Hola MInna!
Saya kembali datang memenuhi fandom ini dengan karya saya yang luar biasa ancur ini. Mohon dimaklumi. Hehehehehehe
DISCLAIMER :TITE KUBO
RATE : M (For Safe)
WARNING : OOC, AU, MISSTYPO, Cerita Gak Menarik, Pasaran, Gaje!
.
.
.
"Nee-san…"
"Rukia… kau harus baik ya pada kakak iparmu. Jangan membantah omongannya. Jangan pernah sakiti dia. Kau harus patuh ya. Karena kita tidak punya orangtua. Jadi aku lega ada yang bisa memperhatikanmu."
"Kenapa harus bicara begitu? Nee-san akan baik-baik saja. Nee-san harus kuat. Kenapa Nee-san menyerah?"
"Bukan menyerah Rukia… tapi karena memang sudah waktunya. Maafkan Nee-san ya. Nee-san sudah jadi Nee-san yang buruk untukmu. Nee-san berharap kau tidak perlu cemaskan Nee-san lagi. Nee-san ingin kau jadi 'dia' seperti kau menjaga Nee-san."
"Nee-san!"
"Rukia… mohon maafkan Nee-san. Juga maafkan orang itu. Jangan pernah ungkit masalah ini lagi. Selama-lamanya. Nee-san mohon kau tutup rapat semuanya. Jangan pernah… jangan pernah ingatkan kecerobohan Nee-san lagi. Ya…"
Itulah kali terakhir Rukia melihat kakak perempuannya. Kakaknya yang cantik dan baik hati itu pergi untuk selama-lamanya. Isakan tangis mengiringi kematian seorang kakak yang Rukia cintai. Satu-satunya keluarga tempat Rukia bertopang. Satu-satunya keluarga yang Rukia miliki.
Kematian kakaknya seharusnya tidak pernah terjadi. Kalau dia… kalau dia sedikit saja memikirkan keselamatannya sendiri. Kalau saja…
Kalau saja kakaknya tidak menghiraukannya, dan demi hidupnya, pasti semua ini tidak akan pernah terjadi bagaimanapun!
Sedetik itu pula, setelah kematian kakak yang sangat dia cintai dan amat dia sayangi, dalam diri Rukia tumbuh rasa dendam yang membara. Rasa dendam yang tak bisa dihentikan oleh siapapun. Rasa dendam yang tidak akan pernah hilang meskipun… Rukia sendiri yang membunuh dengan tangannya sendiri.
Karena kakaknya pergi dengan cara menyedihkan seperti ini. Dan meninggalkan luka mendalam dengan bekas yang tidak akan pernah hilang. Bekas yang sangat menyakitkan.
.
.
*KIN*
.
.
Setelah pemakaman yang mengharu biru itu dengan kakak iparnya yang kini bersedia menjaga Rukia kapanpun yang dia butuhkan, Rukia kembali lagi kerumah sakit. Kakak iparnya itu Nampak sayang dengan 'bekas luka' yang mungkin adalah alasan satu-satunya penyebab kematian kakaknya.
Mulai detik itulah Rukia menyadari satu hal.
Dia tidak ingin orang itu bahagia seperti sekarang. Dia tidak ingin orang itu bahagia setelah penderitaan panjang kakaknya itu. Dia tidak akan pernah bisa memnaafkan orang yang sudah merenggut kakaknya dari kehidupannya. Demi Tuhan tidak akan!
Rukia tahu siapa orang itu. Rukia juga tahu keluarga orang itu. Rukia tahu segalanya. Dan sekarang… Rukia akan mempersiapkan balas dendam.
Balas dendam yang tidak akan pernah dilupakan oleh orang sebrengsek itu!
.
.
*KIN*
.
.
