Day 1 : Monday

_Monday Blues_

Kim Jongin – Oh Sehun / Teenager / Fluffy

Hari Senin itu permulaan, tapi terkadang malas saja mengingat Senin adalah yang pertama… Benarkah?…

Satu – satunya hal yang paling Jongin benci di Senin pagi adalah suara alarm. Memekakan dan menyakitkan, sungguh menyiksa.

Menenggelamkan kembali kepala dibawah bantal. Sungguh Jongin ingin menghentikan waktu saat ini agar dirinya bisa tidur lebih lama lagi.

Matahari sudah senyum – senyum gila diluar jendela. Mencolek kulit Jongin dengan cahaya genit. Ditemani operet kecil – kecilan dari tupai tetangga yang pasti sudah merecoki sang Helinthus annuus kesayangan Ibu.

Bunga kuning sang pengagum matahari itu malah tenang – tenang saja ditempatnya, tersenyum malu – malu ketika tangan – tangan kecil si tupai membelainya. Tapi suara ibu bagaikan nenek lampir, memusnahkan drama picisan pagi hari.

Burung dara sudah bertengger manis, saling berciuman menebar pesona diatas dahan pohon pinggir jalan yang rindang. Dikira Jongin akan tertarik dengan romansa sang dara? Yang lebih menggiurkan saat ini adalah waktu ekstra untuknya bercinta dengan kasur lebih lama.

Bahkan bau panekuk dengan siraman coklat dan atasan chocochips serta keju cheddar leleh buatan Minseok sama sekali tak menggugah selera.

Menekan – nekan tombol off pada alarm secara serampangan dilakukan Jongin demi mendapatkan lima menit berharga untuk kembali menyelami alam mimpi. Tidur diatas awan putih nan lembut, disuguhi pemandangan savana yang sejuk sudah membuat Jongin tersenyum idiot ditengah tidurnya.

Menendang beberapa tumpukan novel klasik dibawah kakinya hingga jatuh terseret sampai pintu. Akunya dia belajar semalam suntuk demi kuis Pak Han yang tampan. Nyatanya memilih berkencan dengan si Tuan Holmes berkeliling kota kecil macam Cornwall di semenanjung Cornish demi pengejaran jejak sang iblis.

Menghabiskan hampir lima eksemplar maha karya Sir Arthur Conan Doyle dalam semalam. Tertidur dalam posisi tengkurap setelah tak mampu lagi melawan kelopak yang ingin memejam pada pukul lima.

Teriakan cempreng Luhan terdengar anarkis. Suaranya benar – benar membuat telinga seakan berdarah. Mengetuk – ngetuk pintu kamar Jongin tak sabaran selama tiga menit konstan. Berhenti sebentar ketika Ayah Kim lewat menuju kamar untuk mengambil kacamata baca.

Jongin tentu saja tak peduli. Ia benar – benar kelelahan dan ingin berkencan dengan bantal gulingnya lebih lama.

Jika hari minggu badan lelah karena kegiatan menguras tenaga dari senin hingga sabtu, maka hari Senin begitu melelahkan karena tenaga terkuras karena tidur sepanjang hari di minggu siang.

Jongin sungguh sangat malas untuk beraktivitas hari ini, namun omelan Luhan dan Ibu seolah menjadi simfoni pagi yang mengiringi Seninnya.

Berjalan lungkrah dengan handuk tersampir dipundaknya. Jongin melewati dapur dengan tatapan jengah. Mencuri satu panekuk buatan Minseok, sementara Luhan masih asik mengecup ringan perut buncit Minseok, tanpa peduli Jongin sang peserta kultumnya beberapa saat lalu sudah tertekuk wajahnya. Kakak iparnya satu ini bahkan lebih cerewet ketimbang Minseok.

Kamar mandi adalah spot clubbing serta rest area terbaik setelah kamar dan sofa ruang tengah. Duduk diatas kloset, menyamankan posisinya kemudian kembali tertidur. Sungguh demi apapun Jongin malas beraktivitas pagi ini.

