Melukis Langit
Summary: Bagi Alibaba, tidak ada yang namanya malaikat. Ya, kecuali suaranya bisa membuat hatimu hancur berkeping-keping atau menumbuhkan harapan baru.
Rate: T
Disclaimer: magi ©Shinobu Ohtaka. Fic ngaco ini punya saya.
Warning: totally OOC. Alay. Abal. Ngaco. Tidak memenuhi kaidah Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mengandung istilah-istilah yang membingungkan dan bisa jadi disalah artikan. Tidak usah Anda baca jika Anda merasa fic ini nggak penting.
.
.
.
.
.
.
.
I: Une
It is impossible to see the angel unless you first have a notion of it.
-James Hillman-
.
.
.
.
.
.
.
"Ibu, malaikat itu apa?"
"Hm? Malaikat adalah makhluk Tuhan yang kuat dan cerdas. Mereka diciptakan dari cahaya, dan bertugas memuliakan Tuhan, dan melindungi manusia."
"Melindungi manusia? Malaikat itu baik, ya, bu?"
"Sangat baik."
"Anoo...apa malaikat juga menjagaku?"
"Tentu saja. Malaikat menjaga setiap hamba-Nya dengan penuh kasih sayang."
.
.
.
.
.
.
.
Lawrence School of Music.
Alibaba Saluja tidak pernah mengerti, kenapa ia bisa mendapat undangan untuk sekolah disini. Salah sseorang teman dari mendiang ibunya mendaftarkannya disini, katanya ia memiliki talenta. Talenta sih talenta, tetapi dengan gajinya bekerja sambilan mana cukup untuk membayar biaya sekolah disini? Setengah enggan, cowok pirang itupun akhirnya mengisi formulir dan mengantri bersama yang lain untuk tes pembagian kelas.
Pembagian pendaftarannya dibagi menjadi tiga. Yaitu tes vokal, tes vokal yang calon siswanya bisa memainkan alat musik, atau hanya instrumentalnya saja. Alibaba masuk kedalam kloter yang kedua, dan calon siswanya tidak sebanyak yang pertama dan ketiga. Nomor pendaftarannya sangat mengerikan, 444. Duh, jurinya sudah keburu bete mungkin saat menilai suaranya.
Nomor demi nomor berlalu, dan akhirnya setelah penantian panjang, dan dengan seteman gitar yang mantap, Alibaba Saluja-pun dipanggil. Ia berdiri diantara tiga orang juri. Sang Vocal Coach, Yamuraiha. Instrumental Coach, Masrur dan General Instructor(GI), Sharrkan.
"Sebutkan nama dan usia." Kata coach Yamuraiha.
"Euhm..." Alibaba menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. "A...Alibaba Saluja, 17 tahun."
Coach Yamuraiha menggedikkan kepalanya, tanda bahwa Alibaba harus memulai. Dengan permainan gitarnya yang kidal, cowok pirang itu membawakan lagu Ignorance secara akustik. Namun setelah reff, GI Sharrkan menghentikannya.
"Siapa yang mau take over?" tanyanya, menoleh kepada kedua coach disebelahnya.
"Seleramu banget, tuh. Ambil gih." Ketus coach Yamuraiha.
"Suaranya lebih baik diasah." Jawab coach Masrur.
GI Sharrkan menulis sesuatu, lalu menyerahkan secarik kertas kepada Alibaba. Isinya adalah prosedur administrasi pengurusan kelas.
"Selamat datang di kelasku, Baritone." GI Sharrkan tersenyum ramah.
"Eh? Baritone?" tanya Alibaba bingung.
"Iya. Vocal range dengan dua oktaf. Warna suaramu khas dan ada beberapa dialek yang memberikan warna pada suaramu. Tetap berlatih ya!"
Alibaba memang sedikit bingung. Akhirnya ia keluar, menjinjing guitar case dan menuju kelas yang tertera di kertas tersebut.
.
.
.
.
.
.
.
Hebatnya Lawrence School of Music, mereka tidak hanya mengajarkan segala-galanya tentang musik disini. Ada manner lesson class, kelas bahasa asing, kelas sains, sosial dan olahraga juga dengan porsi 3:1 untuk setiap subjek dalam sehari dibandingkan dengan pelajaran musik. Pembagian kelasnya, sesuai dengan vocal range si siswa itu sendiri. Untuk kelas cowok, ada 180 siswa Bass, 230 siswa Baritone, 55 siswa Tenor, dan 3 siswa Countertenor. Untuk kelas cewek, ada 300 siswi Sopran, 28 siswi Mezzo-Sopran, 345 siswi Alto dan 10 siswi Contralto.
Sebagai siswa dari kelas ter-mainstream di kelas cowok, Alibaba merasa ini adalah sistem kasta. Banyak anak-anak yang tidak mau berteman dengan anak dari kelas yang berbeda. Dan rata-rata cewek cantik berasal dari kelas Sopran.
