Title: I'M A FALLEN LEAVES
Cast: Jin, Namjoon, Jungkook, Taehyung, Jimin, Hoseok, Yoongi - #NamJin #KookJin #TaeJin #HopeMin FF
Lenght: Five Shoot
Rating: 15+
Author: Tae-V [Line KTH_V95, Twitter KTH_V95}
Inspired by movie "Sweet Sixteen - Hangeng KrisWu JooWon".
"Aku bagaikan sebuah daun.. Aku terlahir bagaikan sebuah daun yang baru saja tumbuh dengan segarnya di sebuah pohon.. Aku dikelilingi oleh daun-daun lainnya yang mewarnai hari-hariku.. Sampai suatu hari, binatang yang kusebut sebagai hama itu menghampiriku, memakanku, dan merusakku.. Dan aku berakhir sebagai sebuah fallen leaves.. Daun yang rusak dan jatuh ke tanah... Lalu mati disana.. Yeah, i am a fallen leaves in the end of my life... - Kim Seokjin"
CHAPTER 1
.
BUSAN, 2009
"Jin ah! Temani appa kesini~ Appa sedang melatih Namjoon agar ia bisa semakin jago menciptakan lagu!" teriak ayah Jin dari lantai tiga rumahnya.
Jin segera berlari dari kamarnya yang terletak di lantai dua menuju ruangan kesayangan ayahnya itu.
Sebuah ruangan yang berisi dengan berbagai macam alat untuk membuat dan mengaransemen lagu.
"Ne, appa!" sahut Jin sambil tersenyum sangat manis melihat Namjoon yang sedang duduk disamping ayahnya dengan rambut sangat acak-acakan.
"Neo wasseo?" sapa Namjoon sambil menatap Jin. Wajahnya terlihat sangat kucel sore itu.
Tentu saja kucel, karena ayah Jin selalu mengajarkan Namjoon dengan tegas dan tidak kira-kira, membuat Namjoon selalu terlihata berantakan setiap menerima pelatihan dari ayah Jin.
Ayah Jin salah satu dosen jurusan musik di sebuah universitas ternama di Busan.
Jin pindah ke Busan dari kampung halamannya, Anyang, Gyeonggi-do, pada tahun 2005, karena ayahnya diterima mengajar di universitas ternama di Busan itu.
Jin dan Namjoon sudah kenal sejak tiga tahun yang lalu, ketika Namjoon pindah ke sebelah rumah Jin karena ayah Namjoon mendapatkan pekerjaan di salah satu perusahaan besar yang ada di Busan.
Jin dan Namjoon saling berkenalan dengan baik karena mereka sama-sama berasal dari luar Busan.
Apalagi, ternyata Namjoon begitu suka dengan dunia musik, dan ayah Jin sangat senang bisa mengajari Namjoon mengenai cara bermusik yang baik dan juga cara mengaransemen dan menciptakan sebuah lagu.
Jin dua tahun lebih tua dari Namjoon, namun kecerdasan Namjoon yang berada di atas rata-rata membuatnya menjadi siswa akselerasi dan Namjoon selalu berada di kelas yang sama dengan Jin sejak pertama kali Namjoon pindah ke Busan.
Kenyataan bahwa mereka juga tinggal bertetangga dan ayah Jin juga sangat sering menyuruh Namjoon ke rumahnya untuk belajar musik tentu saja membuat kedekatan mereka terasa lebih dari sekedar sahabat.
Dan tahun lalu, pada Valentine day tahun 2008, Namjoon memberanikan dirinya menyatakan perasaannya kepada Jin, dan mereka pun resmi berkencan.
"Belajarlah yang rajin, Namjoon ah~ Kau harus menjadi musisi terkenal kalau kau memang berencana menikahiku, ya kan appa?" sahut Jin sambil tersenyum.
Ayah Jin tertawa sambil memukul pelan kepala Namjoon. "Dengarkan ucapan kekasihmu itu baik-baik, araseo?"
"Ne~" sahut Namjoon sambil menggaruk kepalanya dengan eskpresi yang terlihat lucu di wajahnya.
Jin tersenyum melihat betapa manis kekasihnya dengan ekspresi wajah seperti itu.
.
.
.
"Aku lelaaaaaah~ Hoahhhm~" sahut Namjoon sambil mengangkat kedua tangannya ke atas, meregangkan otot-otot tubuhnya setelah berlatih selama dua jam di ruangan milik ayah Jin.
