Disclimer : Naruto punya masashi kishimoto-jisan.

Genre : Crime, action, romance.

Rate : T

Warning : , Abal, Gaje, OOC, typo, EYD payah, dan kecacatan lainnya.

A/N : hallo, , saya balik lagi dengan fic gaje buatan saya sendiri. Sebelumnya saya minta maaf malah buat fic baru padahal yang sana juga belum kelar. Tapi saya lagi ada ide baru saat ini, kata guru bahasa indonesia juga penah bilang "Kalo kalian punya ide buat menulis sesuatu sebaiknya harus tulis saat itu juga, gak peduli mau di angkot, di bus, di halte, di jalan bahkan di wc sekalipun kalo di tunda keburu ilang idenya, meskipun enggak ilang pasti nantinya akan beda baik ide ataupun rasanya yang membuat kita malas meneruskannya." gitu, jadi saya mending nurut saja sama guru saya dari pada nantinya durhaka #apa hubungannya. Oh iya, ada lagi. Ada yang pernah nonton 'Zankyou no teror'? Nah fic ini terinspirasi dari anime itu, doain saja biar nantinya fic ini sebagus animenya. Dan perhatian,bagi yang pernah baca, ff saya yang EASA udah rilis. silahkan di cek.

^^. Yosh, sekian curcol dari saya. Silahkan menikmati.

Informasi karakter :

Namikaze Naruto : 17 tahun

Haruno Sakura : 17 tahun

Nara Shikamaru : 25 tahun

Akimchi Chouji : 25 tahun

Warning : Don't like don't Read. (-.-)b

Chapter 1 : Teror

.

.

Tap Tap Tap

"Tangkap dia."

"Tangkap."

Tap Tap

Terlihat di lorong-lorong sebuah labolatorium seseorang dengan baju lab berlari dengan membawa sebuah bola besi yang cukup besar.

"Cepat,jangan biarkan dia lolos."

Sedikit,orang itu melirik kebelakangnya memastikan jarak dirinya dengan yang lain berbeda jauh.

Tak berapa lama ia sampai di pintu keluar yang tertutup secara otomatis membuatnya berdecih seketika. Ia pelankan larinya. Melirik kesana kemari seperti mencari sesuatu.

'Dapat.'

Pandangannya tertuju pada CCTV di sudut lorong tersebut. Tangan kanannya langsung meraba sesuatu di kantong bajunya dengan tangan kiri mengangkat bola besi tersebut. Dan tak lama kemudian tangan kanan mengarahkan moncong pistolnya ke arah bola besi di tangan kirinya. Kepalanya ia gulirkan ke sebelah kiri sebagai isyarat bagi pengawas yang mengendalikan pintu ini membukanya.

..

Di ruang monitor

"Sial, kenapa bisa." ucap salah satu staf disana. Dan demi menjaga keselamatan semuanya dengan terpaksa ia membuka pintu tersebut sebagai jalan keluar bagi si pelaku.

..

Kembali ke pintu keluar di labolatorium

Seeet

Perlahan pintu terbuka menampakan pemandangan penuh salju di depan sana. Membuat orang tersebut menyeringai karenanya.

"Itu dia."

Jauh di belakang sana masih terlihat banyak orang mengejar dirinya.

Brak

Juss

Nampak sebuah motor ski melaju dan berhenti tepat didepannya. Menyapapanya dengan gerakan tangan. Tanpa membuang waktu ia langsung menaikinya dan melesat pergi sembari melambaikan tangan meninggalkan area tersebut.

"Sial, Bom Nuklirnya..." orang-orang menatap kepergian kedua orang itu yang menghilang dalam kabut tebal. Semuanya nampak kacau. Marah dan kecewa bercampur jadi satu.

"...Dicuri."

.

~o0o~

.

"Apa yang terjadi?" tanya seseorang dengan mata sipit berkaca mata pada sekelompok pegawai dengan baju laboratorium disana. Terlihat semua orang berbalik dan memperhatikan yang berbicara dengan mereka.

"Ano~, kaicho. Bom Nuklir yang kita teliti telah dicuri." ucap salah satu pegawai disana. Tangannya menunjuk coretan pilok berwarna merah. "Dan kami menyaksikannya menulis huruf ini sebelum dia mencuri nuklirnya." ujar pegawai lain dengan nada menyesal.

Alis sang kaicho terlihat berkerut tidak mengerti melihat tulisan tersebut.

"V-O-N. Apa maksudnya ini?" gumam sang kaicho. Kemudian ia memperhatikan para pegawai disana dengan wajah bingung. Namun tak berapa lama ia mendesah lelah.

"Ini bukan salah kalian, kalian tidak perlu merasa bersalah."

"Ta-tapi kaicho, karena kami..."

"Tak apa, ini hanya kecelakaan." ujar sang kaicho sambil tersenyum membuat semua merasa senang karenanya.

