A XiuHan Fanfiction
They belong to God and each other.
AU—Typo(s)—Gender Switch—16+—etc.
.
.
—Lust—
(Omjunmen)
.
.
Enjoy!
.
Minseok mengerang.
Bukan info yang penting, sih. Hanya saja kalau kalian mau tahu, keadaan Minseok jauh dari kata baik—oh, mungkin penggunaan kata rapi lebih tepat untuk saat ini.
Beberapa jam yang lalu, Minseok masih berada didalam sebuah club dengan segelas margarita dihadapannya. Beberapa puluh menit yang lalu, rambut light brown Minseok yang bergelombang dan sangat halus itu masih tergerai dengan sempurna. Beberapa menit yang lalu, Minseok rasa ia masih memakai pakainnya dengan sangat lengkap.
Dan sekarang Minseok—dengan wajah memerah dan rambut yang mulai berantakan, serta pakaian yang entah berada dimana (Minseok tidak tahu, sungguh)—duduk dipangkuan seorang lelaki yang bahkan baru ia kenal dalam hitungan jam.
Tuhan, mungkin Minseok sudah gila.
"E-ergh…"
Oh, Minseok benar-benar sudah gila.
Seharusnya ia mendamprat lelaki yang tidak berhenti mengecupi setiap inchi bagian tubuhnya ini. Seharusnya Minseok mengeluarkan jurus-jurus taekwondonya ketika lelaki ini dengan seenaknya membawa Minseok kedalam mobilnya. Seharusnya Minseok berteriak ketika lelaki itu membuka bajunya begitu saja dan mulai menandai bagian-bagian tubuh Minseok.
Seharusnya begitu.
Tapi Minseok tidak bisa. Bukan karena Minseok wanita murahan—ayolah, Minseok adalah wanita yang sangat mahal; ia hanya mau melakukan sex dengan pacarnya, karena kalau ia hamil atau apa ia bisa meminta tanggung jawab
—Ugh, untuk sekarang adalah pengecualian.
Itu karena Minseok membutuhkannya—Minseok merindukan sentuhan lembut tetapi sarat akan keposesifan dalam setiap kecupannya; seperti yang lelaki ini lakukan padanya sekarang. Minseok selalu merasa nyaman akan hal itu.
Terlintas dipikiran Minseok untuk segera lari dari sosok lelaki berwajah cute itu. Memakai bajunya dan segera menghindari lelaki berwajah cute dengan aura posesif itu dengan langkah lebar-lebar dan tidak menengok ke belakang.
Tapi ketika jemari panjang milik lelaki itu memasuki dirinya;
"Kyaah!"
Minseok tahu kalau ini yang dibutuhkannya.
.
Luhan semakin memasukkan jari telunjuknya lebih dalam ketika wanita manis yang telanjang dipangkuannya ini memekik kecil tepat di telinga kanannya.
Luhan mengerang saat Minseok meremas rambutnya dan membawa tubuhnya semakin menempel dengan dada Luhan yang masih dibalut dengan kemeja kantornya yang berwarna putih. Ia bahkan masih berpakaian lengkap—tubuhnya masih dibalut kemeja dan celana meskipun bentuknya sudah tidak karuan. Berbanding terbalik dengan Minseok yang sudah tidak memakai apa-apa—ya, ya, Luhan memang tidak sabar untuk menelanjanginya—dan mengekspose tubuh mulusnya serta payudara sintal yang tergantung indah di dadanya.
Luhan menambahkan jari tengahnya;
"A-aahh,"
Dan Minseok mendesah tertahan.
Kalau tidak mendengar desahan Minseok yang tertahan dan tidak ingat kalau ia sedang memporak-porandakan kewanitaan Minseok, mungkin Luhan akan menertawai dirinya.
Luhan memang jenis orang yang cendrung frontal dan tidak berbelit-belit dalam berbicara—tetapi demi Tuhan yang diyakininya, sepanjang ia hidup, baru pertama kali ini ia mengajak seorang wanita berhubungan sex—tanpa hubungan apa-apa dan belum ada satu hari berkenalan—segamblang ini.
Lelaki itu juga pemilih dengan wanita. Luhan tidak butuh wanita sexy—oh ayolah, zaman semakin canggih; kamu bisa operasi pembesaran payudara atau semacamnya untuk itu—tapi Luhan butuh wanita yang bisa mengunci matanya.
Bukan wanita seperti sekertarisnya yang sudah ia pecat dua hari yang lalu. Waktu itu si sekertaris mengantarkan kopi ke ruangan Luhan dan dengan sengaja—Luhan sih, bilangnya itu bodoh—menempelkan payudaranya pada tangan Luhan yang hendak mengambil kopi. Mana perempuan murahan itu menahan tangannya, lagi. Cantik sih, tapi Luhan tidak suka. Jadi gak papa 'kan kalau ia menumpahkan kopi (yang untungnya hangat) kearah mukanya.
—Cih. Kalau ia suka, nantinya juga ia sendiri yang akan meremas gunung kembar itu.
Luhan memasukkan jari ketiganya.
"A-aahh…"
Minseok mendesah lagi.
Luhan menggeram ketika Minseok mendesah tepat di ceruk lehernya. Menghantarkan sensasi baru ia rasakan pada sekujur tubuhnya—rasanya beda ketika ia berhubungan sex dengan pacar-pacarnya terdahulu.
Ketika Luhan memutar ketiga jarinya, Minseok mendesah lagi.
Luhan kemudian menggerakkan tangannya didalam tubuh Minseok. Melakukan gerakan menggunting sebelum memaju-mundurkan ketiga jemarinya pada kewanitaan Minseok yang sangat hangat itu.
Minseok tidak berhenti mendesah—dan ia terus mendesah sambil mengulum kuping kanan Luhan.
Rasanya panasnya terasa dari puncak kepala sampai ujung kakinya.
Dan Luhan tidak bisa menahan lebih lama lagi.
"Minseok…" Luhan memaju-mundurkan jemarinya, "Minseokkie…"
"hmm…?" Minseok mengigit kecil telinga kanan Luhan.
Luhan menarik pundak Minseok agar wanita itu melihatnya, "Cukup, Minseokkie…" lalu membawa Minseok kepada sebuah ciuman panas.
Ketika melepaskan ciumannya, saliva terbentang diantara mulut keduanya.
Minseok terengah—dengan sangat seksi; dan Luhan tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
"Minseokkie…" keduanya saling mengecup satu sama lain,
"Aku butuh kamu…
Minseokkie…"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
(End.)
(Note)
HAHAHAHAHAHAHAHAHAHA
kesel gak? enggak kan? HEHE. aku bukan mau nge-tease kalian kok, beneran. cuma, aku belom pede buat post kelanjutannya melihat yang ini cukup gak enak dipandang/?. btw ada yang ngenalin aku? wkwkwk.
ANYWAY LONG-LONG-LONG-WAY, Fir, aku gak tau kamu bakal baca ini apa enggak soalnya kamu sama sekali gak ada kabar hidupnya (yoi), tapi kamu harus puas dengan ini dulu, oke? muach. kecup basah. ek so ek so.
Mind to review?^^