"Kekasihku ini memang luar biasa~ Kau sudah melakukan semuanya dengan sangat baik hari ini, Namjoon ah~ Jinjja~" sahut Jin sambil tersenyum manis menatap wajah Namjoon yang tengah menguap.
Mereka berdua tengah duduk di bawah sebuah pohon besar yang terletak di sebuah bukit kecil yang tak jauh dari rumah mereka.
Pohon besar itu lah yang menjadi saksi bisu ketika Namjoon menyatakan perasaannya kepada Jin disana sore itu, setahun yang lalu.
Dan sejak saat itu, mereka sering menghabiskan waktu bersama sore hari di bawah pohon itu, karena dari situlah mereka bisa melihat pemandangan sunset yang sangat indah.
"Hyeong, aku janji... Aku akan menjadi musisi terkenal suatu saat nanti.. Jika saat itu tiba, aku akan melamarmu, jadi kau harus menyimpan jarimu baik-baik karena hanya aku yang boleh meletakkan cincin di sana, araseo?" sahut Namjoon sambil menatap Jin.
Jin tersenyum dan menganggukan kepalanya. "Aku akan terus menunggumu, sampai kau sukses dan siap menikahiku~"
Wajah Namjoon semakin mendekat ke wajah Jin.
Dan bibir mereka mulai bertautan, tepat ketika matahari terbenam dengan sangat indahnya di hadapan mereka.
Jin memejamkan matanya, dan menikmati setiap lumatan Namjoon di bibirnya.
Bagi Jin, hanya ada dua hal yang paling disukainya di dunia ini. Pemandangan sunset di bukit itu, dan kecupan hangat kekasihnya.
.
.
.
"Jin ah~ Kau tahu kan anak kecil yang tinggal di seberang rumah kita?" tanya ibu Jin sore itu ketika Jin baru saja pulang dari sekolah.
Jin menganggukan kepalanya sambil melepaskan dasi dari lehernya.
"Ia sudah kembali ke rumahnya..." sahut ibu Jin.
"Ah, jinjja? Ia sudah kembali dari trauma centre? Ia tinggal dengan siapa disana?" tanya Jin dengan ekspresi terkejut.
"Sendirian... Dan ayahmu sudah berjanji kepada walinya, bahwa kau yang akan membantu mengurusnya... Jadi, mulai sore ini, setiap sore kau harus kesana, menjaganya dan mengajarkannya mata pelajaran yang tertinggal selama ia berada di trauma centre..." sahut ibu Jin.
Membuat kedua bola mata Jin terbelalak lebar.
"Eomma! Mengapa aku?" sahut Jin, protes.
"Tanyakan saja pada ayahmu.. Aku sudah lelah memberitahunya bahwa kau belum siap menjaga anak orang.." sahut ibu Jin.
"APPAAAAAAAAAA~" Jin segera berteriak dan berlari ke lantai tiga menuju ruangan berharga itu, tempat ayahnya menghabiskan banyak waktunya disana.
Jin membuka pintu dan mendapati ayahnya sedang fokus memainkan piano yang ada di sudut ruangan.
"Appa! Siapa bilang aku mau mengurusnya?" sahut Jin, membuat ayahnya berhenti memainkan pianonya dan menoleh menatap Jin.
"Jeon Jungkook maksudmu?" sahut ayah Jin.
Jin menganggukan kepalanya. "Siapa lagi kalau bukan dia yang kumaksud!"
"Bukankah kau cukup sering bermain dengannya waktu kau baru pindah kesini? Kurasa kalian cukup dekat... Makanya aku berkata kepada walinya agar mengijinkannya kembali ke rumahnya karena kau yang akan bertanggung jawab menjaga dan mengajarinya... Kau akan dibayar untuk itu, imma! Kau bisa menabung dengan uang bayaran itu..." sahut ayah Jin dengan santainya.
"Tapi, appa! Jungkook yang sekarang sangat jauh berbeda dengan Jungkook yang dulu kukenal, kau juga tahu itu..." protes Jin.
Ayah Jin menatap Jin. "Apakah kau tidak merasa kasihan padanya? Apa hatimu tidak tergerak untuk mengasihaninya? Apa hatimu tidak tergerak untuk membantunya lepas dari penyakit trauma yang dideritanya?"
Jin menundukkan kepalanya. "Aku... Sangat kasihan padanya... Aku rindu melihat senyuman cerianya..."
