Tittle : Rotting To The Core
Cast : Kim Sunggyu, Nam Woohyun, Kim Kibum
Chapter : 1 of 2
Happy Reading ^^
Sunggyu POV
"Aku paling suka bulan Desember, dan sekarang sudah Desember" Key mengatakan sesuatu yang absurd dengan mata yang berbinar, membuatku mendelik kearahnya dan sedikit melupakan daging panggang yang sedang kubakar.
"Jangan mulai lagi Key!" ucapanku mungkin terdengar sedikit ketus, terbukti saat Key kemudian menatapku dengan tatapan yang sedikit, boleh kubilang seperti seorang Ibu yang berusaha menghibur anaknya yang menangis karena mainannya direbut. Aku sangat benci saat ia melakukannya.
"Kau harus mulai berbaikan dengan Tuhan, tidak baik jika terus menerus membenci natal Hyung"
Benar kan, dia mulai menceramahiku lagi. Dan mengenai berbaikan dengan natal? Kurasa tidak! Dan jangan berharap, karena natal adalah moment yang paling aku hindari setiap tahunnya. Kurasa Tuhan pun sangat tak bersahabat dengan ku setiap malam kudus itu datang.
Saat usiaku menginjak 7 tahun, ayahku meninggal karena kecelakaan mobil ketika ia bertugas ke daerah Daegu. Aku sudah memiliki firasat buruk saat itu, dan dengan menangis kencang aku memintanya agar pulang saat malam natal. Namun ia lebih mementingkan pekerjaan sial itu, dan mengingkari janjinya untuk pulang saat hari natal tiba. Mobil yang ditumpangi ayah menabrak pembatas jalan karena tergelincir di jalanan bersalju, sebelum akhirnya masuk ke dalam jurang yang berada persis di pinggir jalan tersebut. Sungguh ironis, ayah memang pulang saat natal, namun mereka hanya mengantarkan jasadnya saja.
Beberapa tahun setelah kematian ayah, aku sedikit melupakan kebencianku mengenai natal. Namun, hasrat untuk bermusuhan dengan Tuhan itu kembali muncul saat ibuku meninggal karena kanker rahim yang sudah dideritanya selama bertahun tahun tepat di malam natal seperti ayah ketika usiaku menginjak 13 tahun. Aku tak merasakan begitu kehilangan saat ayah pergi, namun ketika ibu juga pergi meninggalkanku, aku merasa hancur dan sangat terjatuh jika saja paman Kim tak membantuku untuk bangkit dari keterpurukan. Ya, paman Kim adalah adik dari Ibuku. Ia dan keluarganya, bibi dan sepupuku Kim Kibum mengajakku untuk tinggal bersama mereka setelah kematian ibu. Ah ya, sepupuku itu tak suka jika dipanggil Kibum, karena menurutnya itu tidak keren. Ia lebih suka dipanggil dengan Key, konyol bukan? Seharusnya ia lebih banyak belajar kosakata bahasa Inggris. Hingga saat ini aku berpikir hanya mereka yang baik di dunia ini. Hm, kurasa tidak. Masih ada satu lagi yang terbaik di dunia ini, itu adalah dia..
"Hey, kenapa dagingnya belum matang! Kalian terlalu banyak mengobrol!" seorang pria ikut dalam perbincangan tak jelas antara aku dan Key. Ia datang dengan membawa sepiring penuh daging mentah yang siap untuk dibakar dalam acara barbeque kecil kami.
"Santai saja, kita masih punya banyak waktu sampai pagi Hyunie sayaaaang!" dengan suara manja Key menjawab protesan pria tersebut. Sayang? Tentu saja Key memanggilnya seperti itu karena pria itu memang kekasihnya. Key sangat beruntung menurutku, selain karna memiliki keluarga yang masih sempurna, ia juga memiliki kekasih yang sempurna seperti dia, seperti seorang Nam Woohyun..
"Key yang mengajakku mengobrol Woohyun ah, kekasihmu itu sangat cerewet!" ujarku dengan sedikit penekanan intonasi pada kata 'kekasih'. Woohyun terkekeh geli mendengar gerutuanku, Namun sepertinya ia tak sadar kalau aku tak suka saat mengucapkan kalimat tersebut. Aku benar benar tak suka mengatakan kalau Key adalah kekasih Woohyun walaupun itulah kenyataannya.
"Hahaha, kau memang benar Hyung. Kucingku ini memang sangat cerewet! Lalu apa yang kalian bicarakan, kuharap itu sesuatu yang sangat menarik, karena aku ingin bergabung!" kembali Woohyun bersuara sambil sesekali membalik daging barbeque di hadapannya.
"Tentang natal" jawab Key singkat, mulutnya sudah penuh sekarang karena mengunyah daging yang baru saja kupanggang. Tak bisakah ia menunggu sampai semua daging matang dulu? Ck.
"Natal?" Woohyun menautkan kedua alis tebalnya karena heran dengan perkataan Key.
Key hanya mengangguk membalas kalimat penegasan dari Woohyun, sambil terus melirik ke arah daging yang masih menempel di atas mesin pemanggang.
"Sunggyu Hyung sangat membenci natal Hyun, bahkan jika kau menyuruhnya memilih antara merayakan natal atau berada di pulau pengasingan seorang diri. Mungkin ia akan memilih pilihan kedua"
Kurasa sedikit berlebihan apa yang Key katakan, namun kuakui aku akan melakukan seperti yang dikatakannya, daripada harus merayakan natal lebih baik pergi ke pulau pengasingan seorang diri. Ingat, hanya seorang diri.
"Kenapa kau membenci natal hyung?" pertanyaan yang sama setiap kali Key membocorkan rahasiaku ini kepada orang orang.
