THE DOLPHIN TRAINER
Disclaimer: Tite Kubo's
This Fic : Sava Kaladze's
I dedicate this Fic for Zangetsuichigo13...
Thanks for your kindness.
Chapter 1
Kuchiki Rukia menghapus keringat yang mengucur membasahi wajahnya yang sudah mengkilap karena keringat. Bedaknya sudah terhapus dari tadi dan hanya menyisakan lipstik yang warnanya sudah tidak secerah sebelumnya. Bagaimana tidak? Acara field trip ke Ocean Arena yang sedianya dimulai pukul 9 pagi mau tak mau harus bergeser mundur dikarenakan pihak sekolah lupa untuk mengkonfirmasi peminjaman mobil pagi ini kepada pihak rental.
Dan di sinilah mereka semua—tertinggal sesi pertama dari rangkaian sesi kunjungan hari ini dan mau tidak mau harus memulai kunjungan mereka hari ini di pertunjukkan yang biasanya menjadi acara puncak. Sangat menyebalkan karena seharusnya mereka semua dapat menikmati atraksi beruang madu, lingsang dan kuda nil yang pastinya akan menimbulkan gelak tawa di antara penonton.
Apa boleh buat, langsung ke wahana lumba-lumba adalah pilihan terbaik.
Oleh sebab itu, Rukia bersama ketiga orang teman gurunya dengan cekatan menggiring murid-murid kelas 1 SD itu menuju wahana yang masih sepi itu. Tentu saja masih sepi, karena lebih dari separuh pengunjung masih dihibur di wahana beruang, linsang dan kuda nil.
Kuchiki Rukia, guru kelas 1 Bilingual, tidak tinggi, tidak kurus dan sangat cekatan. Dari wajahnya yang cukup manis dapat terlihat dengan jelas bahwa Rukia adalah wanita yang ceria dan terbuka.
Partner mengajarnya di kelas itu adalah Hinamori Momo. Guru yang satu itu terlihat dewasa, agak sedikit pendiam tapi sangat berdedikasi terhadap pekerjaannya. Momo memang jauh lebih tua daripada Rukia dan sudah memiliki tiga orang anak yang sudah besar. Ini tahun pertama Rukia dan Momo berpartner, akan tetapi mereka terlihat sangat cocok. Momo tipe guru yang tegas dalam mengajar. Ia ditempa oleh pengalaman mengajar selama hampir sepuluh tahun lamanya. Rukia banyak belajar darinya sebagai junior. Cara mereka berdua saling melengkapi sangatlah unik.
Kelas paralel dengan kelas Rukia-Momo diisi oleh dua guru yang sama menyenangkannya dengan mereka. Wali kelas 1B adalah Orihime Inoue. Guru lulusan jurusan bahasa Prancis itu wanita yang keibuan, selalu mendedikasikan hidupnya untuk murid-muridnya di kelas dan anak-anaknya di rumah. Kebetulan Orihime memiliki dua orang anak yang semuanya sudah sekolah. Oleh sebab itu meski sulit membagi waktu untuk murid dan anak-anak, Orihime terbukti selalu memprioritaskan mengajar anak-anaknya sendiri dengan sebaik-baiknya.
Partner Orihime adalah Matsumoto Rangiku. Wanita muda yang cantik, tinggi dan supel ini adalah ibu muda yang sangat tergila-gila belanja alias'shopaholic'. Ia suka keluar-masuk mall untuk belanja dan juga berkeliaran di internet untuk mencari barang baru apa yang pantas ia beli minggu ini. Terkadang memang barang yang penting ia beli, namun kadang kala hanyalah barang kecil yang tidak berguna, atau malahan tas-tas atau sepatu untuk anaknya sekolah, padahal anaknya saat ini baru berusia 2 tahun.
Keempatnya sekarang terlihat sibuk mengatur murid-murid untuk duduk di atas deretan bangku panjang kayu yang melingkari setengah wahana air tersebut. Rangiku sibuk mengambil foto-foto murid untuk dokumentasi acara field trip hari ini, sementara Orihime yang kebetulan membawa handycam barunya hari ini—tentu saja merekam tingkah polah murid-murid mereka.
