.
WARNING : Banyak kata-kata Kasar, Penyiksaan, dan adegan sex.
.
YAOI
.
KAISOO
.
Hurt/ANGST
.
.
"Papa aku ingin sekolah.."
"Papa bilang tidak ya tidak, kau sudah pintar tidak perlu bersekolah."
"Aku ingin punya teman juga!"
"Teman? Untuk apa? Kau akan tersakiti!"
"Papa aku mohon, aku mau sekolah!"
.
.
.
Namaku adalah Wu Kyungsoo…
Ah tidak-tidak, bukan begitu perkenalan yang baik!
"Hai, namaku Wu Kyungsoo.. kalian bisa memanggilku Kyungsoo." Aku berbicara sendiri di depan cermin kamarku. Ini adalah latihan perkenalan yang sudah aku lakukan untuk yang ke 20 kalinya. Aku yakin, Papaku akan mengamuk apabila ia tahu kalau aku masih belum tidur jam segini.. jam 1 malam.
Aku merasa gugup hingga rasanya tidak bisa tidur, hari ini tepatnya pukul 9 pagi waktu Seoul adalah hari pertama menyandang status sebagai pelajar. Aku sudah berusia 17 tahun dan hari ini adalah hari pertama aku sekolah. Sebelumnya aku tidak sekolah, aku home schooling karena suatu hal. Papa dan mama tidak mengijinkan aku keluar rumah.. kalaupun keluar aku harus bersama mereka.
Pria tinggi dengan mata yang jahat itu sepertinya menyadari kalau aku masih belum tidur. Aku bisa mendengar suara derap langkah kaki panjangnya naik ke lantai dua dimana kamarku berada.
'CKLEK'
Suara pintu terbuka, aku menoleh dan mendapati sebuah pandangan tidak suka dari pria jangkung itu.
"Kau tidak tahu sekarang jam berapa? Idiot?" Tanya nya. Hey, jangan tanyakan aku kenapa ia berbicara sekaras itu padaku, itu belum seberapa.. coba lihat yang ini.
"A-aku.. belum mengantuk Papa.." jawabku pelan, aku menundukan kepalaku dan jariku mulai bergerak gelisah.
Satu.. dua.. tiga..
'PLAK'
Satu tamparan…
Tidak, ini tidak sakit. Pipiku hanya memerah dan badan kurusku terhempas ke lantai yang dingin ini. Ini tidak seberapa..
"Baik Papa.. aku akan tidur." Aku bangkit dan berjalan pelan menuju ranjang. Papaku hanya tersenyum bangga melihat anaknya menurut. Ia lalu menyelimuti tubuhku, kemudian mencium keningku dan mengucapkan selamat malam.
…
…
Aku sering mendengar pembicaraan kedua orangtuaku jika ada tamu yang berkunjung kerumah.
Mereka sering bertanya-tanya
'dimana putra kalian?'
Dengan senyum lebar dan wajah yang cerah, mama akan menjawab..
"Ah, Uri Kyungsoo berada di luar negeri. Kebetulan ia berada di asrama ternama di sana."
"Aigoo, anakmu selain tampan ternyata pintar yah.. kalian orangtua yang beruntung!"
"Hahaha, kami mendidik Kyungsoo agar bisa hidup mandiri sejak dini. Kami sangat bangga memiliki anak seperti Kyungsoo, aku sebagai ibu jadi merindukannya.."
Begitulah yang aku dengar. Aku mendengarnya di dalam kamarku.
Disini… sendiri..
Aku selalu ingin seperti anak-anak lain yang bisa bermain diluar rumah, menaiki sepeda, berlari kesana kemari, aku ingin seperti tetangga di sebelah. Anak laki-laki berkulit tan yang selalu pulang sore dan terlambat pergi ke sekolah.
Di balik jendela ini aku selalu memperhatikannya, ia tidak sadar kalau separuh hidupku aku gunakan hanya untuk memperhatikan rumah di sebelah, tepatnya kamar milik anak itu. Aku yakin ia memiliki usia yang sama denganku, karena ia selalu merayakan hari ulang tahun dua hari setelah aku ulang tahun.
