Suara gemericik air terjun menjadi sebuah melodi takdir yang mengikat sebuah tali persahabatan diantara mereka. Langit yang berwarna kelabu menjadi sebuah saksi bisu pertarungan dua remaja yang masing-masing sudah terobsesi dengan jalan hidup yang mereka pilih.

Namun ini baru awalnya saja.

Seperti saat kau membuka sebuah sampul buku baru yang di dalamnya tak sedikitpun terdapat coretan tangan atau gambaran-gambaran kreatif dari sebuah imajinasi yang muncul di dalam kepala. Dan yang namanya sebuah awal pasti semuanya di mulai dari angka nol yang tak berisikan suatu jumlah apapun.

Untuk menulis takdir ini, kau hanya perlu mengotori lebaran putih dari buku itu. Dengan huruf, dengan angka, dengan bentuk, dengan garis, dengan simbol, ataupun dengan titik. Lalu kemudian kau akan sadar jika sudah melakukan sebuah kesalahan, kepalamu akan terusik dengan kesalahan yang kau buat sendiri, kau marah, kesal, sebal, atau kau juga bisa pasrah.

Kemudian kau ingin memulainya dari awal lagi. Kau merobek lembaran kertas yang sudah kau kotori dengan tinta takdir dari bolpoinmu, mulai dari nol sekali lagi.

Perumpamaan tersebut tak ubahnya dengan kehidupan ini. Dan hal itulah yang kini dirasakan oleh remaja berambut pirang yang saat ini sedang menatap sebuah kepulan debu yang berseberangan dengan tempatnya berada. Awan berwarna kelam yang bernaung di atas kepalanya mulai mengeluarkan sebuah gemuruh, menandakan sebentar lagi hujan akan menerpa daratan Bumi ini.

Angin badai yang mulai datang, perlahan menerpa tempat pertempuran keramat yang pernah di jajah oleh dua shinobi dengan berkemampuan setara dewa yang dapat dengan mudah menghancurkan sebuah gunung dengan satu jurusnya. Saigo no Tani (Valley of The End) adalah nama tempat itu.

Tik!

Akhirnya yang di tunggu telah tiba. Air mata kesedihan yang di berikan oleh langit kini mengisi suasana panas yang terjadi di lembah itu, dinginnya rintikan hujan yang di taburi oleh hembusan angin tak sedikitpun bisa mendinginkan panasnya api kemarahan diantara kedua remaja yang kini saling berpandangan dengan masing-masing mata yang berbeda bentuknya.

Sorot tajam khas hewan buas terus berfokus pada sosok lain di seberang aliran air terjun di depannya yang mulai bangkit kembali, dan kali ini tubuhnya di tambahi dua sayap yang entah kenapa tiba-tiba saja muncul di punggungnya.

Namun Naruto tak peduli itu. Tujuan dari acara kejar-kejaran ini adalah membawa pulang pemuda bandel di depannya dengan luka atau tidak sama sekali, karena bagaimanapun ia sudah berjanji pada seseorang untuk melakukan ini.

"Hahaha..." Sasuke tergelak. Membuat tatapan Naruto makin menajam karena sepertinya tidak hal lucu yang sedang terjadi, "Ini adalah cara yang bagus untuk memperkuat diri, sekarang aku paham maksud dari perkataanmu, Itachi!" Sasuke berteriak ke arah langit.

Dari apa yang Naruto lihat, sepertinya kutukan yang Orochimaru tinggalkan kini sudah mengambil alih kesadaran rekan timnya tersebut. Dengan kata lain, tak ada pilihan lain selain membuat Sasuke menanggung konsekuensi dari pertarungan ini.

"Selanjutnya, hanya tinggal membunuh sahabat baikku." Setelah selesai mendeklarasikan apa yang terngiang di kepalanya, Sasuke akhirnya menatap kembali Naruto, dan kini di sertai dengan senyuman maniak yang dulu pernah Naruto lihat pada Gaara.

"Apakah kekuatan, begitu penting bagimu?"

Sasuke terdiam sejenak. "Tentu saja! Karena dengan kekuatan, aku bisa membunuh Itachi!"