Anak kelas 1 Sekolah Dasar itu benar-benar dalam masa transisi dari seorang anak Taman Kanak-kanak yang isinya adalah pengenalan bermain sambil belajar, sementara begitu masuk ke SD anak-anak yang masih imut-imut dan polos itu mendadak harus merubah cara belajar mereka dan mulai memahami bahwa sebagai murid SD. Buku-buku teks pelajaran yang tebal harus mereka pelajari dan tidak jarang, murid-murid TK masuk SD belum lancar membaca.
Itu sebabnya...tugas keempat guru tersebut sangatlah berat, tapi sangatlah menarik dan menantang. Bekerja sama dengan anak-anak yang masih polos bagaikan kertas putih memang menantang kesabaran. Sedikit banyak keempat guru itu memiliki kesabaran yang tiada duanya, karena jika tidak mungkin mereka tidak akan menjadi guru kelas 1 SD bertahun-tahun.
Rangiku terlihat ceria mengabadikan beberapa ekspresi anak murid mereka dengan kameranya. Berkali-kali ia mengambil foto snap shot beberapa murid yang sama sekali tidak bisa duduk diam di atas bangku mereka. Orihime lebih tenang. Ia hanya duduk mengamati murid-murid sambil sesekali meminta mereka untuk tidak naik turun kursi seenaknya. Momo terlihat sibuk menghitung uang dana kegiatan hari ini. Ia adalah bendahara kegiatan field trip ini. Ada banyak bon dan kwitansi yang harus ia simpan baik-baik. Ia tidak mau ada salah perhitungan nantinya, karena hal itu akan membuatnya tekor dan mau tak mau harus mengganti. Rukia—tidak mau mengakui kalau ini pertama kalinya ia ke Ocean Arena—duduk dengan tidak sabar ingin segera menyaksikan pertunjukan lumba-lumba yang biasanya hanya ia lihat melalui TV atau situs streaming online terkenal.
"Lama juga ya kita harus menunggu!"seru Rukia pada Orihime.
Orihime mengangguk,"Yah...apa boleh buat? Tak mungkin kan kita tidak standby di sini karena bisa-bisa kita ketinggalan pertunjukan lagi. Anak-anak pasti kecewa."
"They love dolphins!"sahut Rangiku,"Me too."
Rukia tertawa,"Yeah...and you got too excited to come here, am I right?"
Rangiku mencibir,"Look who's talking? The one that never came here ever in her life. I bet you'll raise your hand as fast as you could, if the trainers ask the children to kiss the dolphins."
Rukia menyeringai,"Because you have mentioned it, I won't do it then."
Mereka bertiga lalu tertawa. Rukia agak mudah ditebak jalan pikirannya. Bagaimana tidak dalam postur kecilnya sebagai seorang guru, terkadang ia memang terlihat bersikap seperti masih remaja.
Atau setidaknya...itulah image yang ingin ia tampilkan.
Ada saja kan orang yang tidak mau terjebak dalam label umur dan kedewasaan yang harus berkorelasi. Bukannya Rukia tidak dewasa—pemikirannya sangat dewasa berbanding lurus dengan umurnya—sikapnya saja yang kadang-kadang tidak.
Itulah keunikan diri Rukia yang membuatnya disukai teman-temannya.
Ia konsisten untuk menjadi dirinya sendiri.
"Lihat! Sudah akan dimulai!"seru Rukia seraya menunjuk panggung pertunjukan yang terletak di seberang kolam renang.
Tiga orang pria berseragam putih biru keluar dari balik panggung dan mereka tidak hanya bertiga. Tiga ekor singa laut yang sangat besar mengikuti dengan merayap cepat. Mereka terlihat lucu, hitam dan...besar.
