DESCLAIMER: NARUTO PUNYA EYANG KUBUR (*di masukkin ke loker davy jones) IYA IYA NARUTO PUNYA MASASHI KISHIMOTO *Mewakili semua chapter


Bunga

2016

Wanda Grenada


Lucky day


Terlihat gadis bersurai pink sedang bercanda ria dengan para sahabatnya di meja kantin

Itu dia, ya dia. Dia adalah Bunga.. Bunga yang selama ini ku idam idamkan. Aku tau aku bukanlah satu satunya orang yang menginginkannya. Tentu saja, warnanya yang indah pasti membuat orang ingin memilikinya. Tak terkecuali aku, aku juga punya keinginan yang sama dengan mereka. Tapi aku yakin, tujuanku memilikinya sangat berbeda.

Mereka hanya ingin memilikinya dan segera Memetiknya.. Memain-mainkannya Lalu entah untuk apa nantinya bunga itu. Tidak denganku, aku ingin memilikinya dan merawatnya dengan baik. Bahkan untuk menyentuhnya pun aku tidak berani. Dia terlalu cantik untuk di sentuh dan dinodai.

Aku sudah memendam perasaan ini sejak 3 tahun yang lalu. Aku sangat ingin mengatakan padanya, tapi nyaliku ini yang selalu saja menciut jika akan mengutarakannya.

Dan sekarang, sepertinya sudah terlalu siang untuk meminta izin kepemilikan karena dia sudah menjadi milik orang lain. Dan aku rasa dia Sempurna. Dia punya harta, wajah, dan status sosial yang disegani semua orang. Aku kalah telak.

Hari ini seperti biasa, aku memperhatikan bunga indah itu dari kejauhan. Senyumannya membuatku gila. Ditengah tengah candaan mereka, aku melihat seorang laki laki yang berambut seperti pantat ayam itu menghampiri Bunga indah itu dan langsung memeluknya. Bunga itu terlonjak kaget dan malu malu berusaha melepaskan diri dari pemuda itu

Ada perasaan sesak dan menusuk nusuk dihatiku. Ingin rasanya aku berlari dan memberi pelajaran pada pemuda itu.. Tapi apalah daya, aku hanya makhluk yang tidak bermateri, dipandang sebelah mata, dan tak punya reputasi. Beda dengannya yang sudah mengantongi segala aspek perizinan untuk memiliki bunga itu

Jadi, bunga itu sekarang hanya bisa kukagumi dari jauh.. Rasa rasanya angan angan ku ini semakin jauh saja dan berada diujung kenyataan

Cinta, tidak seperti yang dibilang kebanyakan orang termasuk Ibuku. Mereka bilang cinta itu indah. Tapi kenapa yang kurasakan saat ini benar benar menyakitkan. Hey, jangan bilang laki-laki itu tidak bisa sakit hati. Tentu saja laki-laki itu bisa sakit hati, toh mereka juga manusia

Hanya saja laki-laki itu memegang teguh prinsip yang berbeda. Mereka lebih bisa menyembunyikan perasaannya dan lebih tau cara mengatasinya daripada mengahabiskan waktu dikamar untuk menangis.

Karena laki-laki itu harus kuat untuk melindungi bunga-nya. Tidak akan menangis agar Bunga-nya merasa nyaman berada dibawah naungannya

Dia, Bunga yang Indah


"Ahemm..." suara dehaman membangunkan sosok pemuda berambut pirang itu dari lamunannya. pemuda itu langsung saja menyumbangkan seluruh atensinya untuk suara dehaman itu

"eh, kiba. Kau sudah datang rupanya.." Naruto bergeser sedikit untuk membiarkan Kiba duduk disebelahnya. Diikuti Kiba yang tak sungkan duduk dan menempatkan makanan yang ia bawa di meja.

"Kenapa kau tidak mengatakan saja padanya?" Kiba menyenggol lengan Naruto dengan sikunya

"Mengatakan apa maksudnya?"