"Karena itu, aku percaya kau satu-satunya orang di daerah ini yang bisa membantunya lepas dari traumanya..." sahut ayah Jin.
Jin menatap ayahnya sejenak.
"Aku rasa... Ucapanmu ada benarnya, appa..." sahut Jin. "Baiklah, aku bersedia menjadi guru privat sekaligus penjaganya..."
Jin berjalan masuk ke kamarnya di lantai dua dan duduk merenung di atas kasurnya.
Jin teringat ketika ia pertama kali bertemu Jungkook yang tinggal di seberang rumahnya.
Usia Jin lima tahun diatas Jungkook. Saat pertama kali Jin pindah ke Busan, usia Jin 13 tahun, sementara usia Jungkook baru 8 tahun.
Jungkook yang berusia 8 tahun itu begitu ceria dan menjadi teman main Jin setiap sore.
Jin semakin dekat dengan Jungkook karena Jin anak tunggal dan sangat menginginkan memiliki adik, sementara Jungkook terlihat begitu menggemaskan dan Jin akhirnya menganggap Jungkook seperti adiknya sendiri.
Namun, tahun lalu, tepat setelah Namjoon menyatakan perasaannya pada Jin, malam harinya Jin mendapat kabar yang tidak baik.
Ayah Jungkook kabur dari rumahnya setelah bertengkar hebat dengan ibu Jungkook.
Setelah ayah Jungkook kabur, ibu Jungkook memutuskan gantung diri di kamarnya, dan Jungkook yang berusia 11 tahun saat itu sangat terkejut melihat mayat ibunya tergantung di kamar.
Bocah berusia 11 tahun, melihat ibunya gantung diri dengan tragis seperti itu dalam kamarnya, tentu saja kejiwaannya menjadi sangat terganggu.
Jungkook sangat trauma dan menjadi anti sosial. Ia selalu mengurung dirinya salam kamar dan terus menangis sambil menggigiti kuku-kukunya hingga berdarah.
Akhirnya Jungkook dibawa ke trauma centre untuk menjalani pengobatan trauma disana.
Dan sore itu ternyata Jungkook sudah diijinkan kembali ke rumahnya, namun tidak ada seorangpun yang mau menjaganya, karena itulah ayah Jin mengatakan bahwa Jin yang akan menjaga dan merawat Jungkook.
"Jungkook ah~ Hyeong berjanji akan menjagamu dan menyembuhkan trauma yang kau alami..." gumam Jin sambil merapikan dirinya, bersiap untuk ke rumah Jungkook pada pukul enam sore.
.
.
.
Jungkook terduduk di tepi ranjang di kamarnya sambil memeluk kedua kakinya yang ditekuk ketika Jin masuk ke dalam kamar Jungkook.
"Jungkook ah~ Lama tak bertemu denganmu.. Kau merindukanku, ya kan, ya kan?" sahut Jin sambil tersenyum, berusaha menghibur Jungkook.
Namun Jungkook mengacuhkan keberadaan Jin dan terus menatap kosong ke depan.
"Jungkook ah~ Hyeong wasseo~ Kau tidak berniat menyapaku, huh?" sahut Jin sambil berjongkok tepat dihadapan Jungkook.
Jungkook membuang mukanya agar tidak beradu pandang dengan Jin.
Jin memegang kedua bahu Jungkook. "Jungkook ah~ Tatap aku... Kau lupa padaku, huh?"
Jungkook tetap tidak mau menatap Jin, apalagi menjawab pertanyaan Jin.
Dan hal itu berjalan terus seperti itu selama seminggu.
Jungkook terus mengabaikan Jin, dan Jin terus tanpa lelah berusaha menghibur Jungkook walau Jungkook mengacuhkannya.
Siang itu, hari sabtu siang, karena Jin libur sekolah, Jin mengunjungi Jungkook siang hari.
Seluruh gorden di kamar Jungkook yang selalu tertutup dibuka oleh Jin, membuat Jungkook berteriak meminta Jin menutup gorden itu karena Jungkook trauma melihat cahaya yang masuk lewat jendela kamarnya.
Seperti vampir yang kepanasan melihat sinar matahari.
"TUTUP GORDENNYA! TUTUP! TUTUP GORDENNYA!" teriak Jungkook.
Itulah pertama kalinya Jungkook membuka suaranya dihadapan Jin sejak insiden kematian ibu Jungkook.
