Jalan Takdirku
By
Tabita Pinkybunny
Disclaimer :
Sejak pertama kali diciptakan hingga kini,
Naruto masih tetap punya
Masashi Kishimoto
Warning :
Cerita GaJe, typo, ancur dan berantakan.
Lemon jelek, ga mutu dan
mengandung kata-kata kasar. Anak dibawah umur
silahkan tinggalkan fic ini segera.
No flame!
Summary :
Hidupku kini semakin hancur disaat aku
terpaksa harus menikah dengan
pemuda yang menodaiku
Chapter 1
Lima orang pemuda tengah duduk saling berhadapan disuatu ruangan besar, dengan sesekali melihat ke arah seorang pemuda lainnya yang duduk di kursi terpisah yang letaknya tak jauh dari kelima orang pemuda itu duduk.
Seperti tidak terusik dengan sepuluh pasang mata yang tengah menatapnya, pemuda berambut raven yang bernama lengkap Uchiha Sasuke itu masih saja tetap dalam posisinya, melamun sambil menatap taman dari balik kaca.
"Hah...! Lagi-lagi dia seperti itu. Lama-lama aku kasihan juga melihatnya." kata pemuda bermata safir, Uzumaki Naruto, prihatin.
"Padahal sudah hampir tiga tahun berlalu, tapi Sasuke sepertinya belum bisa untuk melupakan gadis itu. Kelihatannya Sasuke sudah benar-benar cinta mati padanya." tambah Hidan sambil meneguk cairan terakhir wyne nya.
"Jangan terlalu keras membicarakan gadis itu, Hidan. Jika Sasuke dengar, kau akan celaka. Aku rasa mulai sekarang kita tak perlu mencampuri urusan mereka lagi."
Hidan menuangkan kembali cairan wyne kedalam gelasnya, kemudian meneguknya dalam sekali saja.
"Ck, kau ini. Bilang saja kau itu tak mau peduli dan ambil pusing dengan masalah Sasuke, makanya kau tadi bicara begitu. Kau memang bukan sahabat yang baik, Pein. Mendekat jika butuh saja." Hidan tersenyum mengejek pada pemuda berpierching itu, yang hanya dibalas Pein dengan deathglare.
"Hah...bukannya kau itu sama saja denganku? Kau mencari Sasuke jika kau ingin meminta nomor telepon gadis-gadis kenalannya yang akan kau ajak tidur. Aku benar kan? Itu bahkan jauh lebih parah."
"Memangnya kenapa jika iya? Apa urusannya denganmu, hah! Bukannya kau ju-"
"BERISIK!" teriak Sasuke tiba-tiba yang membuat dua orang pemuda yang tadi tengah berdebat dan tiga orang lainnya menatapnya.
"Kalian semua membuatku muak! Brengsek!" umpat Sasuke dan berjalan menuju pintu.
"Hari ini ada rapat, kau ingat kan?" tanya Gaara sesaat sebelum Sasuke benar-benar keluar dari ruangan. Namun Sasuke hanya menghentikan langkah kakinya sebentar dan kemudian langsung melenggang pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Gaara.
"Keras kepala dan selalu saja seenaknya sendiri. Jika terus begini, Taka bisa bubar." Gaara mendesah putus asa sambil memegangi kepalanya frustasi.
"Aku sudah pernah bilang untuk kita mencari vokalis yang baru. Tapi kalian masih saja bersikeras untuk mempertahankan Sasuke. Sekarang, kita sendiri kan yang repot?"
"Tapi Neji, tidak ada orang lain yang cocok menggantikan posisi Sasuke dalam Taka. Dia orang yang berkharisma. Dan kau tahu sendiri kan, band kita bisa sukses karena vokalis kita adalah seorang Uchiha Sasuke. Pemuda yang punya pengaruh besar di Konoha dan banyak digilai gadis-gadis. Bukankah itu sasaran kita?"
"Tapi dia terlalu banyak membuat skandal. Itu tidak bagus juga untuk kemajuan Taka. Apalagi, aku rasa kali ini masalah perpisahan Sasuke dengan Azuki benar-benar sudah mempengaruhi diri Sasuke. Dia jadi mudah sekali emosi dan jarang ikut latihan. Apa menurut kalian dia masih bisa diharapkan? Kalau aku...aku tidak akan pernah mau mengambil resiko."
