Pasti pernah sekali saja seumur hidup kalian memiliki orang yang kalian sukai, begitupula dengan Seungkwan. Ada seorang laki-laki, yang ia kenal semenjak lima tahun yang lalu, semenjak ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Namun itu bukan kisah cinta yang menarik, karena disini, hanya ia yang menyukai.

Cinta satu pihak.

Tanpa pernah diketahui oleh pihak yang lain.

Biasanya tidak pernah ada rahasia yang tidak lolos dari mulut manis Boo Seungkwan, namun terkecuali akan hal ini. Teman-teman yang pernah berkawan dengannya tidak akan pernah tahu siapa sosok yang ia suka—

Author: Athiya064/Kyung064
Tittle: Shouldn't Have
Cast: Boo Seungkwan, Hansol Vernon Chwe,Seventeen
Other Cast:
YG&SM&JYP's artists, and other
Rated: T
Genre: Family, Romance, Drama, School-life, fluff, etc.
Language: Indonesian
Desclaimer: I do not own the character(s) but the plots are mine.
Notes: sorry for hiatus for some months, Sorryyyy:'(
Words: 2816
Contact Here: Athiya Almas (Facebook)
Athiya064 . wordpress . com
Happy reading

Wali kelas bernama lengkap Kang Hyejung itu mengetuk papan tulis dengan penghapus kapur berulang kali, meminta atensi. Wanita yang mendapat panggilan akrab sebagai Kang seonsaengnim itu sampai berdecak tiga kali karena tak kunjung mendapat perhatian.

Rambutnya yang dicepol rapi pagi ini sudah sedikit berantakan dengan dua anak rambut yang masing-masing jatuh di sisi wajahnya yang tegas. Ia memandang memohon pada ketua kelasnya, Lee Seokmin, meminta bantuan. Lee Seokmin sendiri sebenarnya salah satu oknum kegaduhan tersebut, namun ia selalu mengalah pada wanita berusia tiga puluh tahunan itu.

"YEDEUL-AH!" pekiknya dengan suara tingginya yang hampir mencapai tiga oktaf tersebut, sontak anak-anak yang masih meributkan hal tidak penting itu terdiam. Seokmin sudah seperti bos bagi mereka, jadi mereka menurut saja. Sang wali kelas menghela nafas lega, akhirnya hening juga.

Wanita tersebut menatap anak didiknya satu-persatu, "Hari ini, akan datang teman baru. Dia merupakan murid homeschooling sebelumnya, jadi— seonsaengnim harap kalian bisa membantunya bersosialisasi. Dia akan bergabung dengan kita hingga ujian akhir tiba, silahkan masuk Vernon."

Beberapa anak membeo mendengar nama aneh yang baru saja diucapkan wali kelas mereka tersebut. "Beonon?" Mingyu membeo cukup keras dengan aksen Inggris ala kadarnya, Seokmin menggeleng, "Aku yakin itu Bonon." Tangan lebar Mingyu melayang ke arah ubun-ubun sang ketua kelas. "Apa bedanya, kuda?"

Ketua kelasnya merengut, lagi-lagi sebutan itu. Mereka berdua berbalik menatap teman di belakang mereka yang berpipi chubby, "Menurutmu siapa namanya?" itu Seungkwan, biasanya ikut meramaikan suasana, tapi tadi malam ia memilih nonton V App countdown comeback milik Bigbang yang disiarkan langsung sampai pukul dua pagi, alhasil ia pergi ke sekolah dengan terkantuk-kantuk. Ibunya saja sampai mengancam akan menyiramnya kalau ia tidak bangun dari tempat tidur.

Jadi Seungkwan mengangkat bahunya acuh dan mengistirahatkan wajahnya di atas meja. Dua anak tadi mendengus dan kembali berbalik, mereka menemukan laki-laki yang cukup tampan sebenarnya, hanya saja figur wajahnya sedikit aneh—dalam artian mereka jarang menemukan yang seperti itu.

