Wanita berambut hitam panjang gelisah terus menerus di atas ranjangnya yang besar. Keringat dingin mengucur keluar. Padahal ada hawa dingin masuk ke kamar tidurnya. Malam sudah larut, tetapi tidak ada yang bisa diminta bantuan.
Kedua saudara wanita yang merupakan kapten Bajak Laut, tertidur pulas di kamar masing-masing. Mata wanita yang bernama Boa Hancock tidak bisa terbuka, karena ada sesuatu di alam bawah sadarnya. Teringat sekali, Hancock sering bermimpi buruk. Itu pun membuat jadi suka sakit-sakitan dan sangat kurus. Semua makanan tidak dia sentuh sedikit pun.
Itu pun sama dengan di Kapal Bajak Laut Topi Jerami. Di malam yang dingin, semua para kru Topi Jerami tertidur nyenyak. Ada yang mengigau, mendengkur, tidur tanpa berisik. Semuanya ada di kamar masing-masing, terkecuali kapten mereka, Monkey D. Luffy yang tidur di atas sekalian berjaga-jaga.
Tadinya Luffy mau tidur sebentar, tetapi saat tertidur, Luffy gelisah. Ini sama yang dilakukan Hancock di tempat tidurnya. Suara laut berderu pun tidak membuat Luffy bangun, apalagi bantingan kapal. Tetap saja, tidak mengharuskan Luffy terbangun.
Tidak ada satu pun pertanda. Mungkin karena kerinduan amat dalam, mereka berdua seakan-akan dihempaskan di alam bawah sadar. Jadinya, mereka pun bertemu di alam mimpi, tetapi bukan sebagai Bajak Laut melainkan sebagai manusia biasa di kehidupan biasa.
.
.
..oOo..
.
.
One Dream, One Love
.
.
.
DISCLAIMER: ONE PIECE © EICHIIRO ODA
WARNING: Out Of Characters? Semi-canon. Deskripsi seadanya, tidak berbelit-belit (semoga), kesalahan penulisan biasa sering terjadi. Alur cepat atau tidak, itu tergantung.
.
.
..oOo..
.
.
. I .
"LUFFY! Bangun!"
Seorang wanita berambut oranye panjang seperti warna buah jeruk, menyikap selimut yang menyelimuti bocah laki-laki berusia sepuluh tahun. Karena tidak ada respon, wanita bernama Nami mendekatkan bibir ke telinga anak kecil yang lagi mendengkur.
"Ada sarapan pagi, lho, sayang. Ibu buatin untukmu, lho. Atau..." Nami menyeringai. "Ibu bisa meminta Zoro untuk habiskan makananmu."
Mata hitam bocah berambut hitam terbuka lebar. Dia bangun, dan turun dari tempat tidur. Sebelum turun ke bawah, Nami mencengkram kerah belakang bocah laki-laki yang merupakan anak bungsunya.
"Sebelum itu, gosoklah gigimu, Luffy. Lalu, cuci muka!" bentak Nami membuat Luffy menelan saliva. Bergegaslah Luffy ke kamar mandi di samping kamarnya, Nami berkacak pinggang betapa kesalnya lihat anak bungsunya malas-malasan.
Nami menghela napas, dan membersihkan tempat tidur Luffy yang Berantakan. Ada-ada saja anak berusia sepuluh tahun, tiga bersaudara punya kamar seperti kapal pecah. Nami hanya bisa pasrah dan menggeleng pelan.
Luffy selesai menggosok gigi dan mencuci muka. Anak bungsu dari tiga bersaudara turun ke lantai dasar, ditemani Nami di belakangnya. Menuju ruang makan, di mana di sana ada anak laki-laki muda berusia lima belas tahun dan dua belas tahun duduk bersama pria berambut pirang dengan sebelah mata.
"Kamu sudah bangun, Luffy?" tanya anak berambut merah, melirik adiknya duduk sambil menguap. Tetapi, Nami memukul kepalanya karena tidak sopan.