"They are so cute!"teriak Rangiku,"Look at them, Children. They are sealions!"Rangiku menjelaskan pada murid-murid yang melihat ke arah kejauhan dengan tatapan penasaran.
"Sensei...besar banget!"
"Iya. Aku jadi takut."
"Nggak ah, jangan takut. Mereka kan baik, nggak suka gigit. Iya kan Sensei?"
Momo mengangguk ringan seraya tersenyum.
"Tuh kan iya kata sensei,"anak perempuan yang berkacamata menegaskan pada temannya yang kecil dan berkuncir kuda.
Suara musik yang sedari tadi berkumandang begitu keras, mendadak mengecil volumenya. Fokus semua pengunjung yang sedari menunggu kemana-mana langsung tertuju pada panggung pertunjukan di seberang kolam. Tidak beberapa lama kemudian suara pembawa acara membahana di sekeliling gelanggang.
"Selamat siang dan selamat datang di Wahana Lumba-lumba Ocean Arena! Kami ucapkan banyak terima kasih pada adik-adik semua yang setia menunggu kemunculan teman-teman kita dari samudera. Perkenalkan dengan teman baru kalian..."
Singa laut yang paling besar—yang berada di tengah—terlihat melampaikan 'tangannya'.
"Takumi."
"Aiko!" Giliran singa laut yang agak ramping yang mengangkat tangan.
"Dan...Mizaki.!" Singa laut ketiga yang bertubuh ramping tapi lebih besar daripada yang kedua ikut mengangkat 'tangan'kanannya.
Semua pengunjung wahana lumba-lumba tertawa senang melihat pertunjukan singa laut yang menggemaskan itu. Mereka bisa menghitung, bisa memberi hormat, bisa menangkap gelang-gelang yang dilemparkan pelatihnya...sangat mengesankan.
Pertunjukan singa laut yang pandai itu hanyalah pembuka dari pertunjukan berikutnya yang tak kalah menariknya, pertunjukan lumba-lumba. Oleh sebab itu, meski masih belum puas menyaksikan ketiga singa laut itu, anak-anak tetap bertepuk tangan dengan sekeras-kerasnya.
Ada jeda waktu beberapa menit sebelum acara yang ditunggu-tunggu tiba. The Dolphin Show. Rukia melemparkan tawanya ke arah murid-muridnya yang menunjukkan wajah tak kalah penasarannya dengan wajah guru mereka itu.
"Aku deg-degan nih, Rukia Sensei,"bisik anak laki-laki berwajah cerdas bernama Kaito,"I've never seen a dolphin before."
Rukia menepuk bahunya perlahan,"It's Ok. It's also my first time,"bisiknya di telinga Kaito.
Mata anak berumur enam tahun itu membelalak lebar seakan tak percaya apa yang barusan dibisikkan gurunya,"Really? Aku pikir Sensei sudah pernah lihat lumba-lumba. Sensei kan sering cerita semua hal tentang lumba-lumba di kelas!"
"Pssttt...diam-diam saja dong. Hehehehehe...our secret, Ok? Kalau kau suka membaca banyak buku dan artikel di internet, kau pasti kelihatan tahu segalanya Kaito."
Kaito terkikik,"Sensei ini memang pintar. Tak perlu melihat lumba lumba hanya untuk tahu segalanya soal lumba-lumba ya Sensei..."
"Absolutely!"
BYUR!
Pandangan mereka berdua lalu teralih kembali ke arah kolam dan mata mereka langsung terpaku pada pemandangan di seberang kolam. Mata Rukia terutama.
Lima orang pria bertubuh langsing dan semampai di dalam balutan baju selam hitam biru muncul dari balik panggung. Kelimanya melambaikan tangan ke arah penonton dan mempertontonkan senyuman lebar.
They are the dolphin trainers...pelatih lumba-lumba.
Pelatih pertama yang meluncur mulus ke dalam kolam bertubuh paling tinggi di antara rekan-rekannya. Wajahnya dari jauh terlihat tampan dan yang paling mencolok adalah tato etnik di alis dan dahinya.