Tepatnya setelah tahun baru.
…
Kembali ke cerita,
Kenapa Papa dan mama seolah-olah seperti menyembunyikanku?
Pertama, mereka bilang aku gila. Aku tidak gila, aku merasa baik dan normal. Mereka bilang aku selalu berbicara sendiri.. pada cermin, pada tembok, pada buku..
Aku berbicara pada benda-benda itu karena aku tidak tahu harus bercerita pada siapa.
Kedua, mereka bilang aku idiot. Aku bisa membaca, aku bisa menulis, aku bisa menghitung. Yixing saem –guru tutor- yang selama ini mengajariku ia bilang kalau aku ini cerdas, aku ini jenius dan tidak ada yang salah dengan otakku. Tetapi Papa tetap mengelak dan berkata aku akan menulis rumus phytagoras sepanjang dinding kamar pada usia 5 tahun. Kemudian aku fasih bahasa inggris pada usia 8 tahun, aku hanya berbicara seperti reporter di tv tetapi mereka bilang aku menganggu. Di usia 12 tahun aku membuat sebuah novel, tetapi novelku hanya membuat perusahaan penerbit merasa sakit kepala.
"Gila, bagaimana mungkin bocah ini bisa membuat buku segila ini. Ini benar-benar gila." Pria berjas itu hanya menunjuk kearahku dengan wajah bodoh dan Papa kembali berkata kalau aku benar-benar gila.
Ketiga, aku memiliki penyakit. Mama bilang aku memiliki gangguan di paru-paru dan sangat tidak mungkin aku bisa bertahan hingga usia dewasa. Maka dari itu mama terlalu berlebihan apabila aku menghirup udara kotor. Hey, padahal itu hanya asap dari tetangga sebelah yang membakar sampah. Mama bahkan selalu memasang penghangat ruangan karena jika aku kedinginan aku tidak bisa bernapas dan ia bilang kalau aku merepotkan.
..
..
"Aku dan ibumu seharusnya membiarkan kau mati dan tenang di surga."
Itulah ucapan selamat pagi yang Papa lontarkan kepadaku. Aku hanya tersenyum bodoh, kemudian memeluk Papa dengan erat.
"Terimakasih sudah membiarkanku hidup."
Papa mengangguk lalu mengusap kepalaku lembut..
"Nanti terlambat kau harus siap-siap dengan dunia barumu, kuharap kau bisa bertahan satu hari disekolah." Ucap Papa melepas pelukanku. Kemudian mama datang dari dapur dan menyuruhku duduk.
"Kalau mereka bertanya kau pindahan dari mana, kau sudah siapkan jawabannya sayang?" Tanya Mama. Aku mengangguk seraya mengunyah rotiku.
"Dari Los Angeles Senior High School ."
"Good boy!"
Setelah itu Mama dan Papa tertawa.
Sungguh sarapan pagi yang indah.
…
"Selamat pagi mr. Wu!" sapa seorang anak laki-laki yang tinggal di sebelah rumahku. Ia memakai seragam yang sama denganku, ya tuhan dia satu sekolah denganku rupanya.
"Ah! Selamat pagi Kai, mau pergi sekolah?" Tanya Papa dengan senyum hangat terukir dari bibirnya.
Dia bernama Kai ternyata…
Dibalik tubuh tinggi Papa, aku memperhatikan bagaimana Kai tersenyum dan berucap.
Ia melihatku..
"Iya, aku ada piket jadi berangkat pagi. Hey, apa itu putramu ?" Tanya Kai.
Ia berjalan kearahku… oh tidak.
Apa kabar jantung?
Papa mundur dan membuatku maju kedepan tanpa mengangkat wajah sedikitku.
"Iya, dia akan bersekolah disini juga. Sepertinya kalian belum berkenalan.."
Kai tersenyum kearahku, ia menjulurkan tangannya. Aku hanya diam menatapnya kaku.
"Namaku Kim Jongin, kau bisa memanggilku Kai."
Aku meraih tangannya, dan kami bersalaman.
