuali jika kau ingin mencari tahu sendiri akibatnya dan menerima konsekuensinya. Apakah kau?"
"Tidak," Kyungsoo kaget, cemberut ringan. Dia baru saja mencoba untuk membuat lelucon.
"Maaf."
"Pertama-tama, kau tidak pernah meninggalkan meja jika aku tidak di sini," lanjut Sehun.
"Salah satu dari kita harus berada di sini setiap saat. Kita tidak boleh melewatkan panggilan telepon penting. "
"Oke ... tapi bagaimana kalau aku harus-"
" Tidak pernah. Kau tidak boleh meninggalkan meja. Oke?"
Oke, Kyungsoo secara mental mencatat pada dirinya sendiri ketika dia mengangguk, jangan kencing.
" Baik. Kedua, apa pun yang diinginkan Jongin, Jongin harus mendapatkannya. Apa pun yang dia minta, lebih baik kau lakukan atau kau akan menemukan dirimu di jalan, menganggur. Jika dia meminta teh jam 5 pagi, kamu pergi mengambilnya. Dia meminta kau untuk menjadi gantungan hidup yang bergerak, kau harus melakukannya. Jika dia meminta kau untuk tinggal dua jam ekstra di tempat kerja, kau harus melakukannya, tidak peduli apa pun urusan lain yang mungkin kau miliki. Pekerjaanmu menjadi hidupmu. Mengerti?".
Kyungsoo berusaha menahan protesnya. Dia tahu pekerjaan itu bisa melelahkan, tapi ini-
"Jangan menanyakan apapun. Jongin adalah orang yang sibuk, dia tidak punya waktu untuk membuang detail yang tidak relevan. Jika ada sesuatu yang dia butuhkan, dia akan menyebutkannya sendiri. Tidak ada pertanyaan, tidak ada menatap, tidak berbicara apa pun kecuali diminta. "
"Apakah aku juga harus membungkuk?"
" Dan tidak ada kekacauan. Sehun mengitari mejanya, bergerak mendekat. Tangannya disorongkan ke saku celananya dan dia menatap Kyungsoo selama beberapa detik, sebelum menggelengkan kepalanya dan bernapas.
"Aku bahkan tidak tahu bagaimana atau mengapa kamu mendapatkan pekerjaan ini, tetapi itu adalah kenyataan bahwa pekerjaan ini adalah milikmu sekarang. Dan tugas kita untuk menertibkan kekacauan yang terjadi setiap hari di sini, oke? Kau harus memahami bahwa jika kau mengacaukannya, itu bukan hanya menjadi tanggung jawabmu namun juga menjadi tanggung jawabku. Jadi, jangan mengacau. "
Kyungsoo hanya mengangguk lagi. Sehun mengangkat bahu.
"Selamat datang di Vogue, kurasa."
Kyungsoo akhirnya tersenyum kecil dan mengangguk lagi. Dia mengira Sehun mungkin tidak seburuk pikirannya selama ini.
Kini, matanya melihat ke bawah ke mejanya yang rapi, akhirnya membiarkan realisasinya tercapai. Dia mendapatkan pekerjaan itu. Dia mendapat pekerjaan! Kyungsoo tidak lagi menganggur, dia punya pekerjaan, dia tidak benar-benar kecewa.
Senyum menyebar di bibirnya, saat dia berjanji pada dirinya untuk melakukannya dengan baik. Hanya satu tahun. Dan kemudian posisi apa pun di lapangan bisa menjadi miliknya.
"Jadi apa yang harus aku lakukan?"
Sehun memutar matanya, saat dia mengitari meja untuk duduk di kursinya lagi.
"Ya Tuhan, kau salah satu dari pekerja yang antusias. Tidak ada yang bisa dilakukan sekarang, "dia menjelaskan.
" Jongin pergi untuk menemui presiden perusahaan, dan pertemuan editor mungkin tidak sampai sore. Setelah itu kita mungkin akan melakukan beberapa hal, dan sampai saat itu terjadi kita hanya duduk di sini dan menunggu panggilan, kecuali Jongin memanggil kita dan membutuhkan sebuah bantuan. "
Kyungsoo mengangguk, meresap dalam setiap kata yang di ucapkan Sehun.