Yang kedua melompat ke dalam kolam adalah pelatih dengan wajah yang agak berkerut di dahi. Warna rambutnya tak kalah mencolok, warna oranye yang langsung terlihat menyala di antara buih-buih putih air yang kebiruan.
Pria ketiga yang melompat terlihat sangat tampan dengan rambut hitamnya dan tak kalah mencolok dengan tato angka 69 di wajahnya.
Dua pria lainnya tidak ikut terjun ke dalam kolam. Mereka berdiri di atas panggung seraya menggoyangkan tubuh dengan perlahan mengikuti alunan musik yang mengalun dari pengeras suara.
Pria yang keempat tak kalah mencolok penampilannya. Wajahnya terlihat agak jahil—tipe yang akan membuat kerusuhan di mana-mana—dan kepala botaknya terlihat mengkilap.
Pria yang terakhir, seorang pria tinggi bertubuh macho dengan rambut ikalnya yang berwarna biru—sekali lagi, ia juga terlihat mencolok.
Rukia terpana melihat para pelatih lumba-lumba yang semuanya mencolok di mata orang lain itu.
"Wow...rambut mereka warnanya aneh-aneh!"seru Matsumoto.
Momo mengangguk,"Ya. Mungkin itu syarat untuk jadi pelatih lumba-lumba. Harus mencolok mata."
Rukia mengangguk-angguk setuju,"Harus norak supaya tetap eksis, benar begitu Ran chan?"
Rangiku mengajukan jempolnya,"Ya, pasti itu Rukia chan. Mungkin itu tertera dalam perjanjian kontrak kerja mereka."
"Apa bertubuh sempurna juga bagian dari kontrak?"tanya Orihime seraya mengerling ke arah Rukia yang dilihatnya menatap dengan penuh kekaguman.
"Aku berani bertaruh, itu adalah salah satu persyaratannya,"Rukia menyeringai.
Rangiku dan Orihime terkikik geli. Mereka tahu sekali kalau Rukia penggemar si werewolf macho Jacob di film Eclipse yang baru-baru ini diputar di bioskop.
Lima ekor lumba-lumba dengan cepat meluncur di dalam air dan secara mengejutkan melompat keluar seakan memberi salam kehadiran mereka yang sudah ditunggu-tunggu sejak lama.
Tiga pelatih yang sudah terjun ke dalam air masing-masing berpegangan pada sirip tiga ekor lumba-lumba yang mengelilingi kolam dengan gerakan yang indah. Dua ekor lumba-lumba tanpa tandem pelatihnya berenang lebih cepat dan dengan mencengangkan langsung melompat ke atas panggung!
Pria yang botak langsung melemparkan potongan ikan ke hadapan mulut kedua lumba-lumba tersebut yang langsung disambar mereka dengan lahap. Ketiga lumba-lumba di belakang mereka menyusul melompat ke panggung dengan bantuan buntut belakang mereka dan sebentar saja ketiganya sudah melahap ikan yang dilemparkan para pelatih.
"Selamat datang di pertunjukan lumba-lumba siang ini. Kami senang sekali dengan kehadiran adik-adik sekalian! Siang ini adik-adik sekalian akan kakak kenalkan dengan teman-teman baru kalian dari Ocean Arena!" suara pembawa acara membahana.
"Mereka adalah...Kei, Rui, Azumi, Miu dan Sora!"
Kelima lumba-lumba itu langsung meluncur kembali ke dalam kolam, memutari kolam seraya melambaikan sirip atas mereka seakan-akan memberi salam pada semua yang menonton mereka dengan semangat.
Keriga pelatih kembali terjun ke air—si biru, si orange dan si merah. Mereka kembali berenang tandem dengan lumba-lumba.
Saat itulah pandangan Rukia terpaku pada satu titik untuk beberapa saat.
Ia melihat wajah si rambut orange dan terpana.
Si rambut orange memiliki senyuman yang sangat manis.