"Hai, anak baru!"
Alibaba terlonjak. Ada seorang cowok dengan bekas luka bakar didaerah mata kirinya. Cowok itu tersenyum canggung, melirik kertas yang dipegang Alibaba.
"Jadi, kau masuk kelas Baritone, Alibaba?" sapanya.
"Ye...yeah." Alibaba melipat-lipat kertasnya dan mengantunginya. "Tidak sopan memanggil orang langsung seperti itu."
Cowok itu menggaruk kepalanya. "Oh, gitu? Kalau begitu, namaku Ren Hakuryuu. Aku dari kelas Tenor. Salam kenal, ya!"
"Iya." Jawab Alibaba datar.
"Hey, kau lapar, tidak. Di sekolah ini kantinnya keren, lho." Hakuryuu tersenyum cerah.
"Makasih. Aku lagi tanggung bulan." Jawab Alibaba, menolak dengan halus.
"Masih kaku saja! Aku traktir deh!"
Alibaba yang diseret-seret ke kantin hanya bisa pasrah. Ia membetulkan seragamnya yang sedikit kebesaran dengan canggung. Hakuryuu membelikan Alibaba sekotak susu, sebungkus roti kare, KitKat dan seikat (seikat isinya tiga buah) pisang dengan jumlah dikali dua Mereka duduk berdua, disebuah meja dengan dua bangku yang sangat panjang.
"Makanlah, nggak perlu sungkan denganku." Jawab Hakuryuu sambil melahap pisangnya. "Umm...aku suka banget makan pisang."
"Eh? Aku juga." Alibaba mengupas pisangnya, lalu makan. "Aku biasa memakannya dengan cara digoreng, dimakan sebagai makanan pokok."
"Aku juga suka pisang goreng! Manis dan renyah, lalu dimakan dengan sirup gula."
"Harum dan manisnya pisang memang luar biasa lezat." Timpal Alibaba.
"Mesra banget sepasang monyet baru ini!"
Alibaba tersentak. Seseorang melemparnya dengan kaleng soda bekas. Ia menggeram, dan menemukan cowok dengan rambut hitam panjang yang dijalin hingga mata kakinya. Matanya yang kemerahan menyiratkan rasa tidak suka pada Alibaba yang menatapnya dengan pandangan amarah.
"Anak-anak kelas Baritone, ya? Calon-calon sampah." Cibirnya. Alibaba nyaris melayangkan tinjunya kalau saja Hakuryuu tidak menahannya dengan susah payah.
"Ma...maaf, jangan ganggu kami, Judal." Ucap Hakuryuu lembut.
"Huh." Anak bernama Judal itu hanya mendecih, dan pergi begitu saja.
"Apa-apaan sih sikapnya itu. Menyebalkan." Gerutu Alibaba.
"Namanya Judal. Dia anak kelas Countertenor." Jawab Hakuryuu. "Dia jadi begitu, karena sikapnya sendiri. Dia tidak punya teman disini."
"Bukankah kelas Countertenor itu dihuni oleh 3 orang? Apa yang dua lagi juga muak dengan sikapnya?"
"Bukan," Hakuryuu meminum susunya. "Yang dua lagi sebenarnya adalah Treble, Boy Soprano. Suara Judal terlalu 'pekat' untuk digabungkan dengan para Tenor."
"Rumit sekali sih sekolah ini." Alibaba mendecih.
"Tidak serumit itu kok. Karena kau belum menjalaninya saja. Aku sudah 4 tahun disini, dan sekolah disini sangat menyenangkan."
"Menurutmu." Decak Alibaba lagi.
"Eh? Tidak begitu, kok. Saat kau masuk kesini pada umur dibawah 12 tahun, biasanya kau akan ditempatkan di kelas wanita."
"Kelas cewek?" Alibaba langsung menyesali kenapa ia tidak dimasukkan kedalam sekolah ini sebelum masa pubertas.
"Tapi," Hakuryuu menepuk bahunya. "Jalani saja. Semua ini akan membuatmu senang, kok."
.
.
.
.
.
.
.
Hakuryuu benar.
Alibaba sangat senang, karena ternyata GI Sharrkan sangat menyukai permainan gitarnya yang kidal. Ia juga mengatakan bahwa suara Alibaba bagus, mirip Brendon Urie, vokalisnya Panic! At the disco. Namun Alibaba punya dialek yang khas saat mengucapkan huruf T, suku kata he dan ar, dan huruf J sehingga ia terdengar seperti penyanyi Perancis.
"Dan juga," Sharrkan menambahkan pada catatan Alibaba. "Warna suaramu itu romantis banget. Sayang aja mukamu nggak ganteng-ganteng amat."