"Kalian sebaiknya kembali bekerja, masalah ini biar aku yang mengurusnya." Sang kaicho langsung berbalik menuju pintu keluar disana.

"Terima kasih, kaicho." ucap semua orang disana secara serempak membuatnya berhenti berjalan dan berbalik mengarah kepada bawahannya.

"Hm." ucapnya dan langsung meneruskan perjalanannya.

.

.

~o0o~

.

.

6 bulan kemudian.

"Panasnya. Apa kau tidak kepanasan, Naruto?" Ucap seorang perempuan dengan rambut merah jambu pada seorang lelaki dengan rambut kuning ke-emasan di sampingnya.

"Wajar kalau hari ini panas, ini sudah memasuki musim panas. Berhentilah mengeluh, Sakura." ujar dingin pemuda itu membuat perempuan tadi memanyunkan bibirnya kesal.

"Huft~, aku kan hanya bilang begitu." Gumam Sakura sambil memalingkan wajahnya ke samping pertanda ia kesal.

"Mau gimana lagi, protes? Pada siapa?" Naruto kembali berujar dingin membuat kekesalan Sakura semakin menjadi-jadi. Namun tak berapa lama senyuman mengembang di wajahnya kala melihat mobil dengan ornamen eskrim besar di atasnya. Dengan cepat ia meraih pergelangan tangan Naruto dan langsung menariknya menuju mobil es krim tersebut. Sedangkan Naruto yang ditarik tiba-tiba membelalakan matanya karena terkejut akan aksi yang dilakukan Sakura.

"Hey, Hey, Hey, apa yang mau kau lakukan?" ujar Naruto kesal namun tidak meronta sama sekali.

"Aku ingin es krim." ucap Sakura bersemangat masih menarik Naruto yang mendesah lelah karenanya.

"Jisan, bisa aku pesan es krimnya." Sakura langsung memesan ketika sampai disana menghirau kan Naruto yang menatapnya kesal.

"Tentu saja, mau rasa apa?" tanya ramah sang penjual es krim. Sakura menyentuh dagunya sembari jarinya mengetuk-ngetuk dagu berpikir sebelum dirinya menjentikan jari pertanda sudah menentukan pilihannya.

"Aha, aku mau es krim rasa stroubery. Apa kah masih ada?" terlihat sang penjual melihat dagangannya guna memastikan pesanan sang pembeli sebelum dirinya tersenyum.

"Tenang saja, masih banyak." ujar sang penjual sambil membawakan es krim yang di pesan.

"Haah~, syukurlah. Kau mau rasa apa, Naruto?" Sakura menyenggol tubuh Naruto yang terlihat sedang memperhatikan daerah sekitar dengan wajah masamnya.

"Tidak, terima kasih." ujar Naruto cuek membuat Sakura menggembungkan pipinya kesal.

"Nah, nona. Harganya 7000."

"Oh, iya." Sakura mengambil dompetnya yang berada di tas jingjing yang ia bawa dan mengambil beberapa lembar uang kertas sebelum memberikannya pada si penjual es krim disana.

"Terima kasih." ujar ramah Sakura yang dibalas senyuman oleh sang penjual.

"Hm, ada yang lain?" tanya penjual.

"Tidak, terima kasih." Sakura tersenyum langsung berbalik dengan menggandeng tangan Naruto yang kembali mendesah karenanya.

"Waaah, segarnyaa." Seru Sakura kala menikmati es krim yang ia beli tadi. Melahapnya penuh semangat tanpa niatan membaginya dengan yang lain. Tak disangka-sangka seseorang di sampingnya tengah meperhatikan kegiatannya dengan tenggorokan terlihat naik turun menahan godaan sang cemilan yang segar menggiurkan.

Glek

Ia menelan ludahnya sendiri. 'Dingin, menyegarkan.' pikirnya dengan mata masih tertuju pada benda berwarna merah yang berada di genggaman sang gadis merah jambu. Ingin sekali ia mengambilnya dari Sakura dan memakannya langsung. Tapi ia masih normal. Ia tidak akan melakukan itu kala harga dirinya masih berada di atas langit. Tapi, ia sudah tak tahan. Tenggorokannya sudah kering meminta di airi dengan sesuatu. Dan sepertinya es krim itu memang cocok. Tapi, itu akan merusak image-nya yang selama ini ia jungjung tinggi. Aaah, ia sedang dilema sekarang.

Ketika Naruto tengah asik berkutat dengan pikirannya, tak sengaja Sakura melirik Naruto yang tengah memerhatikan es krim yang di pegangnya tanpa berkedip. Sedikit lama Sakura berpikir sebelum dirinya menyeringai tidak jelas. Ia angkat es krim miliknya dan memutarnya perlahan seperti sedang meneliti.