"Yang dikatakan Neji ada benarnya juga, Sasuke sekarang benar-benar sudah berubah. Bahkan dia juga sering mengencani para gadis cantik yang tidak diketahui asal-usulnya. Setelah diajak tidur lalu ditinggal begitu saja. Ini bisa merusak image band kita."
"Cih! Kau ini, Hidan. Lima menit yang lalu kau mengatakan aku bukan sahabat yang baik karena tak mau membantu Sasuke. Tapi sekarang, apa ini? Kau juga menyerang Sasuke dibelakangnya dan setuju kalau posisinya digantikan oleh orang lain. Ckckck...benar-benar seorang sahabat yang baik." kata Pein balik mengejek Hidan yang membuat pemuda brambut klimis itu merengut kesal.
"Ada apa dengan kalian semua? Kenapa tiba-tiba kalian ingin mengganti posisi Sasuke? Kita masih bisa membicarakan masalah ini baik-baik kan?"
"Naruto, aku tahu kau itu sangat dekat dengan Sasuke dan sudah menganggapnya seperti saudaramu sendiri. Tapi kali ini, kita haruslah bersikap profesional. Sasuke sudah tak peduli lagi dengan kelangsungan band kita. Dia sudah tidak bisa lagi diharapkan untuk mengisi posisi penting di Taka. Jadi mau tidak mau kita harus mencari vokalis yang baru. Ini juga demi mempertahankan eksistensi Taka."
"Tapi Neji...aaargh! Gaara, kenapa kau diam saja? Cepat katakanlah sesuatu. Kau tidak setuju jika posisi Sasuke digantikan orang lain kan?" tanya Naruto pada pemuda bertato 'ai' itu, yang sedari tadi belum mau berkomentar apapun dan justru sedang asyik membolak-balikkan halaman demi halaman sebuah majalah dewasa.
"Maafkan aku, Naruto. Tapi..." Gaara menutup majalah ditangannya dan melemparnya pelan diatas meja. " Aku rasa aku setuju dengan pendapat Neji dan Hidan untuk mengganti posisi Sasuke. Karena selama Sasuke masih belum bisa mengembalikan dirinya seperti dulu, dia tidak akan bisa fokus lagi dengan pekerjaannya. Dan itu artinya dia juga tidak bisa lagi untuk membantu kemajuan Taka. Aku dan kalian tentunya tak mau jika band yang sudah kita rintis selama hampir lima tahun ini bubar begitu saja kan? Jadi daripada kita mengambil resiko, lebih baik kita mengganti posisi Sasuke saja sebagai vokalis."
"Aku tahu itu. Tapi...tak bisakah kita memberi kesempatan sekali lagi untuk Sasuke? Aku yakin dia pasti bisa berubah menjadi seperti dulu lagi." Naruto menatap penuh harap pada keempat sahabatnya. Sebisa mungkin dia harus bisa meyakinkan pada yang lainnya jika Sasuke pasti bisa kembali lagi ke dirinya yang dulu. Naruto benar-benar tak mau jika tali persahabatan yang telah cukup lama terjalin ini putus hanya karena masalah seperti ini. Dia tak mau sahabat-sahabatnya saling menjatuhkan satu sama lain.
"Ayolah, teman-teman! Berikanlah Sasuke kesempatan sekali lagi. Bagaimana pun juga dia itu sahabat kita kan? Aku yakin kalian pasti juga masih punya rasa kepedulian padanya. Benar kan?"
"Baiklah, aku mau memberinya satu kesempatan sekali lagi." kata Pein.
Naruto menatap Hidan dan meminta jawaban.
"Yah...kalau memang kau yakin dia bisa berubah, kenapa tidak?"
"Lalu bagaimana dengan kalian berdua? Gaara, Neji?"
"Kalau memang banyak yang setuju untuk memberi Sasuke kesempatan sekali lagi, aku ikut saja." jawab Neji sambil melipat tangannya di depan dada. "Kau sendiri bagaimana, Gaara?" tanya Neji.
"Aku setuju saja dengan kalian. Tapi...jika dia masih tidak bisa berubah juga, terpaksa kita akan mencari vokalis baru. Dan tentunya kita akan membicarakan masalah ini dengan Itachi-nii dulu. Karena bagaimana pun juga Itachi-nii adalah produser kita dan kakak Sasuke. Jadi aku yakin dia pasti tahu baiknya nanti seperti apa." kata Gaara yang disetujui oleh semuanya.
