Pair : NaruHina, SasuIno

Genre : Fantasy, romance, drama, dll (?)

Warning : sama seperti yang ada di ff lain yang saya buat, OOC, AU, typo, alur ga jelas, ga suka tekan BACK

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Mee fans nya Oni eh.. Ino!


.

.

.

Fairy Tale's

.

.

.


"Lihat-lihat! Bintangnya berkelip lagi!" ujar seorang gadis kecil berambut pendek kepada anak gadis lain yang berdiri di belakangnya.

"Bintang itu mungkin akan terus berkelip jika anda turus memandangnya," jawab anak yang juga berambut pendek di belakang gadis kecil tadi.

"Eh ? Kok bisa ?" tanya gadis itu lagi ke anak seumurannya yang sekarang sedang berjalan menuju sisi kanannya.

"Karena anda yang cantik selalu mengagumi para bintang di atas. Saya dapat mendengar seruan bintang-bintang dari sini," jawab gadis yang ditanya. Gadis yang bertanya tadi menatap kagum gadis di sebelahnya.

"Kau tidak memakai kata 'mungkin', berarti itu sebuah kejujuran. Ino-chan hebat sekali! Sampaikan salamku juga pada bintang-bintang disana ya ?" pinta gadis itu lagi. Sedangkan gadis di sampingnya yang ia panggil Ino-chan tadi tersenyum samar.

"Baiklah, pesan Hinata-sama akan saya sampaikan ke pada para bintang.. tabun," jawab Ino sambil berbalik meninggalkan nona mudanya yang masih berbinar menatap ke arah dirinya. Senyum kecil yang samar masih tercetak di wajahnya.

Sedangkan Hinata-sang nona muda- yang di tinggal oleh Ino mangerjapkan mata bingung lalu menghadap ke arah Ino yang masih berjalan memunggunginya itu. Wajahnya berubah menjadi cemberut lucu, "Aaahh.. Ino-chan kenapa pakai mungkiiiin ?!"

.

.

.

.

.

10 tahun kemudian...

"Benarkah anda akan melalukan perjalanan ini ? Kenapa sifat anda yang pemalu, pintar, lembut sekaligus rendah hati ini harus tercemar dengan sifat petualang dan ingin tahu yang berlebihan anda ?" tanya seorang pelayan perempuan di sebuah kamar besar dan mewah. Tangannya masih sibuk mengemasi barang bawaan nonanya.

"Ino-chan, kau juga ikut lho. Umurku sudah delapan belas tahun dan sudah diperbolehkan menjelajah dunia ini, umurmu sama denganku kan ? Bayangkan jika kita bisa menemukan bintang yang lebih bercahaya di luar sana nanti! Dan-" ucapan gadis remaja berambut indigo gelap dengan warna mata amethyst itu terpotong karena gadis lain di kamarnya itu menatap dirinya tajam.

"Hinata-sama! Jangan hanya memikirkan kesenangan anda, namun juga keselamatan anda!" ucapan gadis berpakaian maid berwarna hitam berpita putih itu memotong kalimat Hinata yang bersemangat.

"Anda adalah putri kerajaan yang kelak juga akan mengendalikan kerajaan. Bagaimana mungkin anda bisa pergi keluar dari mansion kerajaan tanpa membawa satupun ksatria untuk melindungi anda?" Ino mengatakan itu dengan muka datarnya sedatar suaranya. Tapi tetap terdengar tegas.

Hinata memunggungi Ino lagi sambil mengecek barang-barangnya lalu menjawab, "Kan ada Ino yang akan melindungiku, aku juga memiliki kekuatan yang setara dengan Ino untuk bertarung," ucapnya sambil memasukkan barang kecil ke dalam tas selempangnya.

"Dan juga terlalu mencolok jika membawa ksatria yang berbaju besi seperti itu, nanti terlihat kalau kita datang berombongan, dengan banyak pria lagi," lanjutnya. Ia menatap pelayan setianya selama 18 tahun ini-dan mungkin seterusnya- dengan serius.