"Aah, sungguh beruntung aku membelinya. Cuaca yang panas seperti ini memang cocok untuk menikmati es krim." Dengan sengaja Sakura memamerkan es krimnya. Perlahan ia nikmati es krim yang ia punya.

"Uuhh, segarnya." seru Sakura yang memang ingin membuat Naruto kesal. Berbeda dengan Sakura, Naruto hanya bisa menelan ludahnya dengan gigi bergemeretuk menahan rasa hausnya. Dari tadi tangannya sudah mengepal erat.

"Topingnya sangat nikmat."

Glek

"Apalagi selai stroubery yang lumer dimulut. Umh nikmatnya."

Glek

Untuk ke sekian kalinya Naruto menelan ludahnya. Berusaha membasahi tenggorokannya yang kering keronta.

"Manis sekali." Ucap Sakura semakin menjadi-jadi. Biarlah ia disebut kekanak-kanakan yang penting bisa mengerjai si pirang disebelahnya ini.

Tap tap tap

Dalam sekejap Naruto sudah mempercepat langkahnya membuat Sakura tertinggal jauh dibelakangnya.

"Are, Naruto?" ujar Sakura bingung namun tak lama kemudian ia langsung mengejar Naruto yang sudah jauh di depannya.

"Matte, Naruto. Pelankan jalanmu. Kenapa terburu-buru?" ujar Sakura meminta, Namun tak sedikitpun membuat kecepatan berjalan Naruto menurun.

"Ada apa dengannya?" gumam Sakura tak mengerti. Masa cuma gara-gara mengerjainya bisa sampai segitunya? Aish, ini akan menjadi hari yang melelahkan baginya. Ia sudah tahu tabiat Naruto, jika sudah bad mood akan susah mengembalikannya. Kami-sama, Sepertinya ia harus berusaha keras.

.

.

.

.

"Ok anak-anak. Hari ini kita kedatangan murid baru. Perkenalkan dirimu, Namikaze-san." ujar seorang guru perempuan dengan rambut ikal dan iris mata merah. Kurenai Yuhi. Itulah yang Naruto lihat dari name tag yang guru itu kenakan.

"Namikaze Naruto, yoroshiku onegai shimasu." Naruto membungkukan badannya hormat.

"Ia adalah murid pindahan dari Amegakure. Saya harap kalian bisa berteman baik dengannya." tambah sang guru yang kemudian dibalas baik oleh murid-muridnya.

"Nah, Namikaze-san. Silahkan duduk di... Ah, disana. Bangku kedua dari belakang didekat jendela." ujar sang guru.

"Hai, Namikaze-san."

"Yoroshiku, Namikaze-san."

"Kau tinggal dimana?"

"Namikaze-san."

Berbagai ucapan dari teman siswi barunya menemani perjalanan menuju bangku yang akan menjadi tempat duduknya. Namun bukannya menjawab atau sekedar menyapa ia hanya berjalan tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya membuat siswi dikelasnya mendesah kecewa.

"Okay anak-anak. Kita mulai belajarnya. Buka buku paket halaman 56."

Dilain kelas

"Haruno Sakura desu. Yoroshiku ne." ujar semangat Sakura dengan senyuman manis ia berikan kepada seluruh teman barunya membuat semua siswa laki-laki disana merona karenanya.

Brak

"Yoroshiku ne, Sakura-san. Perkenalkan aku, Rock Lee. Seseorang yang nantinya akan membuatmu penuh dengan semangat masa muda." Ujar seseorang dengan rambut bob di sudut kelas tak lupa dengan mata berapi-api membuat Sakura hanya tersenyum canggung.

.

.

.

.

"Haah~, Kau tahu. Aku ingin sekali membunuh mereka." gumam Sakura dengan tangan dilipat didepan dada dan pipi menggembung cemberut.

"Siapa yang kau maksud?" Tanggap Naruto yang saat ini sedang bersandar di tembok dengan kedua tangan berada disaku celananya berusaha bersikap cool.

"Murid perempuan dikelasku. Mereka terus saja membicarakanmu. Akan meminta nomer handphonenyalah, membuatkannya bentolah, mengajaknya kencanlah bahkan ingin menjadikannya pacarlah. Gezz, memangnya siapa mereka." Racau Sakura membuat Naruto menaikan alisnya sebelah.

"Kenapa harus kau sih yang mereka bicarakan, padahal dari kabar yang kudengar banyak tuh siswa-siswa lain yang lebih keren darimu. Contohnya saja Gaara, Sasori. Aaah, mereka menyebalkan. Kau juga menyebalkan." ujar Sakura penuh emosi. Kakinya menyentak-nyentak lantai atap sekolah dengan semangatnya.

'Dasar perempuan.' pikir Naruto sweat drop.

"Bagaimana denganmu? Banyak siswa laki-laki yang membicarakanmu juga." ujar santai Naruto membuat Sakura mendelik karenanya.