'Teme, posisimu sedang terancam sekarang.'
XOXOXOXOXOXOXOXOXOXO
Beberapa orang gadis sedang bergerombol mengitari sebuah meja sambil seskali mengeluarkan komentar aneh, GaJe, sampai tidak penting sama sekali mengenai foto yang terpampang di halaman utama sebuah majalah remaja. Mereka bahkan tak segan dan malu mengeluarkan komentar-komentar menggoda dengan dibubuhi tawa-tawa mengerikan yang membuat orang yang mendengarnya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan gadis-gadis kelas 3 SMA itu.
"Kyaaa...! Coba lihat, Gaara terlihat tampan sekali disini." komentar seorang gadis pirang diikat ekor kuda, Yamanaka Ino, yang sebelumnya sempat berteriak mengganggu penghuni kelas lain yang sedang menikmati acara istirahat mereka.
"Jika Sai tahu kau mengatakan Gaara itu tampan, aku yakin dia pasti cemburu." kata Shion.
"Biar saja dia cemburu. Tapi memang sebuah kenyataan kalau Gaara itu tampan. Buktinya kalian semua juga menyukainya kan?"
"Menurutku yang paling tampan itu Sasuke. Selain tampan, dia juga keren, kaya, dan tentunya dia adalah vokalis Taka." kata gadis berambut merah dan berkacamata, Karin.
"Dari dulu kan kau memang terobsesi sekali dengan Sasuke. Bahkan saking terobsesinya, kau sampai-sampai mengedit foto Sasuke yang biasa-biasa saja menjadi bertelanjang dada dan menempelnya di kamar tidur dan kamar mandimu. Benar kan?" goda Matsuri yang langsung membuat muka Karin memerah.
"Sakura, kau sendiri suka siapa?" tanya Ino pada gadis berambut sewarna dengan permen kapas yang dari tadi hanya diam saja tanpa ada keinginan sedikit pun untuk bergabung dan justru tengah asyik mengerjakan tugas bahasa Inggris yang diberikan gurunya. Benar-benar contoh siswi yang rajin.
"Suka? Suka akan hal apa maksudmu?" tanya Sakura balik sambil membuka kamus bahasa Inggrisnya yang baru saja dia keluarkan dari dalam tas pinknya.
"Ini, Taka. Dari semua personilnya kau suka siapa? Gaara, Neji, Hidan, Pein, Naruto, atau Sasuke?" Ino mengulang kembali pertanyaannya sambil menunjukkan foto enam orang pemuda yang terpampang di majalah yang kini tengah dipegangnya.
"Ooo...mereka yang kau maksud. Aku kira tadi siapa. Aku tidak suka siapa pun dari mereka berenam. Bagiku semua itu tidak penting. Toh, aku tidak kenal mereka juga kan?" jawab Sakura enteng.
"Ya ampun, Sakura. Kau itu sebenarnya gadis macam apa sih. Melihat enam cowok tampan seperti Taka tidak ada respon apapun."
"Aku hanya akan merespon terhadap hal-hal yang penting saja. Jadi untuk hal yang tidak penting, aku sama sekali tak peduli." Sakura melanjutkan mengerjakan tugasnya.
"Memangnya apa yang sedang kau kerjakan sih? Dari tadi kau terlihat sibuk sekali." Matsuri menengok kegiatan yang dikerjakan oleh Sakura sedari tadi, hingga membuat gadis bermarga Haruno itu terlihat sangat sibuk.
"Tugas bahasa Inggris? Bukankah itu dikumpulkan minggu depan. Kenapa kau kerjakan sekarang?" tanya Karin.
"Kau ini, Karin. Seperti tidak kenal dengan Sakura saja. Nona Haruno kita ini kan terkenal super duper rajin. Karena itulah, tugas untuk minggu depan dia kerjakan sekarang. Kelak dia kan akan jadi seorang dokter. Iya kan, Sakura-chan?" goda Shion yang ditanggapi yang lain dengan tawa. Sedangkan Sakura, jangan ditanya lagi. Dia tetap dalam kegiatannya. Belajar...belajar...dan belajar.