"Begitu." Naruto lalu memandang tangan kirinya yang terasa seperti hilang kekuatan. Dan terlihat dengan jelas kalau chakra merah yang di pinjamkan oleh Kyuubi mulai menguar dan mulai habis massanya, fokusnya kemudian teralih kembali ke Sasuke. "Kau butuh kekuatan? Dengan senang hati aku akan memberikannya!" Tepat setelah mengatakan hal itu, terciptalah sebuah bola spiral di tangan kanan Naruto.

Sasuke kembali tersenyum maniak. "Dengan senang hati, aku akan menerimanya!" Tak ingin kalah, Sasuke menciptakan sebuah Chidori di tangan kirinya.

"SASUKE...!"

"NARUTO...!"

Mereka melompat bersamaan.

"CHIDORI/RASENGAN."

[Another Life Chance]

Disclaim Masashi Kishimoto-sensei

Summary: Misi untuk membawa Sasuke kembali ke Konoha telah berhasil Naruto dan timnya lakukan. Janjinya pada Sakura juga sudah berhasil Naruto tepati. Lalu yang tersisa kini hanyalah mengejar impiannya untuk menjadi Hokage.

.

A Beginning

Tes!

Tes!

Kedua kelopak mata itu perlahan terbuka saat di rasakan badannya bukan berada pada tempat yang seharusnya. Ada rasa hangat dan dingin dalam waktu yang bersamaan saat genangan air berwarna kuning kehijauan membasahi seluruh bagian belakang tubuhnya, dari kepala sampai mata kakinya.

"Aku, ini?" Sadar akan keberadaannya sekarang, Naruto lalu menoleh ke arah samping dimana jauh disana terdapat sebuah kerangkeng besi yang mengurung makhluk berekor sembilan yang di takuti oleh semua orang sedang balas menatapnya dengan mata merah yang bersinar jamblang di balik gelapnya penjara itu. "Apa?" tanya Naruto.

Kyuubi tersenyum –bukan, melainkan sedang memamerkan semua taringnya seperti sedang menjadi model dari iklan pasta gigi, ada sebuah kilatan aneh pada gigi putih dan bersih itu. "Bagaimana dengan kekuatan yang kupinjami? Kau menyukainya?"

Naruto terdiam sejenak. "Kau membawaku kemari hanya untuk bertanya hal seperti itu?"

"Bukan aku yang membawamu kemari, tapi kau sendiri yang mendatangi tempat ini."

"Oh," Naruto mulai bangkit. "Tentang pertanyaanmu, aku tidak menyukainya. Kuakui jika kekuatanku menjadi jauh lebih besar saat menggunakannya, tapi konsekuensinya tubuhku terasa panas dan kulitku terasa seperti terkelupas, itu sangat menyakitkan kau tahu."

Kyuubi mendengus. "Itu adalah resi –"

"...Tapi, aku sangat berterima kasih, kalau bukan karena kekuatanmu aku pasti tidak akan bisa menghentikan Sasuke."

Kyuubi terhenyak melihat bagaimana bocah yang usianya beranjak empat belas tahun di depannya tersenyum penuh kejujuran. Terlebih lagi melihat tatapan dari mata biru itu, terpancar jelas sebuah kepercayaan yang di berikan padanya. Tapi kedua hal itu masih belum cukup sebagai pembukti.

Kyuubi mendengus. "Kalau begitu, kenapa kau tidak sering-sering memakai kekuatanku? Supaya aku bisa perlahan merusak segel yang mengurungku sekarang."

Naruto tiba-tiba tergelak. "Hahaha, jangan buat aku tertawa, tentu saja aku tidak akan sering-sering menggunakannya, dasar Bodoh."

"Siapa yang kau panggil bodoh, hah? Bukannya kau sendiri yang punya penyakit itu!"

"Huh. APA KATAMU!?"

~o~

Puk!