17 years later…
"Nii-sama! Aku baru saja pulang dari dinas keluar kota. Apa maksud Nii-sama menyuruhku mencari anak kecil itu!" rutuk Rukia begitu dia tiba di bandara Narita. Hari sudah menjelang malam, dan kakak iparnya dengan suara memohon minta menjemput seorang anak kecil yang nakalnya tidak ketolongan. Meskipun selama ini kakak iparnya sudah sangat berbaik hati pada anak kecil itu untuk hidup bebas, tapi dia juga tidak tahu diri. Meskipun Rukia tak bisa membantah kalau anak kecil itu memang pintar sekali. Selama SMP sampai sekarang anak kecil itu selalu saja bisa dapat beasiswa. Bahkan dia selalu ikut kelas unggulan. Jadi tidak ada yang bisa membantahnya kalau dia ingin itu dan ini.
Rukia sendiri sekarang sedang berusaha masuk kedalam perusahaan besar di Jepang. Karena koneksinya belum banyak, jadi Rukia masih mengulur waktu. Sekarang dia sudah bisa masuk kesana dan tinggal menunggu di tempatkan di bagian apa. Dan ini adalah perjalanan dinas ke luar kotanya untuk pelatihan jabatannya.
"Baiklah! Aku cari dia… Nii-sama tidak usah jemput. Nii-sama juga banyak kerjaan 'kan? Mobilku aku titip di bandara kok. Ok… selamat malam…"
Rukia menutup ponselnya.
Sudah semalam ini dia kelayapan kemana coba? Mau jadi apa anak itu? Meskipun dia pintar dan cerdas, kalau kelakuannya begitu mana ada yang mau dengannya!
Kakak iparnya adalah direktur utama di perusahaan keluarganya. Yah karena kakak iparnya masih keturunan bangsawan dan segala macam itu, Rukia harus pandai-pandai menjaga diri, karena Rukia setelah kematian kakaknya jadi ikut keluarga kakak iparnya. Kakak iparnya itu, Kuchiki Byakuya memang jarang pulang ke rumah. Anak kecil itu juga tidak ada yang mengurus, kecuali pelayan yang ada di rumah megah mereka. Sejak memutuskan untuk bekerja, Rukia sudah keluar dari rumah kakak iparnya dan menetap di apartemen mungil di kawasan yang cukup elit. Karena selama ini, sejak anak kecil itu sudah besar, Rukia dan anak kecil itu selalu bertengkar. Entah apa saja yang mereka tengkarkan. Rasanya memang tidak ada kecocokan sedikitpun dengan anak kecil itu.
Rukia cukup hapal betul tingkah anak kecil yang membosankan itu. Sudah pasti dia berada di klub malam bersama teman-temannya yang selalu merusak itu. Rukia sudah ingatkan untuk menjauhi semua orang yang akan merugikannya. Dan sekarang dia bahkan benar-benar tidak ingin mendengarkan kata siapapun! Tidakkah dia sadar apa yang dia lakukan itu?
Rukia baru saja pulang dari perjalanan panjang. Dan sekarang harus dihadapkan pada persoalan menyebalkan begini. Memangnya dia babysitter apa?
Rukia masuk kedalam sebuah klub malam yang cukup terkenal. Biasanya anak itu ada di sini. Bersenang-senang. Mereka tidak tahu apa, kalau sekarang ini cuaca mulai dingin karena sudah memasuki musim gugur? Benar-benar orang gila!
Tempatnya ramai dan berisik. Jujur saja, Rukia benci tempat seperti itu. Tapi sepertinya ini sama sekali tidak membantu! Semua orang terlihat sama dan Rukia tidak tahu anak kecil itu memakai pakaian seperti apa. Yang dia ingat dengan jelas adalah warna rambut yang mencolok. Paling tidak itu adalah hal yang paling dia ingat.
Begitu memasuki tempat itu dan mencari-cari anak kecil yang dimaksud, dia tak bisa menemukannya. Terlalu ramai dan remang. Yah namanya juga klub malam. Pastilah ramai dan remang. Tempat yang menjijikkan!
Karena Rukia berjalan di tempat ramai dan remang, Rukia akhirnya menyenggol salah seorang pengunjung di klub itu. Dan nampaknya yang dia tabrak itu adalah laki-laki. Rukia bermaksud untuk menghiraukannya saja, tapi ternyata minuman bau itu tumpah di bajunya.
