Legenda mengatakan bahwa dulu di suatu kerajaan terdapat dua buah bulan yang menyinari wilayah itu. Mereka sering menyebutnya Bulan barat dan bulan timur. Bulan barat selalu hadir ketika malam menjelang. Dan, bulan timur hadir bersama matahari saat siang. Cahaya bulan timur lebih terang dari bulan barat karena dia yang harus berada di samping matahari. Meskipun cahayanya takkan terlihat karena sinar matahari yang begitu terang. Takdirnya adalah bersama matahari, meskipun dengan begitu dia akan hancur dengan sendirinya.

Tetapi, legenda juga mengatakan bahwa ada salah satu pahlawan yang memanah bulan timur agar tidak mengganggu tugas dari matahari. Karena bulan selalu bersama matahari membuat matahari lupa dengan tugasnya. Dan, bumi kembali tenang setelah kejadian itu. Tapi, tidak dengan matahari. Setelah kejadian itu, dia yang dulu mengintari bumi menjadi diam tak bergerak. Dan, sekarang bumilah yang harus mengintari matahari beserta bulan barat dan seluruh planet di galaksi ini.

Disclaimer : Naruto belongs Masashi Kishimoto

The sun and two moons belongs yamanakavidi

Genre : Drama, Romance

Pair : Naruto U., Hinata H., Shion

The Standard warning used

.

.

"The Sun and two moons"

.

.

Mobil berjenis Lamborghini itu telah terparkir rapi di halaman Taiyou Gakuen. Sebuah sekolah untuk para siswa High School yang sangat elegan serta mewah bagi para generasi penerus perusahaan serta keluarga bangsawan yang telah dilengkapi berbagai fasilitas untuk memanjakan otak serta tubuh para siswanya.

Seorang lelaki bertubuh atletis keluar dari mobil mewah berwarna orange dengan langkah tegapnya. Tangannya yang bergerak melepas kacamata hitamnya bagaikan slowmotion untuk para siswi yang telah terkena cupid cinta dari si sulung Namikaze.

Dia berjalan pelan sambil sesekali menyebar senyum nakal ala dirinya yang semakin membuat para siswi itu berteriak histeris. Kakinya melangkah ke koridor yang cukup sepi karena pelajaran telah berlangsung beberapa menit yang lalu. Dia membuka pintu yang bertuliskan di bagian atas pintu putih itu 12.1a, dengan pelan tangan tannya menggeser pintu itu menampakkan senseinya yang sedang menjelaskan sebuah sejarah kaget akan kedatangannya.

"Summimasen Ibiki-sensei. Maaf saya terlambat," Nada sopan yang dia gunakan selalu manjur bagi seluruh sensei yang ada di sekolah ini kecuali, satu guru. Ibiki, selalu memegang teguh akan peraturan, jadi dia akan menghukum bagi siapapun yang terlambat di jamnya.

"Duduklah!" Ujar Ibiki. Naruto melongo, diam terdiam kaget karena senseinya ini sudah berubah. Kenapa hari ini Ibiki sangat baik padanya, bukankah setiap dia melanggar peraturan pasti Ibiki-lah yang ngotot untuk menghukumnya.

"Silahkan duduk, tuan Namikaze. Atau kau ingin aku berubah pikiran?" Mendengar nada ancaman dari senseinya, Naruto langsung duduk di kursi kesayangannya. Dia mendengarkan penjelasan Ibiki-sensei tentang sejarah atau legenda masyarakat yang sudah menjadi marak saat ini.

Tentang Matahari dan dua bulan.

...

Naruto mengeluh kesal, benarkan kalau Ibiki pasti tidak akan meloloskannya dari jeratan hukuman. Buktinya saja sekarang dia sedang membawa banyak buku tugas dari para muridnya. Dan, bukankah sekolahnya ini telah menggunakan sistim yang canggih hingga setiap murid hanya butuh sebuah laptop untuk mencatat berbagai macam pelajaran. Selain itu, jika ada tugas mereka hanya tinggal mengirimnya lewat e-mail ataupun membawa flashdisk yang berisi data akan tugas mereka.

Naruto hanya bingung, kenapa Ibiki-sensei masih tetap menggunakan cara kuno, yaitu mencatat dengan buku. Yah, meskipun cara itu masih digunakan di setiap sekolah yang ada di dunia ini.