"Maaf?!" nada suara Alibaba meninggi.
"Bercanda." Sharrkan tertawa. "Asah saja sedikit sex appeal mu. Siapa tahu keluar dari sini jadi artis."
Saat keluar dari kelas, ia melihat kelasnya Hakuryuu, kelas Tenor, tengah berlatih vokal ditengah lapangan. Bagi Alibaba yang tidak ngerti-ngerti amat dengan musik, hanya melihat anak-anak itu berusaha berteriak, mengeluarkan suara dari dalam perut mereka. Lalu membusungkan dada, dan menghentak-hentakkan suara hingga berbunyi 'hak. Hak.' Alibaba ingat, itu namanya stakato, pemanasan sebelum bernyanyi. Karena menurutnya itu lucu, Sharrkan selalu menghukumnya melakukan stakato dengan menahan tawa. Dan cara itu lumayan berhasil.
Pelajaran selanjutnya yang ia laksanakan adalah bahasa Perancis. Kata-kata favorit Alibaba adalah Regarde ou tu marches maitenant(*). Kalau kata anak-anak perempuan, bahasa Perancis terdengar sangat sopan dan romantis. Padahal menurut Alibaba Saluja, bahasa Perancis itu malah seperti bunyi ikan mas koki yang sedang sakau dan disalah terjemahkan.
"Excuze moi ,mademoiselle, je veux aller au toilet, s'il vous plait? (*)" ucap Alibaba terbata-bata karena masih nyontek catetan dan kebelet pipis.
"Oui." Balas sang guru. Lalu Alibaba melesat pergi ke toilet.
Setelah sangat lega karena berhasil menunaikan panggilan alam, Alibaba berjalan menuju kelasnya melewati jalan memutar. Saat melewati ruang UKS, ia mendengar suara tangisan. Lagipula pintunya sedikit terbuka. Alibaba memberanikan diri untuk masuk, dan melihat hanya ada satu orang disana. Tidak ada petugas kesehatan, karena memang sang guru kesehatan juga mengajar pelajaran lain. Ada seorang anak, dengan rambut kebiruan gelap yang panjang dijalin. Usianya mungkin masih 10-11 tahunan. Ia meringkuk, sambil menangis. Alibaba menepuk tubuh anak itu dengan lembut.
"Hey, sedang apa kau disini? Kau ada masalah?" tanya Alibaba.
Anak itu mengangkat wajahnya yang tertutup bantal. Matanya bengkak karena menangis. Ia menyingkap selimut berwarna gelap dipinggangnya dan menunjukkan pada Alibaba sebuah luka yang cukup dalam sehingga betisnya berdarah, bahkan sudah berwarna kebiruan.
"Sakit...hiks...guru UKS-nya tidak datang-datang." Rengeknya.
"Duh, ini nggak bisa dibiarkan, lho!" Alibaba jadi panik. "Wajahmu sampai pucat begini. Sakit sekali, ya? Tunggu ya."
Dengan serampangan Alibaba membongkar lemari P3K UKS, mengambil obat merah, perban, plester, pinset, kapas, alkohol dan paracetamol serta segelas air minum dari dispenser. Ia melapisi buntalan kapas dengan kassa dan mencelupkannya dengan alkohol, lalu mengelap kaki anak itu.
"Tahan ya..." katanya. Anak itu tersentak saat Alibaba mengoleskan alkohol ke bagian tengah lukanya.
"Aih? Ada batunya, mungkin." Alibaba mendekatkan wajahnya ke betis anak itu, hingga melihat serpihan batu yang terbilang besar dan akan sangat sakit jika dicabut, meski dengan tangan atau pinset sekalipun."
"Sakit...sakit sekali disitu." Kata anak itu.
Alibaba kelihatan sedikit kebingungan. "Ukh...gimana ya? Mmm..."
"Cepatlah...sakit..." rengek anak itu.
Alibaba semakin mendekatkan wajahnya ke betis anak itu, hingga ia merasakan nafas Alibaba di kakinya. Dengan penuh kelembutan, Alibaba mencabut serpihan batu itu menggunakan mulutnya. Bibirnya yang tipis dan lembut mengusap luka anak itu, membuatnya merinding. Antara sakit, mati rasa dan geli. Alibaba meludahkan serpihan batu dan sedikit darah yang tadi terhisap dari luka anak itu dan rasa pahit alkohol. Setelah membebat lukanya dengan rapi, ia menyodorkan segelas air dan pil paracetamol.
"Minumlah. Ini akan membuat sakitmu berkurang."
Anak itu meminum obatnya dengan patuh, lalu Alibaba menarik kursi, duduk disebelah ranjangnya. Anak itu membaca papan nama di jas Alibaba, lalu tersenyum.
"Alibaba-kun baik sekali. Terima kasih."
"Tidak masalah," Alibaba juga melakukan hal yang sama. "Aladdin."