"Jangan membahas itu. Sekarang aku sedang membicarakan fans aneh mu itu." Sakura memberikan deathglare miliknya pada Naruto membuktikan bahwa dirinya tengah marah besar sekarang.

"Sudah jangan dipikirkan. Sebaiknya kita segera ke kelas kita. Lima menit lagi bel masuk berbunyi." ujar Naruto sembari menepuk dan mengacak rambut Sakura sebentar sebelum ia melenggang pergi meninggalkan Sakura yang cemberut. Tak berapa lama perempatan mulai muncul di jidat lebar Sakura. "Jangan mengacak Rambutku!" bentak Sakura sembari menyusul Naruto.

.

.

.

.

"Hey, Naruto tunggu aku." seru Sakura berusaha mengejar Naruto didepannya.

"Hm? Cepatlah." ujar Naruto sedikit melirik Sakura namun tak disangka-sangka didepannya terlihat seseorang tengah berjalan terburu-buru tanpa memperhatikan jalan yang ia lewati.

Duk

Dan hasilnya ia langsung bersenggolan dengan Naruto membuat tubuhnya dan tubuh Naruto sedikit terhuyung kebelakang.

Deg

Mata Naruto terbelalak.

..

"Ayo Sakura cepat." ujar seorang anak dengan rambut pirang yang mengulurkan tangannya pada gadis kecil dengan rambut merah jambu yang baru sampai di pagar kawat pembatas sebuah bangunan yang tengah terjadi kebakaran.

"Bagaimana dengan dia?" ujar gadis itu. Mata sang anak berambut pirang sedikit terbelalak menyadari bahwa seorang dari mereka tidak ada.

"Sakura, kau duluan aku akan mencarinya." ujar Anak pirang tadi menyuruh sang gadis memanjat pagar duluan.

"Tapi Naru, aku tak mungkin meninggalkanmu, meninggalkan kalian." ujar sang gadis sedikit khawatir.

"Sudah tidak ada waktu Sakura. Cepat." Titah sang anak laki-laki. Dengan berat hati sang gadis menurutinya dengan memanjat pagar kawat disana.

"Segeralah temui aku jika kalian sudah bertemu." ujar sang gadis yang dijawab anggukan oleh sang anak laki-laki tadi. Sang anak laki-laki langsung berbalik bersiap membawa temannya yang hilang sebelum sebuah ledakan menghentikan langkahnya. Gedungnya meledak menyebabkan sedikit hembusan angin mengenai wajahnya. Ia langsung jatuh terduduk menyadari dirinya terlambat bertindak.

..

Telinganya mendadak berdengung membuat kepalanya terasa sakit tak kentara. Mendadak dadanya menjadi sesak. Ingatan itu. Kejadian itu.

"A-ah, sumimasen. Daijobuka?" tanya sang penabrak cemas.

Naruto memegang kepalanya. Terasa sakit. Berdenyut keras serasa dihimpit begitu keras.

Namun tak berapa lama dengung dikepalanya berangsur-angsur berkurang menyisakan desah nafas yang tak teratur darinya.

"Naruto." teriak Sakura khawatir yang kemudian langsung mendekati Naruto yang terlihat kesakitan.

"Maafkan aku, aku tak sengaja menabraknya. Sekali lagi maafkan aku." ucap orang itu sembari membungkuk menunjukan kesungguhannya. Naruto menegakan tubuhnya yang dirasa sudah membaik. Ia tarik nafas dalam dan mengeluarkannya sacara perlahan sebelum ia menepuk pundak lelaki tadi memintanya menegakan tubuhnya.

"Sudahlah, aku tak apa." dan setelahnya ia langsung melenggang pergi meninggalkan dua orang yang terlihat cemas.

"Naruto." gumam Sakura memerhatikan punggung Naruto yang menjauh.

"Maafkan aku." ujar sang penubruk tadi masih merasa menyesal. Pasalnya ia tadi sempat mendengar pria yang ditabraknya tadi menggerang seperti menahan sakit.

Sakura memalingkan wajahnya kepada orang yang mengajaknya berbicara dan langsung tersenyum.

"Tak apa. Tadi Naruto bilang begitukan? Berarti dia baik-baik saja."

"Tapi sepertinya ia kesakitan." ujar laki-laki tadi masih dengan wajah bersalah.

"Tak usah dipikirkan. Ayo, sebentar lagi masuk. Jaa." ujar Sakura dan langsung melenggang pergi meninggalkan pria tadi yang menunduk.

.

.

.

"Segeralah temui aku jika kalian sudah bertemu." ujar sang gadis yang dijawab anggukan oleh sang anak laki-laki tadi. Sang anak laki-laki langsung berbalik bersiap membawa temannya yang hilang sebelum sebuah ledakan menghentikan langkahnya. Gedungnya meledak menyebabkan sedikit hembusan angin mengenai wajahnya. Ia langsung jatuh terduduk menyadari dirinya terlambat bertindak.

