Another Problem in Sunday Afternoon

Banyak hal yang dapat terjadi di hari Minggu. Jangan salah, bukan karena hari Minggu libur dan kita bisa asyik main PS, baca komik, en pergi ke warnet buat main game online (ada benernya juga sih…), tapi karena hari Minggu adalah hari di mana semua ide bermunculan.

Nggak percaya? Sekarang juga coba kamu google hari pada waktu kepala Newton kejatuhan apel, hari ketika Thomas Alva Edison pertama kali menemukan bola lampu, hari ketika Einstein menemukan teori relativitas, atau hari di saat RA Kartini menulis surat pertama kepada temannya, dan kita dapat menyimpulkan satu hal: Semuanya pasti bukan terjadi pada hari Minggu. Namun seperti halnya sedikit orang yang percaya pada argumen tak meyakinkan di atas, masih ada beberapa orang yang menganggap hari Minggu itu membosankan.

Salah satu di antaranya adalah Yagami Raito.

Setiap hari Minggu, Raito selalu mengurung diri di kamarnya yang terletak di lantai dua. Ia tidak pernah meninggalkan kamarnya kecuali untuk makan. Dan untuk mandi. Dan untuk mengambil potato chips di dapur. Dan untuk menonton berita di TV. Okeh, dia memang tidak mengurung diri di kamar, tapi satu hal yang pasti, YAGAMI RAITO TIDAK PERNAH KELUAR RUMAH DI HARI MINGGU.

Sachiko Yagami adalah seorang ibu yang sangat memperhatikan anaknya, oleh karena sebab itu ia berinisiatif untuk menyuruh Raito belanja bulanan, hal ini sebenarnya bagus untuk menyiasati dan mengantisipasi agar Raito mau keluar dari kamar dan tidak bertelor di kamar, dan juga agar tidak ada Energi dan usaha, baik yang kinetik maupun potensial, yang dapat terbuang sia-sia.

Sisi buruknya paling hanya dicap sebagai ibu yang tidak bertanggung jawab oleh anak sulungnya yang pinter nan ganteng ini.

Jadi ia memanggil Raito.

"Raito… Cepat turun!"

Dalam waktu tepat 23,15 detik Raito sudah berada tepat di hadapannya.

"Ya Kaa-san?"

"Coba tolong kamu pergi ke mini market di ujung jalan dan belanja sebentar ya Raito?"

Raito yang malas keluar rumah mengerutkan kening. "Harus sekarang?"

"Nggak, nanti tahun depan, biar kita nggak usah makan. Yaiyalah sekarang!" ujar Sachiko yang mulai masuk ke 'Annoyed by Child' mode.

Sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, guru, bangsa, negara, dan agama, dan demi menjaga ketertiban umum dan kedamaian dunia, Raito menjawab, "Baik, Kaa-san."


"Ibu macem apa sih yang tega menyuruh anaknya keluar rumah panas-panas begini? Mana gak pake sun block lagi," ujar, atau lebih tepatnya omel, Raito sebal. Anak berambut coklat itu menjinjing dua tas belanja besar di kedua tangannya.

Belum selesai ia berpikir, tiba-tiba seorang anak laki-laki berambut pirang, (blond, bahasa indonesianya panjang amat sih?) berusia sekitar delapan tahun, dan berpakaian gothic berdiri tepat dihadapannya.

Raito tentu saja kaget, tapi tak ada tanda-tanda yang membuktikan bahwa dia terlihat kaget. Raja akting satu ini emang…

"Warna rambutmu aneh," ujar anak itu dengan tiba-tiba.

'Ngaca dulu napa? Ni anak…' pikir Raito kesal.

Belum sempat Raito berkata apapun anak itu sudah pergi menghampiri teman sebayanya yang berambut merah dan memakai goggle, meninggalkan Raito begitu saja.

'Gila kali tuh anak,' pikir Raito sebal sambil menggelengkan kepalanya. Tiba-tiba…

BRUK.

GUBRAK.

PRAK.

TING.

PRANG.

(Iya gua tau. Sound effectnya kebanyakan.)

Belanjaan yang dibawa oleh Raito jatuh berceceran.

"… Twisted son of a bitch," ujar (ngedumel kayaknya lebih pas deh) Raito. Dengan suara yang sangat pelan tentu saja. Mengutuk seseorang seperti itu pasti akan berpengaruh buruk pada imejnya.