"Hei! Apa-apaan kau ini sih!" bentak Rukia kesal. Tampaknya orang yang menabraknya itu setengah linglung. Dia masih berdiri tanpa kesadaran didepan Rukia.
"Astaga orang ini! Minggir sana! Tidak lihat orang mau jalan?" bentak Rukia lagi. Tapi tetap tidak mau bergerak.
Akhirnya Rukia mendorong dengan kasar orang aneh yang setengah mabuk itu bermaksud untuk pergi, tapi nyatanya, si pemabuk itu malah melingkarkan kedua tangannya di pinggang kecil Rukia dan menumpu kepalanya di bahu Rukia. Kontan saja Rukia kaget sekaget-kagetnya!
"Aku merindukanmu sayang…" bisik laki-laki itu.
Dengan sekali sentakan, Rukia membanting tubuh laki-laki mabuk itu dan menginjak perutnya.
"Hei! Aku yakin kau pasti lebih muda dariku! Anak sekecil kau ini malah masuk klub disaat di umur seperti ini? Dasar!" oceh Rukia.
Semua orang masih sibuk memandangi perbuatan Rukia itu. Tapi kali ini, si pemabuk itu malah menarik pergelangan kaki Rukia sehingga Rukia nyaris terjatuh. Astaga! Apakah dia benar-benar mabuk? Kenapa tidak ada seorangpun yang menolong Rukia?
Ahh sudah! Lupakan saja. Memangnya siapa yang mau menolong Rukia?
Rukia akhirnya berjongkok untuk menyadarkan laki-laki mabuk itu. Rukia menepuk-nepuk pipi si pemabuk sialan itu.
"Hei! Kalau kau mau tidur, tidurlah ditempat lain. Jangan memegangi kakiku!" rutuk Rukia.
"Ahh! Ichigo!" teriak seseorang.
Rukia langsung menoleh dan melihat seorang gadis berambut ungu dengan pakaian minim. Rukia melotot melihat penampilan gadis itu yang lebih mirip pelacur daripada anak bangsawan terhormat. Rukia berdiri dan melotot garang pada gadis itu.
"Hei! Kuchiki Senna! Apa-apaan pakaianmu itu!" bentak Rukia begitu gadis berambut ungu itu menghampiri laki-laki mabuk yang ada didekat Rukia.
Gadis berambut ungu sebahu itu melongo karena melihat wanita yang berada didekat Ichigo.
"Oba-chan?" gumam gadis yang bernama Kuchiki Senna itu.
"Pulang! Apa kau tidak tahu kalau Ayahmu−Hei!" teriak Rukia karena Senna langsung kabur dari sana begitu melihat Rukia. Rukia ingin mengejar gadis itu, tapi nyatanya kakinya masih dipegang dengan kuat oleh pria setengah mabuk itu. Sekarang pria itu malah jatuh tertidur.
Karena kesal, Rukia berdiri dan mengambil minuman yang berada di bar itu. Lalu menumpahkannya ke wajah sial pria itu.
Kontan saja pria itu bangun dan langsung sadar dari mabuknya.
"Hei! Apa-apaan kau!" bentak pria itu. Karena remang, Rukia jadi tidak yakin warna apa sebenarnya rambutnya itu. Pria itu lebih tinggi dari Rukia, tapi jelas, pria itu masih muda. Apalagi sepertinya Senna kenal dengan pria ini.
"Harusnya aku yang Tanya ada apa! Kau memegangi kakiku sehingga aku tidak bisa bergerak! Dan sekarang aku harus menangkap anak kecil itu lagi! Dasar brengsek!" kata Rukia marah-marah.
"Apa? Kau berani bilang aku brengsek? Hei gadis pendek! Memangnya kau siapa berani memanggilku seperti itu!" rutuk pria itu balik.
"Apa? Gadis pendek? Siapa kau berani memanggilku begitu!" rutuk Rukia.
"Kau memang pendek dan menyebalkan! Juga suka marah-marah makanya−Argh!"
Rukia membalik tubuh pria itu dan mengunci lengannya di belakang tubuh pria itu. Meskipun pendek, tapi Rukia bisa berkelahi. Rukia menekan lengan pria itu dengan kuat dan menguncinya hingga dia tidak bisa kabur kemanapun!