"Prinsipku adalah lebih baik memanfaatkan waktu yang ada utuk mengerjakan sesuatu yang berharga daripada membuang waktu untuk mengurusi hal tak berguna." Sakura menutup buku tugasnya dan memasukkannya kedalam tas.
"Sesuatu yang tak berguna? Maksudmu?" tanya Ino tak mengerti mewakili pertanyaan yan lainnya.
"Maksudku yang tak berguna adalah...itu." tunjuk Sakura pada foto enam orang pemuda tampan yang tergabung dalam band Taka.
1 detik...
2 detik...
3 detik...
"SAKURAAA...!" teriak Matsuri, Ino, Shion, dan Karin kesal secara bersamaan. Yang hanya ditanggapi Sakura dengan menutup kedua lubang telinganya.
XOXOXOXOXOXOXOXOXOXO
Suara dentuman musik keras menggema memenuhi seluruh ruangan yang dihiasi banyak lampu berkelap-kelip. Beberapa orang tengah asyik menggoyang-goyangkan tubuh seirama dengan musik yang menggema, dan sebagian orang lagi lebih memilih duduk untuk sekedar ngobrol, minum, ataupun bermesraan dengan para kupu-kupu malam yang memang sengaja dibayar untuk menghibur. Terutama untuk para lelaki hidung belang yang mencari kepuasan tersendiri.
Dan di tempat inilah sekarang Uchiha Sasuke berada. Di Starlight diskotik. Menikmati sebotol vodka nya, sambil ditemani seorang gadis penghibur yang kini tengah duduk diatas pangkuannya sambil sesekali menciumi lehernya dengan penuh nafsu.
"Apa setelah ini kau mau lanjut ke acara berikutnya, Sasuke-kun?" tanya gadis penghibur itu dengan nada menggoda.
"Tidak malam ini, Yuki. Aku sedang malas bercinta." jawab Sasuke dan kembali meneguk cairan vodka nya.
"Kenpa begitu? Kemarin kan kita tidak bercinta, masa sekarang kita tidak melakukannya lagi." Gadis yang bernama Yuki itu terlihat kesal namun masih saja membelai-belai tubuh Sasuke.
"Hn, mau bagaimana lagi? Ada banyak masalah yang akhir-akhir ini menghampiriku. Jadi aku kurang bersemangat untuk bercinta denganmu. Aku harap kau mengerti."
"Yah...apa boleh buat? Mungkin ini resikonya jika aku berkencan dengan seorang publik figur sepertimu. Selalu saja sibuk dan tak punya waktu."
"Hn, kita bisa melakukannya lain kali. Jika aku ingin bercinta, aku akan menghubungimu. Dan kau bisa langsung datang ke apartemenku. Bagaimana?"
"Baiklah, asal kau jangan sampai menghubungi gadis penghibur lain selain aku." jawab Yuki dan kembali menciumi leher Sasuke dan tangannya sibuk meraba-raba dada bidangnya.
"Sudah aku duga kau pasti disini." kata sebuah suara yang mengagetkan Sasuke dan Yuki, yang sukses menghentikan 'aktivitas' yang tadi mereka berdua lakukan.
"Rupanya kau, Dobe. Aku pikir tadi siapa. Kau mau minum?" tawar Sasuke sambil mengoyang-goyangkan botol vodka yang diambilnya dari atas meja.
"Ini bukan saatnya untuk minum-minum, Teme! Apa kau tahu apa yang terjadi di markas Taka tadi? Posisimu sedang terancam sekarang."
"Hn, benarkah? Aku tidak tahu masalah itu dan aku tak mau tahu." jawab Sasuke enteng yang membuat pemuda berambut durian dihadapannya kesal.
"Kita harus bicara, Teme. Penting! Jadi, sekarang juga persilahkan nona yang ada dipangkuanmu itu untuk turun dan pergi. Bisa kan?"
"Pergilah, Yuki. Ada urusan yang harus aku bicarakan dengan temanku." perintah Sasuke.
Tanpa protes sedikit pun, Yuki segera turun dari pangkuan Sasuke dan melenggang pergi saat sebelumnya dia sempat menatap tajam ke arah Naruto yang dianggapnya sebagai pengganggu acara bermesraannya dengan Sasuke.