"K-kyungsoo.." jawabku
"Mr. kau memiliki putra yang manis, suaranya lembut dan kulitnya…"
Kai memperhatikan tubuhku dari atas hingga kebawah. Ia menjilat bibir bawahnya kemudian tersenyum kecil.
"Kyungsoo harus sekolah, ayo.." aku bisa merasa kalau papa tidak suka dengan tatapan Kai padaku.
"Sampai bertemu di sekolah Kyungsoo!" teriaknya. Aku menoleh kebelakang sebelum masuk kedalam mobil, dan aku mengangguk.
..
..
Kami sampai di depan gedung bertingkat yang super besar. Aku melihat bangunan besar kalau tidak apartement ya rumah sakit.
"Kau tidak boleh memiliki teman." Papa melepas seatbelt dengan keras. Aku mengedipkan mataku untuk mencerna kata-katanya.
"Kenapa?" tanyaku
"Tidak akan ada yang ingin berteman denganmu. Ayo turun."
Papa menarik lenganku dan akupun mengikutinya.
Aku bisa merasakan kalau anak-anak disini memperhatikanku. Apa ada yang aneh denganku? Apa ada yang salah denganku?
…
…
…
"Papa akan jemput setelah pulang sekolah. Kau tunggu di dekat ruang guru. Kau mengerti?"
Aku mengangguk.
Setelah itu guru wanita itu menuntunku untuk ikut bersamanya. Ia membawaku kedalam kelas. Terlihat ramai dan meriah disini, hanya saja… tidak ada satupun yang tersenyum padaku.
"Dia murid baru, silakan perkenalkan dirimu.."
Aku maju satu langkah dan memperhatikan teman-teman satu kelasku.
Kai?
Iya terlihat sedang mengunyah permen karet dan menatapku dengan tatapan seperti tadi pagi.
"Na-namaku.. Wu Kyungsoo. Aku pindahan dari luar negeri. Mohon bantuannya!" aku membungkuk dan sang guru mempersilakan aku untuk duduk.
Duduk?
Di..belakang?
Di..samping Kim Jongin?
Astaga. Jantung!
…
…
…
Aku masih tidak mengerti, kenapa semua seperti benci kepadaku? Aku hanya menjawab semua pertanyaan yang di berikan oleh Junsu saem, kenapa seolah-olah aku menjawab jawaban yang salah.
"Katanya dia pintar.." bisik seorang anak perempuan yang duduk tepat di depan mejaku. Ia berbisik kepada anak laki-laki berambut pirang yang duduk di kursi.
"Luar negeri? Please! Look at his nerd face.. ia bahkan tidak pergi kekantin saat istirahat."
Lalu kau sendiri kenapa diam dikelas dengan gadis ini?
"Ayolah sayang, anggap saja dia tidak ada." Gadis itu mengecup pipi si pirang. Astaga.. aku benar-benar harus keluar dari kelas ini.
Aku menyusuri koridor sekolah ini. Demi tuhan aku tidak tahu seluk beluk sekolah berukuran capital ini, bagaimana kalau aku tersesat? Ayolah Kyungsoo kau bukan anak kecil lagi.
"Hey-hey-hey, siapa ini?" aku mendengar suara menghalangi langkahku. Laki-laki ini tidak sendiri, ia bersama teman-temannya. Jumlahnya… sepertinya lebih dari 5.
"Permisi." Aku melangkah kepinggir tapi ia menghalangiku lagi. Begitu pula aku maju maupun mundur. Rasanya seperti dikepung.
"Kau sendirian?" ia yang memakai eyeliner mengelus pipiku lembut. Sepertinya ia baik. "Butuh teman?" tidak, ia tidak baik. Ia malah menarik rambutku keras lalu mendorongku.
"Baekki~ jangan terlalu kasar pada anak baru." Nah, yang tinggi bersuara berat itu sepertinya membelaku.
"Yeolli! Aku butuh mainan!" rengek laki-laki yang di panggil Baekkie itu.