Sang pelayan berambut pirang ini tidak bisa berkata-kata melihat kilatan cahaya di mata nona muda sekaligus sahabatnya dari kecil ini. Ia hanya bisa menghela nafas melihat keteguhan nona lembutnya ini. Tanpa banyak berkata lagi, Ino merapikan barang-barang yang akan dibawa lalu menundukan badannya. Setelah mengundurkan diri dari kamar besar nonanya, Ino membawa barang nonanya ke kereta kuda lalu ganti mengemasi barangnya.

Hinata sendiri sedang mengecek lagi bawaan di tas selempangnya. Semua sudah beres. Ia merapikan kimono untuk acara perkumpulan keluarga Hyuuga sebelum hari kepergiannya besok. Ia berjalan anggun melintasi koridor menuju ruang pertemuan. Memang kerejaannya masih menjunjung tinggi tingkat ketradisionalan negaranya. Hinata menikmati kehangatan yang diberikan keluarganya sebelum ia pergi besok pagi.

.

.

.

.

Hinata memakai baju onepieces tanpa lengan warna abu-abu polos yang dibagian roknya bermotif kotak-kotak hitam di atas lutut. Atasnya agar tidak terlalu polos ditutupi oleh rompi coklat dengan panjang sepinggang dan panjang lengannya hanya sampai bahu. Memakaikan jubah merah polos hingga mata kaki yang diikat di lehernya dan sepatu boot hitam hak kecil yang menutupi lutut. Tas selempang hitam berukuran sedang ia pakaikan melewati atas kepalanya. Penampilannya benar-benar tidak persis putri raja.

Sementara itu ayahnya, kakak laki-lakinya dan adik perempuannya memandangnya dari pintu utama dan mengucapkan doa untuk dirinya. Hinata menganggukan kepala ke bawah, berpamitan dengan keluarganya. Pelayan setianya melakukan hal yang sama, membungkukan badan dalam-dalam lalu berjalan keluar gerbang istana mengikuti nonanya yang sudah terlebih dahulu di depannya.

Hinata dan Ino menaiki kereta kuda yang sudah disiapkan dan berangkat menuju tempat tujuan meninggalkan kerajaan yang semakin tak terlihat di belakang. Ino memakai pakaian maidnya yang tidak pernah berubah. Hinata memperhatikan peta yang ia bawa lalu berbincang dengan pelayan setianya yang berada di depannya.

"Ne Ino-chan, apakan perjalanan ke Konoha akan memakan waktu lama ?" matanya masih serius memandang peta yang dibawanya.

"Dengan jarak di peta ini, kita melewati jalan memutar yang agak jauh untuk sampai ke Konoha. Mungkin kita akan sampai pada sore besok di gerbang Konoha jika tidak ada kendala," terang Ino. Rambutnya ia sanggul ke atas seperti biasa, baju hitam hingga mata kaki dengan lengan panjang serta apron putih dan pita di kerah baju yang juga berwarna putih. Ino juga mengenakan boot hitam hingga lutut dengan hak kecil yang tertutup roknya.

Mata sang nona membulat, "Eh ? Lama sekali ? Apa tidak ada jalan lain ?" ia ingin segera cepat sampai kota termaju kedua di bawah pimpinan Senju Tsunade yang disebut-sebut sebagai 'gubernur pengobatan' karena disamping menjadi gubernur ia juga menjadi seorang dokter yang ahli.

Sang maid berpikir sambil melihat peta yang digenggam Hinata, "Tabun, menurut gambar disini, mungkin akan lebih cepat jika melewati jalan ini. Itupun jika tidak ada hambatan," ujar Ino sambil menunjuk sebuah jalan yang diapit oleh dua buah gunung. "Tapi jalan ini sangat jarang dilalui. Apakah tidak apa-apa, Hinata-sama ?" Ino meminta kepastian dari gadis di depannya ini.