"Tuhan sangat jahat padaku setiap malam itu. Ia merebut orang orang yang kusayangi sebagai bentuk hadiah. Menyebalkan bukan! Jadi jangan harap aku akan seperti manusia lain yang antusias setiap kali natal tiba!" sangat sarkastik, dan aku tau itu membuat Woohyun tak suka mendengar pernyataanku, cih aku tak peduli. Bahkan jika kedua orangtuaku bangkit kembali dari pembaringan terakhir mereka tak akan mengubah sedikit pun pemikiranku mengenai natal.
"Kau butuh pertolongan Hyung!" ujar Woohyun dengan menggenggam erat kedua pundakku dan memberikan ekspresi penuh keseriusan pada wajahnya hingga mengundang Key untuk terkekeh geli.
"Jangan bercanda Tuan Nam.." seruku.
"Cobalah untuk meminta sesuatu menjelang malam natal Hyung, dan jika keinginanmu terkabul kuharap kau bisa sedikit mengakrabkan diri dengan Tuhan" setelah melepaskan genggaman tangannya di kedua pundakku, pria tampan itu kembali mengoceh namun kedua foxy matanya tetap terfokus pada daging yang mulai matang di hadapannya, aromanya mulai menggiurkan.
"Aku tak punya keinginan apapun!" aku sedikit berbohong saat mengatakannya, namun aku tau keinginanku itu adalah sesuatu yang mustahil.
"Kau benar benar pandai berbohong Hyung. Kau bukan manusia normal jika tak memiliki keinginan" kali ini Key yang bersuara sambil dengan kesibukannya menata daging yang telah matang di atas piring yang tersusun rapi di meja makan.
"Hmm, kau benar. Aku memang memiliki keinginan, tapi itu bukan sesuatu yang baik. Lebih baik kuurungkan kepada Tuhan agar tak terkabul"
"Apa itu Hyung? Kau membuatku penasaran" Key merapatkan tubuhnya agar semakin dekat denganku. Kurasa anak ini benar benar penasaran.
"Aku tak mau menyebutkannya!"
"Yak! Kau minta kujejali ramuan kejujuran agar bisa mengatakannya Hyung!" sepertinya Key mulai kesal, karena saat ini ia menghentakkan kakinya seperti anak kecil, aku mulai menikmati saat menggodanya seperti ini.
"Terserah, tapi jangan sekarang. Aku perlu ke kamar mandi" ujarku dengan sebuah senyuman pada bibir tipisku sambil berlalu meninggalkan Key dan Woohyun untuk pergi memenuhi panggilan yang mendesak.
. . .
Tak pernah aku merasakan kesedihan dan kemarahan yang datang bersamaan seperti ini. Bahkan ketika mereka menurunkan peti jenazah Ibu ke liang lahatnya, aku hanya dapat menatapnya dengan pandangan kosong, tak ada airmata yang keluar karena memang aku sudah tak memiliki airmata lagi.
Namun kali ini berbeda, cairan bening itu turun dengan sendirinya dari kedua sudut mataku tanpa aku berusaha sedikitpun untuk mengeluarkannya. Hey, kenapa air asin ini tak keluar sama sekali saat kematian Ibuku dan justru mengalir deras saat menyaksikan pemandangan menyakitkan ini.
Ya, kusebut pemandangan menyakitkan karena kini aku menyaksikan orang yang paling aku inginkan di dunia ini tengah bercumbu mesra dengan orang yang paling kusayangi di dunia ini. Sepertinya Tuhan benar benar tak menyisakan rasa sayangnya sedikitpun untukku karena setiap doa yang aku panjatkan dan setiap harapan yang kubuat hanya seperti angin yang berlalu di musim semi.
Woohyun masih melumat bibir Key dengan intens, pria tampan itu bahkan tak sadar kalau aku sudah berdiri di ambang pintu kamar Key membawakan minuman untuk tamu yang sudah datang dengan rutin itu..
Braak, sengaja kutendang pintu kamar itu dengan keras, membuat sang penghuni kamar tekejut dengan kedatanganku yang tiba tiba. Kurasa engselnya sedikit bergeser, tapi apa peduliku? Key bisa memperbaikinya nanti. Setidaknya kedua tanganku yang memegang nampan minuman bisa kujadikan alasan tepat mengenai pendobrakan pintu secara paksa ini.
"Hyung.." terlihat keduanya salah tingkah saat aku masuk dengan membawa minuman mereka.
"Kau mengagetkanku Hyung!" Key terlihat sedikit kesal.
"Salahmu sendiri tak mengunci pintu, kau pikir rumah ini rumah kosong!" masih dengan tatapan datar, aku meletakkan nampan yang kubawa ke meja nakas yang ada disebelah ranjang tidur Key. Woohyun sedikit menjauhkan tubuhnya dari Key, dan membetulkan bajunya yang berantakan. Ia semakin salah tingkah saat aku melewatinya tanpa berbicara sepatah katapun.
"Minumanmu Hyun. Aku permisi dulu"
"Gomawo Hyung" ujar Woohyun dengan pelan, sedangkan Key jangan tanyakan. Anak itu masih memasang tampang kesalnya sambil melipat kedua tangan di dada. Oh, sungguh kekanak kanakan. Memikirkan kemungkinan aku akan terkena serangan jantung jika terlalu lama di kamar Key, aku memilih untuk segera beranjak meninggalkan dua insan yang masih sibuk dengan pemikirannya masing masing itu.
Author POV
Sunggyu melepaskan senyuman manis saat membuka jendela ruangan tempatnya biasa menggunakan waktu senggangnya dengan melukis. Melukis memang hobby pria manis itu, bahkan mungkin bisa dibilang bakatnya. Tak terhitung berapa banyak pameran lukisan yang sudah diikutinya, dan semua mengundang decak kagum beberapa kolektor lukisan.