"Syukurlah, kau masih bisa bicara.. Kukira kau jadi bisu, imma~" sahut Jin sambil tersenyum dan mengusap pelan kepala Jungkook.
Jungkook terus meronta dan berusaha menutup kembali gordennya, namun Jin terus mencegah Jungkook.
"Kau harus terkena sinar matahari agar bisa sehat, Jungkook ah! Kau lihat! Kulitmu sangat pucat karena tidak pernah terkena sinar matahari!" bentak Jin.
Pergelutan terjadi siang itu.
Jungkook yang terus meronta berusaha menutup gorden di kamarnya dan Jin yang berusaha menjelaskan pada Jungkook akan pentingnya sinar matahari bagi tubuh.
Pergelutan terjadi cukup keras siang itu, namun pada akhirnya Jungkook mengalah setelah tubuh Jungkook dihempaskan Jin ke atas ranjang dan Jin menindih tubuh Jungkook.
"Kau harus sembuh dari traumamu, imma! Dan kau sendiri yang bisa membuat dirimu sembuh! Kau harus mendengarkan semua ucapanku agar kau bisa terlepas dari belenggu traumamu ini! Aku akan membantumu dan aku berjanji akan selalu menjagmu, disisimu! Kau tidak sendirian karena ada aku, araseo?!" bentak Jin ketika ia berada tepat di atas tubuh Jungkook.
Jungkook diam, sambil menatap Jin yang berada tepat di atasnya.
Dan sejak saat itu, Jungkook jadi penurut kepada Jin.
Jin setiap sore ke rumah Jungkook mengajari Jungkook mata pelajaran yang tertinggal, bahkan Jin menemani Jungkook sampai Jungkook tertidur, baru Jin kembali ke rumahnya.
Namjoon sering kali mengeluh karena kini ia jarang bisa melihat sunset bersama dengan Jin di bukit kecil itu, tapi di sisi lain Namjoon juga merasa kasihan pada Jungkook karena itu ia berusaha mengerti akan kesibukan Jin menjaga Jungkook akhir-akhir ini.
Toh, Namjoon dan Jin tetap bisa berkencan selama di sekolah kan?
.
.
.
Sore itu Jin mengajak Jungkook bersepedaan ketika Jin ada janji kencan dengan Namjoon.
Memang biasanya setiap Minggu sore, Namjoon dan Jin selalu bersepedaan berdua mengelilingi bukit sebagai bagian dari kencan mereka, karena bagi Namjoon, berkencan pun harus sekali-kali diimbangi dengan olahraga.
Namun sore itu, Jin mengajak Jungkook. Jungkook duduk di bangku belakang sepeda Jin, sementara Namjoon mengendarai sepedanya sendirian.
"Uh? Kau mengajaknya?" tanya Namjoon.
Jin tersenyum. "Gwenchana, kan?"
Namjoon tersenyum sambil menganggukan kepalanya, lalu menyapa Jungkook. "Annyeong, Jungkook ah.. Lama kita tidak bertemu.."
Jungkook hanya menganggukan pelan kepalanya, menjawab sapaan Namjoon.
Memang, Jungkook mulai mau keluar rumah dan berkomunikasi dengan Jin, namun ia masih tertutup kepada orang lain selain Jin.
Karena itu, Namjoon juga mengerti mengapa Jungkook hanya menganggukan kepalanya tanpa membuka suara untuk menjawab sapaannya.
Dan sore itu mereka bertiga bersepedaan dengan cukup menyenangkan.
Jin dan Namjoon tertawa lepas sambil bersepeda, sementara Jungkook hanya bisa tersenyum kecil sambil memeluk pinggang Jin.
.
.
.
BUSAN, 2010
"Whoaaaaaa~ Tidak terasa kita sudah kelas tiga~" sahut Jin ketika ia dan Namjoon duduk bersebelahan di kelas baru mereka di kelas 3 SMA.
"Sebentar lagi ujian akhir..." sahut Namjoon.
"Dan kau akan melanjutkan kuliah di kampus tempat appa mengajar, kan?" sahut Jin sambil menatap Namjoon.
Namjoon menganggukan kepalanya. "Semoga aku diterima masuk disana..."
Jin tersenyum manis.
Namjoon mengusap pelan kepala Jin. "Ayo semangat! Kau bahkan masih harus mengurus Jungkook padahal kau sudah disibukkan dengan persiapan ujian akhir ini..."