"Maaf, saya tidak melihat jalan," ujarnya sopan. Ia menengadahkan kepalanya untuk melihat orang yang tak sengaja ditabraknya itu.

Ia melihat orang yang menabraknya itu bertubuh jangkung, berambut hitam acak-acakan, mengenakan kaus putih lengan panjang dan jeans biru pudar, serta memakai sepatu kets yang tidak diikat talinya. Sebenarnya penampilannya biasa saja, kalau tidak ada cairan merah kental yang membasahi bagian depan bajunya dan menghiasi sudut bibirnya.

Raito terbelak. Mulutnya menganga seakan ingin mengatakan sesuatu, namun tak ada satupun kata yang terucap. Tangannya menunjuk ke arah noda merah di baju orang tersebut.

Beyond Birthday sudah sering melihat orang bertingkah aneh, namun tidak pernah ada yang lebih aneh dari L Lawliet, hal itulah yang justru membuatnya tertarik untuk berpenampilan aneh seperti L. Karena itu ia jarang mengatakan, atau lebih tepatnya mendakwa, tingkah laku seseorang itu aneh. Karena seaneh apapun tingkah laku L, ia pasti punya alasan. Namun melihat anak yang terlihat jauh lebih muda dan berpakaian serta bertingkah laku sopan di hadapannya ini tiba-tiba terkejut dan menunjuk ke arahnya, B mau tak mau berpikir, 'Anak ini aneh.'

"Darah," ujar Raito. Suaranya pelan namun jelas.

B tertegun sejenak. Ia melihat noda selai stoberi yang tak sengaja tumpah ke kausnya saat bertabrakan dengan Raito. Pemahaman terlintas di benaknya, dan ia tertawa.

Raito masih terlihat syok.

B mengendalikan diri dengan susah payah. Ia menjelaskan, "Ini bukan darah, tapi selai stoberi."

Raito tertegun. Ia menatap noda selai stoberi itu. Kemudian botol selai stoberi yang terjatuh di tanah.

"Maaf, saya pikir noda itu darah. Gomenasai…" Raito membungkuk. Wajahnya memerah karena malu.

"Tidak apa-apa," ujar B, "Mau kubantu membereskan barang bawaanmu?"

"Terima kasih," ujar Raito.

Selagi mereka membereskan barang bawaan Raito, B mencuri pandang ke arah anak itu. Matanya bersinar. Ia melihat tiga kanji dan huruf yang terlihat acak-acakan melayang-layang di atas kepala Raito. Ia tersenyum. 'Anak ini lumayan manis,' pikirnya.

Lima menit kemudian semua barang bawaan Raito kembali rapi seperti sebelumnya.

"Terima kasih sudah membantu, saya pergi dulu," ujar Raito kepada B.

"Sama-sama, hati-hati di jalan Yagami-kun," ujar B sambil tersenyum.

Raito mengangguk dan berjalan ke rumahnya dengan cepat.

'Aduh, ibu pasti marah besar,' pikirnya, 'eh, tapi bagaimana orang itu bisa tahu namaku?'

Ia menggeleng. 'ah pasti hanya perasaanku saja.'


B mengambil ponsel dari saku jins pudarnya. Ia menekan nomor handphone yang sudah dihapalnya di luar kepala, sehingga walaupun matanya ditutup dan tangannya diikat di punggung pun dia masih bisa menekan nomor itu tanpa salah. Ya, itu nomor handphone L.

"Hello?" Terdengar suara bernada rendah yang sangat dikenalnya.

"Morning Lawliet," ujar B. Saat itu pukul empat siang di Tokyo, jadi sudah pasti jam tujuh pagi di London.

"Don't ever call me with my real name again Beyond."

"Well… fine… Apa yang kau lakukan sekarang L?"

"Menyelesaikan kasus." L terdengar bosan.

"Seperti biasa," ejek B.

"Kau sendiri?"

"Aku masih harus di sini untuk menyelesaikan keterangan di kantor pusat kepolisian Kanto." B terdiam sejenak. "Tadi aku bertemu anak yang menarik."

"Oh. Siapa?"

B tersenyum. "Tsuki," ujarnya," Namanya Yagami Tsuki."


My name is D…

Finished In Time!!

Selese juga nih fic!!

BTW, ini Fic pertama saia loh!

Oia bagi yang nggak connect, kanji bulan di jepun biasa dibaca tsuki, Misa juga pas nomor 2 apa 3 salah baca tu kanji.

Review yuph!

-- D --