Karena bakat melukis itulah, paman Sunggyu membuat sebuah ruangan khusus untuk Sunggyu agar lebih leluasa dalam melukis, semacam sebuah workshop yang dibangunnya tepat di halaman belakang kediaman Keluarga Kim. Bangunan minimalis itu hanya berjarak beberapa puluh meter dari rumah utama, dengan jalanan kecil berkerikil yang menjadi penghubungnya. Karena jaraknya yang hanya beberapa puluh meter, bangunan itu dapat terlihat dari balkon kamar Sunggyu dan Key yang berada tepat di hadapannya.
"Eoh? Salju.." mata sipit Sunggyu berusaha melebar saat memastikan rintikan rintikan berwarna putih yang mulai turun dari langit. Ia membereskan peralatan yang sempat dibawa dan beranjak keluar dari workshopnya.
Sunggyu semakin mengulas senyuman manis saat ia keluar dan menemukan pemandangan yang memanjakan matanya. Salju pertama di musim dingin, mulai memencar untuk memenuhi permukaan bumi dengan warna putihnya. Udara yang terasa semakin dingin tak membuat Sunggyu untuk melewatkan lukisan Tuhan yang paling indah itu, sangat minimalis dan menakjubkan. Bahkan Sang Pencipta mungkin tak memerlukan banyak warna untuk membuat lukisan ini karna hanya memang memerlukan satu warna. Salju adalah satu satunya yang Sunggyu sukai di bulan Desember, walaupun kedua orangtuanya meninggal di musim dingin itu, tak membuat Sunggyu membenci salju, karena ia sangat menyukai warna putihnya.
"Ucapkan permintaanmu Hyung, doa yang dipanjatkan saat salju pertama yang turun ke bumi akan dikabulkan Tuhan" sebuah suara menginterupsi kegiatan Sunggyu yang tengah memejamkan matanya menikmati aroma salju yang turun.
Sunggyu membuka kedua matanya dan sama sekali tak terkejut saat Woohyun sudah ada di dekatnya. Ia sangat mengenal suara Woohyun bahkan jika dalam radius ratusan meter. Dengan segera senyuman itu lenyap dan berganti dengan tatapan datar tanpa ekspresi.
"Kurasa kau belum lupa dengan perkataanku mengenai natal dan Tuhan" ujar Sunggyu dan berlalu masuk kedalam ruangan kramatnya kembali. Sedangkan Woohyun, pria tampan itu mengikutinya dari belakang.
"Kau masih marah Hyung?" tanya Woohyun yang bersambut tatapan keheranan dari Sunggyu.
"Bisa kau jelaskan untuk apa aku marah?"
Woohyun terlihat bingung, ia menggigit bibir bawahnya sebelum kemudian menjawab pertanyaan Sunggyu.
"Mengenai kau yang memergokiku dengan Key kemarin" oh Nam Woohyun kau benar benar konyol, hanya orang aneh yang merasa bersalah karena ketahuan bercumbu dengan kekasihnya sendiri. Dan kini ia meminta maaf untuk sesuatu yang abstrak.
"Ck, kau aneh sekali. Untuk apa aku marah?" Sunggyu tersenyum dengan kesan sedikit meremehkan, ia berjalan menuju sebuah kanvas yang sudah berdiri tegak di tengah ruangan dan mulai menggoreskan warna warna di atas kanvas tersebut.
"Kupikir kau marah karena kau terlihat cemberut sejak kejadian itu?" Woohyun mendekati Sunggyu yang mulai asik dengan kegiatannya. Ia berdiri tepat di belakang Sunggyu dan mulai mengamati garis garis warna yang tengah dibuat Sunggyu.
"Wajahku sudah seperti ini sejak lahir, kau tak perlu terlalu memperdulikannya. Kalau kau merasa risih aku akan mulai belajar dengan yang namanya tersenyum!"
"Tak usah belajar hyung. Senyuman mu sangat manis saat melihat salju tadi" ucapan Woohyun membuat tangan Sunggyu berhenti sejenak dari kegiatannya di atas kanvas. Namun, tak lama ia kembali melanjutkan lukisannya.
Hening, tak ada bersuara sama sekali baik Woohyun maupun Sunggyu masih sibuk dengan kegiatannya masing masing. Woohyun yang terus memperhatikan aktivitas pria manis dihadapannya sambil sesekali tersenyum saat goresan goresan itu mulai menampakkan bentuknya. Sedangkan Sunggyu sama sekali tak terusik dengan kehadiran Woohyun dan memilih fokus dengan kanvas di hadapannya. Sedikit demi sedikit goresan tangan itu mulai menampakkan bentuknya. Sunggyu membuat sebuah lukisan seperti kota London abad pertengahan yang lebih didominasi warna putih, mengisyaratkan musim yang sedang dialami kota kuno tersebut.
"Sepertinya kau sangat menyukai salju Hyung?" tak ada jawaban, Sunggyu sama sekali tak ingin menjawab pertanyaan Woohyun.
"Seandainya aku boleh lebih mengenalmu Hyung. Apa yang bisa kulakukan agar kau berhenti membenci Tuhan"
Sreet. Kuas dalam genggaman Sunggyu keluar dari jalur yang semestinya dan menciptakan garis berwarna tebal yang terlihat membelah lukisan yang hampir jadi itu. Dan jangan tanyakan kesalnya Sunggyu akan hal itu.
"Lihat yang sudah kau lakukan!" ujar Sunggyu dengan tatapan dingin.
"Aku tak melakukan apapun"
"Berhentilah mengangguku Nam Woohyun dan cukup berinteraksi dengan Key saja, karena aku tak suka keributan!" Sunggyu terlanjur kesal, ia segera membuka apron yang dipakainya dan beranjak menjauhi Woohyun.
"Hyung" panggil Woohyun pelan.
Sunggyu berbalik dan menatap Woohyun kembali masih dengan tatapan yang menusuk.