"Jika lebih cepat sampai lebih bagus kan ?" ucap Hinata sebagai jawaban dari pertanyaan Ino.

Hinata menutup matanya sambil menyenderkan punggungnya ke senderan kursi di belakangnya. Tanpa membuka mata Hinata lanjut berbicara, "Ino-chan, aku akan tidur sejenak. Tolong bangunkan jika kita berhenti untuk istirahat siang ya ?"

"Ha'i."

.

.

.

.

"Oi, baka! Jangan habiskan rotinya!" bentak seorang pemuda hitam di balik batu besar di pinggir sebuah lereng bukit. Sedangkan orang yang diteriaki hanya menatap bingung pemuda yang meneriakinya, mulutnya terlalu penuh untuk bertanya.

"Kita tidak punya cadangan untuk jaga-jaga nanti bodoh," ujarnya lagi dengan sedikit lebih tenang. Orang yang diteriaki tadi akhirnya menyimpan lagi roti yang belum habis ia makan ke dalam tasnya. Punggung tangannya ia gunakan untuk mengelap mulutnya yang ia rasa belepotan selai. Beruntung sahabatnya itu mengingatkannya, ia tidak ingin kelaparan jika tidak mempunyai makanan tengah malam nanti.

Petang ini mereka sedang beristirahat setelah keluar dari hutan. Buruan yang mereka dapatkan dari hasil berburu sama sekali tidak membuahkan hasil. Dan beginilah hasilnya, mereka harus kembali ke kota sebelum kehabisan makanan.

GRAK GRAK

Sebuah suara dari bawah tempat dua orang itu berada tepatnya pada sebuah jalan terdapat sebuah kereta kuda yang tegah di kepung oleh segerombolan bandit membuat perhatian mereka teralih. Jumlahnya mungkin sekitar dua puluh lima orang bandit jalanan disana. Hanya ada seorang laki-laki yang bertarung mati-matian untuk melindungi kereta kuda tersebut, yang mereka rasa orang yang menjadi kurir kereta kuda itu.

Sang pemuda hitam dan seseorang lagi di sebelahnya sedang memperhatikan pertarungan sengit antara 'seorang pelindung kereta kuda' dan 'dua puluh lima bandit'. Sang 'pelindung' tadi sudah sangat terdesak dan sudah dua kali mengetuk pintu kereta kuda. Lalu untuk ketiga kali nya ia mengetuk pintu itu sebelum sebuah kapak mengenainya.

Pintu kereta terbuka dan turunlah seorang gadis dari sana. Pintu kereta lalu ditutup lagi dari luar. Tanpa aba-aba lagi bandit-bandit yang hanya berkurang dua orang tadi langsung berlari mendekati sang gadis. Sang pemuda hitam dan kawannya hendak turun menolong sebelum sesuatu mengejutkan mereka. Dibalik rok yang dikenakan sang gadis terdapat sebuah pedang dengan dua mata yang mengkilap setiap kali di tebaskan ke arah lawan.

Bandit-bandit disana mulai tumbang satu persatu, namun tetap saja pakaian yang dikenakan gadis itu memperlambat gerakannya sehingga tenaganya cepat terkuras. Sementara masih ada tiga hingga empat belas bandit yang masih berada disana, sang gadis sudah mulai terlihat kelelahan meski tidak ada luka yang mengenainya. Sang gadis masih dapat bertahan tapi gerakannya sudah tidak secepat tadi.

"Kita turun ?"

"Siapa takut ?"

Dua orang yang tadi hanya memperhatikan pertarungan sengit itu mulai keluar dari persembunyian mereka dan menebas lawan yang mengelilingi kereta kuda di depan mereka. Bandit-bandit itu mulai berkurang sangat banyak melihat dua orang pemuda yang tiba-tiba datang ini mempunyai kekuatan yang mengerikan. Segera saja pertempuran itu selesai dengan sangat cepat. Badan-badan berhamburan di tanah berselimut cairan berwarna terang yang kental.

