"Jadi?"

Pemuda manis itu menelungkupkan badannya, menyembunyikan setengah dari wajahnya diatas bantal berwarna putih, matanya menatap lurus gambar seorang pria tampan yang ada di layar laptopnya. "Aku tak tau, yang ku tau, aku merindukanmu. Kapan kita bisa bertemu?"

Pria tampan disana menghela nafas pelan, namun terdengar jelas melalui headphone yang sedang dipakai oleh pemuda manis tadi. "Aku tak tau Tao. Disaat aku libur, selalu kau yang sibuk, begitupun sebaliknya. Jika begitu, tak ada guna, kalaupun kita bertemu, pasti kita tidak bisa menghabiskan waktu bersama."

"Tapi aku ingin melihatmu secara langsung, Hun." Suara pemuda yang dipanggil tao itu mendayu, sedikit seperti menahan rasa sedih yang akan keluar.

Dapat Tao lihat Pria tampan kekasihnya yang dipanggil Hun itu meninggalkan sebentar laptopnya diatas meja kerja, berjalan kearah lemari sembari melepas dasi serta jas kerjanya, menggantungkan disana dan menutup pintu berkaca itu kembali.

Pria tampan itu berjalan kedepan laptop yang masih menampilkan wajah manis sang kekasih, sembarimengguluh lengan kemeja berwarna biru mudanya hingga siku. "Sebegitu rindunya kah kau padaku, hmm?"

Tao mengendus kasar, bibirnya mengerucut kesal saat sang kekasih justru mengalihkan pembicaraan mereka. "Kau menyebalkan, Hun!"

Sehun, sang kekasih yang kini telah duduk di kursi kerjanya, terkekeh geli mendengar suara manis yang keluar dari speaker laptopnya. "Hei! Berhentilah mengerucut seperti itu, ingat? Kau sudah semester akhir kalau kau lupa."

Pemuda manis itu menyingkirkan bantal putih yang tadinya menutupi sebagian wajahnya, mengubah tidurnya menjadi duduk diatas ranjang sembari memangku laptop putih kado dari sang ayah. "Kau mengalihkan pembicaraan Hun." Pemuda manis itu menundukkan kepalanya. Lalu mendongakkan nya kembali dengan raut wajah yang sendu.

"Kau tau? Teman-teman ku selalu berkata bahwa kau itu hanya karanganku saja. Mereka menganggap bahwa aku ini hanya berbohong tentang status ku, tentang kau dan aku. Mereka juga bilang tentang kau yang bisa saja sudah beristri atau bahkan beranak di Seoul sana, sedangkan aku hanya tempatmu saat kau bosan. Aku sedih, Hun. Setidaknya berkunjunglah ke Qingdao walau hanya sehari. Aku hanya ingin menunjukkan pada mereka semua bahwa kau benar ada. Kekasihku memang benar-benar ada, dan bukan hanya karanganku saja. Aku hanya ingin menunjukkan pada mereka, Hun."

Sehun berdiam sembari tersenyum manis. Dia mengerti perasaan sang kekasih, bahkan dia juga merasakannya. Tapi mau bagaimana lagi? Tuhan sudah menakdirkan ini untuk mereka, jadi bagaimanapun keadaannya, mereka hanya bisa menunggu hingga saatnya tiba.

"Aku ingin meluruskan ini semua. Pertama, aku bukanlah kekasih karanganmu. Aku nyata. Hubungan kita nyata. Jadi jangan dengarkan mereka yang bicara seperti itu, hiraukan saja mereka.

Kedua, aku berani bersumpah bahwa aku masih lajang. Jangankan memiliki istri atau anak, dekat dengan spesies mereka yang suka berdandan -juga cerewet- saja aku sudah tidak sanggup. Jadi, hiraukan yang satu ini juga.

Dan yang terakhir, aku tidak dapat memastikan kapan kita bisa bertemu dan memberi tau mereka tentang hubungan kita yang memang nyata adanya. Cukup tunggu saja sampai waktunya tiba. Just Believe me, sooner or later, we will hug each other like a romantic Couple. You can trust me."