"Dan jangan ungkit lagi mengenai natal atau apapun. Karena aku sangat tak suka saat kau melakukannya" perkataan Sunggyu sama pelannya saat Woohyun memanggilnya dengan lirih, namun kalimat itu cukup untuk membungkam Woohyun dan membuatnya mematung pada posisi yang masih mengamati kepergian Sunggyu dari hadapannya.
. . .
7 years ago
"Yeobo, kau periksalah keadaan Sunggyu. Anak itu masih diam saja sejak pulang dari pemakaman tadi" Kim Young Woon memanggil istrinya yang masih sibuk melayani tamu tamu yang datang melayat. Ia sangat khawatir dengan keadaan keponakannya yang masih mengurung diri di kamar semenjak upacara pemakaman selesai. Sang istri mengangguk dan mulai memisahkan diri dari tamu yang semakin banyak berdatangan dan beranjak menuju kamar keponakannya.
"Akh, bawalah Key. Mungkin bisa membantumu menghibur Sunggyu"
"Baiklah, kau gantikan aku melayani para tamu" Kim Minjung, istri dari paman Sunggyu segera mencari anak semata wayangnya, dan tak lama ia menemukan anak berwajah manis itu sedang duduk termenung di ruang keluarga sambil memeluk boneka Pororo kesayangannya.
"Sayang, kau mau temani Eomma menemui Sunggyu?" tanya wanita yang masih memiliki garis kecantikan diusianya yang sudah menginjak kepala empat itu.
Key mengangguk dan mengikuti ibunya yang berjalan menuju kamar Sunggyu. Ada sedikit kegelisahan pada raut wajah Key, karena anak itu memang tak menyukai acara pemakaman, ia tak suka warna hitam karena menurutnya warna itu sangat menakutkan.
Mereka tiba di depan pintu kamar Sunggyu, Minjung menarik nafas dalam dalam dan menghembuskannya secara perlahan sebelum mengetuk pintu kayu di hadapannya.
Tok tok.. ketukan pertama, dan tak ada jawaban dari dalam kamar tersebut.
"Sunggyu yaaa.." Minjung kembali mengetuk pintu kamar itu dan memanggil Sunggyu dengan lembut. Masih hening, sama sekali tak ada sahutan membuat guratan kekhawatiran di wajah Minjung semakin bertambah. Ia meraih kenop pintu dan sedikit bernafas lega saat mendapati pintu tersebut tak dikunci. Saat pintu terbuka, ia segera mencari keberadaan Sunggyu, dan tersenyum miris saat menangkap sosok Sunggyu yang sedang duduk di kursi dekat jendela memandang hampa ke langit malam di balik jendela yang dibukanya.
Pandangan itu sungguh hampa, bahkan jika hanya sepintas melihatnya, orang akan salah mengira Sunggyu adalah manekin yang dipajang dibalik kaca.
"Sunggyu yaa, boleh Bibi masuk" nyatanya perkataan Minjung itu hanya sebuah basa basi karena wanita cantik itu kini sudah berada di tengah ruangan masih dengan Key yang terus mengekor dibelakangnya.
Sunggyu sama sekali tak mengalihkan pandangannya dari langit malam seolah langit malam yang gelap tanpa bintang itu adalah objek yang sangat menarik di matanya. Karena tak mendapat perhatian Sunggyu sama sekali akhirnya Minjung memberanikan diri untuk mendekat ke arah jendela tempat Sunggyu melamun.
"Gwaenchana?" tanya Minjung sambil mengelus pelan surai madu pemuda manis itu.
"Aku baik baik saja" kalimat sederhana Sunggyu tak mampu menghilangkan kekhawatiran bibinya, bahkan orang yang mendengarnya pun pasti tahu kalau yang dikatakan Sunggyu adalah sebuah kebohongan.
"Aku lebih percaya kau baik baik saja, jika kau menangis kencang dan tak berdiam diri seperti ini" Minjung masih setia membelai rambut halus Sunggyu, sedangkan Key mulai memposisikan diri di sebelah kanan Sunggyu. Matanya menunjukkan sorot mata kesedihan karena melihat kondisi hyung yang amat disayanginya.
"Aku tak tau kenapa tak bisa mengeluarkan airmata? Kurasa sesuatu terjadi dengan mataku Bi..."
Minjung menghela nafas pelan..
"Kau tak sendirian Sunggyu yaa. Kau masih punya pamanmu, aku dan Key. Kami akan selalu menjagamu seperti yang ayah dan ibumu lakukan. Kau tak perlu khawatir sendirian.."
Sunggyu masih terdiam, entah jika ia mendengarkan perkataan Bibinya atau tidak yang jelas fokus matanya masih pada langit malam dihadapannya.
"Kurasa Tuhan membenciku Bi" ujar Sunggyu, terdengar sedikit nada kemarahan dari suaranya yang sebelumnya datar.
"Kau tak boleh begitu. Tentu saja Tuhan menyayangi semua umatnya. Termasuk kau, kau adalah salah satu kesayangan Tuhan karena setiap ujian adalah sebuah proses untuk pembersihan diri menuju kasihNya.."
Sunggyu kembali terdiam, namun diamnya adalah bentuk sikap tak mau mendengarkan ocehan kembali karena ia butuh ketenangan mengatur emosi yang masih menguasainya.
""Kalau dia menyayangiku, seharusnya ia membiarkanku menikmati natal bersama orang orang yang kukasihi, tapi dia malah mengambil mereka satu persatu. Appa dan Eomma..."
Airmata itu justru mengalir di kedua sudut mata Minjung. Ia sangat menyesal dengan kondisi keponakannya yang tak menerima takdir yang sudah digariskan Tuhan. Dengan perlahan ia meraih tubuh Sunggyu dan membenamkannya dalam sebuah pelukan hangat. Key mengikuti apa yang dilakukan sang ibu tercinta. Ia melepaskan boneka Pororonya, dan memeluk Sunggyu dari arah yang berlawanan. Ia sama sekali tak bersuara dan hanya mendengarkan apa yang eomma dan hyungnya bicarakan.