"Alibaba-kun kembali ke kelas saja."
"Tidak. Aku akan menemanimu disini. Siapa tahu kau perlu ke toilet atau mau minum."
"Aku tidak semanja itu, kok. Tidak apa-apa."
"Tidak. Sampai kau bisa berjalan sendiri." Bantah Alibaba. "Ya? Atau kau mau aku menggendongmu ke kelas?"
Aladdin tertawa, mengulurkan tangannya, dan membelai rambut Alibaba. "Terima kasih, Alibaba-kun. Alibaba-kun baik sekali."
Alibaba cukup terkejut dengan perlakuan anak itu. "He...hey, kau kan lebih muda dariku. Harusnya aku yang melakukannya, kan?" lalu Alibaba menepuk-nepuk kepala Aladdin penuh sayang.
"Mmmmh...oh iya, Alibaba-kun di kelas baritone?"
"Iya. Semua orang disini mengerti musik ya? Aku tidak tahu apa-apa sih meski bisa main gitar. Apa itu pitch, Tenor, Alto..."
"Kelas kita dekat. Mau antarkan aku ke kelas? Hanya tiga kelas sebelum kelasmu."
Tiga kelas? Berarti anak ini ada di kelas alto.
"Kelas Alto? Baiklah." Alibaba menggendong Aladdin di punggungnya lalu berjalan keluar setelah membereskan semua alat-alat P3K tersebut.
"Aku bukan di kelas Alto." Aladdin tertawa. "Tiga kelas sebelum Baritone berarti Countertenor, kan?"
Alibaba menyumpahi kedodolannya sendiri. "Oh, kau boy soprano ya?"
"Iya. Kalau Alibaba-kun bosan belajar dikelas, masuk kelasku saja."
"Eh? Mana boleh."
Aladdin mencubit pipi Alibaba. "Boleh. Kami nggak pernah belajar. Cuma main-main sendiri dikelas. Gurunya jarang datang soalnya."
"Aduuuuh. Memang guru-guru kelas Countertenor berbeda, ya?"
"Iya. Langsung kepala sekolah Sinbad yang melatih kami."
Kepala sekolah Lawrence School of Music ini adalah seorang konduktor kelas dunia, Sinbad Sindria yang memang lebih aktif di Broadway dan Opera-opera di Italia dan Russia daripada melatih disini. Namun, masuk ke kelas itu sama saja dengan membuang harga diri. Judal dikelas itu juga, kan? Hanya dengan masuk kelas Baritone dan makan pisang, Alibaba tidak terima dikatai 'monyet' dan 'calon sampah' oleh orang dengan kasta setinggi itu.
"Alibaba-kun, turunkan aku." Kata Aladdin.
Alibaba menurut. Ia menurunkan Aladdin tepat didepan kelasnya. Anak berambut kepang dan berbaju olahraga itu menarik-narik kemejanya.
"Apa lagi?" tanya Alibaba ramah.
"Sini, kubisikkan sesuatu." Kata anak itu.
Alibaba patuh. Ia merendahkan tubuhnya. Namun anak itu tidak membisikkan apapun. Aladdin mendaratkan bibirnya di bibir tipis Alibaba dengan liar, lalu melepaskannya begitu saja. Aladdin membuka pintu kelasnya dan mengedip genit.
"Sampai jumpa, manisku."
.
.
.
.
.
.
.
BACOTAN AUTHOR:
-Regarde ou tu marches maitenant: lihat dimana kamu jalan sekarang.
-Excuze moi ,mademoiselle, je veux aller au toilet, s'il vous plait: permisi, miss! Maaf saya mau ke toilet.
-Oui: iya. Ya. Baiklah.
Awawawa saya ngetik apaan ini?! Dan untuk istilah-istilah dalam musiknya juga, itu cuma sebatas pengetahuan saya. Saya juga nggak bisa nyanyi dan main musik, tetapi banyak berteman sama anak-anak paduan suara yang mengerti dan semenjak jadi fansnya Jean Baptiste Maunier, jadi mulai agak rajin nge-search tentang musik deh. Ehehe. Bagi readers yang lebih mengerti, mohon kritik dan sarannya ya.
Dan fic ini akan dibuat multichap! –tebar bunga- hayo tebak siapa anak ketiga dikelas countertenor? Soal bahasa Perancis, karena author dapet bahasa perancis disekolah (gurunya uke lho! *w*Tapi sayang dia udah nggak ada karena cuman guru magang hiks)
Dan untuk suaranya Alibaba...saya emang ngebayangain si dio sambil dengerin lagu Panic! At the disco sih. Dan emang tipe-tipe suara romantis cocok untuk cowok mellow macam Alibaba –apadah-
Yosh. Sekian bacotan saya. Babay! –ilang pake smoke bomb-