Semua mata para siswi hanya tertuju pada lelaki siswa 12.1a itu, mereka merasa khawatir apakah Naruto tidak lelah membawa banyak tumpukan buku seperti itu. Semuanya kini menatapnya, kecuali permpuan berambut indigo panjag yang tengah membaca di sudut perpustakaan itu.

Tuh, kan! Naruto juga bingung akan sekolah ini. Meskipun perpustakaan sudah ditata sedemikian menarik, tetapi tetap saja para siswi menggunakan tempat ini bukan untuk membaca tetapi untuk bersantai mendengarkan lagu dari I-Phone mereka masing-masing.

"Oh iya Namikaze, setelah ini tolong bersihkan perpustakaan ini ya!" Suruh Ibiki-sensei. Sensei killer itu juga salah satu dari daftar sensei yang bertanggung jawab akan perpustakaan. Tempat nongkrong kedua setelah kantin.

Naruto hanya melongo lalu tersenyum sembari berkata, "Ha'i,"

Sedang asyiknya tuan muda Namikaze itu mengepel lantai perpustakaan, tiba-tiba sebuah gantungan kunci snow globes menggelinding kearahnya. Naruto meletakkan kain pelnya di sisi rak buku itu. Dia mengambil gantungan kunci itu, lalu mengamatinya.

"Indah sekali. Milik siapa ini?" Naruto bergumam sembari mengamati snow globes mungil itu. Tiba-tiba sebuah tangan lentik merebut snow globes yang sedang dia amati.

"Hei!" Teriak Naruto pelan namun penuh dengan nada tegas. "Ini milikku. Jadi, jangan mencurinya lagi!" Gadis berambut indigo yang dia kepang satu itu berucap marah kepada Naruto.

NANI? Mencuri? Seorang sepertinya mencuri? Dan, itu hanya sebuah gantungan kunci?

Sepertinya gadis ini tidak tahu siapa dirinya sebenarnya. "Aku hanya menemukannya, jadi jangan bilang aku mencurinya. Lagipula, aku bisa membeli yang lebih bagus dari itu. Bahkan, pabriknya pun aku akan beli,"

"Maaf. Tapi, kalau kau menemukannya kau pasti langsung mengembalikannya, dan kalau kau bisa membeli pabriknya, kau pasti adalah orang kaya," Gadis itu masih memegang dengan kuat gantungan kunci kesayangannya. Gantungan kunci motornya itu terlepas dari tempatnya ketika dia sedang asyik membaca, gadis itu lalu mencari gantungannya dan dia malah bertemu dengan lelaki menyebalkan ini.

"Cih, hei kau nona... Hinata, harusnya kau berterimakasih kepadaku. Aku ini bisa memiliki apapun yang ada, bagaikan matahari yang sangat diperlukan oleh bumi itulah aku," Naruto menatap lagi name tag gadis itu, dia akan mengingat nama gadis menyebalkan yang menuduhnya sebagai pencuri.

"Kau memberikanku teka-teki? Dengar tuan… Si-siapa namamu?" Hinata ingin melihat nama pemuda itu, tetapi name tag si pemuda yang menurutnya telah mencuri gantungannya itu tidak dipakainya.

"Naruto," Ucap Naruto kesal. Semua siswi disini sangat mengenalnya dan bahkan menggilainya. Tetapi, gadis ini benar-benar membuatnya ingin berteriak panjang karena membuatnya kesal.

"Ah iya, tuan Naruto. Gomen, karena aku tidak akan berterimakasih kepada pencuri," Ujar Hinata yang langsung berlalu keluar dari perpustakaan yang telah membuatnya bertemu dengan lelaki gila siswa kelas 12.1a itu.

"HEI! KAU! BERHENTI!" Naruto berapi-api ketika Hinata langsung pergi dari hadapannya.

...

Jalanan yang dilalui gadis berwajah porselen itu berhiaskan banyak pohon menjulang dikanan dan kiri tepi jalan. Para pejalan kaki yang melintas juga sedang menikmati indahnya jalan yang dibuat oleh pemerintah yang diperintah langsung oleh raja.

Wajah Hinata memerah marah, dia langsung memarkirkan motornya di depan garasi tanpa memasukkannya ke dalam terlebih dahulu. Para pelayan pun bingung akan perubahan sikap nona mudanya itu.

"Ada apa Hinata-sama? Kenapa anda terlihat sangat kesal?" Seorang pelayan yang seumuran dengannya mendekatinya yang sedang duduk di kursi tamu.