"Baik. Jadi, ceritakan tentang Jongin. "
Kini wajah Sehun kesal, tetapi Kyungsoo benar-benar tidak yakin apakah itu yang benar-benar dirasakan pria itu. Mungkin itu hanya bentuk alis saja. Pikir Kyungsoo. Dia harus mencari tahu apakah mereka bisa bekerja sama.
"Apa yang ingin kamu ketahui?"
"Yah ... sebagai permulaan ... siapa dia?"
Tidak. Itu bukan wajahnya yang kesal. Ini wajahnya yang sangat-sangat kesal. Dia mengerutkan alis yang kuat dan mengerutkan kening.
"Aku tidak percaya kau benar-benar datang ke sini mencari pekerjaan ketika kau bahkan tidak tahu siapa dia ... apa pun. Dia adalah pemimpin redaksi majalah. Ikon mode, legenda paket lengkap di bidang kami. Tidak ada orang di luar sana yang tidak tahu siapa dia". Sehun menatapnya. "Tidak ada orang yang tertarik pada fashion. Tidak ada merek yang tidak meminta bekerja dengannya dan tidak ada desainer yang setidaknya tidak pernah menyebutnya sebagai inspirasi atau kekuatan mereka atau apa pun yang kau suka menyebutnya. Dia mulai sebagai model, yang sangat sukses mungkin aku tambahkan. Dia juga mempelajari mode dan jurnalisme. Dengan koneksi yang tepat dan kerja keras, dia adalah siapa dia hari ini. "
Kyungsoo menggigit bagian dalam pipinya, saat dia mengangguk. Dia harus melakukan pekerjaan rumah malam ini mencari tahu bagaimana spektakulernya seorang Kim Jongin. Mungkin google akan membantunya.
Mengingat seberapa berpengaruh bosnya, setidaknya menurut Sehun, di mana pasti akan ada lebih banyak informasi tentang dia. Benar bukan?.
" Baiklah. Tapi seperti apa kepribadiannya? Sebagai bos? "
Kali ini Sehun terlihat ragu-ragu sebelum menjawab. Sepertinya dia sedang mencoba mengambil kata-kata yang tepat.
"Dia mungkin terlihat kasar, tetapi kita harus memahami bahwa itu demi majalah."
Baik. Sungguh cara yang samar untuk mengatakan bahwa dia sebenarnya adalah seorang bajingan.
Kyungsoo mengangguk.
"Ngomong-ngomong," lanjut Sehun, matanya terlatih di layar komputernya. "Istirahat makan siang ku adalah 25 menit, dan kau adalah 15. Kau dapat pergi setelah aku kembali."
Baiklah otak Kyungsoo memang genius tapi apakah benar dia tidak memerlukan di ajari apapun?.
"Baik. Ada lagi yang harus saya pelajari?". Kyungsoo dengan berani mulai memancing.
Sehun menatapnya lagi. Kyungsoo hampir mengerutkan kening menatapnya dengan jijik. Yah, bukan kepada diri Kyungsoo, tapi pakaiannya. Sehun berpendapat Kyungsoo memiliki tampang yang polos. Kyungsoo bisa melihat berapa banyak yang harus di katakan, tetapi pada akhirnya Sehun hanya menggelengkan kepalanya dan mengembalikan pandangannya ke komputernya. Kyungsoo melepaskan nafas yang dipegangnya.
Aku bisa melakukan ini. Aku bisa melakukan ini. Paling tidak selama satu tahun, aku bisa melakukan ini. Ulang Kyungsoo dalam hati.
…
Mungkin para dewa tidak berpihak kepadanya hari itu. Saat istirahat makan siang Sehun, bos mereka pulang menerobos masuk ke kantor.
Kyungsoo teringat lagi betapa tampan pria itu ketika dia menyerbu masuk ke dalam ruangan, melepaskan mantel dari bahunya. Dia bahkan tidak menyambutnya ketika dia melemparkannya ke meja.
Kyungsoo mengejapkan matanya dengan cepat, sementara Kim Jongin mengangkat tangannya dan mulai membuka ikatan dasinya.