"Kumohon menangislah Sunggyu yaa. Dan setelah itu kau harus mengikhlaskan. Kau masih punya kami. Kumohon..." namun permintaan lirih Minjung sama sekali tak membuat ekspresi berbeda pada wajah Sunggyu. Paras manis itu masih penuh dengan kehampaan dan kekosongan. Hanya Tuhan yang tau apa yang ada dalam pikiran Sunggyu. Yang pasti saat ini Sunggyu hanya berharap ia kembali pada titik dimana ia tak perlu merasakan kecemasan untuk kehilangan benda berharga miliknya kembali.
Flashback off
Author POV
Key berjalan dengan riang memasuki pekarangan rumahnya yang luas. Bagaimana ia tak riang, hari ini dosen mematikan yang sangat dibencinya tak masuk sehingga mata kuliah yang membosankan itu tak harus dilaluinya.
"Ahjuma, sepi sekali? Kemana smua orang?" tanya Key saat ia telah berada di dalam rumah. Jung ahjuma yang merupakan kepala pelayan di kediaman keluarga Kim Young Woon tersenyum saat menjawab pertanyaan Key.
"Nyonya dan Tuan besar harus pergi beberapa hari ke luar kota karena ada pertemuan bisnis yang harus mereka hadiri. Kurasa mereka juga meninggalkan pesan padamu Tuan Muda Key" ucapan Jung ahjuma terdengar sangat lembut seperti biasa.
"Benarkah, aku belum memeriksa ponselku sejak pagi" ujar Key kemudian mengambil benda elektronik itu dari dalam tasnya.
"Aaah, iya ternyata eomma mengirimkan text kepadaku. Hufft, lama sekali mereka pergi!" Key mengerucutkan bibirnya setelah membaca pesan yang dikirimkan Ibunya. Ia kemudian melirik ke kanan dan kekiri mencari keberadaan seseorang.
"Lalu dimana Sunggyu Hyung?" tanyanya kembali.
"Seperti biasa. Tuan Muda Sunggyu ada di ruang melukisnya"
"Mau kusiapkan makan siang sekarang Tuan Muda?" Jung ahjuma kembali bertanya kepada Key, membuat Key menolehkan pandangannya kembali ke wanita paruh baya tersebut.
"Tak usah, aku belum lapar. Aku mau menemui Sunggyu Hyung dulu" ucap Key kemudian menuju halaman belakang tempat workshop Sunggyu berada.
. . .
Sunggyu terlihat fokus dengan lukisan di hadapannya hingga tak menyadari kehadiran Key di belakangnya, Key berjalan jinjit mendekati Sunggyu agar tak menimbulkan suara, saat ia sudah berada tepat di belakang Sunggyu dengan gerakan cepat ia menutup mata Sunggyu dengan kedua tangannya hingga mengundang decakan si pemilik mata.
"Key, jangan menganggu konsentrasiku" gerutu Sunggyu.
"Hehehe, kau serius sekali sih Hyung!"
"Mmm, aku harus menyelesaikan beberapa lukisan sebelum pameran tiga minggu lagi. Kurasa selama beberapa hari aku harus tidur disini" gumam Sunggyu pelan kemudian menggoreskan kembali kuasnya.
"Ck, kau tidak asik Hyung" sungut Key kemudian berpura pura ngambek.
"Sejak kapan aku menjadi orang yang asik, itu kan hanya pemikiranmu saja"
"Apa kau akan pergi lama lagi Hyung saat pameran nanti"
"Hmm, pameran yang kuikuti nanti diselenggarakan di Pulau Jeju, jadi mau tak mau aku harus menginap disana selama pameran berlangsung"
"Tapi tiga minggu lagi itu kan natal Hyung!" protesan Key terhenti saat ia teringat sesuatu yang sakral, Sunggyu tidak menyukai natal! Dan benar saja dalam hitungan detik Key dihadiahi tatapan tak suka dari mata sipit Sunggyu.
"Maaf Hyung, aku lupa.." ujar Key pelan kemudian menundukkan kepalanya sebagai bentuk penyesalan, siapapun pasti tak sanggup kalau harus menghadapi tatapan mematikan dari seorang Kim Sunggyu, menceburkan diri ke laut lebih baik daripada harus menghadapinya.
Sunggyu menghela nafas panjang, ia berusaha mengatur degupan jantungnya yang kembali berdetak lebih cepat saat Key secara tak sengaja menyinggung soal natal kembali. Namun kemudian, ia lebih memilih untuk menyelesaikan lukisan yang sudah hampir 80% jadi di hadapannya, dan mencoba melupakan ocehan Key.
Key yang merasa sudah aman dari tatapan mematikan Sunggyu, memberanikan diri menatap sosok dingin di hadapannya kembali. Ia menelusuri setiap gerakan indah jemari Sunggyu yang bermain diatas kanvas yang sudah penuh warna itu, dan tersenyum saat melihat goresan itu sudah membentuk gambar hamparan bunga yang sedang bermekaran, mengingatkannya pada musim semi di Pulau Nami.
"Indah Hyung!"
Sunggyu tak mengindahkan pujian Key, namun ia tak dapat menyembunyikan ulasan senyum tipis di wajahnya karena mendapat pujian atas karyanya. Saat goresan terakhir selesai, Sunggyu kembali tersenyum puas hingga membuat matanya semakin sipit. Ia kemudian memindahkan kanvas yang telah penuh warna itu untuk disejajarkan dengan kanvas kanvas yang sudah berjejer rapi di sudut ruangan. Key mengikuti gerakan Sunggyu, namun matanya sedikit terganggu saat melihat sebuah lukisan kota kuno yang ternoda sebuah garis putih besar di tengahnya. Itu adalah lukisan Sunggyu yang gagal karena kehadiran Woohyun sebelumnya.