"Ten-Ten, hari ini aku hampir saja kehilangan gantungan dari okaa-san, tadi ada yang mencurinya ketika aku sedang membaca di perpustakaan," Ujar Hinata menceritakan kronologisnya sembari menahan kesal kepada sang pemuda tadi.

Ten-Ten kaget akan cerita Hinata. Dia mendongakkan kepalanya sembari berkata, "Lalu apa terjadi nona?"

"Tapi, untung saja aku bisa menemukannya sekaligus dengan pencurinya. Dan, pencuri itu tidak mengakui kesalahannya dia bahkan…," Hinata terdiam, pikirannya kembali pada saat siang hari di perpustakaan sekolahnya.

"Cih, hei kau nona... Hinata, harusnya kau berterimakasih kepadaku. Aku ini bisa memiliki apapun yang ada, bagaikan matahari yang sangat diperlukan oleh bumi itulah aku,"

Hinata teringat akan teka-teki yang diberikan oleh pemuda itu. Dan dia pun langsung berjalan ke kamarnya tanpa memperdulikan Ten-Ten yang menatapnya heran.

Braak!

Hinata menutup pintunya agak kasar, dia terduduk di lantai. Dia mengatur nafasnya agak cepat. Matanya menatap kosong ranjang besinya. "Penting seperti matahari? Siapa yang penting seperti matahari?" Hinata tetap mengulang kata-katanya berkali-kali. Dia bingung apa maksud dari ucapan pemuda bernama Naruto itu. "Pelayan penting untuk menjaga nonanya," Hinata bahkan berfikir kalau Naruto adalah seorang pelayan yang sombong.

"Ah, tidak. Pelayan hanya diibaratkan sebagai... Bukan, bukan itu jawabannya. Ayolah, Hinata!" Dia bahkan mulai memukuli keningnya untuk mengajak si otak memecahkan teka-teki ini bersamanya.

"Matahari adalah sumber dari kehidupan di bumi, sangat penting dan biasanya diibaratkan sebagai seseorang yang berpengaruh pada suatu wilayah. Dan, itu berarti seorang pemimpin dari wilayah itu. Dan, pemimpin wilayah ini adalah seorang raja. Berarti dia adalah seorang pange-"

Nafas Hinata tercekat, dia sudah tahu siapa sebenarnya Naruto. "Uh... Aku berurusan dengan orang yang salah," Hinata menepuk keningnya keras, "Aku akan mati," Gadis indigo itu hanya mengatupkan kedua tangannya dan berdoa agar dia diberi perlindungan dari tuhan.

...

Ruangan besar dengan ornamen indah dari daratan Eropa itu menghiasi setiap titik di dinding ruang kesukaan mereka. Dua perempuan berambut pirang itu sedang menikmati teh hangat yang dihidangkan dengan baik oleh pelayan terbaik yang dimiliki keluarga Hyuuga.

Mereka adalah ibu dan saudara tiri Hinata. Hyuuga Mizu adalah istri kedua Hiashi Hyuuga, dia yang sebelumnya seorang wanita simpanan dari direktur utama Hyuusun Corp. telah dinikahi Hiashi saat mengandung Shion ketika kandungannya beranjak 8 bulan.

.

Hujan deras sedang mengguyur daerah selatan dari pusat kota Konoha. Daerah yang mungkin cukup menjadi sasaran angin hitam yang senang sekali melihat orang-orang berlarian kesana kemari.

Tak jauh dari sana, terlihat sebuah mobil taksi berjalan ke arah kediaman Direktur Utama Hyuusun Corp. Wanita yang tengah hamil itu berjalan menggunakan payung ungu bermotif polkadot. Wajahnya tirus dan sedikit pucat. Dia berjalan pelan, sedikit terseok karena tenaganya telah terkuras habis untuk memikirkan hal apa yang patut dia lakukan untuk masa depannya dan masa depan bayinya.

Tangan putih pucatnya bergetar sembari mengetuk pelan pintu besar dari kayu tebal bermotif indah itu. "Iya sebentar," Jawaban lembut dari dalam rumah besar itu membuatnya semakin takut. Dia memang dari keluarga miskin, dia takut jika ayah dari bayi yang dikandungnya itu tidak mau mengakuinya.

