Ahem, Aloha minna!!!
Naru mau mempersembahkan sebuah fic (lagi)
Sekarang genre-nya Romance. Semoga aja fic ini tidak mengecewakan teman- teman dan para senpai yang bersedia membaca, dan para reader yang terhormat tentunya.
Sebelumnya aku mau berterima kasih pada senpai- senpai yang sudah me-review fic yang sebelumnya. Senang sekali ada yang mengomentari karyaku.
Yeh, malah jadi curhat. Yuk kita mulai aja. Persembahan dariku untuk teman- teman, dan untuk sahabat tersayang.-halah-
Mihael Keehl Is Still Alive © Éclipse et Sang
Masashi Kishimoto © Naruto
-
-
-
_SANG_
-
-
-
Bayang-bayang itu mengejar mangsa yang memiliki 'harum' yang menggugah selera. Sinar rembulan yang terang mempermudah bayangan itu menemukan buruannya. Mangsanya terengah- engah. Lelah. Bayangan itu tak mau menyerah walaupun mangsanya masuk gereja, atau membawa bawang putih didadanya, ia tak akan mati karena itu. Apa lagi takut.
Mangsanya bersembunyi dibalik altar. Degup jantungnya saling bersahutan. Saling susul. Keringat bercucuran diseluruh tubuhnya. Salib yang ia pegang ia genggam erat, mulutnya masih terus komat- kamit. Ia berdoa.
Sebenarnya, bayangan itu bisa langsung 'menghabisi' mangsanya tanpa harus bersusah payah berkejar- kejaran. Tapi disinilah menyenangkannya. Ia senang melihat mangsanya berusaha mempertahankan hidup, walau pada akhirnya ia akan mati sia- sia.
Gereja terasa sepi. Orang itu mulai merasa aman. Degup jantungnya perlahan kembali normal. Ia mulai tenang. Namun tiba- tiba ia melihat bayangan melintas dihadapannya. Jantungnya kembali bepacu. Hatinya cemas, memikirkan kelanjutan dari aksi kejar- mengejar ini. Apakah ia akan selamat? Atau dia akan menjadi makan malam pemangsanya? Memikirkan itu jantungnya berpacu semakin cepat. Ada sedikit pemikiran untuk pasrah menerima takdirnya sebagai mangsa. Perasaan itu mulai menguasainya. Ia tahu ia tak akan selamat. Perlahan ia keluar dari tempat sembunyinya. Dan berdiri di depan altar. Matanya terpejam, berdoa dalam hati agar setelah ini dia bisa langsung menuju Cieux*. Tanpa ia sadari bayangan itu manjeratnya, mengangkat lehernya dan ia tusuk dengan kukunya yang panjang.
Orang itu pasrah. Matanya terpejam. Ia biarkan bayangan bertaring itu manghisap darah yang keluar dari luka yang dibuat. Nafasnya memburu ketika ia merasakan sakit yang amat sangat. Namun setelahnya nafasnya menjadi jarang, dan akhirnya hilang sama sekali. Bayangan itu menyeringai senang. Ia merasa puas. Nafsu dahaganya telah terpenuhi.
-
-
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*
-
-
Malam kembali beranjak. Matahari nan terang mulai menyinari bumi bagian utara dengan perlahan. Hangatnya menenangkan membuat orang malas beranjak dari tempat tidur yang nyaman.
Ia pun sama. Kasurya yang empuk dan mimpinya yang indah membuatnya engan beranjak. Ia menggulungkan tubuhnya bersama selimut yang hangat dan meringkuk didalamnya.
Berkas cahaya matahari masuk melalui celah tirai yang tersingkap, dan menyinari wajah lalaki pirang yang sedang tidur meringkuk. Ia mulai terganggu, namun ia berusaha untuk kembali terlelap dan menikmati mimpi indahnya tadi.
Ceklek. Krieett. Pintu yang berderit perlahan terbuka. Seorang wanita separuh baya masuk kedalam kamar itu.
" Naruto, bangun! Nanti kau bisa terlambat bekerja." Wanita itu membangunkan anaknya yang masih meringkuk di dalam selimutnya.
" Ah~ ibu, aku masih mengantuk~" ujar anak yang dipanggil Naruto itu nadanya terdengar enggan.
" Nanti kau dimarahi bos mu lagi." Bujuk wanita itu.
" Aku tidak peduli pada si tua banyak maunya itu." Kata Naruto, ia semakin meringkukkan diri dan memejamkan mata, " lagi pula hari ini aku dapat jatah libur."
" Libur? Kenapa? Jarang sekali. Bisanya walaupun tanggal merah, dia tidak mengizinkan mu untuk istirahat."