Kyungsoo tidak bisa membantu hanya menatap selama beberapa saat, melihat bagaimana garis rahang yang tajam dan kulit seperti perunggu, bibir penuh yang sedikit terbuka itu. Ia pantas menjadi seorang mantan model.
Tanpa menatap, Kyungsoo dapat mendengar suara Sehun dan Kyungsoo tersentak dari linglung tepat pada saat bosnya mulai berbicara.
"Dewan direksi mengadakan rapat hari Jumat jam lima jadi pastikan Anda menghapus jadwalku. Aku tidak ingin melakukan pemotretan Brazil lagi, jadi hubungi editor kita dan mitra kita di Swiss, buat mereka menyelesaikan sesuatu". Jongin berkata dengan nada datar, jari-jari masih bekerja di dasinya.
"Katakan pada Baekhyun aku memeriksa desainnya dan aku menyetujui fitur itu. Kita membutuhkan lima belas blazer dari Armani. Direktur sedang menikmati makanan laut untuk makan siang dan aku mulai mengidam lobster, jadi pastikan Anda menelepon restoran dan memastikan mereka akan memiliki hidangan lobster malam ini. "
Kyungsoo merasakan napasnya tertahan saat dia mencoba untuk menarik kertas yang memiliki lem di belakang, di atas kertas, pada apa saja dan mulai menuliskan semuanya. Atasannya tidak melambat meski hanya sesaat.
" Apakah Minseok sudah menelepon untuk mengonfirmasi minggu depan? Telepon dia dan bereskan. Pesan janji temu dengan dokter kulitku besok dan buat menjadi satu jam saja". Ikatan mantel Jongin akhirnya terlepas.
"Bawakan aku dasi dengan pola biru Karibia."
Kyungsoo menghembuskan nafas terengah-engah sementara bosnya berjalan ke dalam ruangannya sendiri, dia melihat catatan yang tempel, kegagalan mutlak dia mencoba melacak semua yang apa yang diminta kepadanya.
Kyungsoo melihat sekeliling dengan gelisah. Dasi. Permintaan paling cepat, bosnya menginginkan dasi. Di mana dia menyimpan dasinya?.
Matanya melebar ketika mereka berhenti di lemari pakaian di sudut ruangan. Dengan panik ia membuka pintu, menarik salah satu laci terbuka dan hampir menangis lega ketika dia melihat koleksi dasi di dalam.
Dia meraih hal pertama yang terlihat seperti pola biru dan hampir menabrak Sehun ketika dia berbalik.
"Oh, terima kasih Tuhan, kau di sini!" Serunya, menarik tubuh Sehun asisten pertama ke samping. Kyungsoo tahu Sehun tidak menyukai perbuatannya, tetapi ini lebih gawat.
"Jongin baru saja kembali dan dia ... dia mengatakan sesuatu tentang pemotretan di Brazil dan Swiss. Dan kemudian ada sesuatu tentang beberapa blazer dan pertemuan direktur pada hari Jumat. "
"Oke, pelan-pelan. Apa?".
"Dan dia ingin mengkonfirmasi sesuatu dan ... uh! Lobster! ".
Mulut Sehun sedikit terbuka, tapi dia menutupnya tiba-tiba dan menggelengkan kepalanya.
"Apa ini?" Tangannya mengarah ke arah dasi.
"Dia menginginkan dasi!"
"BAIK. Bawa itu padanya, aku akan berurusan dengan yang lain. Jangan lupa gantung mantelnya. "
Kyungsoo merasakan udara napas lega menggelegak di dalam dadanya, ketika dia bergantung semuanya kepada Sehun dan kini berjalan ke kantor bos mereka.
Jongin berdiri di belakang meja, dengan penuh perhatian menatap beberapa kertas yang tergeletak di atasnya. Kyungsoo tidak bisa membantu tetapi berpikir betapa sexy pemandangan itu - seorang pria muda, sangat tampan dengan lengan baju yang digulung dan dada emas yang mengintip dari sela kemejanya yang terbuka.
Kyungsoo ragu-ragu meletakkan kotak dasi di atas meja dan melihat bosnya meraih untuk mengambilnya. Dia menatapnya dengan tatapan yang tajam beberapa saat kemudian, sebelum Kyungsoo bisa melarikan diri.