"Tidak mungkin." ujarnya lemas dan kejadian selanjutnya, sebuah ledakan besar menghancurkan semua yang ada dihadapannya yang disusul dengan ledakan-ledakan lainnya.

"Haah." Tubuhnya tersentak. Bangkit dari tidurnya dengan cepat menjadi terduduk. Peluh membanjiri wajahnya yang menegang entah sejak kapan. nafasnya memburu seakan ia telah berlari bermil-mil jauhnya.

"Haah, haah, haaa. Haaah~, Mimpi." gumamnya dan langsung mengusap wajahnya. Tak berapa lama ia langsung turun dari ranjangnya menuju jendela besar di samping tempat tidurnya.

"Mimpi buruk lagi, Naru?" tanya Sakura dari tempat tidur tingkat ke dua. Sedikit banyak rasa cemas tercetak diwajah porselennya. Ia terlalu sering melihat teman pirangnya ini bermimpi buruk. Ingin ia membantunya, tapi apa daya. Ia tidak bisa berbuat apa-apa.

"Tak apa, kau teruskan saja tidurmu, Sakura." ujar tenang Naruto tanpa mengalihkan pandangannya dari kaca didepanya.

"Lelaki tadi terlalu mirip dengannya bukan?" ujar Sakura sambil memalingkan muka dengan wajah masamnya. Untuk beberapa saat tidak ada sepatah katapun yang lolos dari bibir keduanya menyisakan keheningan.

"Mereka itu lemah." ujar Naruto.

"Karena itu mereka mati. Tapi, kita juga lemah pada saat itu sehingga kita tidak dapat menyelamatkan mereka." Naruto langsung menunduk merasa bersalah.

"Tak apa. Bukankah kau senang menyebutkannya. Kau sering mengucakan "Tak apa" ketika kau sedang apa-apa karena kau tak ingin orang disekitarmu cemas dan merasa lebih baik. Kenapa kau tidak menggunakan kata itu untuk dirimu sendiri? Untuk membuatmu lebih baik. Jangan menyalahkan dirimu sendiri. Ini sudah ada yang merencanakannya. Kita hanya perlu menjalaninya." Ucap Sakura berusaha menasehati Naruto.

Naruto hanya diam tak menjawab ucapan Sakura. Bukan tak menghiraukannya, tetapi diam jauh lebih baik. Itu menurutnya.

.

.

Keesokan harinya.

"Sekian pelajaran hari ini. Dan tambahan. Karena sekarang sudah memasuki musim panas. Seperti biasa, sekolah kita libur. Jadi, Selamat menikmati musim panas. Selamat siang." dan ketika sang guru tidak nampak dari kelas, mendadak seisi ruangan menjadi ribut tak jelas. Siapa yang tidak bahagia, bayangkan saja, sekian lama berkutat dengan pelajaran dan kita langsung dihadapkan dengan libur panjang? Sungguh nikmat yang luar biasa. Sekarang Sekolah itu bukan untuk menuntut ilmu, Man. Tapi, sekolah itu untuk menunggu hari libur. Itulah yang dialami para siswa zaman sekarang.

Namun berbeda dengan murid lain yang berbahagia ria, tidak terlihat raut kebahagian dari murid satu ini. Datar. Tidak bahagia tidak juga sedih. Seakan saraf-saraf yang mengatur mimik wajahnya telah mati.

"Hey, Namikaze-san. Boleh kami tahu kau akan berlibur kemana?" ujar seorang siswi dengan rambut hitam sepundak. Jika tidak salah, namanya kurotsuchi. Pikir Naruto.

"Iya-iya. Siapa tahu tujuan kita sama." timbal temannya yang bernama Shion.

"Aku tak berniat berlibur. Maaf." jawab Naruto datar membuat para gadis itu mendesah kecewa.

"Ka-kalau begitu. Bo-bolehkah kami m-meminta nomor ponsel-mu." ucap gadis dengan rambut indigo malu-malu.

"Aku tak mempunyai nomer atau akun jejaring sosial. Aku tak memiliki benda semacam itu..."

Tut tut.. tut tut..

Terdengar suara pemberitahuan pesan masuk dari saku celana Naruto membuat para gadis itu terdiam karenanya. Dengan cepat ia berdiri dari kursinya dan melangkah dengan perlahan meninggalkan kelas.

.

.

.

"Hallo." sapa riang Sakura setibanya ia di atap sekolah. Ia sandar kan punggungnya ke pagar pembatas sebelum dirinya menghela nafas lelah. Tangannya ia masukakan kedalam saku celana, berusaha tetap cool.

"Ada apa?" tanya Sakura menyadari ada yang salah dengan teman pirangnya ini. Jarang sekali ia lihat Naruto menghela nafas selain tengah gusar. Kembali ia lihat Naruto menghela nafasnya namun tidak seperti tadi. Lebih pelan.