"Kenapa lukisan ini Hyung?" tanya Key penasaran.
"Rusak" jawab Sunggyu singkat.
Key berdecak pelan, siapun yang melihatnya pasti tau kalau itu lukisan rusak. Tak bisakah Sunggyu memberikan penjelasan yang lebih panjang dan rinci?
"Aku tau ini rusak!" ujar Key sebal.
"Sudah tau kenapa masih bertanya?"
"Hyung, kalau kau terus bersikap menyebalkan seperti ini. Aku yakin tak akan ada yang mau menjadi kekasihmu" cibir Key.
"Aku tak berniat memiliki kekasih. Tapi terima kasih atas perhatianmu" Key menghirup udara banyak banyak. Ok menghadapi Sunggyu membutuhkan banyak energi, dan ini hanya sebagian kecil hal yang membuat Key kesal terhadapnya.
"Kau sudah menerima pesan Eomma?" Kali ini suara Sunggyu yang memecahkan aura kekesalan Key terhadap Sunggyu. Dan jangan heran, Sunggyu memang memanggil paman dan bibinya dengan sebutan Appa dan Eomma. Bukan keinginan Sunggyu sepenuhnya, hanya saja Tuan dan Nyonya Kim tak ingin Sunggyu kehilangan sosok ayah dan ibu dalam hidupnya. Oleh karena itu mereka memutuskan agar Sunggyu memanggil mereka dengan sebutan tersebut, dan Sunggyu hanya bisa mengikuti peraturan mereka.
"Hmm, mereka pergi selama empat hari untuk perjalanan bisnis.." sahut Key dengan malas, ia lebih memilih mengamati setiap lukisan Sunggyu yang sudah berderet rapih.
"Kau tak mendapat pesan yang kedua?" tanya Sunggyu kembali.
Key mengalihkan perhatiannya dari lukisan Sunggyu dan menatapnya dengan tatapan 'aku tak mengerti'.
"Eomma bilang ia punya kejutan untukmu. Mereka akan membuat sebuah pesta kecil sepulang dari perjalanan bisnis nanti, kurasa akan ada beberapa rekan Appa yang diundang"
"Aku tak tau soal itu" gumam Key.
"Kenapa ia hanya memberitahumu Hyung? Itu curang namanya?" kali ini ucapan Key lebih menyerupai protesan.
"Mana aku tau, mungkin karena akan menjadi sebuah kejutan makanya ia tak memberitahumu!" Sunggyu tak menerima begitu saja protesan Key dan keluar dari ruangan semedinya dengan menimbulkan bunyi brak kecil pada pintu yang ditutupnya. Ok, itu cukup untuk menegaskan Key kalau ia harus menyudahi perdebatannya dengan Sunggyu.
. . .
Sepulang dari perjalanan bisnis mereka, Kim Young Woon dan Kim Minjung benar benar membuat sebuah private party di kediaman mereka. Hanya sedikit tamu yang diundang, namun smua tahu tamu yang diundang bukanlah sembarang orang. Sunggyu bahkan mengenal salah satu dari mereka adalah pemilik sebuah perusahaan brand otomotif ternama di Korea. Semacam pesta para chaebol Korea, jika tak private mungkin pesta ini sudah menjadi perbincangan media.
Dan kini Sunggyu berada di tengah tengah pesta, lengkap dengan setelan jas resmi berwarna putih yang justru terlihat manis karena melekat di tubuh rampingnya. Tangannya menggenggam gelas berisi minuman berwarna biru laut, cocktail dengan kadar alkohol rendah ini tentu tak akan membuat paman dan bibinya keberatan jika Sunggyu meminumnya.
Sunggyu mengedarkan pandangannya ke seluruh ruang tengah yang telah disulap paman dan bibinya menjadi sebuah mini Hall Room. Matanya menyusuri setiap sudut ruangan mencari sosok Key. Walaupun Sunggyu sangat tidak suka saat Key mengoceh disebelahnya, namun harus ia akui berbincang dengan Key lebih baik saat ini daripada sendirian memperhatikan para orang tua mengobrol. Ck, bahkan Sunggyu tak paham dengan apa yang mereka obrolkan.
"Kau melihat Key, sayang?" Sunggyu merasakan sebuah tepukan pelan pada bahunya dan mendapati sang eomma sudah berada disampingnya. Wanita itu terlihat cantik dengan gaun sutra berwarna gading lengkap dengan kalung berlian yang menghiasi leher jenjangnya.
"Hmm, aku belum melihatnya. Kau mau aku mencarinya Eomma?" tanya Sunggyu.
"Aniya, tak perlu sayang. Aku akan menyuruh Jung ahjuma mencarinya. Kau nikmati saja pestanya. Eomma harus menyapa beberapa tamu dulu" Sunggyu memaksa sebuah senyuman terbentuk di bibir tipisnya, dan membuat Kim Minjung tersenyum kembali sebelum akhirnya menghampiri sang suami yang sedang menyapa setiap tamu penting yang datang.
Sunggyu mulai terlihat kebosanan, ia sama sekali belum menemukan Key dan alunan musik jazz yang memenuhi ruangan benar benar membuatnya mengantuk. Ia hampir saja menutup kedua matanya, sampai sebuah tepukan kembali dirasakan pundaknya. Sedikit lebih kencang dari tepukan yang pertama, membuat Sunggyu mau tak mau menatap ke arah orang yang sudah mengganggunya.
"Sendirian Hyung?" Nam Woohyun, pria dengan ketampanan berlebihan itu kini tengah memasang senyuman lebar di hadapan Sunggyu.
"Apa kau melihat orang lain disekitarku?" jawab Sunggyu dengan ketus.
