Ketika aku masih kecil, aku pernah bertanya pada diriku sendiri,

"Jika aku pergi tanpa berpaling kembali,

sejauh apa aku dapat pergi?"

.

.

Cinq

EXO Fanfiction

.

.

"Tugasku belum selesai. Kau pulang saja duluan dengan yang lainnya, ne?"

Tao menghela napas dalam-dalam. Ia sudah menunggu Yixing hampir empat puluh menit lamanya dan tugasnya tak kunjung selesai. Meskipun Tao adalah seorang lelaki dan jarum jam sudah menunjukkan pukul sembilan lewat sepuluh malam, ia masih bersikukuh untuk menunggu Yixing lebih lama lagi agar mereka dapat pulang bersama.

Bahkan mungkin ia akan tetap menunggu hingga dunia ini berakhir. Mungkin.

Ia menaruh tasnya kembali dan duduk di samping Yixing. Raut mukanya terlihat kusut dan Yixing mengaitkan ekspresi datar di wajahnya.

"Aku akan menunggumu, ge,"

"Jangan manja, Zitao. Kau ini laki-laki. Namja mana yang tidak berani pulang sendirian di malam hari? Aku curiga, jangan-jangan kau ini seorang yeoja,"

Tao merebut buku yang sedang digenggam oleh Yixing.

"Aku menunggumu untuk mengembalikan buku pelajaranku, ge. Besok aku ada ujian. Kalau kau menggunakan buku pelajaranku sebagai referensi tugasmu dan bahkan tugasmu tidak selesai juga sejak empat setengah jam yang lalu, kapan aku bisa belajar untuk ujian besok?!"

Ia menaruh bukunya di atas meja, tepat di depan tubuh Yixing. Tao akan selalu bersabar dalam menghadapi Yixing, tetapi tidak untuk kali ini. Ia butuh belajar, ia butuh bukunya agar kembali ke dalam pangkuannya. Itulah sebabnya mengapa ia mau menunggu Yixing di perpustakaan sejak sore hari dan menghabiskan waktu luangnya yang berharga hanya untuk menemani Yixing.

Tao merasakan penyesalan menderu dirinya dalam-dalam.

Yixing menggaruk kepalanya. Ia tidak berani memandang Tao.

"K-kalau begitu, ini, kukembalikan. Maafkan aku, Zi–"

"Hei, Yixing, aku pulang duluan,"

Tinggi, tampan, dan beralis tebal adalah hal-hal yang dapat Tao simpulkan dari seseorang yang menyapa Yixing dan menepuk bahunya. Mereka saling bertukar sapa dan salam. Tao tidak bermaksud untuk bergabung tetapi sepertinya kehadiran Tao di dekat Yixing membawanya terjun ke dalam pembicaraan mereka.

Sosok itu mengajak Tao berbicara.

"Temanmu?" dan Yixing hanya mengangguk.

Salah. Hanya tatapan matanya saja yang mengajak diri Tao untuk turut berinteraksi.

"Kenalkan, teman sekaligus adik kelasku, Huang Zitao,"

Sebuah jabatan tangan adalah hal yang umum dan biasa terjadi di kalangan banyak orang saat berjumpa pada pertemuan pertama.

"Annyeonghaseyo, Huang Zitao imnida,"

Mungkin tidak untuk kali ini.

Mungkin pertemuan pertama tidak lagi menjadi hal yang umum pada detik berikutnya dimana mereka berjabat tangan, Zitao melepaskan sentuhan telapak tangannya dan sosok lainnya tersenyum. Ada melodi yang tak terdengar mengisi udara di antara keduanya.

"Wu Yifan,"

Yixing masih melanjutkan tugas kuliahnya yang belum selesai.

.

Ketika aku masih kecil, aku pernah bertanya pada diriku sendiri,

"Jika aku pergi tanpa berpaling kembali,

sejauh apa aku dapat pergi?"

lalu aku terus berjalan, membiarkan pertanyaan itu menggantung di benakku,

tanpa melihat sekitar, hanya memberikan perhatian kepada langit biru.

.

.

.


To be continued.