Naruto mengambil duduk tepat disamping kiri Sasuke yang masih saja asyik meneguk minumannya dengan sesekali menghentak-hentakkan kakinya menikmati dentuman musik di Starlight diskotik.
"Sampai kapan kau mau begini terus, Teme?"
"Maksudmu?"
"Kau harus merubah kebiasaan burukmu ini. Berhentilah mengencani gadis-gadis tak jelas dan fokuslah dengan Taka."
"Jadi kau sedang menceramahiku, Dobe. Begitukah?"
"Bukan begitu maksudku, Teme. Hanya saja...kalau kau tidak bisa berubah dan kembali ke dirimu yang dulu, maka Neji dan yang lainnya akan..."
"Mengganti posisiku sebagai vokalis. Itukah yang ingin kau katakan, Dobe?"
"Teme..."
"Aku tidak peduli akan hal itu, Dobe. Jika memang kalian ingin mengganti posisiku sebagai vokalis Taka, lakukan saja. Aku sudah tidak mau tahu lagi."
"Apa hanya ini yang bisa kau lakukan? Karena Azuki meninggalkanmu lalu kau menjadi berubah seperti ini dan tak mau peduli lagi dengan Taka."
"..."
"Sadarlah, Teme. Perjalanan hidupmu itu masih akan terus berlanjut dan tak hanya berhenti sampai disini saja. Kau bisa mencari gadis lain yang jauh lebih baik dari Azuki. Yang bisa lebih tulus mencintai dan menyayangimu. Jauh lebih setia dan..."
BRAAAK! Sasuke menggebrak meja dan berdiri sambil menatap tajam ke arah Naruto yang kini juga tengah menatapnya dengan ekspresi wajah sedikit terkejut.
"Apa hakmu mencampuri urusanku, hah! Kau tidak tahu apa-apa mengenai Azuki. Jadi berhentilah bersikap sok pintar seperti itu dihadapanku."
"Teme, aku..."
"Mulai sekarang, urusi urusanmu sendiri dan jangan pernah pedulikan aku. Aku senang dengan hidupku yang sekarang. Jadi berhenti menyuruhku untuk merubah apa yang menjadi kesenanganku ini. Dan mengenai Taka..."
"..."
"Seperti yang aku katakan tadi padamu. Aku sudah tak mau peduli lagi dengan urusan Taka. Jadi terserah kalian jika memang kalian ingin mencari vokalis baru. Aku tidak akan merasa keberatan sama sekali. Karena sejujurnya, aku sendiri sudah mulai jenuh dan bosan dengan semua ini. Aku lelah."
"..."
"Dan sebaiknya mulai sekarang anggap saja kita tidak saling mengenal satu sama lain. Anggap saja aku ini hanyalah masa lalu kalian yang harus kalian lupakan. Jadi dari sekarang, kita ambil jalan kita masng-masing. Selamat tinggal, Dobe..."
"Kau mabuk, Teme. Biar aku antar kau pulang." tawar Naruto yang membuat Sasuke menghentikan langkah kakinya sejenak.
"Aku masih bisa menyetir sendiri. Kau tak perlu mencemaskanku." kata Sasuke lagi dan segera berlalu dari hadapan Naruto.
XOXOXOXOXOXOXOXOXOXO
Sakura berjalan melewati pusat hiburan Konoha sendirian. Dia semakin mempercepat langkah kaki jenjangnya saat dia tahu jam di pergelangan tangannya sudah menunjukkan hampir pukul 11 malam. Dengan masih memacu langkah kakinya, gadis berusia 18 tahun itu sesekali menggerutu tak jelas sambil mengotak-atik handphone nya yang sama sekali tak bisa diandalkan untuk mempercepat dirinya sampai ke rumah.
"Huh, dasar Ino pig! Gara-gara mendengarkannya bergosip, aku jadi harus pulang larut begini. Dan kenapa sih Kakuzu harus jatuh sakit disaat seperti ini? Aku kan jadi kerepotan mencari Taxi. Benar-benar sial!" kata Sakura kesal sambil mata emeraldnya awas meneliti jalanan untuk mencari Taxi yang mungkin saja lewat dan bisa segera mengantarkannya ke rumah. Yah...meskipun sepertinya agak mustahil ada Taxi yang mau lewat di pusat hiburan semacam ini, yang memang bisa dikatakan sebagai tempat 'kotor' dan rawan akan tindakan kriminal.