Hyejung mengisyaratkan agar laki-laki bernama Beonon—atau Bonon—atau tidak keduanya itu untuk mengenalkan diri melalui gestur tangannya, laki-laki tadi maju dua langkah. Wajahnya dingin untuk ukuran anak kelas dua SMP, rambutnya tidak hitam seperti anak Korea pada umumnya—tidak mungkin di cat karena itu terlarang dalam peraturan sekolah— kulitnya putih pucat tidak mirip dengan kulit asli orang Korea, dan hal itu sudah membuktikan bahwa memang orang yang berdiri di hadapan mereka bukanlah orang asli Korea.

"Namaku Hansol Vernon Chwe, atau kalian bisa memanggilku Choi Hansol untuk lebih mudah," dan seisi kelas langsung heboh, mereka kira orang di depan mereka akan bicara dengan aksen Amerika, atau bahkan tidak bisa bahasa Korea sama sekali. Tapi mereka salah, bahasa Korea anak di depan itu sangat bagus, tidak aneh sama sekali untuk di dengar.

"Kau bicara bahasa Korea? Tidak bicara bahasa Inggris?" itu Eunha,yang jelas-jelas tertarik. Hansol mengangguk dua kali, "Aku belajar semenjak pindah ke Korea, aku sudah pindah sejak umurku masih lima tahun, jadi terbiasa menggunakannya. Tapi aku menggunakan bahasa Inggris jika bersama keluargaku,"

Seluruh kelas nampaknya tersihir dengan bocah baru itu, mereka menganggapnya bocah ajaib. Karena selama ini belum ada siswa yang berkebangsaan berbeda dengan mereka. Hyejung mengetuk meja kembali, siswa-siswinya cenderung merupakan tipe yang mudah heboh dan berdiskusi bersama, membuat suasana hening berubah gaduh dalam hitungan detik. "Jja, Hansol kau duduk bersama Donghyuk ya, nomor tiga dari belakang."

Mendengar namanya disebutkan Donghyuk yang ramah melambaikan tangannya, Hansol berjalan dan duduk di samping temannya yang berwajah manis itu. Ia menundukkan kepala sedikit –gestur hormat—yang langsung dibalas oleh Donghyuk. "Aku Kim Donghyuk, yang di depan kita ini Seungkwan dan Gyujin." Dengan baik hati ia mengenalkan teman sekelasnya. Gyujin sih menoleh semangat, kalau Boo Seungkwan malah sudah hampir terlelap.

Jadi Vernon hanya menyapa Gyujin, dan dua orang di depan meja Gyujin yang kata Donghyuk bernama Kim Mingyu dan Lee Seokmin. 'Yang hitam tinggi itu Mingyu, dan yang mirip kuda Seokmin.' Hansol menirukan perkataan Donghyuk dalam hati, beberapa anak perempuan menatapnya seolah ia adalah Justin Bieber yang sedang menuntut ilmu di Korea, Hansol menggeleng. Sebenarnya ia bersyukur teman-teman sekelasnya menatap kagum padanya, di sekolah sebelum ia memutuskan untuk homeschooling teman-temannya menatap ia seolah ia adalah spesies baru—spesies bule maksudnya— dan itu menjengkelkan.

"Boo Seungkwan," panggil Kang ssaem pelan, ia berdecak melihat anak didiknya itu jelas-jelas terlelap dalam kelasnya. "Lima menit lagi eomma," gumam Seungkwan tak sadar, sontak anak-anak hampir menertawakannya namun berhenti begitu mendapat tatapan tajam dari guru muda tersebut.

Guru muda itu mendesah kesal dan berjalan mendekati Seungkwan, bahkan suara heelsnya tidak membangunkan pemuda chubby tersebut. Seungkwan malah tetap terlelap dalam tidurnya, apalagi suhu kelas sedang dingin, mendukung suasana sekali.

"Kuperingatkan padamu Boo Seungkwan—"

"Hmm.. Kwon Jiyong hyungnim," Hyejung mengernyit kesal, apa-apaan? Kenapa jadi Kwon Jiyong? Jangan-jangan Seungkwan nonton siaran langsung comeback Bigbang tadi malam? Loh kok Hyejung ssaem tahu? Ternyata idola kami sama. Batin Hyejung dalam hati.

"BOO SEUNGKWAN!"

"AH YEEE—BANG! BANG! BANGG! SSAEM?! asdfgh—" Seungkwan langsung menutup mulutnya dengan telapak tangan, Hyejung menatapnya tajam dengan tatapan gemas yang ke arah kesal. Seisi kelas langsung tertawa hebat begitu melihat adegan Seungkwan bangun dari tidur yang nggak banget. Apa-apaan? Mana ada orang bangun tidur langsung menari lagu tenar milik Bigbang?