"Aku masih menghawatirkan untuk besok. Apa akan berjalan lancar?" Naruto menengadahkan kepalanya memperhatikan arakan awan dilangin. Sedikit matanya menyipit kala matanya menerima intensitas cahaya yang berlebihan. Tak berapa lama, sesuatu yang hangat nan lembut menyentuh pipinya. Menenangkan. Seakan beban dipundaknya terangkat secara drastis.

"Semua pasti lancar. Bukankah kita sudah mempersiapkannya dengan teliti? Aku bisa jamin, kita pasti berhasil." ujar Sakura meyakinkan Naruto seraya tersenyum. Tangannya sedari tadi tetap berada dipipi Naruto. Berusaha memberikan ketenangan lain dengan kelembutan yang ia miliki. Dapat ia lihat Naruto memejamkan matanya. Berusaha menikmati sentuhan tangannya dipipinya. Membuat ia menarik senyum simpul melihatnya. Ini selalu bekerja untuk menenangkan Naruto. Sudah lama ia tak melakukan ini. Naruto selalu menyukainya, ia tahu.

Saat ia berniat menjauhkan telapak tangannya Naruto kembali berujar membuatnya mengurungkan niat untuk menyudahi kegiatannya.

"Sebentar lagi. Biarkan begini." ujar Naruto masih ingin menikmati suasana seperti ini. Ia tarik tangan kanannya dari saku dan langsung menyimpannya diatas telapak tangan Sakura, menjaganya agar tetap disana. Sungguh nyaman. Ia tak pernah merasakan kasih sayang orang tua, tak pernah sekalipun. Begitupula Sakura. Mereka tak pernah mengenal apa itu ibu kandung dan ayah kandung. Hanya wali yang ia punya. Mungkin inilah rasanya kasih sayang. Ini sudah cukup baginya. Tapi jika boleh, ia ingin mendapatkannya langsung dari kedua orang tuanya.

Untuk beberapa saat suasana menjadi hening. Hanya suara cicit burung dan angin berhembus menemani mereka. Sampai...

Duak

"Mau sampai kapan kita begini, haah." teriak Sakura penuh amarah. Wajahnya sudah merah terbakar.

Sedari tadi ia sudah berusaha menahannya. Tapi ia sudah tidak tahan. 'Ini memalukan.' pikir Sakura yang masih merona. Ia tak biasa dalam situasi seperti ini. Jantungnya tidak kuat menahan gejolaknya. Paru-parunya tidak bisa bekerja dengan normal. Dan lebih parah lagi, wajahnya tidak bisa menahan ronanya. Sungguh memalukan.

"Ouch, ittai." rintih Naruto sembari mengusap kepalanya yang baru saja mendapat hantaman yang keras. Ia tatap tajam sang pelaku berusaha meminta penjelasan. Beraninya memukul kepalanya, ia masih ingin kepalanya utuh. Untung saja ia tak mengalami amnesia. 'Aku tak akan memaafkanmu jika terjadi sesuatu pada otakku.' pikir Naruto.

"Ini memalukan." gumam Sakura menunduk malu. Membuat ia mendesah karenanya.

.

.

.

"Hoy, Shikamaru. Apa shogi itu menyenangkan?" ujar seseorang dengan badan yang tidak bisa dibilang kecil.

"Dari tadi kulihat kau terus memainkan itu." tambahnya lagi sembari mengoprasikan komputer dihadapannya. Jangan berpikir dia sedang melakukan hal yang berbau pekerjaan. Bisa dilihat di layar bahwa ia sedang membuka sebuah jejaring sosial. Dengan lihai ia meneliti setiap kata, gambar dan lainnya disana. Bunyi klik dan suara mouse bergeser mengisi keheningan di ruangan arsip kepolisian ini.

"Mendokusai, ini lebih menyenangkan dari pada mengisi beberapa arsip disana." ucap seseorang dengan gaya rambut nanas dengan mini shogi di hadapannya.

"Kau ini. He-hey apa ini?" ujar pria subur itu ketika mengklik sebuah video yang di post disana. Menampilkan dua remaja berbeda jenis sedang memakai topeng kesatria baja terkenal yang ditayangkan salah satu tv swasta terkenal.

"Hm?" gumam Shikamaru merasa penasaran juga.

"Selamat siang semuanya. Perkenalkan nama ku Spinxs nomor satu." ujar salah satu dari mereka berjenis kelamin laki-laki. Ia menggunakan topeng dengan warna biru.

"Dan aku Spinxs nomor dua." ujar remaja berjenis kelamin perempuan dengan topeng berwarna kuning.

"Okay semuanya. Ada yang akan terjadi dengan cuaca besok." ucap suara peminim dengan cerianya.

"Kegelapan akan melanda Tokyo setelah pukul tiga sore." ujar datar orang dengan topeng biru, Spinxs no 1.