Jika Sakura bisa memilih, dia sendiri juga tidak mau untuk melewati tempat yang sangat menjijikkan ini. Tapi karena tempat ini adalah jalan pintas yang pas untuk sampai ke rumahnya, jadi mau tak mau dia terpaksa melewatinya.
Tap...tap...tap...! Indera pendengaran Sakura menangkap suara langkah kaki lain berada tepat dibelakangnya. Langkah kaki itu terdengar semakin jelas saat Sakura kini sudah memasuki sebuah gang sempit yang gelap dan sepi. Langkah kaki asing itu terus saja mengekor dibelakang Sakura dengan tempo yang semakin cepat dari yang sebelumnya. Dan jujur saja, Sakura benar-benar tidak suka akan hal ini. Dia merasa bahwa langkah kaki itu adalah sebuah ancaman baginya. Dia merasakan sebuah firasat buruk.
Dengan terus berusaha menenangkan dirinya yang ketakutan, Sakura semakin memacu langkah kakinya dan berharap bisa segera keluar dari tempat mengerikan ini. Namun saat dia hampir mencapai ujung gang, sesosok pemuda sudah berdiri tepat dihadapannya dan menghalangi jalannya.
"Akhirnya kau kembali juga. Kali ini aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi lagi." kata sosok pemuda itu sambil berjalan mendekati Sakura.
Dengan tubuh yang masih gemetar karena ketakutan, Sakura berjalan mundur untuk menghindar dari sosok pemuda misterius berambut raven itu.
"Si...Siapa kau! Aku tidak kenal denganmu. Me...Menjauhlah dariku." kata Sakura dengan air mata yang hampir saja keluar dari pelupuk matanya.
"Sebegitu bencikah kau padaku, sampai-sampai kau berpura-pura tidak mengenaliku. Tahukah kau, tanpamu hatiku terasa hancur. Aku serasa tak ingin hidup lagi. Karena itulah...aku tak akan melepaskan kau lagi. Tak akan pernah." Sosok pemuda itu melangkah kembali mendekati Sakura.
"Pergi! Jangan dekati aku! Ja-kyaaa...!" teriak Sakura histeris saat sosok pemuda itu menyeret tubuhnya dengan paksa dan membawanya masuk ke dalam sebuah gedung bekas pabrik minuman keras.
"Lepaskan aku, bajingan! Lepaskan!" Sakura sekuat tenaga berusaha berontak dan mencoba melepaskan diri dari cengkraman pemuda raven itu. Namun apa daya, Sakura adalah seorang gadis biasa yang lemah yang kekuatannya tidak sebanding dengan pemuda itu, yang kini masih saja menarik tubuh mungil Sakura masuk ke dalam gedung tua yang gelap dan sunyi itu.
"Tolong! Tolong aku! To..."
"DIAM!" teriak pemuda raven itu, dan langsung menghempaskan tubuh mungil Sakura diatas tumpukan kardus bekas.
"Percuma saja kau berteriak meminta tolong seperti itu. Sampai pita suaramu putus sekali pun, tidak akan ada yang datang untuk menolongmu."
"Hik...hiks...sebenarnya apa yang kau inginkan dariku? Kenapa kau memperlakukanku seperti ini? Aku mohon lepaskan aku. Aku mohon...hiks..."
"Yang aku inginkan adalah kau. Dan apapun yang terjadi, aku tak akan pernah melepaskan dirimu untuk yang kedua kalinya."
"..."
"Malam ini adalah takdirku bertemu kembali denganmu. Karena itulah, aku tak akan pernah menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Malam ini aku akan menjadikanmu milikku. Seutuhnya..."
Pemuda raven itu membuka satu persatu pakaian yang melekat ditubuhnya termasuk celana hitam panjangnya yang sedari tadi sudah terasa sesak. Dengan tubuh telanjang tanpa sehelai benang pun yang menutupi, pemuda tampan raven itu kini beralih mendekati Sakura dan dengan paksa langsung melucuti semua pakaian seragam yang dikenakan gadis Haruno itu hingga kini sama telanjangnya dengan dirinya.
"Jangan lakukan itu! Aku mohon...hiks..." kata Sakura mengiba agar dirinya dilepaskan. Namun nihil, pemuda raven yang sedang dalam keadaan mabuk berat itu sama sekali tak menghiraukannya. Dan sekarang dia justru menindih tubuh mulus Sakura dan menikmatinya dengan penuh nafsu.