Sang gadis yang baru saja memasukan pedangnya ke sarungnya itu menundukan kepala ke arah dua pemuda yang menolongnya tadi, "Saya tidak tahu siapa kalian, tapi saya sangat menghargai bantuan kalian, terima kasih banyak," ujar sang gadis datar tapi terkesan sangat berterima kasih.

"Sayangnya kami lebih suka materi dari pada ucapan nona pirang," ujar pemuda yang mempunyai tiga garis di masing-masing pipinya, mengangkat kedua alisnya sambil tersenyum.

Sang gadis langsung mengkerut tidak suka, namun ia berjalan menuju pintu kereta kuda. "...mohon tunggu sebentar," ujarnya lagi dengan lebih datar dari tadi.

Pintu kereta terbuka dari dalam dan keluarlah seorang gadis lagi dengan sebuah jubah merah gelap yang terikat di lehernya. Matanya membulat melihat pemandangan di sekitarnya, wajahnya pucat dan badannya mulai terhuyung-huyung. Sang perempuan pirang yang berdiri membelakangi dua pemuda tadi langsung menangkap dan entah melakukan apa yang jelas gadis yang baru keluar dari kereta itu tadi sekarang terlihat lebih baik.

Gadis itu terlihat sangat anggun dan cantik, pakaiannya terlihat dibuat dengan bahan yang sangat mahal dan sangat berbeda dengan gadis yang sebelumnya yang lebih terlihat seperti seorang maid. Ini terlihat seperti 'gadis bangsawan' dan 'pelayannya' karena selain penampilan, kereta kuda yang mereka bawa cukup bagus dan terlihat mewah.

Gadis dengan rambut indigo yang tergerai itu mengangkat kedua ujung roknya dan menundukan badannya kecil, "Terima kasih banyak telah menolong kami. Nama saya Hinata, siapakah nama anda ?" ujar Hinata sopan.

"Aku Sasuke dan dia Naruto," ujar sang pemuda hitam tadi karena melihat sahabatnya terbengong menatap gadis bernama Hinata tadi.

"Kami prajurit bayaran. Kami terkenal di sesama prajurit bayaran sekitar sini," lanjut Naruto bangga. Sang gadis mengangguk paham.

"Saya sudah mendengar semua dari Ino tadi, jadi saya sekalian menawarkan apakah kalian dapat saya sewa hingga tempat tujuan kami ?" tanya Hinata lagi.

Sang pelayan nampak tidak senang, "Hinata-sama, mereka-" ucapannya terputus karena Hinata mengucapkan 'tidak apa-apa Ino,' dengan sangat tenang. Sementara kedua pemuda di depan mereka terlihat menimang-nimang tawaran Hinata.

"Berapa bayaran kami ?" tanya Sasuke.

"Sopanlah pada Hinata-sama, dasar bocah," ujar Ino sinis. Hinata menenangkan Ino yang mulai tersulut emosinya. Ino menundukan badannya dalam-dalam sebagai tanda maaf atas perilakunya pada Hinata.

Hinata menimang, "Sepuluh keping perak per orang per hari bagaimana ?" ujar Hinata. Ino di belakangnya menatap tajam Sasuke dan Naruto, tidak suka.

"Dua belas keping perak per hari dengan tambahan dua keping lagi bila dapat mengalahkan seorang musuh, per orang," Sasuke menambahkan. Ino menatap dingin Sasuke, Sasuke balas menatap Ino sengit.

"Baiklah," ucapan Hinata membuat mata Ino membola, namun ia tidak bisa melakukan apa-apa selain mengikutinya. Hinata benar-benar menelan bulat-bulat persyaratan Sasuke. Ino hanya bisa menerima dan bersabar akan hal ini.