"Chanyeol, Baekhyun… mau kita apakan dia?" Tanya salah satu yang memiliki mata seperti rusa. Yatuhan matanya indah sekali.
"Toilet?" usul Baekhyun. Chanyeol dan si mata rusa nampak berpikir sejenak.
"Ini masih jam istirahat." Chanyeol.
Aku hanya menunduk, berusaha menghindari tatapan benci dari mereka.
Yang memiliki pipi tembem itu mendorongku hingga punggungku menabrak tembok. Aku meringis pelan, tapi tidak melawan.
"Tenang Kyungsoo, ini hanya penyambutan dari kami saja." Baekhyun maju kedepan dan melepas kancing kemejaku pelan.
Aku tidak melawan, hanya menunduk.
"Hentikan, itu tidak lucu teman-teman." Aku mendengar suara Kai.
Memang benar ternyata itu Kai. Ia menarik lenganku untuk bisa keluar dari kerumunan orang-orang seperti mereka.
"Hey dia jatah kami!" seru si mata rusa.
"Tidak, jangan lakukan apapun padanya. Dia tetanggaku, aku merasa punya tanggung jawab untuk menjaganya." Ujar Kai tegas. Chanyeol mengangguk-ngangguk dengan senyum menghiasi bibirnya.
"Lepaskan dia kawan." Kata Chanyeol. Lalu ia mengajak teman-temannya untuk menjauh dariku. "Just wait.. and see.." ucapnya. Dan mereka pun pergi meninggalkan aku berdua bersama Kai.
"Mereka itu kenapa?" tanyaku. Kai tersenyum dan mengancingkan kemejaku dengan rapi.
"Abaikan saja, mereka hanya tidak suka apabila ada anak baru disekolah ini. Ayo ikut aku ke kantin, aku yakin kau lapar."
…
…
…
To be continued –
….
….
….
Author kkambaek(?) hahahaha buat baru lagi yang lain belum dilanjut. Tenang, sudah di lanjut kok ^^ Hello XXX dan Just Another Wolf. Belum bisa aku publish, mungkin beberapa jam setelah aku publish ff ini. Hahahaha. Bagaimana ff ini? Aku bakal buat yang beda dari yang lain(?)
.
Kalau begitu, thanks for reading ^^
.
Next chap!
.
.
.
.
.
"Kai.. s-sakit! Le-lepas!"
…
…
"Kyungsoo!"
"Pergi!"
…
…
"Papa, maaf!"
"…."
PLAK
"Pukul lagi pa, kalau itu yang membuat papa mau memaafkan aku."
…
….
"Kau kedinginan?" "Benar kau kedinginan! Buka bajumu cepat!"
…
…
"Papa maaf.."
"Sudah papa bilang!"
"Hiks maaf hiks…"
…
…
"Itu bukan suara telepon, itu suara firasat buruk. Bunyi telepon itu, pertanda dari tuhan.
"Yoboseyo?"
"Kai-ah.."
"Ne…"
"Jangan terkejut…"
"…."
"Jangan menangis di depan ibunya. Jika kau menangis, ibunya juga akan semakin menangis."
"…hiks"
"Kai-ah.."
"Hik.."
"Kai-ah.."
"Jangan menangis. Aku juga takkan menangis! IDIOT INI SEMUA SALAHMU!"
"Bagaimana bisa? Ba-bagaimana bisa… bagaimana bisa ini terjadi?"
"JANGAN BERANI KAU LAPOR POLISI!"
"CHAN—"
"Kami menunggumu, datanglah sebelum pemakaman."
.
.
.
"Kim Jongin… akhirnya kau berhasil…"
.
.
"Ini buku milik Kyungsoo.."
"
'loving someone who doesn't love u back is like hugging a cactus. the tighter u hold on, the more it hurts.'
.
.
"KALIAN SUDAH MEMBUNUH PUTRAKU!"
…
"Papa…"
"Kau hidup? Jesus! Kau kembali Kyungsoo… kau kembali.."
"Papa kau apakan tubuhku?"
"Kau harus balas dendam…"
.
.
.
.
.
Just wait.. and see.
.
.