Ya, dia adalah seorang wanita simpanan dari sang direktur. Hubungan terlarang mereka telah membuahkan sebuah janin yang telah dikandungnya ini. Pintu kayu besar itu terbuka menampakkan seorang wanita berbaju ungu panjang dengan perut yang sedikit buncit. Wanita itu juga tengah mengandung.

"Mencari siapa?" Tanya wanita berambut indigo panjang itu lembut. Dia tidak menaruh curiga sedikitpun.

"Bisa bertemu dengan tuan Hiashi?" Ucap Mizu sedikit bergetar.

"Oh, sebentar ya? Silahkan masuk dulu," Ajakan wanita itu mulai membuat perasaan khawatir Mizu berkurang. Dia pun duduk di sofa mewah itu.

Beberapa saat kemudian, muncullah seorang pria berambut panjang yang dia ikat sembarang. Mata Atmethysnya melebar ketika melihat siapa yang telah datang menemuinya.

"Kau?"

"Hiashi, aku... Tolong menikahlah denganku,"

"Ha? Apa maksud kalian?" Tanya Raya, istri sah Hiashi.

"Aku... sedang mengandung anaknya," ucap Mizu sambil menunduk.

Setitik demi setitik air mata mulai turun dari mata cantik Raya. Mulutnya dibungkam kedua tangannya agar tidak terdengar isakan menyakitkan yang keluar dari mulutnya. "Neji," Dia memanggil anak sulungnya yang telah menguping pembicaraan mereka sedari tadi.

"Iya okaa-san," sahut Neji sembari keluar dari tempat persembunyiannya.

"Bawakan minuman untuk ibu ini. Susu untuk kehamilan," Raya langsung pergi dari hadapan Hiashi dengan wajah pilu. Neji pun langsung menuju ke dapur untuk membuat susu untuk ibu hamil yang biasanya dia buat untuk ibunya. Dia masih berumur 7 tahun karena itu dia tidak mengerti kenapa ibunya menyuruh memberikan minuman ini ke tamu yang sedang hamil juga.

...

"Menikahlah dengannya Hiashi. Buatlah dia bahagia," Raya berucap tegas ketika Hiashi telah sampai di kamar mereka. Malam itu Mizu disuruh menginap oleh Raya dirumahnya. Wanita itu takut jika Mizu yang sedang hamil terlalu lelah untuk melakukan perjalanan jauh.

"Tidak Ray. Aku dijebak, kau tidak perlu untuk berkorban terlalu banyak," Hiashi memegang tangan dingin istrinya.

"Namaku adalah Raya, yang artinya adalah cahaya dari kata Ray. Aku ingin menjadi cahaya bagimu. Tapi, aku telah gagal me..menjadi cahayamu. Hiks, menikahlah dengannya. Setidaknya pikirkan juga nasib bayinya,"

Hiashi terdiam, dia benar-benar membuat kesalahan yang sangat besar dalam hidupnya. Istrinya kini menyuruhnya untuk beristri lagi. Hiashi menghela nafas panjang, ini keputusannya. Toh, mau bagaimana lagi kalau nasi telah menjadi bubur. "Baiklah, aku akan menikahinya," Hiashi lalu keluar dari kamarnya untuk mencari udara segar.

Raya menangis hebat, hatinya sangat sakit. Salah apa dia kepada Tuhan. Kenapa Tuhan memberinya hukuman seberat ini. "Tuhan, apa salahku? Hiks, aku telah gagal sekarang. Aku tidak bisa lagi menjadi cahaya baginya. Sebentar lagi dia akan memiliki cahaya baru. Dan, selanjutnya dia akan memiliki dua cahaya,"

Wanita itu tertidur setelah menangis hebat semalaman. Dia tidak menyadari bahwa Hiashi mendengar rintihannya dari balik pintu kayu kamar mereka dengan sendu.

.

Setelah itu, seminggu kemudian mereka menikah. Pernikahan mereka sangat mewah, Raya yang mengusulkan itu. Dia ingin pernikahan kedua Hiashi tidak boleh dibedakan dan harus sama seperti pernikahan pertamanya. Wajah Mizu hari itu sangat cerah, dia tidak menyangka kalau Hiashi akan menikahinya.

Satu bulan kemudian, Raya melahirkan seorang puteri yang dia beri nama Hinata, nama yang sangat cantik untuk seorang bayi mungil bermata Atmethys mirip suaminya, Hinata yang berarti tempat yang penuh cahaya itu dia maksudkan agar puterinya menjadi pribadi yang kuat serta lembut karena ibarat wadah cahaya yang harus kuat menahan panasnya cahaya itu.