"Jaga kelakuanmu di depan Ayahmu!" Nami menatap anak laki-laki berambut hijau. "Jangan makan cepat-cepat, Zoro. Sisakan untuk adikmu juga."
"Hhh... Ibu. Bisakah Ibu tidak berisik di pagi hari. Aku kesal melihatnya," sahut Zoro menghela napas. "Jika aku sisakan, anak itu tetap saja makan habis semuanya."
"Anak ini..." Nami mulai kembali kesal pada sifat Zoro yang cuek. Anak sulung mengedikkan bahu saja, melihat semua ini tiap hari tiada henti. Mencium bau asap rokok entah dari mana, Nami mencurigai suaminya. "Sayang, bisakah kamu tidak merokok di depan anak-anak?"
Pria berambut keemasan menurunkan surat kabar ke bawah sambil meniup rokok. Baunya menyengat membuat Zoro, Luffy dan kakak sulungnya, Shanks, harus mengibas-ngibaskan tangan untuk menghilangkan asap rokok.
"Aduh, sayangku. Lihat saja, anak kita tidak ada yang protes." Penuh rayuan dan godaan, suami Nami, Sanji, membujuk isterinya agar diperbolehkan menghisap batang rokok kesukaannya.
"Tetap saja itu sangat bau. Dan, aku tidak mau ada asap di ruang makan," bentak Nami bersedekap tidak berpengaruh pada rayuan Sanji.
"Sayangku, tolonglah." Sanji terus membujuk Nami, Nami memalingkan muka, cuek.
Zoro tidak suka bau-bauan, merampas batang rokok di sela-sela bibir Sanji dan membuangnya ke asbak. "Dengar, ya, Ayah yang bodoh. Asap ini tidak baik untuk anak-anak. Dan Ayah sekarang harus pergi kerja, sedangkan kami masih liburan. Bukan begitu?"
Nami dan Sanji terdiam. Baru kali ini, Zoro begitu lantangnya menasihati mereka berdua. Biasanya selalu cuek dan suka bilang 'bodohlah'. Nami terharu dengan sifat Zoro, memeluk Zoro penuh sayang. Itu yang membuat Zoro sesak napas.
"Kamu memang hebat, Zoro. Kamu anak Ibu paling hebat!"
"Ibu... aku tidak bisa napas." Tetapi, Nami tetap saja tidak mau melepaskan Zoro. Ini membuat suaminya terus dicemburui oleh anaknya sendiri. Hari ini Sanji kalah dari Zoro, anak keduanya. Dan lain kali, Sanji menang memperebutkan hati isterinya lagi.
"Ehem." Shanks berdehem. Pemuda berambut merah tersenyum kepada orang tuanya, hingga Nami dan Sanji jadi bingung.
"Ada apa, Shanks? Kamu lagi sakit?" tanya Sanji khawatir pada anak sulungnya.
Shanks menggeleng. Anak sulung dari keluarga Pirates mengacungkan tangan ke arah atas meja makan. Semua tatapan melihat arah jari telunjuk Shanks. Semua makanan di atas meja makan kosong melompong. Ditatap Luffy, si anak bungsu, yang perutnya membuncit.
"Hoogh..." suara dengkuran muncul di bibir Luffy. Sisa-sisa makanan ada di pipi Luffy. Luffy malah cengengesan. "Maafkan aku, Ibu, Ayah. Aku makan makanan ini di saat kalian bertengkar soal rokok. Habisnya aku tidak tahan, sih. Hehehe."
Kapalan tangan Nami berkerut, latar belakang Nami jadi memerah seperti bara api. Sanji mengajak Zoro dan Shanks menjauh dari amukan sang Ibu. Bisa-bisa mereka kena juga. Mata menyala Nami menatap Luffy, membuat Luffy menelan ludah.
"LUFFY..."
"Ya, Bu!"
"Rasakan amukan dari Ibumu ini!"
Mata dan mulut Luffy terbuka lebar. Pukulan antah berantah dari sang Ibu di meja makan, berlangsung lama. Pukulan demi pukulan diarahkan pada wajah Luffy yang polos membuatnya jadi babak belur. Untung saja, minggu ini mereka libur. Jika tidak, bagaimana memberitahu pada teman-teman Luffy kalau adiknya lagi sakit.