Jin tersenyum. "Ada kau disampingku~ Aku baik-baik saja, hehehe~"
"Aigoo~ Kalian ini.. Pagi-pagi sudah bermesraan seperti ini, ckckck~" gumam Hoseok, teman sekelas Namjoon dan Jin.
Hoseok seusia dengan Namjoon, dan ia juga siswa akselerasi, makanya Hoseok bisa sekelas dengan Jin juga.
Membuat Jin sering merasa minder karena sekelas dengan kedua pria kelahiran 1994 itu, padahal ia kelahiran 1992.
"Makanya, kau cepat-cepat cari kekasih sana..." sahut Namjoon.
"Aku sibuk belajar, imma! Aku tidak secerdas dirimu yang bisa mengikuti pelajaran dengan baik padahal kau membagi waktu belajarmu dengan bermusik, dan berkencan..." sahut Hoseok.
Membuat Namjoon dan Jin tertawa.
"Jujur saja, aku seringkali menyesal menjadi siswa akselerasi... Karena ternyata cukup berat berada di kelas yang seharusnya belum harus kujalani..." sahut Hoseok sambil mengeluarkan buku dari tasnya.
"Hwaiting, Hoseok ah!" sahut Jin sambil tersenyum, memberikan semangat kepada Hoseok.
"Kau menyebalkan, hyeong..." sahut Hoseok sambil menjulurkan lidahnya.
Sebenarnya, Hoseok pernah menyatakan perasaannya juga kepada Jin, namun tentu saja Jin menolaknya karena saat itu Jin sudah jatuh cinta kepada Namjoon.
.
.
.
"Hyeong.. Apa tidak apa-apa kau terus mengajariku begini sementara kau sudah disibukkan dengan persiapan ujian akhirmu?" tanya Jungkook sore itu ketika Jin datang ke rumahnya.
Jin menatap Jungkook.
"Waeyo, hyeong?" Jungkook merasa risih ditatap seperti itu oleh Jin.
"Yaaaa, Jeon Jungkook.. Kau sudah bisa mencemaskanku? Aigoo~ Kyeopta uri dongsaeng~" sahut Jin sambil tersenyum dan mengacak pelan rambut Jungkook.
Membuat jantung Jungkook berdetak kencang.
"Aku ke kamar mandi sebentar ya.." sahut Jin sambil berjalan menuju kamar mandi, sementara Jungkook menatap punggung Jin yang berjalan menjauh.
"Apa aku... Menyukaimu.. Hyeong?" gumam Jungkook.
Sudah beberapa bulan belakangan ini, Jungkook seringkali merasakan hal yang sama. Detak jantungnya semakin cepat jika melihat senyuman Jin, ataupun setiap Jin menyentuh tubuhnya.
Tentu saja itu wajar jika Jungkook jatuh cinta pada Jin! Karena setelah kejadian meninggalnya sang ibu, hanya Jin satu-satunya orang yang selalu ada untuk Jungkook.
Hanya Jin yang selalu ada untuk menyemangati dan mengobati trauma Jungkook. Hanya Jin yang selalu menjaga dan merawat Jungkook sampai Jungkook bisa kembali masuk sekolah dengan normal seperti anak-anak lain seusianya.
.
.
.
Waktu berlalu sangat cepat.
Ujian akhir sudah tiba di depan mata.
"Sebulan lagi... Hanya tinggal sebulan lagi, kita akan dipertemukan dengan ujian sialan itu.." gerutu Hoseok pagi itu.
"Aku juga pusing..." gerutu Jin.
"Hyeong... Ada yang ingin kubicarakan padamu... Ini sangat penting..." sahut Namjoon kepada Jin.
Dan sore itu, Jin mengabari Jungkook bahwa ia meminta ijin datang ke rumah Jungkook agak malam.
Jin dan Namjoon duduk bersebelahan, di bawah pohon besar di bukit itu, menunggu datangnya sunset dihadapan mereka.
"Hyeong... Kau ingat kan aku ikut audisi dua bulan lalu?" tanya Namjoon.
Jin menganggukan kepalanya. "Ne~ Apa hasilnya sudah keluar?"
Namjoon menatap Jin sekilas, lalu menganggukan kepalanya.
"Jinjja? Otte?" tanya Jin dengan antusias.
"Aku lolos audisi dan diterima menjadi trainee..." sahut Namjoon.
"Whoaaaaaa! Chukkae Namjoon a!" Jin langsung memeluk erat tubuh kekasihnya itu.
