"Maaf merepotkan, Iwaizumi-san! Terimakasih atas tip nya," ucap salah seorang pekerja yang baru saja mau menginjakkan kaki keluar apartemen yang penuh kardus itu, menyuruh rekannya untuk menunggu sebentar.
"Sama-sama. Dibagi dua ya buat kalian," jawab pria berambut spiky gelap sambil menepuk-nepuk pelan pundak pekerja itu, "terimakasih untuk hari ini."
"Terimakasih kembali, Iwaizumi-san! Saya pamit dulu," lalu pekerja itu membungkukkan badannya separuh, berjalan menjauh, dan menghilang di balik elevator. Pria yang disebut Iwaizumi-san, itu kemudian masuk ke dalam apartemennya yang masih penuh dengan bau cat. Iwaizumi menyempatkan untuk mengecat ulang semua ruangan sebelum ia memindahkan seluruh barangnya. Ia ingin apartemen barunya terlihat minimalis, karena sepertinya pemakai apartemen sebelum dia benar-benar suka hal yang nyentrik sampai-sampai seluruh apartemen dicat dengan warna polkadot merah dan oranye.
Iwaizumi menghela napas, menutup pintu di belakangnya, dan mulai menata satu persatu furnitur untuk ruang tamunya, lalu kamar tidurnya, diikuti dengan dapur. Lalu tangan kekarnya beralih untuk membongkar kardus-kardus yang berserakan di sisi lain ruangan. Ia keluarkan satu-satu barangnya, baju-bajunya, piring-piring, dan buku-buku untuk ditata dengan rapi di tempat masing-masing. Meskipun deskripsinya terlihat cepat, tapi pekerjaan ini cukup memakan waktu Iwaizumi, hingga ia tidak sadar kalau matahari sudah terbenam satu jam lalu.
Apartemen baru ini tidak kecil, namun juga tidak besar, berdesain minimalis tapi tetap memiliki sentuhan fancy di sana sini setelah ditata oleh sang pemilik. Iwaizumi menatap hasil karyanya selama beberapa jam itu. Lelah yang tadinya tak terasa, kini mulai menggerayangi tubuhnya. Sofa yang ia letakkan di tengah ruangan yang cukup luas itu benar-benar terlihat menggoda. Iwaizumi memutuskan untuk melangkahkan kaki lelahnya ke dalam pelukan sofa empuk yang baru ia beli bulan lalu itu.
Setelah beberapa saat mengistirahatkan ototnya, kini perutnyalah yang mulai protes. Sudah waktunya untuk makan malam, dia tahu. Iwaizumi bisa saja memasak, tapi ia terlalu malas untuk melakukannya. Toh, ia juga belum membeli bahan makanan. Jadi tak lama, ia segera mengambil jaketnya dan mengantongi smartphone serta dompet ke dalamnya, lalu keluar dari rumah untuk jalan-jalan di lingkungan barunya dan tentu ia harus mampir ke supermarket terdekat untuk mengisi kulkasnya.
Wangi dari kedai ramen yang ia temukan tak jauh dari sana cukup mengundang. Kelenjar air liurnya sudah mulai memproduksi saliva dengan tidak wajar, tidak sabar untuk merasakan licinnya mie.
"Irasshai!" teriakan penuh semangat dari dalam kedai itu membuat Iwaizumi tersenyum simpul. Sudah lama ia tak makan di luar sendiri. Terlebih dengan suasana baru ini membuat mood Iwaizumi kembali segar. Kemudian ia duduk di salah satu kursi di meja bar dan menyapu menu dengan matanya.
"Miso ramen satu," ucapnya kepada salah satu pelayan, setelah terkonfirmasi, tak berapa lama pesanannya sudah jadi di depan matanya. Iwazumi membisikkan 'itadakimasu' pelan sebelum mulai melahap ramen panasnya. Benar-benar nikmat. Ia bersyukur Daichi-san mau memberinya libur hari ini untuk pindahan. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk menraktir atasannya itu ketika mereka bertemu lagi.
"Jadi gue harus gimana, dong? Kalo Shima-chan tau, gue bakal abis," sebuah suara tenor tak jauh darinya cukup mengalihkan perhatian Iwaizumi.
"Fyi aja, Rin tuh ember banget. Gue sih yakin dia bakal kasih tau Kurokawa-san. Lagian ngapain sih lo masih sama Kurokawa-san? Dari awal gue udah nggak suka liat cara dia memperlakukan lo. Putusin aja kenapa sih?"
"What…? Seriously, Suga. Gue gabisa mutusin dia gitu aja."
"Lo bisa kalo lo mau, Oikawa."
Iwaizumi melirik ke arah meja yang cukup berisik itu. Dilihatnya dua orang pria yang menurutnya terlihat cukup outstanding. Cara mereka berpakaian terlihat trendy, meskipun dari mejanya dia hanya bisa melihat wajah salah satu dari mereka yang memiliki rambut silver, dia dapat melihat bahwa pria lainnya dengan rambut coklat gelap yang terlihat sangat silky itu memiliki punggung yang cukup tegap dan bidang. Mereka tampaknya sedang membicarakan sesuatu yang serius. Soal pasangan mungkin? Tapi jujur, Kurokawa Shima-chan yang mereka bicarakan terdengar cukup agresif.
"Tapi gue udah cukup serius sama perasaan gue, gue pengen terus sama dia."
"Lo yakin? Bukannya gue nggak mau lo bahagia atau gimana. Tapi, coba lo pikir baik-baik, apa lo bahagia sama dia disaat apapun yang lo lakuin bikin lo resah kaya gini?"