Tangan kekarnya kini menuju ke kedua bukit kembar Sakura yang besar dan menantang, dan meremasnya.
"Hentikan...aaah..." kata Sakura berusaha menolak tubuhnya dipermainkan. Tapi sepertinya bibirnya berkata lain. Bukan penolakan yang keluar, namun justru desahan yang meluncur. Dan ini sukses membuat pemuda raven itu menyeringai mendengarnya.
Pemuda raven itu kembali meremas-remas payudara Sakura dengan tangan kanannya, sedangkan tangan kirinya beralih menuju lorong Sakura yang ternyata sudah sangat basah.
"Jang...an...aaah...hentikan. Ak...uuu...mohon..."
"Tenanglah sayang, aku tidak akan menyakitimu. Aku akan segera memuaskanmu." kata pemuda raven itu dengan semakin mempercepat gerakan in-out jarinya di lorong milik Sakura.
"Tidak...aaah...ak...uuu...tidak mau. Hen...tikan...aaah..." Nafas Sakura mulai terdengar tak beraturan dan tubuhnya menggeliat kesana-kemari berusaha untuk menolak dengan keras apa yang dilakukan pemuda brengsek itu padanya.
"Hentikan! Jangan lakukan ini padaku. Kumohon lepaskan aku...hiks..."
"Stss! Kau jangan khawatir. Nikmati saja permainan ini. Setelah kau merasakannya sekali, aku yakin kau akan ketagihan. Lagipula, sepertinya kau juga menyukainya kan?" kata pemuda itu kembali meremas payudara Sakura dan memainkan lorongnya.
"Tidak, hentikan! Henti...umm...hmm..." Sakura tak mampu melanjutkan kata-katanya karena bibirnya sudah dikunci oleh bibir pemuda itu. Dengan kasar dan penuh nafsu, pemuda itu terus melumat bibir Sakura dan berusaha memasukkan lidahnya kedalam mulut Sakura. Hingga saking kasarnya, bibir Sakura kini sedikit mengeluarkan darah.
"Umm...hmm..."
"Sshs...aaah..."
Pemuda itu melepaskan lumatannya dan beralih menatap mata emerald Sakura yang kini juga tengah menatapnya dengan tatapan mengiba.
"Hik...hiks...lepaskan aku. Jangan sakiti aku. Biarkanlah aku pergi. Hiks..."
"Kau tahu, kau bertambah cantik jika kau sedang menangis. Dan sekarang, kita akan segera menuju ke permainan inti. Jadi bersiap-siaplah, sayang." kata pemuda itu dengan sebuah seringai kembali menghiasi bibirnya.
Dia mengarahkan tangannya pada kedua paha Sakura, dan membuka lebar kedua paha mulus itu. Sakura berusaha keras menggerak-gerakkan kakinya kesana-kemari agar pemuda brengsek itu tidak bisa melakukan hal yang selanjutnya, yang Sakura sudah tahu benar apa itu.
Tapi dengan cepat dan cekatan, pemuda itu sudah terlebih dahulu memegang erat paha Sakura dengan kedua tangan kekarnya hingga sekarang tidak bisa bergerak. Pemuda itu kembali melebarkan paha Sakura dan berusaha memasukkan kejantanannya pada lorong Sakura yang terlihat menggoda itu. Dan saat ini Sakura benar-benar sangat ketakutan.
"Kumohon jangan! Ja-aaakh...!" teriak Sakura kesakitan, saat kejantanan pemuda itu berhasil memasuki lorongnya, merobek selaput daranya dan menyebabkan darah mengalir keluar. Darah keperawanannya, yang harusnya masih dia jaga untuk suaminya kelak.
Tapi kini...semuanya hancur sudah. Sakura merasa benar-benar sudah tidak ada artinya lagi. Dia sudah tidak suci lagi. Dan dia...pemuda raven tampan itulah yang merenggutnya dengan paksa. Merenggut mahkota keperawanannya.
"Hiks...sakit. Hentikan...hentikan...hiks..."
"Bersabarlah sedikit, lama kelamaan ini tidak akan terasa sakit lagi dan justru kenikmatanlah yang akan kau dapat."