Kontan saja saat itu juga jantung Rukia berdegup sangat cepat.
Itu senyuman termanis yang pernah ia lihat seumur hidupnya.
Rukia melirik Rangiku yang masih sibuk memotret, kemudian beralih ke arah Orihime yang sekarang berdiri sambil mengabadikan pergerakan lumba-lumba dengan handycamnya. Momo apalagi—matanya hanya fokus pada pertunjukan.
"Ran chan...kau lihat yang berambut orange?"
"Ya..."
"Manis ya.."
Rangiku mengalihkan matanya sedikit dari layar kamera digitalnya dan beralih menatap pelatih berambut orange yang sedang berenang setelah menjatuhkan dirinya dari atas punggung lumba-lumba.
"Mirip adik kelasku kuliah dulu. Lumayan."
"Mirip tetanggaku,"sahut Orihime.
"Apa wajah pasaran ya?"Rukia agak bimbang.
Rangiku menyeringai,"Wajah mungkin pasaran, tapi warna rambutnya tidak."
Rukia memandang warna orange itu lekat-lekat. Ya, warna orange di tengah birunya air memang sangat mencolok.
Kelima lumba-lumba itu berenang mengitari kolam, melompati gelang-gelang di udara, menghitung dengan moncong panjang mereka, membawa pelatih berenang di antara mereka, berenang terbalik dengan perut di atas dan atraksi-atraksi menarik lainnya. Semua penonton berdecak kagum dan tak henti-hentinya bertepuk tangan untuk keahlian lumba-lumba menghibur mereka.
Kelima pelatih dengan warna rambut yang mencolok itu naik ke darat, setelah memasukkan kelima lumba-lumba ke dalam kolam lain melalui pintu kecil di samping kolam besar.
Kelima pelatih itu lalu membungkukkan badan tanda penghormatan. Pelatih berambut merah dan biru melambaikan tangan dengan wajah sangat sumringah. It was a good show after all.
Momo langsung menggiring murid-murid menuju pintu keluar yang terletak agak ke atas tribun penonton. Rangiku dengan cekatan membantu. Murid-murid yang sebenarnya masih enggan meninggalkan tempat pertunjukan itu, terlihat agak lambat berjalan menyusuri ruang sempit di antara satu bangku tribun dengan bangku tribun lainnya.
Rukia hanya terpaku di tempatnya.
Matanya memandang lurus ke arah pemuda berambut orange dalam balutan baju selam yang menunjukkan lekuk tubuh kekarnya itu.
"Rukia chan, ayo kita pergi!"seru Orihime.
Rukia tetap tak bergeming.
Hatinya berdegup kencang. Ia harus melakukan sesuatu.
"Rukia chan..."
"Tunggu Orihime san...aku masih mau melihat pelatih lumba-lumba itu."
Orihime tersenyum,"Fotonya sudah ada di kamera Rangiku kok."
"Tapi..."
"Ayo Rukia chan, mereka menunggu."
Rukia menoleh ke arah Orihime dengan pandangan memohon,"Sebentar saja, Orihime san. Aku tidak akan punya kesempatan lain melihatnya.
Orihime mengangguk lemah dan memutuskan menunggu Rukia sesaat lagi.
Rukia kembali memperhatikan pemuda berambut orange itu dan menyadari tubuhnya bergetar hebat. Ia harus lakukan ini. Sekarang atau tidak sama sekali. Sekarang atau ia akan menyesal seumur hidupnya.
Sekan tak sadar...ia lalu melambaikan tangannya ke arah lima pemuda di seberang tribun. Pelatih-pelatih tersebut sedang membereskan property pertunjukan mereka barusan.
"Hei...! Halo...!"teriaknya sekencang-kencangnya.
Pemuda dengan tato di wajahnya yang duluan mendengar teriakan Rukia. Ia mengangkat wajahnya seakan bertanya apa mau Rukia dengan berteriak-teriak ke arah mereka.
"Ada apa?"