Tangan Hyejung langsung bersarang di telinga Seungkwan, "Bukankah sudah aku ingatkan dilarang tidur di dalam kelasku? Sampai jam berapa tadi malam kau nonton Bigbang, huh? Ssaem akan berikan kau hadiah untuk tidur selama dua jam ke depan,"

Wanita tersebut menjewer telinga muridnya cukup keras dan menggiringnya keluar kelas, "Ampun ssaemm!" tapi Hyejung tidak berbelas kasihan, jadi Seungkwan tetap dihukum berlutut di depan kelas dengan kedua tangan diangkat sampai jam pelajarannya usai. Hari yang manis bukan?

Sang guru kembali dan berdiri di depan papan tulis, "Buka buku kalian halaman dua ratus tiga," dan kembali serius dalam mode mengajarnya. Hansol yang baru pertama kali menyaksikan adegan seperti itu masih melongo, selama ini ia homeschooling, tidak pernah ketiduran. Sekalipun pernah, Mrs. Park akan dengan baik hati membangunkannya bahkan pernah menunggunya hingga bangun.

Sementara murid-murid yang lain sudah biasa dengan ketegasan guru yang satu itu.

. . .

Bel istirahat seakan menjadi bel kemenangan yang begitu dinantikan oleh murid-murid kelas 2-B tersebut. Ada yang langsung berhamburan keluar, ada yang merapikan alat tulisnya terlebih dahulu, ada juga yang memilih mengeluarkan kotak bekalnya. Donghyuk izin istirahat lebih dulu pada Hansol karena disuruh mengumpulkan tugas milik teman-temannya ke meja Song Jihyo seonsaengnim.

Jadi Hansol sendirian, bingung mau apa. Kalau boleh jujur sih sebenarnya perutnya sakit sekali, ia butuh ke toilet. Entah salah makan apa ia semalam, seingatnya mommynya tidak memasakkan yang aneh-aneh. Tetapi ia memang biasa seperti itu di hari pertama, terlalu menahan gugup bertemu banyak orang, jadinya malah sakit perut.

"Kemana anak ini? Beraninya kabur di jam Jihyo ssaem?" Seokmin menunjuk meja Seungkwan yang kosong, Gyujin mengangkat bahu seingatnya Seungkwan bukan tipe anak yang suka membolos. "Ya sudah kita ke kantin saja, oi Hansol mau gabung tidak?" Mingyu setengah berteriak, padahal jaraknya dan Hansol mungkin hanya satu setengah meter saja.

Hansol menggeleng panik, tidak bisa menjawab, keringat muncul di dahinya, perutnya sakit sekali demi Tuhan. Untung saja teman-temannya tidak memaksa dan berjalan keluar kelas, ia berlari keluar kelas dan menuju toilet saat itu juga.

Hari pertama dan ia sudah menandai teritorial di kamar mandi sekolahan, hebat sekali Chwe Hansol. Untung saja sedang sepi, coba kalau ada teman sekelasnya yang tahu, ia bisa diejek. Padahal kan ia hanya menuntaskan kebutuhan duniawinya saja, manusiawi bukan? Tapi kenapa selalu ada yang berniat mengejek anak yang buang hajat di sekolah, benar-benar deh.

Selesai sudah morning problem ala Hansol, tapi perutnya masih panas. Seharusnya ada obat yang bisa ia minum untuk meredakan sakitnya, jadi dengan langkah yang sedikit diseret Hansol melangkah menuju UKS. Ada satu tirai yang ditutup, sepertinya ada siswa yang sakit. Hansol menuju kotak obat yang bersebelahan dengan salah satu ranjang UKS, kebetulan tirainya tidak ditutup sempurna. Ia meminum obat yang ia perlukan dan hampir berbalik sebelum menemukan anak bernama Seungkwan tadi sedang berbaring dengan wajah damai.

Ada dua headset yang ditancapkan masing-masing ke telinganya, entah apa yang membuat Hansol penasaran dan memutuskan untuk mendekat. Dari ponsel putih milik pemuda itu, diputar lagu 'Let's not Fall in Love' lagi-lagi milik Bigbang, mungkin anak ini benar-benar VIP atau bagaimana.