"Ah, kau ini... Memangnya aku tidak lihat apa yang baru saja kau lakukan. Kau memperhatikannya tanpa berkedip, lho"

"Kau gila..." Naruto tertawa hampa "Aku hanya sedang memperhatikan daftar menu yang ada disana. Menurutku itu terlalu mahal." Sanggah Naruto

"Menyanggah saja bisanya. Ya sudah, ini aku bawakan ramen" Kiba menyodorkan satu dari dua cup ramen instan yang baru saja diseduh kepada Naruto

"Waah, bagus!" Naruto langsung merebutnya dari tangan Kiba "kau baik sekali, terimakasih ya."

"Kau sudah mengerjakan PR yang diberikan ms. Anko?"

"Sudah, memangnya ke-" Naruto mendelik ke arah kiba "Kau membelikanku Ramen pasti ada maunya ya?"

Kiba menggaruk garuk tengkuknya yang tidak gatal.. "Heheh"

Naruto, ia memang jadi langganan sasaran para murid untuk hal seperti itu, tapi Naruto sama sekali tidak keberatan bahkan ia menjadikan Hal itu sebagai ladang uang. Teman temannya pun mengerti akan keadaannya. Tidak setiap hari ia bisa mengantongi uang jajan. Ia melakukan hal itu semata mata untuk membantu ibunya juga, walau yang dia lakukan itu sedikit melenceng dari ajaran ibunya.

Terkadang memang menyebalkan kalau kau bekerja keras sendirian tapi semua orang jadi penikmat hasilnya. Naruto tidak akan memberikan itu secara cuma-cuma, ia memasang tarif sesuai dengan tingkat kesulitan yang dia kerjakan dan berapa jumlah orang yang mengerjakan PR. ya, walaupun terkadang ia memasang tarif lebih tinggi dari tingkat kesulitannya.. yang penting Simbiosis mutualisme terjadi setiap hari.

Murid-murid disini kebanyakan sama sekali tidak memikirkan tentang untuk apa dan dimana ujung dari semua pelajaran yang setiap hari mereka dapatkan, asalkan mereka punya uang sebaiknya mereka tidak khawatir. padahal mereka tidak tau apa yang masa depan bawa untuk mereka. Roda selalu berputar, atau begitu kiranya yang masih Naruto percayai. walau pada akhirnya orang pintar tidak selalu menang, ia juga memegang prinsip kekayaan tidak selalu sampai 7 turunan. tapi ketidak-pedulian merekalah yang menjadi peluang untuk Naruto pribadi.

sudah cukup cerita tentang narutonya, kembali ke alur dimana Kiba dan Naruto akhirnya menyudahi makan siang mereka dan kembali menuju ke kelas mereka.

Kiba duduk di belakang Naruto, yang pastinya adalah tempat yang strategis untuk ia bisa bertanya seenak udelnya. Sedangkan Naruto duduk bersama Lee. Mereka berdua ini adalah Rival abadi yang sama-sama mempunyai hobi dan minat yang sama. tak jarang juga mereka mengadakan pertandingan. apapun yang mereka lakukan, selalu saja berakhir dengan pertandingan yang konyol.

Bel kelas berbunyi, beberapa anak pun mulai berdatangan. Diikuti guru mereka hari itu yang akan mengajar.

Guru Ebisu menerangkan bab tentang Hak asasi manusia. Beberapa murid tampak minat dengan sesuatu yang seperti ini sedang yang lain lebih memilih pura pura memperhatikan. Naruto yang mana? Naruto yang sangat amat berminat.

Dia mencatat yang diterangkan gurunya, karena disetiap pelajaran ini guru Ebisu akan mengadakan kuis yang akan menambah poin, walaupun Naruto sendiri tidak terlalu yakin apakah poin itu benar-benar akan menambah nilai atau hanya sekedar testing dari guru Ebisu untuk mengetahui apakah murid-muridnya memperhatikan. tapi Naruto tidak peduli, ia menyukai hal yang mengetes kemampuannya. Disela-sela ia menunggu gurunya selesai berbasa-basi terkadang Naruto bisa iseng sendiri entah itu ia mengemut pulpennya, menggigit-gigitnya, memutar-mutarnya diapitan jarinya atau ia sentuk-sentukkan ke mejanya.

