Kuroko tidak memperhatikan seksama atas jinjingan bergelung keliman celana Kise ketika ia berlari-lari meloncati kubangan air yang berkeriak di bawah langit yang menderu. Waktu seolah dipukur mundur, Kuroko mampu menangkap senyumnya yang terang seperti matahari yang masih lama akan muncul, dan mendengar tawa.
Obligasinya untuk menegur dan mencemooh kandas oleh terpaan di bahu, dan menarik. (Ia tertarik dan sedikit basah oleh cipratan air di udara)
Hujan belum mau dihentikan.
Kuroko telah lama belajar untuk memaafkan, merelakan hal-hal kurang ajar seperti bagaimana tirus lengannya sering sekali ditarik paksa (akhir-akhir ini) dan bahunya didesak menuju dinding-dinding sepi saat senja menjelang. Ia juga belajar bagaimana caranya menutup mata secara alami, mengatur ritme napasnya yang akan segera dicuri dari mulutnya.
Dalam waktu-waktu itu pula, Kuroko mengenali betapa licinnya keliman uniform Kise, selaras dengan lekuk tulang selangkanya, lebar dan tajam, seperti lembut madu matanya (kekanakan namun tegar). Detak jantung Kise bertalu-talu di kepalanya selagi ia mulai menutup kelopak matanya tenang.
Mematikan syaraf-syaraf konfrontasi dalam tiap pembuluh nadi Kuroko, Kise akan melebarkan senyum dalam satu senti jarak di antara mereka. Memajukan kepalanya sampai habis senti itu, dan anak-anak rambutnya bergesekan. Berbisik hingga jejak-jejak jingga koral menjalari pipi Kuroko. Dan sebuah tarikan ke atas pada dagu.
.
Kuroko membenci betapa adiktifnya lembayung di penghujung hari.
.
(hope this thing works for you) i'll write something longer next time eheh
knb © fujimaki t.