Ekspresinya masih belum bisa dibaca.
"Apakah kacamata mu minus?"
"Ya pak."
"Jadi, apakah mereka tidak berfungsi dengan baik?"
Alis Kyungsoo berkedut kebingungan, tangan tanpa sadar mengangkat kacamatanya dan memeriksanya.
"Kurasa tidak, Tuan ..."
"Apakah kau mungkin buta warna?"
Kyungsoo terdiam, menggelengkan kepalanya.
Dia tersentak ketika Jongin melemparkan kotak itu kembali ke mejanya.
"Aku meminta warna biru Karibia. Kau membawakan ku warna Azure. "
Kyungsoo bahkan tidak yakin bahwa azure memang ada di dalam bahasa manusia, dan sepertinya dia tidak menemukan kata-kata di dalam dirinya untuk mengatakan apa-apa lagi, tetapi bosnya menatapnya lagi.
"Bawakan aku yang tepat. Apakah kau sudah mengonfirmasi dengan Minseok? "
"SAYA-…"
"Minseok." Jongin mengulangi nama itu, terdengar tidak sabar.
" Cepat telepon dia."
"Y-ya."
Kyungsoo tersandung keluar dari ruangan ke belakang. Sehun melemparkan tatapan ingin tahu dari mejanya.
"Minseok." Kyungsoo berkata hampir tidak keluar suara saat dia mendekat ke Sehun.
" Dia ingin berbicara dengan Minseok. Dan ... apa-apaan itu biru Karibia? ".
"Apakah ini tentang dasi?" Sehun bertanya dengan memutar matanya, sambil mengangkat telepon di meja kerjanya pada saat yang sama dan menekan nomor. Kyungsoo mengangguk dengan jengkel. "Baris kedua, baris ketiga dari kiri. Tertulis Hermes di sisi kotak. "
" Baik. Baris kedua, ketiga dari kiri. Hermes. Oke."
Kyungsoo bergegas ke lemari yang sama, menarik keluar dasi dan membawa kotak lainnya kembali. Dia mengerutkan kening ketika dia melihat betapa miripnya warna-warna itu. Siapa yang peduli tentang itu?
Dia merasa gelisah dan mungkin jengkel ketika dia berbalik untuk berjalan ke kantor bosnya lagi. Syukurlah, kali ini dia menelepon, suaranya yang seperti madu memenuhi ruangan.
Kyungsoo meletakkan kotak itu dengan hati-hati di atas meja dan melihat bosnya melirik tajam ke arah kotak dasi sebelum mengalihkan pandangannya lagi.
Dia tidak mengatakan apa-apa, dia tidak menatapnya, jadi Kyungsoo menganggap ini yang benar. Kyungsoo hampir lari keluar ruangan.
"Oke, apa yang kamu katakan tentang Brazil dan Swiss?".Sehun bertanya hal pertama ketika dia melihatnya di depan dirinya dan Kyungsoo hampir menangis.
Ayo, otak. Ayolah!
"Eh, katanya dia tidak ingin pemotretan di Brasil dan untuk menghubungi editor dan mitra di Swiss."
"Oke." Sehun mengangguk, menuliskan sesuatu. "Apa lagi?"
"Lobster. Dia melihat seseorang makan ikan dan ingin makan lobster malam ini. Dan untuk memberitahu restoran untuk menyiapkan hidangan lobster. "
" Baik apa lagi?."
" Er…. janji dengan dokter kulit besok? Dan melakukan sesuatu dengan satu jam? ".
"Ya!" Kyungsoo berseru. "Ya itu. Dan ada juga sesuatu tentang menyetujui desain untuk fitur. "
Sehun bersenandung dalam ia sepertinya mengerti benar.
"BAIK. Kau urus reservasi dengan restoran, aku akan mencoba dan mencari tahu sisanya. Dan gantung mantelnya. "
"Baik."
Kyungsoo hampir tersandung kakinya sendiri karena tergesa-gesa melangkah. Kini ia menggantung mantel, dan mengembalikan dasi yang tidak jadi digunakan di satu-satunya kotak di laci tempatnya mengambil tadi.
Kemudian dia melihat ke arah Sehun lagi. Sehun, pasti merasakannya, karena dia menghela nafas.