Saat ia sedang melaksanakan satu dari banyak kegiatan isengnya, yaitu memutar-mutar pulpennya.. Ia tak sengaja menjatuhkannya. Sesegera mungkin ia menggeser sedikit bangkunya untuk bisa menunduk dan mengambil pulpennya. Baru saat ia ingin kembali ke posisinya, Naruto juga melihat Sakura yang duduk paling depan mengambil sebuah kertas. Kertas catatan, mungkin, yang jatuh di bawah kakinya. Mata mereka bertemu. Seperti ada sengatan listrik detik itu juga yang membuat Naruto agak tersentak. Tapi ia masih bisa memberikan respon normal berupa senyuman untuk Sakura.

Hal yang tak terduga. Sakura membalas senyuman Naruto sekilas sebelum ia kembali lagi ke posisinya. Naruto pun melakukan hal yang sama. Berkali-kali ia mengingatkan dirinya sendiri tentang siapa dirinya dan siapa yang berbanding dengannya. Namun khayalan untuk bisa bersama Sakura membayang di ingatannya sejak Sakura tersenyum padanya.

Sebenarnya, apa yang membuatnya merasa ia begitu pantas memiliki seorang Sakura adalah salah satu pertanyaan yang digunakannya untuk menahan dirinya.

Dengan hanya yang ia punya. Bermodalkan cinta yang tulus.

Cinta? cinta itu hanyalah hasrat untuk memiliki. Tidak kurang bahkan terkadang lebih.

Itu menurut pandangan Naruto. Menurut apa yang ia rasakan sekarang ini. Menurut Naruto yang sekarang sedang berjalan melamun tak ada niat henti. Tidak sampai ia melihat bayangan yang ia lamunkan sepanjang sisa waktu pelajarannya.

Dia.. jalan kaki?

Naruto tidak mengambil ini sebagai kesempatan, tidak, Naruto bukan tipe orang yang terlalu berharap lebih pada sebuah kebetulan di sore hari, namun langkah gadis itu yang tidak sebanding dengan langkah kaki Naruto membuatnya semakin lama semakin berdekatan dan tidak lebih jauh dari 1 meter dibelakang gadis itu.

Merasa ada yang mengekori dibelakangnya, Sakura menoleh ke belakang untuk memastikan apa yang ia rasakan benar. Tepat disaat ia ingin mengira bahwa orang itu penjahat, ia tersenyum bahwa yang tidak berada jauh dibelakangnya adalah teman satu kelasnya, Naruto. Ia melipat kedua tangannya dibelakang kepalanya kemudian balik tersenyum padanya.

"Naruto, ya?" Sapa Sakura lebih dulu

"Eh, Haruno.."

"Kenapa tidak memanggilku?"

Naruto terkejut. benar juga, ini mungkin malah membuatnya terlihat sebagai seorang penguntit. ia harus segera mencari alasan yang tepat, dan alasan yang mampu dipikirkan oleh otaknya saat ini adalah, "Ah, aku kira kau orang lain.."

"Berapa orang yang kau kenal dengan rambut pink?" Sakura memelankan langkahnya untuk menyetarakannya dengan Naruto yang masih dibelakang

Naruto kikuk. Ini bahkan lebih memalukan daripada salah memanggil orang. "Kau tidak pulang bersama Ino atau Sasuke?" mungkin itu yang bisa mengalihkan alasan anehnya kali ini.

Bahkan ia ingat bahwa bertemu Sakura pada jam 3 sore seperti ini adalah hal aneh. Ia tidak pernah melihat Sakura sendirian selama masih memakai seragam sekolahnya. Sakura punya banyak sekali teman. Adik kelas terkadang mencari perhatian juga untuk bisa dekat dengannya dan anak laki-laki banyak yang mengincarnya. Bukan perkara yang sulit kalau ia memang harus meminta tumpangan pada seseorang.

"Ino sedang berlatih cheerleader. Aku ingin sekali mengganggunya, tapi aku rasa aku tidak punya banyak waktu untuk itu. Sasuke sendiri sedang menjalani latihannya untuk menyusul poin yang tertinggal. Lagipula, sudah lama rasanya sejak terakhir kali aku berjalan kaki." Sakura menghirup nafas dalam ketika angin sore menegurnya. Membawa rambut pinknya terbang dan membuat mata sang gadis menutup menikmati hembusan angin sore.