"Cabut kembali kata-katamu atau kau akan tahu rasa!" ancam Rukia.
"Baiklah! Baiklah! Aku tidak akan memanggilmu pendek lagi. Aku minta maaf. Cepat lepaskan. Sakit tahu!" mohonnya.
"Aku lepaskan. Asal kau mau menolongku menangkap bocah ingusan itu!"
.
.
*KIN*
.
.
"Ahh~ maaf Ichigo aku meninggalkanmu. Aku tidak bermaksud begitu. Tadi aku melihat nenek seram yang datang mencariku. Makanya aku kabur… kenapa kau ingin bertemu denganku disini?"
Senna menghampiri dengan lincah pemuda berambut orange itu di parkiran klub itu. Ichigo berdiri disamping mobil sedan silvernya sambil menggaruk kepalanya.
"Hmm… sebenarnya… tapi, siapa Nenek Seram yang kau maksud itu?" Tanya Ichigo.
"Itu aku!" jawab seseorang sambil muncul dari belakang mobil Ichigo.
Senna membelalakkan matanya selebar mungkin dan hendak kabur lagi, tapi akhirnya, Rukia berhasil menangkap gadis itu dan menarik telinga gadis itu.
"Ahh! Sakit Oba-chan! Jangan tarik telingaku!" rintih Senna karena Rukia menarik telinganya seperti anak kecil yang tidak membuat PR!
"Kau seharusnya memanggilku, Oba-chan yang cantik, tolong jangan tarik telingaku. Aku mohon… seperti itu! Dan kau baru saja memanggilku Nenek yang Seram? Baiklah. Kita lihat seseram apa Nenek ini!" kata Rukia sambil tetap menarik telinga Senna dan menyeretnya untuk ikut dengannya. Senna masih berteriak kesakitan. Tapi Rukia ingat sesuatu dan berbalik kebelakang.
"Oh ya. Terima kasih sudah memancing anak ini. Lain kali akan ku traktir makan. Sampai jumpa…" kata Rukia selembut mungkin. Jauh berbeda dari sikapnya yang tadi galak dan marah-marah. Ichigo tersipu malu melihat wajah cantik yang selembut itu padanya. Dia baru sadar, Nenek Seram yang seringkali Senna sebutkan itu punya wajah secantik itu.
.
.
*KIN*
.
.
"Aku baru saja pulang dari Narita. Ayahmu mengoceh padaku karena kau belum pulang. Dan ketika kutemukan kau lagi-lagi ada disana! Memangnya kau anak umur 10 tahun yang mesti diikuti kemanapun!" kata Rukia marah-marah sambil menyetir mobilnya dengan kecepatan tinggi.
Senna duduk disamping bibinya itu sambil memegangi telinganya yang memerah karena ditarik sekuat mungkin. Selama ini dia sudah cukup senang tidak bertemu lagi dengan bibinya yang selalu mengurusnya dengan kekerasan ini. Bahkan ayahnya saja tidak komentar apapun ketika bibinya satu ini melakukan tindak kekerasan dalam mengurusnya.
"Kenapa Oba-chan mau saja disuruh Ayah? Aku bisa pulang sendiri. Umurku sudah 17 tahun! Aku akan pulang ke rumah. Tenang saja. Lagipula… kenapa Oba-chan memperlakukanku begitu didepan Ichigo? Aku jadi malu tahu!" rutuk Senna.
"Ichigo? Siapa itu? Kekasihmu?" tebak Rukia asal.
"Laki-laki tadi! Aku suka padanya. Tapi dia belum suka padaku. Katanya dia tidak mau pacaran dan hanya mau hubungan tanpa status. Aku sedang berusaha mendekatinya karena dia mau dekat denganku daripada gadis-gadis lain!"
"Hah? Belum suka? Sudah pasti dia tidak menyukaimu. Anak sebrengsek itu rupanya sama denganmu. Berani sekali dia mengejekku begitu! Mau diberi pelajaran apa! Kau jangan dekati dia lagi! Aku tidak suka."