"Tidak! Sakit...hentikan...hiks...Hentikan...hiks..."
"Sshs...aaah...kau benar-benar nikmat, manis. Meskipun sudah hampir tiga tahun kita tidak bertemu, kau masih saja terasa sangat nikmat. Sshs...aaah..." kata pemuda itu sambil terus memacu kejantanannya keluar masuk di lorong Sakura dan mulutnya melahap kedua payudara Sakura yang menganggur.
"Sakit...hentikan! Henti...kan...aaah...Sak...it...aaah..."
"Sshs...ini benar-benar nikmat. Tidakkah kau juga menikmatinya, heh?"
"Hiks...kumohon hentikan! Ini sakit. Henti...aaaaah..." kata Sakura terpotong, karena dia akhrinya harus mendesah panjang saat dia merasakan klimaksnya untuk yang pertama kalinya.
Mengetahui Sakura sudah klimaks dan tubuhnya lemas, pemuda raven itu segera bangkit dari tubuh Sakura dan mengenakan pakaiannya kembali saat sebelumnya dia sempat mencubit kedua puting payudara Sakura dan kembali melumat bibir gadis pink itu.
"Aku pikir aku bisa menikmati tubuhmu lebih lama lagi. Ternyata dugaanku salah. Baiklah...permainan kita untuk malam ini sampai disini. Aku sudah cukup puas dengan ini. Sampai jumpa, manis. Sampai jumpa..." Pemuda raven itu menggantung ucapannya yang membuat Sakura menatapnya dengan tatapan penuh tanya sekaligus tatapan penuh kebencian.
"..."
"Azuki." lanjut pemuda raven itu dengan sebuah seringai muncul disudut bibirnya. Dan setelah mengatakan itu dia segera berlalu pergi meninggalkan Sakura sendirian, yang kini beringsut dipojok gedung dan berusaha menutupi tubuh telanjangnya dengan pakaian seragamnya yang sudah sedikit robek dibeberapa bagian.
Sakura POV.
Sakit, perih, dan terhina, itulah yang sekarang tengah aku rasakan. Hidupku kini sudah tidak ada artinya lagi. Aku menjijikkan...kotor...dan sudah tidak suci lagi.
Aku bagaikan sekuntum bunga layu yang tak berguna yang pantas dibuang dan diinjak-injak. Mahkota kesucian yang selama ini selalu aku jaga, kini hilang sudah. Hancur sebelum sempat aku persembahkan untuk suamiku kelak. Untuk orang yang benar-benar mencintaiku dan aku cintai.
Mati...mati...mati...rasanya aku ingin mati saja sekarang. Mengakhiri hidupku dan menghilang bagai butiran debu. Terus hidup pun percuma, sama sekali tak ada gunanya. Tidak akan ada lagi yang mungkin menginginkanku. Menginginkan gadis kotor dan ternoda seperti aku ini.
Dan semua kehancuran ini adalah karena dia. Dia...pemuda bajingan itulah yang merenggut semuanya. Dia...pemuda brengsek itulah yang menghancurkan hidup dan masa depanku. Pemuda raven yang sama sekali tidak aku kenal.
Sebenarnya apa salahku padanya? Sehingga dia tega-teganya melakukan perbuatan yang menjijikkan ini padaku. Dan aku bersumpah! Sampai kapan pun aku akan membenci pemuda itu. Aku akan mengutuknya dan berharap tak akan pernah lagi berjumpa dengan pemuda bajingan itu.
Meskipun aku tidak begitu mengingat wajah dan cirinya, tapi ada satu hal yang aku ingat dari dirinya. Dari pemuda bajingan yang sudah memperkosaku itu. Sebuah benda yang sampai mati pun akan selalu mengingatkanku pada dirinya. Sebuah benda yang tergantung dilehernya yang tadi sempat aku lihat saat dia menikmati tubuhku ini. Dan benda itu adalah...sebuah kalung dengan liontin berinisial 'U.S'.
TBC
Yeaaah...! Akhirnya chap 1 selesai juga aku kerjakan. Membuatku sedikit lega. He...he...he...Ok, seperti biasanya sebelum aku akhiri, bolehkah minta review dan pendapat reader semua apakah fic ini layak dilanjut ataukah dihapus?
Sekian dan Terima Kasih
Salam Manis
Tabita ^^