"Memangnya apa yang menyita waktumu?"

"Bukan hal yang terlalu formal, tugas dari Klub Relawan untuk Study tour anak kelas 10, sebenarnya. Aku memutuskan masuk klub relawan, walaupun anggotanya sedikit, tapi aku ingin meyakinkan bahwa kuantitas tidak terlalu mempengaruhi kualitas." Ia berjeda sebentar, "Kau sendiri? apa klub juga menyibukkanmu?"

"Tidak, tidak terlalu. aku kurang aktif di Klub. aku sudah cukup sibuk, kurasa." Dengan pekerjaannya sebagai montir di bengkel tempat Ayahnya dulu bekerja, untuk anak kelas 2 SMA, Ya, Naruto sudah cukup sibuk.

"Kau.. pasti kerepotan ya?" Ujar Naruto lagi

"Ya, begitulah."

Kemudian Hening. Hening yang canggung. Tidak nyaman bagi Naruto. Entah untuk Sakura. Tapi ini tidak nyaman. Kira-kira 12 hitungan untuk kemudian Naruto melanjutkan obrolannya.

"Ngomong-ngomong, Rasanya aneh melihatmu pulang sendirian. Dan berjalan kaki membuatku merasa ini bukanlah kenyataan."

Sakura terkekeh. Itu bahkan membuat Naruto berharap waktu berhenti. "Kau bersikap berlebihan, aku tidak sepopuler itu kok."

"Tim voli perempuan paling cantik yang selalu mencetak angka dengan smashing andalannya dan pacar dari Sasuke Uchiha. Apa benar tidak sepopuler itu?" Ujar Naruto dengan gestur memperagakan smashing voli membuat Sakura lagi-lagi tertawa. Sanjungannya yang terlalu cepat membuatnya terlihat seperti orang-orang disekolah yang sering membicarakan Sakura. tapi tak apa, Sakura adalah orang yang mencolok disamping rambut pink-nya.

"Kau membuat ini menjadi promosi dadakan. Terimakasih atas pujianmu, coret kata terakhir ya.. aku belum pacaran dengan Sasuke."

Belum. Masih ada secuil kesempatan untuk Naruto. Naruto tidak mengatakan apa-apa selain anggukan kecil yang ia keluarkan bersamaan dengan turunnya sedikit demi sedikit rintik hujan. Hujan yang tak terduga membuat mereka sedikit berjengit dan menyumpah.

"Kau bawa payung, Haruno?"

"Tidak, aku tidak terbiasa"

Benar, ia setiap hari memakai mobil dengan teman-temannya. untuk apa repot-repot bawa payung? Tangannya menengadah untuk mengira-ngira seberapa deras hujan kali ini, sekiranya ini tidak terlalu deras, hanya berupa gerimis kecil. tapi yang namanya hujan tidak pernah tedeng aling, kan?

"Sial, nanti buku kita bisa kebasahan!" Naruto memegang tasnya

"Bagaimana kalau kita lomba lari?" ujar Sakura

Naruto berpikir sejenak, Sakura mulai terdengar seperti Lee. mungkin maksud Sakura adalah- ia ingin cepat sampai rumah menjauhi anak aneh ini dengan cara lomba lari, namun ia terlalu sopan untuk mengutarakannya, kemudian, "Ide yang bagus!"

"Aku yang hitung!" Ujar Sakura bersemangat "Satu..,"

Naruto mengambil ancang-ancang lari. Entah kenapa ia jadi antusias padahal ini bukan sebuah perlombaan resmi. Tapi aba-aba lari dari Sakura membuatnya semakin antusias.

"TIGA!" Dengan begitu, Sakura melesat pergi meninggalkan Naruto yang masih posisi ancang-ancang.

Melihat Sakura yang melesat duluan membuat Naruto sadar harus segera menyusulnya dan meneriakinya. dengan kakinya yang panjang dan tenaga tim Baseball, tidaklah sulit jika hanya mengejar seorang Sakura. Naruto yakin Sakura tidak lebih baik dari Lee yang selalu mengajaknya bertanding. tapi Naruto sengaja memperlambat gerakannya seolah Sakura itu berlari sangat kencang. sedangkan Sakura sesekali menoleh dan cekikikan.