"Jadwalkan di server bersama. Itu ada di layar. Nama restoran ada di sana, jadi telepon mereka dan pastikan mereka memiliki lobster sialan itu. "
"Baik."
Kyungsoo melakukannya. Dia membuka jadwal. Mencari restoran.
Dan hampir mulai menangis. Itu adalah tempat makan steak. Sebuah restoran mewah yang mengkhususkan pada steak. Dia sedang menelusuri menu, mencoba menemukan kemiripan dengan jenis makanan laut, tetapi tidak ada.
"Sehun, ini rumah steak."
"Ya. Yixing suka steak jadi setiap kali dia berkunjung dari China untuk pertemuan mereka bertemu di sana." Sehun mulai bingung berkata sambil dengan marah mengetik sesuatu di keyboard-nya.
"Sehun ... Sehun, mereka tidak menyajikan makanan laut. Mereka tidak membuat lobster. "
Sehun sang asisten pertama tiba-tiba berbalik di kursinya untuk menatap langsung ke arahnya, lupa tentang apa pun yang sedang diketiknya sesaat.
"Kamu tidak mengerti? Untuk Kim Jongin, mereka akan melakukannya." Pria itu berkata dengan tegas, dengan nada dingin di suaranya.
" Aku dan kau, kita akan memastikan mereka memiliki lobster."
Kyungsoo menggigit bibir bawahnya dengan keras, dan Sehun kembali ke pekerjaannya sendiri.
Sangat bagus!.
Dan seolah-olah itu belum cukup buruk, Kim Jongin berjalan keluar dari kantornya lagi. Lengkap dengan dasi biru Karibia-nya yang konyol dan blazer yang pas dengan sosoknya yang sempurna.
"Sehun, panggil para editor untuk rapat sekarang, aku menunggu."
Kyungsoo membeku lagi ketika pria itu menatapnya setelah Sehun meraih telepon, tidak diragukan lagi waktu untuk istirahat makan siang hanyalah mimpi.
"Aku ingin teh hijau di mejaku dalam waktu dua puluh menit dan panggil supirku."
"T-baiklah, pak." Ucap Kyungsoo, langsung berdiri.
Dua puluh menit untuk lari ke Starbucks dan kemudian mencari tahu bagaimana cara menghubungi supir bosnya dan kemudian secara ajaib memastikan restoran memiliki lobster dan seseorang bisa memasaknya.
"Dan jangan panggil aku pak. Aku bukan pria berusia sekitar lima puluh tahun, kau tidak seharusnya berbicara seperti itu. "
"Ya pak! Bu! Ya Tuhan, maksudku ... aku minta maaf."
Kyungsoo menundukkan kepalanya dalam sebagai permintaan maaf hanya untuk menghindari tatapan tajam yang mematikan itu. Bosnya tidak mengatakan apa-apa, tetapi ketika dia melihat ke atas dia melihat bosnya dengan pelan-pelan seperti membakar lubang di setiap inci tubuhnya, pandangan yang sama sekali tidak menyenangkan di matanya seperti yang dilakukan Sehun sebelumnya.
Tidak ada lagi celana khaki, Kyungsoo mengulang dalam pikirannya. Bakar semua celana khaki.
"Apakah itu ... apakah hanya itu ... eh, Jongin?."
Bosnya akhirnya menatapnya dan Kyungsoo berharap untuk sesaat dia hanya bermimpi. Rasa dingin merambat di sekujur tubuhnya saat Kim Jongin sekali lagi menunjukkan ekspresi yang tidak dapat dibaca.
"Itu saja."
Dan kemudian dia keluar dari ruangan dan Kyungsoo memiliki daftar tugas yang harus diselesaikan dan Sehun yang sibuk memberi isyarat padanya untuk mempercepat sialan!.
Hanya satu hal yang bisa dia pikirkan, ketika dia meraih mantelnya dan mendesak dirinya untuk tenang.
Bosnya adalah orang brengsek.
TBC
…
Haloo…. Adakah yang membaca cerita ini di versi inggris nya memang menunggu dalam versi bahasa?
Aku akan mencoba secepat mungkin untuk mengerjakannya. Selamat membaca KaiSoo Shipper^^