"Lebih baik Ayah ke kantor. Takut telat."
Sanji cepat-cepat keluar dari rumah. Suara berisik terdengar dari luar. Ini menyebabkan para tetangga berbisik. Ini pasti ulah Luffy hingga membuat Nami marah. Zoro dan Shanks hanya menonton di balik pintu. Beginilah keluarga mereka, setiap hari.
.
.
.
.
Para tetangga mengerubungi depan rumah keluarga Pirates. Mereka kasihan pada Luffy, anak bungsunya, jadi ulah amarah sang Ibu yang menjadi-jadi. Salahnya Luffy juga, karena makan makanan tanpa minta izin. Padahal Ayahnya sudah memasak makanan itu capek-capek. Tetap saja, Luffy menghabiskannya tanpa sisa.
Di wilayah perumahan kota One Piece, ada sebuah keluarga besar datang ke wilayah tersebut. Mereka menempati rumah di sebelah rumah Nami. Mereka disebut keluarga Shichibukai. Keluarga ini terkesan misterius apalagi di antara semua saudaranya, ada seorang anak perempuan berusia sepuluh tahun. Hanya dia sendiri yang perempuan. Namanya Boa Hancock.
"Jadi ini tempat untuk kita tinggal?" tanya seorang anak sulung di keluarga tersebut, namanya tidak diketahui untuk sementara waktu, karena bayangan yang berbicara.
"Tempat ini sangat bagus untuk tempat tinggal kita." Senyuman menawan dari anak kedua mengenakan kacamata hitam, dan berpakaian lengan pendek. "Semoga saja ada cewek cantik di sini. Ya, 'kan, kakek?"
Orang yang disebut kakek adalah Bartholomew Kuma. Wajah diam ini, hanya mengangguk sesaat. Doflaminggo senang dan bersorak. Ditarik adik bungsu, satu-satunya perempuan masuk ke rumah.
"Hancock, sekalian bawa peliharaan kita masuk ke dalam," ajak Doflaminggo.
"Baik, kakak." Hancock membawa akuarium kecil berisi bayi ikan. Di dalamnya ada makhluk berwarna biru. "Nah, Jinbe. Ini rumah kita bersama."
Anak ketiga dan keempat dari tadi hanya diam saja, melihat arah rumah di sampingnya. Banyaknya orang-orang berada di depan rumah tersebut. Baru sesaat mereka alihkan pandangan, amukan dan gempa besar melanda.
"LUFFY!"
Segera Kurohige dan Moria masuk ke dalam sambil menarik adiknya yang bernama Mihawk. Mendengar amukan ini, serasa mengingat kembali masa-masa di mana mereka sering dimarahi oleh Ibu mereka.
Inilah kehidupan di balik mimpi seorang Monkey D. Luffy dan Boa Hancock. Bagaimana kisah mereka bisa bertemu padahal sebenarnya mereka terpisah jauh oleh lautan yang membentang luas?
Karena ini masih panjang di alam bawah sadar, Luffy dan Hancock akan bertemu di sini. Tanpa dirasakan oleh mereka. Itulah kerinduan luar biasa.
To be continued...
..oOo..
A/N: Apa ini aneh atau tidak jelas? Sepertinya agak berbelit-belit, ya? Padahal saya berusaha supaya tidak melakukannya. Juga chapter pertama pendek dikarenaka ide hilang... #memang sengaja #pundung
Nah, saya buat Hancock dan Luffy jadi multichapter. Bagus, tidak? Maaf, jika saya sedikit mengetiknya. Ini baru permulaan, jadi harus ada ide. Maafkan kalau saya telat update. Hehehe...
Terima kasih sudah pada mau membaca. Sampai jumpa di chapter selanjutnya (semoga lebih bagus lagi). ^^
Sign,
Zecka S. B. Fujioka
Makassar, 20 September 2013