"Tapi..." sahut Namjoon dengan nada lemah.
Jin melepaskan pelukannya dan menatap Namjoon. "Waeyo, Namjoon ah?"
"Aku... Harus menjalani masa trainee selama empat tahun di Seoul... Dan aku harus segera ke Seoul setelah dinyatakan lulus dari ujian akhir..." sahut Namjoon.
"Seo... Seoul?" Jin membelalakan kedua bola matanya.
Namjoon menganggukan kepalanya dengan lemah.
"Itu berarti? Kita akan berpisah selama empat tahun?" tanya Jin.
"Jika kau keberatan, aku akan mundur dari posisi trainee ini, hyeong!" sahut Namjoon sambil menatap Jin.
Jin menatap Namjoon. "Tapi, bukankah itu cita-cita terbesarmu?"
Namjoon menganggukan kepalanya. "Tapi, kalau kau belum siap berpisah denganku, aku tidak akan meninggalkanmu.. Aku bisa ikut audisi lagi lain waktu, kan?"
Jin memeluk erat tubuh Namjoon. "Dasar bodoh... Walau aku akan sangat kesepian jika berpisah denganmu... Tapi, bukankah ini cita-citamu? Kau harus sukses kali ini, Namjoon ah~ Kalau kau sudah sukses, berjanjilah, kembali ke sini, lalu bawakan aku cincin yang indah!"
Namjoon menganggukan kepalanya dalam pelukan Jin. "Gumawo, hyeong.. Aku memang tidak salah memilihmu sebagai kekasihku... Saranghae, jinjja..."
Jin melepaskan pelukannya. Dan lagi-lagi, tepat ketika matahari terbenam di hadapan mereka, bibir mereka bertautan.
Jin menikmati semua lumatan Namjoon di bibirnya. Jin bahkan melumat balik bibir Namjoon dengan lebih ganas dari biasanya, menandakan betapa ia akan sangat merindukan lumatan-lumatan itu jika mereka berpisah selama empat tahun nanti.
.
.
.
"AKHIRNYA! KITA LULUS!" teriak Hoseok, Namjoon, dan Jin bersamaan ketika melihat papan pengumuman kelulusan yang menyatakan bahwa mereka bertiga dinyatakan lulus ujian akhir SMA.
Mereka bertiga berpelukan, dan sepulang melihat hasil kelulusan, mereka menghabiskan waktu bermain bertiga.
Bermain sepuasnya sebelum mereka akan berpisah.
Namjoon akan menjalani masa traineenya di Seoul, Hoseok akan melanjutkan kuliahnya di Gwangju, kampung halamannya. Sementara Jin akan melanjutkan kuliah di salah satu universitas di Busan.
"Kapan lagi kita bisa berkumpul bertiga seperti ini..." keluh Hoseok ketika langit sudah gelap dan mereka sudah lelah bermain seharian itu.
"Kita bisa mencari waktu untuk reunian, imma.." sahut Namjoon sambil memukul pelan bahu Hoseok.
Jin menganggukan kepalanya. "Ayo, kita cari waktu kosong agar bisa berkumpul setelah kita berpisah nanti..."
Hoseok menatap Jin dan Namjoon bergantian. "Aku lebih sedih lagi melihat kalian harus berpisah begini... Kalian kan selalu menempel sejak dulu..."
Jin menatap Namjoon. "Aku percaya padamu, Namjoon ah~ Walau kita berjauhan, hati kita tetap terus bersama, ya kan?"
Namjoon menatap Jin sambil tersenyum. "Tentu saja!"
"Aigoo... Aku menyesal mengatakan hal barusan... Ckckck~" sahut Hoseok sambil menggelengkan kepalanya.
.
.
.
Seminggu lagi upacara kelulusan akan dilangsungkan dan itu berarti waktunya bagi Namjoon untuk meninggalkan Busan.
Karena itu, selama seminggu itu Jin tak pernah menyia-nyiakan semua sisa waktunya bersama Namjoon.
Jin meminta ijin kepada Jungkook agar mengajarinya belajar hanya di pagi hingga siang hari saja karena siang sampai malam Jin ingin melaluinya bersama Namjoon.
Jungkook tahu betul siapa itu Namjoon. Ia tahu betul apa posisinya di hati Jin. Karena itu Jungkook mau tidak mau harus mengiyakan permintaan Jin.