"Kau menyebalkan seperti biasa Hyung?" Woohyun terkekeh geli saat mengatakannya dan ia tau setelah ini Sunggyu pasti marah besar. Alih alih marah, Sunggyu sudah bersiap meninggalkan Woohyun. Ia meletakkan gelas yang dari tadi dipegangnya, dan segera membalikkan tubuhnya. Namun tangan kekar Woohyun menahannya.
"Kumohon temani aku. Aku tak kenal siapapun disini selain kau, paman, dan bibi Kim!"
"Kupikir kau tak mau ditemani manusia menyebalkan sepertiku?"
"Oh ayolah Hyung, aku hanya bercanda. Temani aku sampai Key datang" tanpa Woohyun sadari ucapannya telah membuat Sunggyu terluka. Ia hanya perlu menemaninya sampai Key datang, sampai kekasihnya menemaninya..
"Bagaimana kau bisa diundang di pesta ini?" Sunggyu berbasa basi untuk mengusir kekesalan hatinya akibat ucapan Woohyun sebelumnya.
"Ayahku sedang menjalin bisnis dengan paman dan bibi Kim. Kulihat mereka semakin akrab" ujar Woohyun kemudian memandang ke arah sekumpulan pengusaha yang sedang mengobrol di tengah ruangan. Sunggyu mengikuti arah pandangan Woohyun dan tak terkejut saat melihat Tuan Nam, ayah Woohyun yang menyandang status sebagai pemilik saham terbesar di perusahaan tempat paman Sunggyu bekerja sedang mengobrol akrab dengan kedua orangtua angkatnya. Entah apa yang mereka bicarakan, Sunggyu sama sekali tak memiliki niatan untuk mencaritahunya.
Saat Sunggyu masih menikmati sisa cocktail digelasnya, tiba tiba seluruh lampu ruangan padam, dan sebuah cahaya menyorot ke arah tengah ruangan dimana kedua orangtua angkat Sunggyu mengobrol dengan orangtua Woohyun.
"Ehm, Yeorobun. Mohon perhatiannya sebentar, ada yang perlu kami sampaikan" terdengar suara Young Woon yang diperbesar dengan mic yang digenggamnya.
"Mungkin yang akan kalian dengar ini adalah sesuatu yang konyol. Namun mengingat ini adalah sesuatu yang penting untuk kemajuan perusahaan yang aku kelola, maka jalan ini akan aku tempuh"
Young Woon menghela nafas pelan berusaha mengatur kalimat yang akan disampaikan kepada para tamu yang datang di pesta pribadinya. Sepertinya hal yang akan ia sampaikan adalah sesuatu yang berat.
"Sebagai salah satu pemilik saham di Royale Corp, aku berencana untuk menjalin kerjasama dengan Tuan Nam menggabungkan saham yang kami miliki agar kedepannya kami menjadi pemilik tunggal dari perusahaan tersebut"
"Tapi bisnis bukanlah sesuatu yang dapat kalian percaya 100%. Sebagai jaminan tak ada keributan dalam penggabungan saham kami nantinya, kami berencana untuk menjalin persaudaraan satu sama lain. Seperti yang kalian tau, kalau aku dan Tuan Nam masing masing memiliki anak laki laki tunggal, tapi yang mungkin kalian tidak tau, kalau putraku Key dan putra Tuan Nam, Woohyun menjalin sebuah ikatan cinta yang bisa dibilang cukup rumit…"
Smua tamu yang hadir terlihat saling berbisik bisik, bagi mereka mungkin ini sesuatu yang sangat aneh karena percintaan sesama jenis masih sesuatu yang tabu di kalangan masyarakat. Tak terkecuali dengan Sunggyu, pria bermata sipit itu bahkan tak butuh usaha keras untuk membulatkan kedua matanya karena kejutan yang diberikan kedua orangtua angkatnya. Sebuah pengakuan gila di depan umum, apa yang sebenarnya dipikirkan paman dan bibinya?
Sunggyu memberanikan diri melayangkan pandangannya kepada Woohyun, ia menggigit bibir bawahnya saat mendapati Woohyun menampilkan raut wajah tanpa ekspresi. Apa yang sedang dipikirkan pria tampan itu? Kenapa ia sama sekali tak terkejut dengan apa yang baru saja terjadi? Apa ia sudah tau terlebih dulu?
"Ehm, boleh kuminta perhatian kalian lagi?" kembali suara seorang Kim Young Woon memenuhi seluruh ruangan pesta membuat orang orang yang semula berbisik kembali memusatkan perhatiannya pada petinggi Royale Corp tersebut.
"Seperti yang kubilang sebelumnya, kalau putraku sedang menjalin cinta dengan putra dari Tuan Nam, oleh karena itu kami memutuskan untuk mengikat mereka dalam sebuah tali pernikahan agar nantinya perusahaan yang telah aku dan Tuan Nam bangun dapat kami turunkan kepada putra putra kami"
Seperti mendengar petir di langit tanpa hujan, telinga Sunggyu bahkan kini tak mampu menangkap suara apapun, semuanya hanya seperti suara dengungan pada pendengarannya. Pengumuman pernikahan antara Woohyun dan Key seperti sebuah cambukan yang menciptakan kesakitan baru pada pria manis itu. Dan sebelum ia menjadi pusat perhatian karena jatuh pingsan di tengah ramainya pesta, Sunggyu memutuskan untuk berlari keluar dari mini Hall Room itu menuju workshopnya yang lebih sepi..
Sunggyu POV
"Hiks..Hiks" disinilah aku di tempat aku menghabiskan banyak waktu dengan melukis, masih menangis tertahan dengan membenamkan diri di antara kedua lutut yang kutekuk. Seperti kembali ke masa 7 tahun lalu, saat ibu pergi meninggalkanku, aku harus merasakan kehilangan kembali sekarang bahkan lebih menyakitkan. Entah apa yang sudah Woohyun lakukan padaku, hingga aku menjadi orang yang paling lemah seperti ini saat dihadapkan kenyataan bahwa ia akan menjadi milik Key seutuhnya. Sebuah pengakuan sakral bahkan telah dilakukan paman Kim.