"Oh,"

"Oh?"

Keduanya sama-sama terkejut, Seungkwan sampai langsung terduduk. Hansol mati kutu, ketahuan sekali ia mengintip lagu anak tersebut. Seungkwan mengusap matanya kasar, "Jam sebelas? Sudah istirahat?" Hansol mengangguk namun tidak membalas, "Gawat, aku ketiduran dan melewatkan kelas Jihyo ssaem, ya! Apa ada tugas tadi?"

Yang ditanyai nampak berpikir, "Tidak ada, tidak diabsen juga. Mungkin ssaem lupa, kau beruntung," jawabnya jujur. "Hah syukurlah, terima kasih G-Dragon." Hansol menautkan alis tebalnya, sehebat apa Bigbang sampai membuat anak ini seperti ini? Kalau Hansol punya anak nanti, ia tidak akan membiarkan anaknya suka pada oppa-oppa imajiner itu, tidak ada untungnya, buang-buang duit dan tenaga, bisa bikin malas sekolah pula.

"Jadi, ada apa kau disini?"

Reflek Hansol tertawa palsu, "Ahaha tidak, cari obat. Aku duluan," lalu ia melangkah pergi, meninggalkan Seungkwan yang terheran-heran dan malah memilih melanjutkan tidurnya.

. . .

Yugyeom berlarian keluar masuk kelas dengan semangat, sahabatnya di kelas sebelah yang social butterfly bernama Bambam alias Kunpimook itu memberitahunya bahwa akan ada berita bagus. Jadi ia penasaran, dan tubuh tingginya yang bergerak ke segala arah itu membuat beberapa orang pusing.

Tapi mana, sudah hampir jam pulang sekolah wali kelasnya tak kunjung masuk juga. Jangan-jangan berita bagusnya hanya untuk beberapa kelas saja? Sedih, Yugyeom kecewa, Yugyeom mau minta keadilan ke bapak kepala sekolah Lee Seunggi. Tidak adil sama sekali.

Sampai ia berubah sumringah begitu wajah cantik—yang menyiratkan raut lelah— milik Kang Hyejung memasuki kelasnya, kali ini tidak sendirian, ditemani guru olahraga bernama Yoochun. Jadi Yugyeom mengalah dan duduk sebelum Lee Seokmin menendang pantatnya.

"Jadi—"

"YEEEEE!"

"SAYA BELUM SELESAI BICARA!"

Kelas kembali hening, mungkin Hyejung bisa pensiun dini kalau begini terus. Yoochun tersenyum menguatkan, Hyejung sih iya-iya saja. Sudah terlalu biasa menghadapi anak didiknya. "Sesuai dengan keputusan kepala sekolah, minggu depan kalian akan pergi kemah, dari hari Kamis hingga Sabtu, jangan bawa yang banyak-banyak. Jangan bawa macam-macam, apalagi gadget, disana susah listrik."

"Kenapa tidak sampai Minggu ssaem?"

Itu Yuju yang bertanya, Hyejung menggeleng, "Supaya Minggu kalian bisa beristirahat dan kembali sekolah dengan semangat pada hari Senin," dan langsung dapat respon berupa cibiran. "Jangan bawa makanan terlalu banyak kecuali camilan ringan atau sesuatu yang bisa instan dimasak, jangan lupa bawa obat-obatan. Dan sekali lagi tidak ada gadget selain telepon seluler, dimengerti?"

"Baaaiiikkk ssaemmmm,"koor murid-muridnya kompak, "Bagus kalau begitu, ketua kelas siapkan data teman sekelas beserta nomor ponsel pribadi dan nomor ponsel walinya, supaya mudah dihubungi." Seokmin mengangguk lalu segera memutar kertas dengan kolom; Nama, Telepon, Telepon Wali, Riwayat Penyakit. Kepada teman-temannya.

Hansol diam, tidak pernah pergi kemah sebelumnya. Apa mommynya akan memberi izin? Ada alasan tersendiri mengapa ia homeschooling selain karena culture shock yang ia terima di masa sekolah dasar karena semua anak menganggapnya aneh hanya karena ia seorang halfer. Ibunya begitu khawatir dengan dia dan adik kecilnya, itu kenapa ia menjalani homeschooling.