Hinata berbalik ke arah Ino, "Ino, tolong kemaskan barang-barang penting yang akan dibawa ya ?" ujar Hinata. Ino membungkuk lalu segera membereskan barang-barang mereka. Dengan cepat Ino membereskan barang-barang mereka ke dalam dua buah tas berukuran sedang. Hinata memasuki kereta lagi untuk mengecek sesuatu yang mungkin tertinggal. Ino menoleh ke arah dua pemuda yang kini sibuk merogoh-rogoh kantong dari orang-orang yang sudah tergeletak di tanah sekarang. Ino merasa jijik, 'dasar rendahan,' batinnya.

Ino berjalan menuju bagian depan kereta hanya tinggal tiga kuda yang tersisa, seekor lagi telah tergeletak di tanah tak bernyawa. Ino mengelus surai kuda yang tersisa untuk memberikan 'ketenangan' kepada mereka. Dan kuda-kuda itu sudah tidak ketakutan lagi sekarang.

"Hei kalian berdua," panggil Ino. Sasuke dan Naruto menoleh serempak. "Kalian berjalan kaki ?" tanya Ino lagi. Mereka mengangguk singkat. Ino masih mengelus surai kuda putih itu, "Kalau begitu bantu untuk melepas ikatan kuda-kuda ini, kita bisa gunakan ini untuk mempercepat perjalanan," jelasnya. Sasuke dan Naruto berpandangan sebentar lalu berjalan menuju Ino dan membantunya melepas ikatan kuda-kuda tersebut.

Ino berjalan ke samping kereta dan merogoh bagian bawahnya lalu mengeluarkan beberapa alat untuk menunggang kuda, seperti tali kekang dan pelana kuda. Hinata yang barusan keluar dari kereta sambil membawa tas selempangnya membantu Ino untuk memasangkannya ke kuda-kuda dibantu oleh Naruto dan Sasuke.

Kedua tas mereka diikatkan ke kuda yang ditunggangi Sasuke dan Naruto, masing-masing satu. Sedangkan Hinata dan Ino satu kuda dengan Hinata di bagian depan karena tinggi badannya memang lebih pendek dari Ino dan tidak biasa menaiki kuda, tali kemudi tetap dipegang oleh Ino. Sasuke dan Naruto telah menaiki kuda masing-masing dan berjalanlah kuda mereka.

Baru dua setengah jam perjalanan, mereka sudah beristirahat karena hari semakin gelap dan kuda mereka kelelahan. Mereka membuat api unggun lalu duduk melingkarinya sambil berselimut mantel mereka masing-masing. Mereka sengaja meninggalkan tenda di kereta kuda agar tidak memperlambat keberangkatan.

Hanya Naruto dan Sasuke yang makan malam itu. Hinata menolak makan dengan alasan tidak nafsu makan. Sedangkan Ino menjawab 'jika Hinata-sama tidak, maka saya juga,' seperti biasa. Para tentara bayaran diantara mereka hanya beranggapan bahwa mereka tidak terbiasa memakan makanan sederhana kerena mereka terlihat seperti dari kaum bangsawan. Namun muncul pemikiran lain, 'wajar saja toh, mereka sehabis melihat pemandangan sadis seperti tadi,' batin mereka.

Yah setidaknya malam ini mereka masih bisa berdamai hingga terlelap.. mungkin.

.

.

.

.

.

TBC

OYAOYAOYAOYAAA! Mee hadir dengan cerita yang lebih lebih lebih bobrok dari sebelumnya~ HOREEEE! *JDAR*

Padahal yang Smile belum slese *promosi* Mee udah bikin yang lain.. hehe.. *LHAR* Gomen lah.. mumpung ada yang lewat sliwar-sliwer kayak nyamuk mending Mee tangkep ketimbang lepas trus hinggap ke yang lain.. kan gatel *DAR* /apaseh/

Thanks yang udah baca karya tak pantas baca /apaseh/ punya Mee ^^ Keep reading dan review Mee ya~~ *tebar kissbye* *digranat*

Bocoran buat Smile, Mee mungkin mau bikin empat chap. Yang ini masih belum diketahui karena ide Mee datang dan pergi #LOLOLOL *DOR*

Salam,

Meenyaaw