Naruto tersenyum.

Kejadian dalam sehari begitu mengejutkannya. Naruto juga tidak mengerti mengapa semua ini terjadi, padahal sama sekali ia tidak berdoa pada Kami-sama untuk semua ini..

Ini terjadi.. begitu saja..

Kemarin dan 3 tahun yang lalu, bersapa dengan Sakura saja belum pernah. tapi Hari ini, bahkan lebih dari sebuah sapaan yang selalu diharap Naruto setiap kali melihat- memperhatikan Sakura. Ajaib

Harapannya langsung tergantung pada kata-kata Sakura yang menyatakan bahwa ia belum pacaran dengan Sasuke. Ia tidak ingin terburu-buru karena hatinya sudah terasa sangat lega. dan sekarang ia merasa ada banyak kupu-kupu yang terbang di perutnya.

"HEY! DASAR CURANG!"

"Kau tidak akan bisa mengejarku. dasar payaaah~"

"Benarkah?" Dengan nada bicaranya yang di ayun, Naruto mempercepat larinya dan menghapus jarak yang dibuatnya. "Kau akan menyesal mengatakan itu.."

Sakura terkesiap. Naruto melaju sangat cepat dan menyamaratakan langkah kakinya. Ia juga ikut-ikutan antusias dan berlari secepat yang ia bisa. Mereka berdua saling mendorong dan tertawa dibawah rintikan hujan. Sekarang tak peduli lagi dengan tas yang basah atau rintikkan hujan yang semakin deras.

Mereka menikmati hujan


"Tadaima.."

"Okaeri. Biar ibu tebak, Perkiraan cuaca sedikit melenceng hari ini"

"Namanya juga manusia, bu. Adakalanya Human-erorring." Naruto duduk untuk melepas sepatu dan kaus kakinya.

"Itu aneh mengingat biasanya kau yang sering menggerutu," Ibunya mendekati Naruto dan memberikannya handuk. "Apalagi tas mu basah, pasti buku-bukunya juga basah."

Naruto tidak mengatakan apa-apa selain tersenyum. Ia berjalan menuju kamar mandi untuk segera membasuh dirinya agar tidak sakit. Besok ia masih harus ke sekolah.

Senyumannya tidak berhenti setelah ia mengantar Sakura pulang kerumahnya, Gadis itu menawarinya untuk masuk dulu dan menghangatkan diri di depan perapiannya, namun Naruto beralasan tidak ingin merepotkan Sakura dan membuat Ibunya khawatir.

Sebenarnya, ibunya pasti mentolerir Naruto yang pulang telat karena cuaca buruk. Tapi, Naruto tidak ingin berlama-lama dengan Sakura, ia masih terlalu canggung. ia juga tidak ingin Sakura tau kalau ia menyukainya. mungkin Sakura senang mendengarnya, tapi bagaimana kalau skenario buruknya terjadi dimana Sakura malah menjauh dan membenci Naruto, belum lagi gosip akan segera menyebar.

Tidak, ini awal yang diawali dengan kebetulan, dan kebetulan itu merupakan kesempatan yang harus ia perankan perlahan. Mengantar Sakura pulang sudah lebih dari cukup. Namun, Ia masih belum bisa menghentikan senyumannya bahkan saat ia sedang mengguyurkan air ke kepalanya. Memang iya, Naruto adalah orang yang murah senyum, tapi yang kali ini mengerikan.

"Ibu, ayah belum pulang?" Teriak Naruto dari kamar mandi

"Belum," Naruto mendengar gema dari arah luar teritorinya. Memang agak sulit mendengar karena keran air yang menyala cukup membuat satu kamar mandi ramai. Namun ia sangat yakin dengan yang ia dengar.

Tidak lama Naruto menyudahi sesi bilasnya kemudian berjalan keluar untuk makan malam. Ia hanya memakai celana pendek dan belum memakai atasan sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

"Apa belum ada kabar dari ayah?" Naruto menghampiri ibunya yang sedang menjejerkan buku-buku Naruto untuk dikeringkan.