Tanpa disadari Donghyuk sudah menyalurkan kertas data siswa yang baru saja ia isi, Hansol menatap kertas itu ragu-ragu. Apa sebaiknya ia tidak bilang ibunya kalau ia berkemah? Jujur, anak mana yang tidak tertarik menghabiskan waktu bersama teman-temannya untuk beberapa hari di luar kota? Tapi kalau ibunya tahu, sudah pasti ia akan mendapatkan penolakan mentah-mentah.

Nama: Hansol Vernon Chwe

Nomor ponsel: 010-####-##98

Nomor ponsel orangtua: 010-89##-##04

Riwayat penyakit: —

Ia menyalurkan kertas itu ke arah Jihyo, mungkin ia bisa beralasan pergi berlibur di rumah Jisoo sepupunya dan mengajak kakaknya itu bekerja sama. Lagipula nomor yang ia tuliskan di sana bukan nomor asli ayah maupun ibunya, namun nomor ponselnya yang sudah tidak aktif.

Bel pulang berdering, hujan rintik-rintik membasahi kota Seoul dan sekitarnya. Hansol mengeluarkan mantel hujannya, lalu memakainya. Mantel hujan biru laut itu membuatnya terlihat seperti anak SD, tapi mau bagaimana lagi? Ia bukan anak orang kaya yang akan diantar-jemput dengan mobil pribadi, dan ia tidak terlalu suka menunggu bis apalagi dengan rumahnya yang berjarak tidak terlalu jauh. Jadi pilihannya jatuh pada sepeda angin miliknya, lagipula ia bisa menggunakan sepeda ini untuk menjemput Sofia—adiknya— kadang-kadang, meski adiknya suka protes karena sepeda Hansol tidak ada boncengannya.

Hansol menuntun sepedanya sampai gerbang sekolah karena banyak guru-guru yang masih ada di sekolah, tidak sopan rasanya kalau melewati mereka sambil naik sepeda. Beberapa teman sekelasnya menyapa, dan ia hanya menimpali dengan senyum tipis. Ia melewati halte yang nampak sepi, hanya ada beberapa orang yang sedang berteduh disana –karena jadwal bis sudah lewat lima menit yang lalu— tapi ada seseorang yang tidak asing duduk disana sambil memeluk ransel di dadanya.

'Ah, si VIP itu lagi.' Gumam Hansol dalam hati, ia mengendarai sepedanya pelan dan entah mengapa malah berhenti di depan halte itu. "Ya Boo Seungkwan! Kenapa belum pulang?" Hansol mengeraskan suaranya supaya tidak teredam oleh suara hujan, pemuda itu mendongak namun masih menumpukan dagunya di atas ranselnya, lucu sekali.

Pemuda itu nampak kikuk sesaat, "Eomma tidak bisa menjemputku, aku tidak bisa naik bis karena rumahku tidak dilewati bis, tapi tidak bisa jalan kaki juga karena agak jauh." Dahi Hansol berkerut mendengar penjelasan berbelit Seungkwan, "Memang rumahmu dimana?" tanyanya lagi. "Cheoogi.. apartemen di dekat TK Yongsan, kau tahu?"

Itukan TK-nya Sofia dulu, jelas saja Hansol tau, ia sudah sering jadi pengasuh dadakan adiknya sewaktu TK. "Ah, apartemen itu. Aku tahu, dulu adikku TK disana, mau kuantar?" entah mengapa ia menawarkan hal ini, Seungkwan membulatkan matanya tidak percaya, Hansol kan wajahnya dingin bisa-bisanya baik seperti ini? Jangan-jangan..

"Aku tidak memaksa kok, kau bisa menunggu ibumu saja—"

"Kau tidak punya boncengan," duh, kenapa sih semua orang mengomentari model sepedanya? Kalau Hansol pakai sepeda yang ada boncengan dan keranjang di depannya, yang ada ia akan mirip bibi penjual susu yang lewat di depan rumahnya. Hansol ini laki-laki, tentu saja harus berbeda. Ia melirik dua pijakan yang ada di belakang sepedanya, "Itu, kau naik di situ. Atau kau mau duduk menyamping di pipa ini?" kali ini ia menunjuk pipa yang menghubungkan antara setir dengan sadel sepedanya.