Kim Sunggyu, kau sudah kalah telak..
Dan saat aku masih berkutat dengan pikiranku mengenai semuanya, seseorang menghampiriku dengan langkah pelan, orang itu yang baru saja membuatku patah hati. Seharusnya aku menceburkan diri di sungai Han daripada harus menemuinya dalam kondisi menyedihkan seperti ini.
"Hyung…." panggilnya pelan. Kumohon Nam Woohyun, apakah aku benar benar harus menceburkan diri di sungai Han?
"Jangan mendekat Woohyun ah, aku tak mau menyakitimu!" sebisa mungkin aku berusaha membuatku suaraku terdengar kuat, namun semuanya sia sia karena aku masih sesegukan saat mengatakannya.
"Kenapa kau menangis Hyung?"
"Aku tak perlu menjawabnya"
"Apa karena pengumuman itu? Kau terluka mendengarnya Hyung?"
Ya, aku terluka Woohyun, bahkan ingin mati saja. Namun lagi lagi sebuah kebohongan yang mengalir dalam suaraku saat menjawabnya.
"Aniyoo, aku hanya sedang rindu dengan kedua orangtuaku"
Woohyun berjalan mendekatiku, dan duduk bersimpuh saat kami sudah berhadapan. Tangannya yang lembut menarik kencang lenganku, hingga aku terjatuh dalam pelukannya. Terasa hangat, sungguh..
"Kumohon jangan berbohong lagi Hyung, katakan yang sejujurnya. Kau menyukaiku bukan?" ujar Woohyun sambil membelai lembut punggungku. Ucapannya membuat cairan bening itu kembali menumpuk di pelupuk mataku. Tidak, aku tak ingin Woohyun melihatku seperti orang yang memerlukan pertolongan. Dengan sekuat tenaga aku mendorong tubuh Woohyun yang masih mendekapku erat hingga pria itu jatuh terjerembab di hadapanku.
Aku segera berdiri dan dengan cepat menghapus airmata sial ini.
"Cih, aku baru tahu kalau ada manusia dengan kadar kepercayaan diri sangat tinggi sepertimu Nam Woohyun!"
Woohyun bangkit dari posisinya setelah terjatuh, dan mensejajarkan pandangannya dengan mataku.
"Kau menyukaiku Hyung! Kalau tidak, tak mungkin kau kabur setelah pengumuman pernikahanku dengan Key!" tuduhnya membuatku ingin membekap mulutnya dengan kedua tanganku.
"Lalu kau mau bagaimana? Mengatakan semua hal memalukan itu haaah! Baiklah, dengarkan aku baik baik, aku memang menyukaimu semenjak Key mengenalkanmu padaku. Aku marah saat ini, karena harus melepaskan hal yang paling aku inginkan untuk orang paling aku sayangi! Dan sebelum aku menyakitimu sekarang, lebih baik kau menyingkir dari hadapanku!" akhirnya smua kekesalan itu tumpah dalam sebuah kalimat makian tepat di hadapan Woohyun.
Dan tanpa sebuah peringatan Woohyun menarikku kembali untuk memberikanku sebuah ciuman memabukkan.
Author POV
Woohyun menarik lengan Sunggyu dengan kasar, kemudian mengunci tubuhnya dalam sebuah dekapan erat. Tangan kiri Woohyun menyelimuti pinggang ramping pria cantik itu, sedangkan tangan satunya menekan tengkuk Sunggyu agar ciuman mereka semakin dalam. Woohyun melumat dengan serakah bibir atas dan bawah Sunggyu secara bergantian, tanpa sedikit pun mendengar rintihan Sunggyu yang memintanya dilepaskan.
"mmpphhh, Hyuuunn.. leepphhasshh" rintihan itu berubah menjadi desahan saat Woohyun mulai menerobos goa hangat milik Sunggyu.
Dengan sekuat tenaga kedua tangan Sunggyu berusaha mendorong dada bidang Woohyun yang masih mendekapnya erat. Kedua tubuh pria yang masih bercumbu panas itu menempel sempurna, hingga tak ada sekat antara mereka. Woohyun mendesak Sunggyu hingga tubuh belakang Sunggyu menabrak dinding sudut ruangan. Rintihan itu semakin menjadi desahan tertahan karena tangan Woohyun mulai bergerilya melucuti satu persatu pakaian yang dikenakan Sunggyu. Sadar dengan apa yang akan dilakukan Woohyun, dengan sisa tenaganya Sunggyu kembali mendorong tubuh Woohyun dan menampar wajahnya dengan kasar.
"Brengsek!"
Woohyun menyeka darah segar yang mengalir dari sudut bibirnya akibat tamparan yang dilayangkan Sunggyu. Penyesalan menguasai hatinya karena ia baru saja menyakiti hal yang paling disayanginya.
"Mianhae Hyung"
"Kau pikir bisa mempermainkanku seenaknya? Kau benar benar brengsek Nam Woohyun, aku membencimu, benar benar membencimu" kembali Sunggyu berteriak histeris hingga membuat Woohyun semakin dilanda penyesalan. Ia berjalan mendekati Sunggyu yang telah duduk bersimpuh karena kehilangan tenaganya. Diraihnya tubuh lemah itu, sedikit penolakan ia rasakan namun tak lama Sunggyu membalas pelukan pria tampan itu.
"Biarkan seperti ini dulu Hyung. Aku… butuh waktu untuk memikirkannya."
"Aku membencimu Woohyun ah.." lirih Sunggyu dengan suara pelan..
Aku sangat membencimu, dan aku lebih menginginkanmu..
Bersambung