"Ya ampun, basah sekali buku-bukumu.. kenapa kau tidak berteduh dulu?" Bukannya menjawab, ibunya malah mengalihkan topik pembicaraan.

Naruto sadar, ibunya sedang enggan menjawab pertanyaan Naruto yang itu-itu saja. Tapi Naruto juga tidak ingin menerima jawaban yang itu-itu saja. Ibunya selalu bilang, 'Tidak usah khawatir, ibu yakin ayahmu akan datang, selama ibu masih bisa bekerja tidak ada yang perlu di khawatirkan'

"Iya, tadi aku menemani seorang gadis pulang kerumahnya," Naruto mengambil alih pekerjaan ibunya yang sedang membolak-balikkan buku di depan perapian. "Aku saja, ibu siapkan makan malam." Ibunya kemudian bangkit dari duduknya dan berjalan kearah dapur untuk menjalankan kewajibannya.

"Rumahnya hanya beberapa blok dari sini." Naruto masih tampak berniat untuk menceritakan alasannya. "Dia teman sewaktu aku masih di akademi, bu.. tapi kita berdua tidak terlalu dekat."

Ibunya hanya mendengar celotehan anaknya dari dapur. Naruto tidak banyak bicara- apalagi menceritakan hal sepele seperti itu semenjak ayahnya pergi bekerja- dan belum kembali selama 2 tahun ini. Apa yang membuatnya berbeda hari ini?

"Gadis itu orang yang kau sukai ya?"

"Eh, apa? Bu-bukan.. maksudku, itu tidak penting" Naruto terlonjak dan langsung menunduk, Ibunya cepat sekali menilik siapa orang yang baru saja ia antarkan, atau hanya perasaannya saja.. apakah ada yang salah dengan kata-kata yang Naruto keluarkan? atau ia keceplosan? sekarang wajah Naruto memerah.

Ibunya tertawa, Naruto menoleh kearah ibunya. ya, rasanya sudah lama semenjak ia mulai dewasa dan jarang berinteraksi dengan ibunya bahkan untuk sekedar melihat ibunya tertawa. padahal tawa ibunya adalah tawa terindah yang pernah ada. Ia sangat menyayangi ibunya, walaupun kesabaran ibunya menunggu ayahnya seringkali membuatnya dongkol dan terkadang membuat Naruto sangat ingin memaki ibunya lalu mengatainya bodoh agar ibunya sadar betapa orang itu tidak perlu ditunggui.

Sepertinya inilah yang dibutuhkan ibunya dan dirinya. hanya sebuah kedekatan yang mampu membuat mereka merasa tidak ada yang namanya batasan. lebih dekat. ia yakin dengan begini mereka berdua mampu melewati badai yang ayahnya buat. dan semua ini bermula semenjak ia bertemu Sakura sore tadi.

Naruto semakin yakin bahwa Sakura-lah pelabuhannya.


AN: FIC PERTAMA DI 2016!

TAPI LAKNAAAT!

Yaaaah maaf ya Minna.. lagi lagi ngga bisa menahan diri untuk tidak membuat cerita baru, hutangku semakin banyak saja T_T. Abis bete banget ngerjain ulangan Mtk ngga bisa sama sekali, jadi sambil nunggu wahyu turun dari langit aku gambar gambar, bukannya dapet rumus malah dapet ide fanfic. Dan inilah ide bangsat yang memenuhi kertas coret coretan yang diperuntukkan untuk Mtk -_-

Mikir berjuta kali apakah ini NaruSaku atau KibaSaku. Awalnya pengen KibaSaku, karena Anti-Mainstream. Dan lagi, kupikir Naruto kan udah jadi pemeran utama di filmnya, menyingkirlah dan beri kesempatan untuk yang lain. tapi kalo dipaksakan nanti alurnya berubah. Btw, ini genrenya masih bingung

Kurasa ini ngga bakal jadi chapter yang panjang.. tapi semoga aja ngga jadi alur yang kecepetan juga. Semoga kalian yang udah baca bersedia review untuk membimbingku kalau ada yang kurang-kurang. Biar selalu terngiang-ngiang dikepala

-Wanda Grenada