Di hari yang sama, Mizu juga melahirkan seorang puteri cantik yang dia beri nama Shion yang berarti suara yang mendesis. Dia maksudkan agar puterinya itu bisa menjadi pribadi yang mudah beradaptasi layaknya ular yang selalu berganti kulit.

..

"Bagaimana sekolahmu hari ini, Shion?" Tanya Mizu sembari membolak-balikkan majalah fashion langganannya. Dia sedang mencari gaya terbaru yang sedang happening-today di negerinya kini.

"Sangat baik. Hanya ada satu masalah," Jawab Shion. Dia sedang bermain dengan ponsel keluaran terbaru yang kemarin baru dibelikan oleh ibunya.

"Masalah?"

"Kau pasti tahu siapa yang kumaksud, Kaa-san,"

"Oh, tenang saja sebentar lagi kita akan memusnahkannya," Seringai pun muncul di bibir keduanya.

...

Taiyou Gakuen sudah ramai akan murid yang berdatangan masuk ke sekolah mereka yang tercinta ini. Beberapa murid yang mengendarai kendaraan pribadi mereka mulai memarkir rapi dengan memberikan kunci mobil mereka ke petugas parkir. Dan, mereka tidak pernah khawatir keamanan sekolah elegan ini. Untuk masalah keamanan di sekolah ini, jangan pernah meragukannya. Setiap sisi sekolah telah diberi CCTV canggih yang bisa menZoom sendiri, sehingga akan terlihat jelas siapa saja siswa maupun siswi yang melanggar peraturan.

Mobil berwarna silver itu berhenti di tempat parkir khususnya. Pengemudinya membuka pintu mobil tanda dia sudah siap turun dan keluar dari mobil mewahnya. Shion turun dari mobil pribadinya, membuat para siswa pengagumnya itu berhenti barang sejenak untuk melihat gerakan lambat Shion yang sedang mengibaskan rambut pirang panjangnya.

Kini, siswi kelas 12.1d itu berjalan menuju loker pribadinya. Dia sedikit kesulitan membuka loker yang harusnya sudah menggunakan sistim kode ini. Tuh, kan. Sekolah sekeren ini juga ada kekurangannya lagi dan lagi.

"Butuh bantuan, nona?" Ujar seseorang. Shion menoleh ke arah sumber suara itu ada. Matanya membelalak ketika sang pangeran sendiri yang mau menolongnya.

Naruto langsung membantu Shion membuka lokernya itu. "Arigatou," Ucap Shion lembut. Wajahnya memerah malu ketika sang pangeran menunjukkan senyum mautnya. "Karei," Jawab Naruto yang langsung pergi menuju lokernya di koridor berikutnya.

Langkah Naruto yang terkesan santai mulai mempercepat langkahnya ketika melihat siluet gadis menyebalkan yang menuduhnya sebagai seorang pencuri.

"Ehm," Dehaman keras Naruto mampu membuat Hinata kaget. Gadis itu sedang menata isi dalam loker warna hitam miliknya.

Hinata memandang Naruto takut. Dia sudah tahu siapa sebenarnya Naruto. Dan, dia sekarang benar-benar takut terkena hukuman karena telah membuat sebuah tuduhan mengerikan untuk seorang pangeran.

"Jadi, kau sudah tahu siapa aku?" Tanya Naruto sambil menyandarkan sebelah kiri tubuhnya untuk menghadap tepat di depan gadis mungil itu.

Hinata menunduk takut, lalu mengangguk. Dengan gemetar dia berucap, "Anda adalah seorang pangeran,"

.

.

.

TBC

.

.

.

A/N: Hola, ane bawa fic baru berjudul The sun and two moons. Jadi, sekarang ane lagi buat project gimana cara membuat perhatian reader itu benar-benar terarah pada fic abal gaje ini, dan gimana cara membuat para reader menjadi penasaran akan kelanjutan fic ini.

Hyuusun: Perusahaan milik keluarga Hyuuga, dari kata Hyuuga and Sun (Hyuuga dan Matahari)

Taiyou: Matahari.

Thanks for read, ditunggu reviewnya lhoo...

.

.

.

Salam,

yamanakavidi

(Nov, 2014)