Baru tiga menit memejamkan mata, tahu – tahu pintu kamar mandi sudah diketok anarkis oleh oknum yang sama seperti lima belas menit lalu didepan pintu kamarnya. Luhan bilang jika Jongin harus jalan kaki ke kampus jika tak segera. Demi Tuhan, dia sedang malas dan berjalan kaki? Yang benar saja!

Mengernyit atas cahaya Mentari yang menginvasi penglihatan. Jongin telah siap dan berdandan rapi, tinggal menunggu Luhan yang justru berkencan dengan istri perut buncitnya. Menyebalkan!

Ibu masih berkutat dengan bunga berbagai warnanya, sedang Ayah ditemani koran pagi yang dilempar pengantar koran melewati pagar tiap pukul enam, secangkir coffea canephora dan sekotak roti triticum menambah kualitas paginya.

Sudah lima menit Jongin menunggu disamping Ibu yang asik dengan dunianya, Luhan tak juga kunjung menunjukkan Batang hidungnya. Jongin hampir saja berteriak dengan suara tak merdunya jika saja Oh Sehun tak berlari menghampiri dirinya dan Ibu untuk sekedar menyapa selamat pagi setelah mengeluarkan mobilnya dari garasi.

Pria itu berperawakan tinggi, berkulit putih dan sangat tampan. Tercatat sebagai salah satu pegawai bank di kawasan distrik Gangnam. Pemuda yang bisa ditebak memiliki kekayaan yang mumpuni mengingat gaji perbulannya yang menggiurkan. Jongin gelagapan ketika Sehun menyapa.

"Sudah mau berangkat nak Sehun?" Tanya ibu basa – basi. Pertanyaannya retoris, yang sebenarnya tak perlu jawaban, tapi Sehun tersenyum begitu tampan menanggapi.

"Iya Nyonya Kim. Bagaimana pagi anda, dan Kim Jongin?" Jongin sudah melotot ditempatnya. Demi apa Oh Sehun tengah menanyai paginya?

"Pagi yang cerah, aku sangat bersemangat, tidak seperti anak ini yang betah memeluk gulingnya berjam – jam" Jongin berdecak, bibirnya mengerucut. Tidak bisakan Ibunya menyebutkan hal – hal yang baik – baik tentangnya? Terlebih didepan Oh Sehun?

"Menggemaskan!" Entah Jongin salah dengar atau tidak, Sehun seperti bergumam sesuatu.

"Pagi Tuan Kim!" Sapa Sehun ketika Ayah menyeruput kopi robustanya. Dan Ayah melambaikan tangan seraya membalas sapaan dari Oh Sehun.

"Sudah mau berangkat?" Jongin mengangkat tangan kiri melihat waktu di jam guess miliknya ketika Ayah bertanya pada Sehun.

"Iya Tuan Kim. Ada berita apa pagi ini?" Sahut Sehun disertai pertanyaan basa – basi.

"Nampaknya pemerintah terus mendesak pihak perbankan percepat pemindahan dari kartu menjadi chip. Aku tak terlalu mempermasalahkan tapi ada benarnya juga pemerintah" Jawab Ayah antusias.

"Pihak perbankan terus menindak lanjuti. Dari Bank Korea sendiri juga telah bergerak cepat, diusahakan sistem kartu akan dipindahkan ke dalam bentuk chip tahun – tahun ini" Lalu Sehun melirik Jongin yang mulai mengetuk – ngetukkan converse-nya tak sabaran.

"Apa kau sedang terburu, Jongin?" Tanya Sehun sebelum Ayah menanggapinya lagi.

"Ah, itu! Hanya saja Luhan Hyung begitu lama, sudah lima belas menit aku menunggunya" Disaat itu Luhan keluar tergopoh – gopoh, diikuti Minseok dibelakangnya.