"Oba-chan kenapa sih! Dia itu siswa teridola di sekolah. Semua gadis di sekolah begitu menyukainya. Masa aku tidak boleh dekati dia? Oba-chan pasti pernah SMA 'kan dan melihat laki-laki idola begitu. Aku 'kan suka padanya."
"Meskipun dia brengsek? Kau terlalu naïf dan masih kecil. Kalau kau masuk ke rayuan gombalnya dan terperosok jauh lalu hidupmu hancur kau masih mau? Dia itu tipe pria yang tidak bisa dipercaya! Lupakan saja… kau pasti bisa cari laki-laki yang lebih baik,"
"Aku tidak mau! Aku mau dia! Lagipula… kenapa Oba-chan menyetir dengan kecepatan seperti ini? Nanti ditangkap polisi." rutuk Senna.
"Polisi tidak ada di malam hari. Ini supaya kau tidak kabur lagi. Kalau kau nekat kabur silahkan saja. Asal kau rela kehilangan wajah cantik yang kau bangga-banggakan itu. Tapi kau tentu bisa operasi plastik dengan uang ayahmu 'kan? Kalau sudah begitu, mungkin si Ichigo itu tidak mau lagi melihatmu karena kau seperti monster!"
"Oba-chan!"
.
.
*KIN*
.
.
Rukia sudah menyelesaikan tugasnya. Dan ini adalah hari pertama dia akan masuk kerja. Jabatannya adalah General Manager (GM) menggantikan GM yang lama. Sekarang Rukia akan mengenalkan dirinya pada Direktur di perusahaan itu.
Pakaian Rukia sudah rapi dan dia sudah siap. Ini adalah masa selama 17 tahun yang dia tunggu. Tidak akan dilewatkan begitu saja. Dia sudah berusaha sampai disini. Tidak akan pernah berhenti setengah langkahpun!
"Masuk."
Rukia masuk dengan patuh dan memberi salam hormat dengan Direkturnya itu. Direktur itu adalah pria berjanggut. Dari luar dia kelihatan ramah. Tapi semua pegawai juga bilang kalau Direkturnya adalah pemimpin yang baik. Jadi Rukia tidak perlu lagi merasa takut.
"Selamat pagi. Ijinkan saya mengenalkan diri. Nama saya Kuchiki Rukia. Mulai hari ini akan menempati posisi GM yang baru di perusahaan anda. Mohon kerja samanya."
Pria itu menatap Rukia dengan setengah tercengang. Rukia sudah menduganya selama ini. Pria itu sedikit gugup dan canggung melihat Rukia.
"Jadi… namamu… Kuchiki Rukia?" Tanya pria itu.
"Yah Direktur. Saya Kuchiki Rukia."
"Apakah… kau punya… seorang saudara perempuan?" Tanya Direktur itu ragu.
"Tidak. Saya tidak punya. Saya hanya punya Kakak laki-laki."
"Oh… baiklah. Kau boleh lanjutan tugasmu. Senang kau bergabung bersama kami. Aku sudah tahu tentang bakatmu."
"Terima kasih Direktur."
Di plat nama direktur itu Rukia melihat sekilas.
Kurosaki Isshin.
Dia tak akan pernah lupa nama itu.
.
.
*KIN*
.
.
Hahahahahaha aduh... kenapa malah nambah cerita gaje di Rate M?
saya juga gak ngerti dan gak mau ngerti... HOhohohohohoho...
Sebenarnya ini adalah True Story yang dialami oleh salah seorang keluarga saya. saya simpati sampai sekarang padanya karena saya sangat dekat dengannya. saya jadi buka aib orang lain deh... hehehehe abisnya sebenarnya nih cerita udah lama saya imajinasikan. saya cuma ambil inti ceritanya aja kok. tapi seluruhnya saya karang sendiri. gak tahu deh bisa bagus apa nggak. yah paling juga pasaran lagi kayak sinetron. hohohohoho
Jadi...
Mohon reviewnya senpai.
supaya saya tahu apakah cerita saya ini layak lanjut atau gak.
kalau ada salah satu senpai yang minta cerita ini di apus aja, akan segera saya apus.
Jaa Nee!
