Kami, Para Pedagang

Di SD Karasuno di Kota Sendai, Miyagi, terdapat perkumpulan para pedagang yang membentuk aliansi sendiri. Mereka adalah Iwaizumi si pedagang es selendang mayang, Nishinoya si kecil penjual susu murni nasional, Tendo si tukang es cendol, dan Kuroo si tukang telur gulung. Di depan SD, terdapat warung sayur milik Oikawa yang selalu ramai oleh bapak-bapak yang belanja setelah mengantar anak mereka sekolah.

Kok bapak-bapak?

Karena para ibu-ibu ogah belanja di warung sayurnya Oikawa. Digodain terus sama si Mas Oik. Makanya, untuk mengatasi hal itu, para ayahlah yang berbelanja di warung sayur itu.

Kalau belum jam istirahat, tentu saja dagangan mereka masih sepi. Iwaizumi pun meninggalkan gerobak esnya dan numpang duduk di warung sayur Oikawa.

"Kapan ya gue jadi kaya..." gumam Iwaizumi sambil melepas peci lusuhnya.

"Udah bosen jadi pedagang es, bang? Jaga lilin aja biar cepet kaya" ujar Oikawa dengan nada mengejek.

"Lo nanya apa ngejek dah?!" sahut Iwaizumi keki.

"Yee santai dong bang!"

"Lo sih enak, udah punya warung. Gak perlu gendong gerobak kesana kemari. Lah gue? Kudu gendong gerobak. Trus kalo hujan, dagangan gue auto gak laku," si Iwaizumi malah curhat sambil mengipas-ipas wajahnya dengan peci.

Oikawa langsung ketawa ngakak. "Kasihan amat nasib lo!"

Ingin rasanya Iwaizumi melempar mangkuk es ke wajah Oikawa, tapi ia urungkan. Sayang lah, mangkuk mahal. Belum sempat Iwaizumi membalas, mereka mendengar sebuah lagu yang amat teramat sangat tidak asing di telinganya.

Tenonet nonet tenonet nonet
Tenonet nonet tenonet nonet
Tenonet nonet tenonet nonet
Susu murni nasional

Sebuah sepeda dengan dua boks susu di depan itu pun meluncur ke warung sayurnya Oikawa.

"Yooo wassap broh! Belum jam istirahat yak?" sapa si tukang susu itu.

"Oh, si Boncel udah dateng," komentar Oikawa.

"Gue heran sama si Boncel. Jualan susu tapi dia sendiri tingginya dibawah rata-rata," celetuk Iwaizumi.

"Gue denger woy!" teriak si tukang susu bernama Nishinoya. Pemuda yang akrab disapa Noya itu turun dari sepedanya, lalu ikut bergabung dengan Iwaizumi dan Oikawa. "Nama gue Noya, bukan Boncel!"

"Iya terserah deh," sahut Oikawa malas.

"Lagi pada ngomongin apa sih?" tanya Noya sambil duduk disamping Iwaizumi.

"Ini, lagi dengerin curhatan Bang Iwa yang daganannya gak laku-laku," jawab Oikawa asal.

"Lho, jadi dagangan Bang Iwa gak laku? Perasaan, tiap jualan, punya Bang Iwa duluan habis deh," ujar Noya bingung.

"Gak usah sebar fitnah lo, Kampretkawa!" seru Iwaizumi.

"Lho, bener kan? Barusan kan lo tanya, 'kapan gue kaya?' apa dong artinya kalo bukan karena lo pasrah dagangan lo gak laku?"

Iwaizumi mengambil satu cabe setan dagangan Oikawa, lalu menggigitnya dengan beringas saking kesalnya. "ITU CUMA CURHAT!"

"BANG IWA, CABE GUE!" jerit Oikawa histeris.

"BODO AMAT! BAGI GUE AIR DULU, GUE KEPEDESAN!" iwaizumi menjerit tak kalah histerisnya. Sementara Noya, hanya menonton adegan itu tanpa menawari Iwaizumi susu dagangannya. Kan Iwaizumi jualan es, ngapain dikasih. Begitulah batin Noya.

Sementara itu di SD Karasuno.

Telolet telolet!

Bel tanda istirahat baru saja berdering. Para murid pun berlarian keluar kelas dan pergi menuju gerbang sekolah, tempat dimana Iwaizumi cs berjualan. Tak terkecuali Hinata, Bokuto, Tsukishima dan Kageyama.

"HInata, kamu mau jajan apa?" tanya Bokuto sambil celingak celinguk mencari Kuroo, tukang telur gulung langganannya.

"Hmm, aku mau beli susu murni aja ah. Kata ayah, minum susu setiap hari bisa bikin tinggi," jawab Hinata polos.

"Masa' sih? Tukang susu murninya aja pendek tuh. Ayahmu bohong kali," sahut Tsukishima.

Noya yang sudah nangkring di sepeda uniknya ketika mendengar bel istirahat, shock mendengar ucapan Tsukishima itu.

"Tahu. Kamu kan juga pendek Hin. Jangan-jangan, susu itu malah bikin pertumbuhan terhenti," tambah Kageyama.

Rasanya Noya ingin melempar box susu dagangannya ke para bocah itu.

"Ayahku gak mungkin bohong!" sahut Hinata, lalu lari ke tempat Noya berjualan. "Bang Noya, susu coklatnya satu."