Mata Seungkwan semakin melebar, "Kau kira aku yeoja? Jeongmal!" Seungkwan kesal sendiri lalu mengipasi dirinya dengan tangan gaya khas divaboo, suaranya keras sekali sampai orang-orang yang berteduh di halte memperhatikan mereka aneh. Dan Hansol makin kesal karena hujan makin deras, wajahnya sudah basah daritadi. "Jadi kau mau atau tidak?" ia memberi penawaran terakhir.

Tanpa diduga Seungkwan berdiri lalu mengeluarkan payung dari dalam tasnya, jadi lelaki itu bawa payung? Kenapa tidak jalan saja?! Oh iya, jaraknya jauh. Bahkan masih lebih dekat rumah Hansol daripada apartemen Seungkwan. Dengan ragu Seungkwan memijakkan kedua kakinya di pijakan sepeda, sebelah tangannya memegang payung dan yang sebelah lagi mencengkram pundak Hansol sebagai pegangan. "Sudah?" tanya Hansol.

"Eum!" jawab Seungkwan yakin, Hansol mengayuh sepedanya perlahan. Tidak berani cepat-cepat karena takut kejadian jaman dahulu terjadi lagi –ia pernah membonceng Sofia dan karena Sofia badannya kecil serta ringan ia jadi mempercepat laju sepedanya, ketika ada polisi tidur Sofia terpental. Sejak itu Sofia benci sepeda kakaknya— "Rumahmu dimana Vernon—ie?"

Eh, Hansol baru sadar ini kali pertamanya Seungkwan memanggil namanya. Dan berkebalikan dengan teman-temannya yang lain, ia malah memanggilnya Vernon. Apa karena ketika hari pertama Hansol mengenalkan diri anak ini tertidur ya? Tapi lucu sih, kedengarannya jadi seperti 'Peononnie' haha. "Nanti kita akan lewat sebelum sampai ke rumahmu,"

Seungkwan mengangguk-angguk, Hansol tentu saja tidak tahu. Ia masih berpegangan pada jas hujan biru milik lelaki itu, dan mengeratkan pegangannya, tentu saja jas hujan itu jadi licin karena air. Lagian susah juga pegangan dengan satu tangan, untung keseimbangannya bagus, kalau tidak ia mungkin sudah jatuh daritadi.

"Berhenti di lobi saja," ia mengarahkan Hansol, lelaki itu menghentikan sepedanya di depan lobi dan membiarkan Seungkwan turun. "Gumawo atas tumpangannya," ia tersenyum ramah. Hansol hanya menanggapi sekilas, "Tidak bisa disebut tumpangan karena kau tidak duduk,"

Tapi Seungkwan tertawa terbahak-bahak, "Yang jelas aku tidak harus menunggu eomma di halte seperti anak hilang. Hati-hati Vernon-ie!" setelah berpamitan Hansol mengayuh sepedanya menjauh, meninggalkan Seungkwan yang masih melambaikan tangannya dan tidak sadar bahwa satpam apartemen sedang memandanginya heran.

Ia baru menghentikan lambaian tangannya begitu Hansol hilang dari pandangan, 'Aigoo tampannya, hah.. bicara apa kau Boo Seungkwan? Asdfgh— tidak, tidak, Kwon Jiyong jauh lebih tampan.' Ia uring-uringan dan masuk apartemen tanpa mengindahkan satpam yang masih memandanginya.

TBC

Halo aku kembali dengan Verkwan, haha. Entah kenapa aku kangen jaman SMA dan malah kepikiran bikin ff mereka =)) kan kemarin2 aku bikin ff seventeen latarnya masa kuliah, karena mereka masih umur SMA jadi aku bikinin aja ff school-life XD ini karena tiba-tiba waktu hujan keputer lagunya Baek Ah Yeon eonnie yang Shouldn't Have. Sukaa banget lagu itu, bikin nyesek liriknya:( bikin flashback yang bener lol haha. apadeh inspirasinya ga banget ;_;v should i keep/delete?

Rencananya ini ga panjang, Cuma sekitar 2-3 chapter aja.

So, review?^^