"Kembang api akan memenuhi langit Shinjuku."

"Ingatlah ini jika ingin berpergian."

"Saa, sekian untuk hari ini. Semoga hari ini menyenangkan. Jaa ne."

Secara bergantian mereka berbicara. Saling membalas dialog antar mereka dan diakhiri dengan kata sampai jumpa. Membuat semua yang melihatnya mengkerutkan dahi tidak mengerti.

"Apa ini, apa mereka sedang melakukan permainan aneh?" ucap pria subur tadi yang ditanggapi Shikamaru dengan decakan samar.

"Hoy, hoy. Chouji-san, Shikamaru-san. Berhentilah bermain-main. Kerjakan tugas kalian dengan benar." ucap seseorang dari arah pintu. Mendengarnya membuat pria subur itu atau yang dibilang Chouji terlonjak kaget dan segera mengerjakan tugasnya dengan banyak suara aneh.

"Ha-ha'i."

"Dan kau Shikamaru-san."

"Berhentilah bersikap seakan kau masih seorang detektif." dan kemudian sang pengawas langsung pergi meninggalkan ruangan arsip tersebut.

"Hoam, mendokusei." gumam Shikamaru malas.

.

.

.

Gedung pemerintahan

"Wah lucunya." Sakura sedikit mencubit-cubit boneka yang ada disana. Naruto membolakan matanya malas mendengar ucapan Sakura.

"Kau ingat rencananya?" ujar Naruto mengintrogasi. Sakura yang mendengarnya segera membalikan tubuhnya menghadap Naruto dengan seulas senyum terpampang diwajahnya.

"Kau pikir sedang bicara dengan siapa?" Sakura mengedipkan mata kanannya, nakal.

"Khehe." Naruto terkekeh karenanya dan langsung mengacak-acak rambut merah jambu Sakura. Sedangkan Sakura hanya bisa cemberut menerima perlakuan Naruto.

"Jangan mengacak rambutku. Susah tau merapihkannya." Ujar Sakura dengan nada sebal, namun sebenarnya ia suka. Terbukti karena setelahnya ia langsung tersenyum.

"Beberapa menit lagi kita akan beraksi." ujar Naruto yang baru saja melihat jam tangannya.

"Yosh, sebaiknya kita bersiap." Sakura sedikit merapihkan perlengkapannya.

"Hm, jangan mengacau." Naruto langsung menjentik pelan dahi Sakura yang direspon Sakura dengan mengaduh sakit walau hanya bercanda membuat Naruto kembali terkekeh.

"Sampai jumpa." dan keduanya langsung berpisah. Mengambil jalan berbeda yang memang sudah direncanakan dari awal.

Beberapa saat kemudian, mendadak listrik diseluruh tokyo mati. Hiruk piruk penduduk mengisi kegelapan tokyo. Semua benda yang memerlukan listrik pemerintah menjadi mati.

Ruang arsip polisi.

"Haah, listriknya mati? Bagai mana ini Shikamaru?" ujar Chouji gusar. Tentulah ia gusar, saat ini ia sedang enak-enaknya bergumul dengan benda datar dihadapannya. Berselancar bebas mengarungi dunia tanpa batas. Internet. Mau gimana lagi, tidak ada arsip yang perlu di urus hari ini. Jadi, dari pada waktu terbuang percuma, lebih baik ia bermain dengan komputer.

"Tenang saja. Sebentar lagi generatornya pasti dihidupkan." ujar Shikamaru yang kali ini sedang tiduran di kursi dekat jendela besar disana. Memandang langit yang memang merupakan kebiasaannya. Tak lama kemudian ia langsung tersentak mengingat suatu hal.

"Kegelapan akan melanda Tokyo setelah pukul tiga sore..." sedikit ia mengingat kata-kata kedua remaja dalam vidio yang ia lihat kemarin.

"Chouji, bisa kau buka video itu lagi?"

"Haah?"

Diwaktu yang sama dan tempat yang berdeda.

Terlihat dua remaja di dua tempat berbeda tangah berlari. Saat seperti inilah kedua remaja ini berakasi. Di dua tempat berbeda, mereka menempatkan boneka kubus dengan 2 antena dan tubuh berwarna merah jambu dengan apik disudut-sudut tertentu di gedung tersebut. Bergerak dengan cepat tanpa kesalahan. Sebisa mungkin mereka bergerak cepat sebelum waktunya habis.

"Yosh ini yang terakhir." ujar Sakura yang baru saja menyusun sebuah boneka disudut gedung. Ia perhatikan daerah sekitarnya, barang kali ada yang melihat ini. Tersenyum puas sebelum ia bergegas pergi meninggalkan tempat itu.

Atap gedung toko jauh dari gedung pemerintah.

"Lama sekali." Ujar Naruto yang menyadari Sakura tengah berjalan kearahnya.