"Jong, aku harus ke kantor cabang Songdo. Jalurnya sangat berbeda, bagaimana ini?" Ingin rasanya Jongin menancapkan sekop kecil Ibu kelubang hidung kakak iparnya ini. Apa – apaan dia? Lalu Jongin harus berjalan kaki begitu? Hari seninnya sungguh sangat menyebalkan.

"Lalu aku?" Tanya Jongin dengan nada protes yang kentara.

"Kau berangkat denganku saja, Jong! Lagipula jalur kita searah, bukan?" Jongin menoleh menatap Sehun. Bagai melihat sang malaikat, Jongin terpesona. Astaga! Jantungnya sudah urakan tak karuan.

"Ah iya! Hari ini kau berangkat dengan Sehun ya? Apa tak merepotkan, Hun?" Tanya Luhan yang seolah lega.

"Tentu saja tidak!"

Berbekal satu kalimat yang dilontarkan Sehun beberapa menit lalu. Jongin akhirnya menumpang Sehun untuk sampai kampusnya.

Cup

Tiba – tiba Sehun menghadiahi Jongin satu kecupan ringan di bibir setelah si Tan membenarkan sabuk pengaman. Bagai tersengat listrik dengan kadar kejut luar biasa, Jongin membola dan membeku pada tempatnya.

"Akhirnya aku bisa berangkat bersama kekasihku" Menumpukan siku pada dashbor mobil. Sehun justru melihati wajah Jongin lekat – lekat. Membuat Jongin salah tingkah.

"Aku…" Jongin menggigit bibir bawahnya sebelum menunduk malu dengan semburat rona merah menghiasi pipinya.

Hubungan keduanya baru terjalin selama sebulan terakhir. Baik keluarga Oh ataupun Kim belum ada yang mengetahui hubungan keduanya. Sehun menyatakan perasaannya pada Jongin di malam Jum'at depan kampus. Sehun mengaku bahwa sejak lama ia mengagumi dan menyukai Jongin. Cinta yang tumbuh karena itensitas pertemuan yang sering membuatnya memberanikan diri meminta sang tetangga menjadi kekasihnya.

Tak berniat menutupi hubungan dari keluarga, hanya saja Jongin masih malu untuk mengakuinya. Kalau Sehun, dia santai saja, berusaha mengerti kemauan kekasihnya.

"Sepertinya hari seninku akan terasa Indah" Kembali mengecup ujung bibir Jongin, sebelum menggenggam jemari Jongin dan mencium punggung tangannya.

"Monday blues-ku juga sepertinya akan segera menguap!" Dan Jongin tersenyum begitu manis. Mengantarkan satu gelenyar hangat berdesir dalam nadi Sehun. Keduanya kembali berciuman singkat sebelum Sehun melajukan mobilnya.

"Apa yang dilakukan dua anak itu didalam sana?" Gumam Minseok setelah mengantar kepergian Luhan kekantornya. Memerhatikan mobil Sehun yang tak kunjung melaju selama delapan menit. Entahlah!

_fin_

Muehehehe…

OMY GAADDDDD… KIM MINSEOK GANTENG BANGET YA ALLAH…

I really love it this mini album of CBX

Lagu – lagunya fresh dan membawa suasana pagi yang cerah XD

Akutu termasuk ngeBIM ke Minseok, tapi jiwa LuMin shipperku lemah, manis gitu kalo inget kapal yang telah karam ini .

Dan lagu – lagu di Album Blooming days ini entah kenapa cocok aja buat HunKai sebagai pasangan lovey dovey kek gini XD

Ff ini akan ada 7 chapter, masing – masing dengan judul sama seperti di album CBX…

Aaaaa… pokoknya akutu suka banget sama lagu – lagu di album kali ini

Can I be ur boyfriend, can I? *0*

Semoga suka

(Ps. Maaf ya klo ide ceritaku masih monoton :"))

(Best regards… Caesarinn)