Rukia lalu menunjuk ke arah pemuda yang berambut orange. Yang dimaksud sedang sibuk merapikan ember-ember yang berserakan di atas panggung pertunjukan.
"Aku mau nomor telpon dia!"teriak Rukia.
Pemuda bertato di wajah terlihat tidak jelas dengan pernyataan Rukia. Ia menunjuk si rambut orange. Rukia langsung mengangguk-angguk senang.
"Ya..Dia! Nomor telponnya!"
Sekarang bukan cuma si wajah tato yang menoleh ke arah Rukia, tapi juga si rambut biru dan si botak. Mereka terlihat bingung dengan apa yang Rukia lakukan. Tidak mudah menangkap maksud teriakan seorang gadis dari jarak lebih dari 30 meter kan?
"Ya...dia!"teriak Rukia.
Si botak—meski tidak mendengar apa perkataan Rukia—tidak habis akal. Ia mencolek bahu si rambut orange yang segera tersentak kaget karena sedang fokus pada pekerjaannya.
Si botak lalu menunjuk ke arah Rukia. Pemuda berambut orange mengarahkan pandangan tepat ke arah Rukia dan menatap dengan bingung.
Rukia terkesiap.
Si botak terlihat mengatakan sesuatu pada pelatih berambut orange tersebut dan entah apa yang ia katakan, itu terlihat manjur. Pemuda berambut orange itu kemudian berjalan menyusuri pinggiran kolam dari seberang tribun mendekati tempat Rukia berdiri saat ini.
Rukia lagi-lagi terkesiap.
Jantungnya berdegup lebih cepat, lebih cepat dan lebih cepat lagi. Kaki kecilnya terasa melemas—seakan tak sanggup menahan beban tubuhnya.
"Ada apa?"suara merdu khas laki-laki terdengar pelan dan ragu-ragu.
Tepat di depannya, hanya dipisahkan sebuah pembatas kaca mika sejauh 3 meter, Rukia melihat pelatih lumba-lumba berambut orange berdiri dengan tubuhnya yang langsing dan semampai.
Nafas Rukia serasa mau berhenti.
Ia lebih tampan saat dilihat dari jarak dekat.
"Boleh aku minta nomor telponmu?"tanya Rukia perlahan.
Wajah pemuda itu terlihat kaget. Ia ta menyangka wanita mungil di depannya akan menanyakan hal seperti itu.
"U-U-Untuk apa?"
"Untuk menelponmu."
Semburat warna kemerahan mendadak terlihat di wajah pemuda itu. Membuatnya terlihat lebih manis.
"Aku hanya ingin berteman,"buru-buru Rukia menambahkan.
Pemuda itu menatap dengan ragu-ragu, tapi kemudian berkata,"Baiklah..."lalu ia menyebutkan sederetan angka yang langsung dicatat Rukia di telpon genggamnya.
Rukia tersenyum,"Namamu?"
Pemuda itu menghela nafas,"Ichigo...Kurosaki Ichigo."
Rukia mengembangkan senyuman lebarnya,"Oh...aku Rukia. Senang berkenalan denganmu dan...terima kasih atas nomor telponmu. Bye!"
Rukia lalu langsung setengah berlari meninggalkan pelatih lumba-lumba yang masih terheran-heran di tempatnya berdiri. Sedetik yang lalu wanita itu masih di depannya dan detik berikutnya ia sudah kabur begitu saja.
Rukia menyunggingkan senyuman lebarnya saat ia melihat Orihime di luar wahana. Ia mengacungkan jempolnya.
"Aku dapat nomor telponnya,"katanya dengan bangga.
Orihime tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
Sungguh wanita yang unik!
End of this chapter
Author Notes:
Aku kembali lagi setelah semi hiatus cukup lama. Hiatus nulis, tapi tiap hari aku selalu menyempatkan diri untuk membaca fic2 teman-teman sekalian.
Mohon reviewnya agar menjadi penyemangatku dalam melanjutkan fic ini yaa...
Arigatou!