"Maaf-maaf. Tadi aku kehausan. Jadi, tadi aku mampir dulu ke toko untuk membeli minuman." Sakura kantong plastik yang ia bawa. Mengambil sebotol minuman dari sana dan memberikan satu botol yang tersisa kepada Naruto. Ia yakin Naruto pasti merasa haus juga. Untuk itu ia membeli dua botol minuman.

Dengan sigap Naruto mengambilnya dari Sakura dengan seulas senyum ia berikan pada Sakura. "Thanks." Ujar Naruto dan langsung meminumnya perlahan.

"Hm."

.

.

"Ini hanya kebetulan. Tak usah mempermasalahkannya." Ujar tenang Chouji yang baru saja memperlihatkan vidio yang kemarin ia lihat. Berbeda dengan Chouji yang tenang-tenang saja, Shikamaru malah terlihat berpikir.

'Kebetulan tidak mungkin seperti ini.' pikir Shikamaru. Ia tatap langit biru dari jendela ruangan tersebut berusaha memikirkan hal tadi.

.

.

"Kita mulai." Naruto mengambil handponenya dan mulai mengetik sesuatu disana.

Gedung pemerintah

Terdengar bunyi panggilan masuk dari penjuru gedung tempat boneka kubus tadi tersimpan. Terus berdering dan berdering sampai sebuah lelehan muncul dari dalam boneka. Semua boneka mengalami hal yang sama sebelum sebuah curahan layaknya lelehan besi menyembur dari sana menciptakan asap kecil. Oleh karenanya penyemprot air pencegah kebakaran bereaksi dengan menyemprotkan airnya. Saat air tersebut mengenai semburan api,langsung mengakibatkan ledakan besar. Goncangannya dapat dirasakan oleh seluruh pengunjung disana sehingga panik melanda para pengunjung. Dengan sigap para petugas keamanan melakukan evakuasi untuk mengurang resiko korban jiwa. Semua kacau,banyak teriakan,jeritan tangisan memenuhi ruangan itu.

Ledakan demi ledakan terjadi di kedung tersebut membuat langit kota Tokyo sedikit tercemar karena asap yang cukup tebal disana. Asap semakin pekat membumbung. Tak berapa lama, gedung tersebut hancur dan runtuh setengahnya menyisakan beberapa lantai dibawahnya.

Ckrek

"Akan kusimpan." ucap Sakura yang baru saja mengambil foto gedung runtuh tersebut.

"Ayo. Kita harus segera pulang." ucap Naruto bersiap meninggalkan tempat tersebut. Acara telah usai, tak ada lagi tontonan yang menarik disana.

"Ha'i." ucap Sakura dan langsung melenggang pergi bersama Naruto disampingnya.

"Apa menu makan malam nanti?" tanya Naruto datar. Tangannya berada disaku celannya, masih berusaha mempetahankan sikap coolnya.

"Hm, kau inginnya apa?" Sakura balik bertanya meminta pendapat Naruto. Terlihat olehnya Naruto mengerutkankan dahinya berpikir membuat Sakura tersenyum karenanya.

"Ramen?" saran Naruto datar.

"Huh? Ramen itu tidak sehat. Kau bisa mati muda. Bagaimana kalau sayuran?"

"Tidak mau, ramen lebih baik." Naruto manggut-manggut, seakan menolak usulan lain.

"Ya sudah. Jangan makan sekalian." Naruto langsung menatap tajam Sakura. Demi gigi emas tuan krab, sampai kapanpun ia tak mau memakan makanan mengerikan seperti itu. Justru jika memakan sayuran ia akan mati muda.

"Apa? Mau melawan?" Ujar garang Sakura sembari kepalan tangannya berada di depan wajah Naruto. Naruto menelan ludahnya dengan susah payah. Nyalinya menciut. Sakura dalam mode garang seperti ini, preman sekalipun tak ada yang berani. Semua akan melihat banyak ular berada di belakang Sakura.

"I-Ie,tidak akan melawan. Tidak akan melawan." Ucap gagap Naruto tak ingin menjadi korban amukan Sakura.

"Bagus,anak baik." Ujar Sakura dengan senyuman tercetak diwajahnya. Namun dari pandangan Naruto senyuman Sakura lebih seperti seringaian yang membuat bulu kunuknya berdiri.

'Kami-sama,lindungilah aku.' pikir Naruto.

To Be Continued

.

.

.

Tadi sempet review sama author lain supaya tulisannya rapi padahal ff saya sendiri jauh dari kata rapih. Maaf ya,tolong maafkan saya ya. ^^

Pemberitahuan,chapter depan akan ada teka-teki yang merujuk pada keyakinan atau kepercayaan lain yang sama seperti anime aslinya. Jadi,saya menekankan ini bukan penyelewengan akidah,tapi saya hanya ingin menulis seperti aslinya.

.

.

Yosh,

Mohon reviewnya,minna-san. Please. Please. ^^