"Vanilla satu bang," Kageyama ikutan beli.

'Tadi ngatain, sekarang beli. Dasar bocah labil!' batin Noya. Noya pun membuka salah satu boxnya, dan mempersilakan bocah berbeda genre itu memilih rasa kesukaannya.

"Makasih Bang Noya," ujar Hinata sambil memberikan tiga lembar uang seribu rupiah yang sudah lusuh.

"Bang Noya, abang kan jualan susu, tapi kok tetep pendek?" tanya Tsukishima yang baru datang, membuat kokoro Noya seketika potek.

Noya kesal. Noya ingin marah. Melampiaskan. Tapi Noya hanya sendiri disini.

Noya: WOY AUTHOR, NARASINYA NGACO TUH! GUE DISINI GAK SENDIRI KELES. BANYAK BOCAH PADA JAJAN DIMARI!

Author: Kalem dong, Noy! Kan biar bernada. Yaudah, balik ke topik!

"Apa hubungannya jualan susu sama tinggi badan?!" seru Noya keki.

Belum sempat Tsukishima menjawab, muncullah Bokuto sambil bertanya, "Bang Kuroo gak jualan ya?"

"Kayaknya nggak," sahut Noya asal. Dia emang belum melihat Kuroo sejak di warung sayurnya Oikawa tadi.

"Yahh gak jajan telur gulung hari ini," ujar Bokuto kecewa.

"Jajan susu aja dek," Noya malah promosi.

"Jangan, es aja. Lebih segerr!" sahut Iwaizumi yang entah kapan sudah balik ke gerobaknya.

"Iya, es cendol kan?" tahu-tahu saja, pedagang es cendol dengan rambut merah nan jabrik nimbrug diantara mereka.

"Woy, kapan lo dateng?!" sapa Noya pada si penjual es cendol itu. "Mana Kuroo?"

"Emang gue emaknya Kuroo, harus tahu dia kemana?" sahut si penjual es cendol yang bernama Tendo itu.

"Kali aja lo tahu," kata Iwaizumi pendek.

"Hooo jadi gini ya rasanya jadi orang ganteng, telat dagang aja dicariin," celetuk Kuroo sambil memarkir gerobaknya disamping gerobak Tendo. "YOO SIAPA YANG MAU BELI TELUR GULUNG SPESIAL BANG KUROO?"

Sontak, para murid langsung mengerubungi gerobaknya Kuroo. Bukan karena Kuroo ganteng seperti katanya barusan, tapi karena Kuroo-lah satu-satunya pedagang makanan di SD itu. Tak terkecuali si Bokuto.

Tendo hanya menatap kerumunan bocah di gerobak Kuroo dengan iri. Berharap ada satu bocah nyasar ke gerobaknya.

Aha! Tendo punya ide.

Ia pun sontak berteriak, "OW OW CENDOLNYA CENDOLNYA OW OW TERBUAT DARI BERAS ASLI~" sambil berjoged diiringi alunan musik dari dagangannya Noya.

Noya gak mau kalah gengs. Ia mengubah jingle produk susunya dengan yang versi remix, lalu ikut berjoged dengan Tendo. "Yo! Yo! Susu murni nasional yo~!"

Sementara itu, di ruang kepala sekolah SD Karasuno.

Daichi Sawamura, selaku kepala sekolah heran dengan keributan yang terjadi di depan gerbang wilayah kekuasaannya(?)

Daichi pusing. Sudah kerjaan numpuk, ditambah jingle susu yang aneh dan disetel keras-keras itu membuat kepala sang kepsek makin nyut-nyutan.

Makanya, daripada ia menyiksa dirinya sendiri, lebih baik ia membubarkan dulu keributan di depan agar kembali fokus dengan pekerjaannya.

"Ada keributan apa ini?!" tanya Daichi dengan suara lantang.

Noya pun langsung mematikan musiknya.

"Saya tidak melarang kalian berjualan disini. Tetapi saya melarang kalian mengamen disini!"

Keempat pedagang itu langsung terdiam. Sementara Oikawa yang sedari tadi memperhatikan dari warung sayurnya hanya bisa tertawa sambil guling-guling. Tak lupa, pete dagangannya pun menjadi cemilan saat ia menonton keributan di depan SD.

Daichi pun kembali ke ruangannya, lalu memerintahkan guru piket untuk menekan bel masuk.

Telolet telolet!

Bel masuk pun berbunyi. Para murid pun segera berlarian ke kelas. Termasuk Bokuto, berlari sambil memakan telur gulungnya.

"Gara-gara lo sih Ten, kita dimarahin," gerutu Noya ketika para murid sudah tidak ada yang tersisa.

"Lho kok gue? Gara-gara Kuroo tuh!" si Tendo malah nyalahin Kuroo.

"Kenapa gue? Gue aja baru datang," sahut Kuroo tak terima.

"Gara-gara dagangan lo lebih rame, kan gue jadi ada ide buat promosi begitu. Apalagi ada musik dari dagangannya Noya."

"Berisik ah kalian!" omel Iwaizumi sambil menjitak kepala trio pedagang itu.

"Eh, gue baru inget sesuatu," kata Kuroo sambil mengelus benjol di kepalanya.

"Apaan?"

"Anak-anak tadi... MEREKA BELUM PADA BAYAR!"

Mendengar ucapan Kuroo, ketiga pedagang minuman itu langsung ngakak guling-guling.