Bukankah setelah Namjoon ke Seoul, ia akan memiliki lebih banyak waktu bersama dengan Jin?
.
.
.
Malam itu, Namjoon bersepeda dengan Jin.
Bukan dua sepeda namun satu sepeda.
Jin duduk di kursi belakang sambil memeluk erat pinggang Namjoon, melaju menuju sebuah taman bunga yang sangat indah.
Bunga-bunga bermekaran berwarna-warni, dihiasi lampu jalanan dan binatang malam yang menyala mengitari bunga-bunga di taman itu, serta ratusan bintang yang bercahaya di langit malam itu.
Namjoon memarkirkan sepedanya di tepi taman, lalu berjalan sambil menggenggam erat tangan Jin, berjalan di tengah taman bunga itu.
"Besok setelah upacara kelulusan, aku akan langsung berangkat ke Seoul.. Ini adalah malam terakhir aku bisa menggenggam erat tanganmu sebelum kepergianku ke Seoul..." sahut Namjoon.
Mata Jin mulai dibasahi air mata. Ia belum rela berpisah jauh dengan kekasihnya.
"Kau harus janji, kau harus sehat-sehat disana... Jangan telat makan, jangan terlalu lelah.. Setiap ada waktu, kabari aku... Araseo?" sahut Jin dengan mata yang basah digenangi air mata.
Namjoon menganggukan kepalanya sambil menghapus air mata di wajah Jin dengan kedua ibu jarinya.
"Aku janji, jika aku ada waktu aku akan segera kesini menemui walaupun hanya sejenak..." sahut Namjoon.
Jin mengangukkan kepalanya.
"Kau juga harus berjanji, jaga hatimu hanya untukku seorang.. Aku akan segera datang ke hadapanmu, dan memintamu menjadi pendamping hidupku, araseo?" sahut Namjoon sambil memegang kedua pipi Jin dengan kedua telapakn tangannya.
"Bawakan cincin yang paling indah di dunia ini, araseo?" sahut Jin. Air mata kembali menetes dari kedua bola mata indahnya.
Namjoon menganggukan kepalanya, lalu ia memiringkan kepalanya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Jin.
Jin memejamkan kedua bola matanya. Air mata langsung menetes membasahi kedua pipinya, sementara bibir Namjoon mulai menempel di bibirnya.
Mereka terus saling melumat untuk waktu yang cukup lama, mengingat ini adalah malam terakhir mereka bisa bersama sebelum kepergian Namjoon ke Seoul untuk meraih cita-citanya.
.
.
.
Upacara kelulusan berakhir.
Jungkook diajak orang tua Jin untuk ikut ke acara kelulusan Jin untuk memberikan buket bunga kepada Jin.
"Aigoo~ Gumapta, Jungkook ah~" sahut Jin sambil tersenyum dan mengusap pelan kepala Jungkook ketika Jungkook memberikan buket bunga pada Jin.
Namjoon berpamitan kepada kedua orang tua Jin, dan juga kepada Jungkook.
Mobil dari agency tempat Namjoon akan bernaung sudah menjemput tepat di depan gedung sekolah mereka.
"Hyeong.. Waktunya bagiku untuk berangkat..." sahut Namjoon sambil menatap Jin.
Air mata kembali menetes dari kedua bola mata Jin. "Hati-hati di jalan.. Kabari aku kalau sudah sampai, araseo?"
Namjoon menganggukan kepalanya, tersenyum menampilkan kedua lesung pipinya.
"Jaga kesehatanmu baik-baik... Jangan lupa memimpikanku setiap malam... Jaga hatimu baik-baik hanya untukku.. Berjuanglah dengan semangat... Aku akan terus menunggumu disini..." sahut Jin.
Namjoon memeluk erat tubuh Jin, membiarkan Jin menangis dalam pelukannya.
"Kim Namjoon-sshi, ayo!" sahut sang supir yang ditugaskan untuk menjemput Namjoon.
Namjoon melepaskan pelukannya lalu menatap Jin sambil menghapus air mata di wajah Jin. "Saranghae, Kim Seokjin..."
"Nado.." sahut Jin.
Namjoon mengecup lembut kening Jin, lalu berpamitan dan menaiki mobil itu menuju Seoul.
Jin berjongkok sambil menangis melihat kepergian Namjoon.
Sementara Jungkook, hanya bisa menatap Jin dari belakang. Hati Jungkook juga menangis melihat kesedihan Jin saat itu.
.
-TBC-