Tsunade meletakkan telapak tangan kirinya ke dahi Naruto, di maksudkan untuk mengecek suhu badan Genin berisik yang sudah berhasil mengubah jalan hidupnya tersebut. "Suhu badannya seratus persen normal, tapi entah kenapa dia masih belum sadar sampai sekarang." wanita yang menjabat sebagai pimpinan tertinggi desa Konoha tersebut menatap Kakashi yang hanya bisa mengedikkan bahu.

"Terakhir kulihat, dia sedang berbaring bersama Sasuke di Lembah Akhir terdiam memandang langit yang sedang hujan." Jelas Kakashi.

"Saat itu kami saling berbicara." Mendengar suara itu, sontak Tsunade dan Kakashi menoleh. Mata mereka mendapati kalau sosok yang sedang menjadi bahan obrolan telah membuka kelopak matanya, "Kami berbicara tentang sebuah kekuatan. Lalu beberapa saat kemudian kami berbicara mengenai tujuan hidup kami masing-masing, dan jawaban Sasuke masih tetap sama. Selanjutnya, kami bicara kembali mengenai sebuah ikatan, lalu pembicaraan tersebut bersangkut-paut dengan kekuatan lagi."

Suasana ruangan itu menjadi hening saat Naruto selesai berbicara. Kedua orang dewasa yang berada di sisinya hanya terdiam menunggu kelanjutan cerita cowok pirang yang sepertinya masih ada kelanjutannya, namun tiba-tiba salah satu jendela ruangan itu terbuka, dan masuklah satu sosok paling mengganggu yang pernah ada. Jiraiya.

"Oh, sepertinya semuanya lagi tegang."

Urat di pelipis Tsunade keluar dan membentuk sebuah perempatan. Hal selanjutnya yang di lakukan oleh sang Godaime adalah mengangkat satu kepalan tinjunya yang terlapisi sebuah pendar biru yang jelas-jelas menandakan kalau itu adalah pendar dari sebuah chakra. Jiraiya terhenyak dalam posisi jongkoknya di daun pintu, otaknya belum sempat selesai memproses apa yang terjadi saat tiba-tiba sebuah bogeman telah terlebih dahulu melesat kearahnya.

"Anu..."

"BERISIK!"

Pow!

Tubuh Jiraiya langsung melayang ke langit sore, dan kemudian lenyap dengan efek gambar sebuah bintang.

"Dasar tua bangka mesum!"

Naruto tertawa lepas melihat kemalangan nasib Jiraiya, entah kenapa melihat tingkah konyol dua orang yang sudah ia anggap seperti keluarga sendiri itu, beban dan rasa sakit yang sedang di tanggung oleh badannya terasa hilang. Namun itu hal itu hanya sementara, karena memar yang berada di sudut bibirnya langsung saja berdenyut, membuat tawanya berubah menjadi ringisan rasa sakit.

Tsunade menghela nafas. "Sepertinya sekarang kau butuh istirahat. Kakashi! Tinggalkan dia, aku akan mengutus beberapa Anbu untuk menjaga ruangan ini." Setelah Kakashi mengangguk, dia menghilang dengan Sunshin. Tsunade mulai berjalan meninggalkan Naruto, "Tidurlah. Jika kau mencoba kabur dari sini, aku akan menyuruh satu batalion Anbu untuk menangkapmu."

"Sebelum Nenek pergi, bolehkah aku bertanya sesuatu?" Melihat bagaimana Tsunade berhenti melangkah, Naruto melanjutkan. "Dimana Sasuke sekarang?"

To be Continued...

A/N: E... ada yang butuh alasan kenapa saya buat cerita ini?

Sepertinya gak ada yang butuh.

Okelah, saya jelaskan. Saya membuat cerita keren ini (padahal enggak) karena tanpa sadar jari saya mengetik sendiri seolah ada jin yang merasukinya (ini bohong), lalu setelah saya sadar, akhirnya terlanjur sudah saya mempublishnya. Dan itupun secara tidak sadar (bohong lagi).

Mungkin ide yang ada pada cerita ini pernah dibuat oleh Author lain, tapi jujur, saya membuat fic ini bukan karena terinspirasi oleh cerita lain tapi murni dari dalam kepala saya.

Untuk cerita lain akan update sabtu ini.

.

Ramiel de Lolicon.