"…" pria berambut coklat itu terlihat sangat gelisah dari gerakan tubuhnya. Tangannya mengaduk-aduk kuah ramen yang sedang ia makan.
"Lo bilang sama gue kalo lo bahagia sama dia, dan gue nggak bakalan sengotot ini buat bikin lo mikir dua kali."
Iwaizumi mengangguk-angguk menyetujui apa yang dikatakan oleh pria berambut silver itu. Inti dari sebuah hubungan memang kebahagiaan kedua belah pihak. Well, dia bukannya menguping kok. Karena bagaimanapun, dia tetap bisa mendengar apapun yang mereka katakan kalau mereka bicara sekencang itu. Bahkan setelah itu, Iwaizumi bisa mendengar pria berambut coklat menghela napasnya.
"Alright. I'll think about it, okay? Anyway, thanks, Suga. Makasih banget sampe mau segininya buat gue," ucap pria itu kemudian.
"You know I will. Pokoknya lo kalo ada apa-apa, jangan dipendem-pendem kaya kemaren lagi, okay?"
Wow. Iwaizumi baru saja selesai menonton drama di dunia nyata. Jarang-jarang ia bisa menemukan kejadian seperti ini. Dan sepertinya pria berambut silver itu benar-benar tau apa yang terjadi dan apa yang harus dia lakukan. Ia akui peristiwa kali ini benar-benar menjadi hiburan yang cukup mengesankan untuknya. Ia bahkan berharap mengetahui kelanjutan ceritanya. Tapi, tidak. Dia tidak punya waktu sebanyak itu, dia masih punya banyak pekerjaan untuk dilakukan.
Setelah Iwaizumi menyelesaikan kuah misonya, tanpa bertele-tele, ia segera membayar dan menyempatkan untuk bertanya soal supermarket yang paling dekat. Ia hanya harus berjalan dua blok dari kedai itu untuk akhirnya sampai di supermarket yang dimaksud. Iwaizumi cukup senang karena sepertinya ia tak salah memilih kompleks apartemen, karena semua hal yang ia butuhkan dekat dari apartemennya. Ia tak sabar memperlihatkan apartemen barunya ini pada pacarnya.
Iwaizumi mengisi keranjang belanjanya dengan sayur-sayuran, lalu daging, keju, dan macam-macam bahan makanan lainnya. Ini akan cukup untuk seminggu, pikirnya. Ia merasa semuanya sudah siap dibayar ketika ponselnya berdering.
"Lisa? Ada apa?" sambil menerima telepon, Iwaizumi mengantri di kasir.
"Hajime! Kamu udah selesai beres-beres apartemen baru?" ucap suara di ujung lainnya.
"Udah kok. Kamu nggak usah dateng nggak apa-apa. You must be tired," ucap Iwaizumi sambil mengeluarkan semua belanjaannya dari keranjang untuk dihitung oleh kasir.
"Yes, I am. Makasih pengertiannya, Hajime. Kalau gitu aku tidur dulu ya. Besok aku telepon lagi," suara di ujung sana masih tersengar penuh semangat meskipun pemiliknya bilang dia lelah. Tapi Iwaizumi juga cukup lelah untuk menghiraukannya.
"Okay. I love you, Lisa."
"Too."
Lalu sambungan terputus dari sisi lainnya. Iwaizumi menghela napasnya panjang. Sepertinya dia juga butuh pria berambut silver itu untuk mendengarkan ceritanya.
Dan wow, sepertinya pria berambut silver itu panjang umur. Karena setelah ia sampai di apartemen, pria yang sepertinya disebut-sebut 'Suga' atau apalah itu, keluar dari pintu sebelah apartemennya. Pria itu tersenyum padanya setelah mengucapkan beberapa patah kata pada orang lain yang ada di dalam apartemen itu, dan pergi begitu saja. Iwaizumi masih memperhatikan pria yang pergi itu sampai suara tenor yang terdengar familiar melewati telinganya.
"Eh, apa kamu tetangga baruku? Oh! I'm so excited!" Iwaizumi menoleh ke arah suara tersebut. Dilihatnya seorang pria dengan tinggi sedikit di atas Iwaizumi, wajahnya tampan dan cerah, benar-benar tak membosankan untuk dipandang. Ia juga masih ingat dengan rambut coklat gelap yang sangat silky. Iwaizumi ingin menyentuh rambut itu. Tapi, berbeda dengan di kedai ramen tadi, saat ini sang pria memakai setelan katun yang terlihat nyaman di tubuhnya. Iwaizumi berusaha keras untuk fokus.
"Ah, hai. Saya baru pindah tadi siang. Iwaizumi Hajime," balas Iwaizumi kemudian tersenyum simpul sambil menawarkan tangannya untuk dijabat. Matanya masih memerhatikan wajah pria itu lekat-lekat, seolah ingin mengingat semua lekukan yang ada di sana.
"Jangan terlalu formal, Iwa-chan! Aku Oikawa Tooru, salam kenal!"
"Eh, Iwa-chan?"
Oikawa Tooru tersenyum lebar.
tbc-
Note: Halo shipper IwaOi Indo :""))) sedih banget ini ship sepi di ffn wkwkwk mari kita ramaikan sama-sama! respon apapun buat fic ini sangat berarti, karena saya masih mau lihat apa fic ini pantas diteruskan atau enggak.. hehe.. kritik sarannya boleh banget ya, temen-temen xD lets sail this ship even more!