" Ini bonus untukku. Berita yang kuliput kemarin lusa menarik perhatian seluruh penduduk kota. Tapi sampai saat ini belum ada kabar baru dari berita yang kuliput. Jadi aku disuruh istrahat. Agar nanti saat berita itu mulai berkembang aku bisa meliputnya habis- habisan."
" Jadi, kalau dapat libur kau mau tidur terus?" kata wanita itu. Ia duduk di sebelah anaknya.
" Entahlah bu, aku tidak tahu mau mengerjakan apa."
" Bagaimana kalau kita buat pai? Pai blueberry. Pasti enak sekali." Ajak wanita itu.
" Tapi aku mau buat pai cokelat juga ya?" kata Naruto. Ia termakan ajakan ibunya.
" Sebaiknya kau mandi dulu." Wanita itu beranjak dan berjalan menghampiri pintu, "ibu akan siapkan bahan- bahannya dulu."
" Asik."
-
-
" Naruto, cokelatnya jangan banyak- banyak!"
" Tapi, bu aku suka cokelat ini." Jawab Naruto sambil terus menuangkan cokelat pada pai-nya.
" Ibu bilang jangan banyak- banyak. Kalau terlalu manis gigimu bisa sakit."
" Ah ibu, aku kan nggak pernah sakit gigi. Gigiku bagus begini."
" Ya sudah, yang ini boleh banyak. Yang lain tidak ya?"
" Ehehehe, tapi yang blueberry di kasih banyak juga ya bu?"
" Baiklah. Terserah kau saja."
" Bu, setelah ini aku mau kerumah Sai. Ia bilang dia punya lukisan baru untuk dipamerkan. Dia mau tanya pendapat ku dulu."
" Kau akan pulang jam berapa?"
" Aku tidak tahu pasti. Mungkin agak malam. Aku sekalian mampir kerumah sakit."
" Baiklah, bawa ini. Berikan pada Sai dan Sakura." Kata wanita itu sambil memberikan dua buah keranjang yang berisikan pai yang masih hangat.
" Terima kasih bu, mereka pasti suka." Kata Naruto sambil melepaskan celemek kesayangannya, " aku berangkat!"
" Hati- hati di jalan." Kata wanita itu sambil melambaikan tangannya.
-
-
*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*_*
-
-
Naruto berjalan menuju kota yang tak jauh dari rumahnya. Lalu ia memberhentikan sebuah kereta kuda.
" Tolong antarkan ke blok 18." kata Naruto pada kusirnya. Tanpa ba bi bu kereta kuda itu langsung berjalan cepat meningalkan keramaian kota.
-
Ketoplak ketoplak ketoplak
Bunyi sepatu kuda yang beradu dengan tanah aspal terdengar merdu ditempat yang sepi seperti ini. Angin sepoi- sepoi yang masuk melalui jendela membuat Naruto terbuai. Rasa kantuk mulai menguasainya.
"Blok 18 masih jauh. Apa sebaiknya aku tidur dulu?" tanya Naruto pada dirinya sendiri.
"Hoam…" Naruto menguap lebar. Sang kusir tersenyum tipis melihat Naruto yang menguap selebar kuda nil itu.
" Sebentar lagi kita sampai, Mademoiselle." Kata kusir itu.
" Ah? Iya. Ehehehehe." Kata Naruto. Dia malu sekali ada yang memperhatikan ia menguap.
Kembali hening. Mereka kembali pada pikiran dan pekerjaan yang tadi mereka tekuni.
" Kita telah sampai Mademoiselle." Kata kusir itu. Ia kemudian turun dan membukakan pintu untuk Naruto. Ia mengulurkan tangannya pada Naruto. " Silahkan Mademoiselle."
Naruto menyambut tangan itu. "Tangan yang dingin sekali". Pikir Naruto.
" Merci."
" Ensemble." Kata kusir itu. Ia berbalik dan kemudian tersenyum. Senyum yang menyeramkan. " makan malam kali ini pasti mewah." Dia bergumam, dan kemudian pergi.
-
-
-
TBC
To Be Continued
Tubercollose
-
-
-
Note: Cieux : Surga
GYAAAAAA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
SUNGGUH SANGAT PENDEK!!!!!!!!! –teriak dari atas bukit-
Huhuhuhuhuhuhu…
Tapi aku update karena Nate bilang udah bagus. -maksaih yo!-
Dan Nate juga dah bantu liatin misstyponya. XD -makasih(lagi)-
Ne~ tapi aku juga butuh pendapat para senpai dan temann- teman.
Baguskah? Menarikkah?
Yang punya ide buat ngelanjutinnya aku tunggu biar bisa jadi referensi. Via sms (72777777) -jangan dicoba!!!-
Lewat review, ato lewat email juga boleh.
Review kalian kutunggu sebagai penyemangat untuk melanjutkan fic ini… XD
