=Hetalia punya Himaruya Hidekaz, fanfic ini punya saya=
=Rated : T/M?=
=Genre : Romance/Friendship?=
=Pairing : USUK=
=WARNING! USUK, OOC, misstypo, alur kecepatan #maybe, yaoi, geje parah, dan keanehan lainnya=
DON'T LIKE DON'T READ!
=Summary : "…Musim semi 8 tahun lalu, hari perpisahan kita untuk beberapa saat. Sampai saat ini, masih terngiang kamu dibenakku. Apa kau masih mengingatku? Atau kau melupakanku?..."
=BECAUSE OF YOU=
Kapitel 1 : The Lost Memory?
-Arthur POV-
"Nii-San, tunggu dulu!" aku memekik, memanggil Scott, kakak laki-lakiku yang adalah seorang "cowok dingin". Scott berpaling dan menatapku dengan tatapan santainya yang menyebalkan, sembari menghisap rokok favorite-nya itu. Aku berlari menghampirinya, menjajarkan posisi berdiri kami, lalu ia kembali berjalan. "Nii-San! Kamu itu, nggak berubah!" pekik-ku kesal. Dari dulu ia selalu bertampang jutek dan dingin, apalagi pagi hari, karena ia adalah seorang "super anemia" tingkat akut.
"Ini hari pertama kita sekolah di sini! Artie, jangan memberi kesan buruk seperti terlambat!" sindirnya tiba-tiba. Untungnya aku sudah terbiasa dengan sindiran tajamnya, tapi bagaimana dengan orang-orang yang akan menghadapinya?. Di Inggris, mungkin orang-orang menganggapnya hanya sebagai kritikan, tapi, di Negara seperti Jepang yang penuh perasaan ini, belum tentu orang-orang akan menganggapnya sebagai sebuah kritikan, bisa jadi diartikan sebagai sebuah "ejekan". Aku mendengus kesal dan mempercepat langkahku. Karena kami sudah SMA, tentu saja, Scott yang seorang kakak laki-laki pasti berbadan tinggi dan gagah. Tidak seperti SD atau SMP dulu, aku masih bisa menyamai langkahnya. Sekarang kami sudah terbedakan oleh pembedaan derajat yang membuatku semakin terlihat sangat seperti 'adik manisnya' saja.
"Arthur Kirkland desu, yoroshiku!"
"Scott Kirkland desu…"
Kami memperkenalkan diri di depan kelas baru kami, kenapa kami bisa satu kelas? Itu karena sewaktu SMP aku mengambil kelas percepatan. Kami berada tepatnya di kelas 2-3. Sanohara-Sensei memberikan kami tempat duduk yang berbeda. Scott di deretan kedua dari kanan, sedangkan aku pojok kiri belakang dekat jendela.
Aku memperhatikan teman sebangku-ku. Seorang pria dengan rambut kuningnya dan mata sapphire juga wajah yang dingin. Bibirnya tipis dengan raut wajah tak ada kebahagiaan, matanya berkilat sewaktu menatap whiteboard. Pria itu menoleh sekilas dan menatapku acuh dan aku hanya membalas dengan sebuah guratan heran dan senyuman kecil.
Agak kesal. Beberapa pelajaran telah berlalu, tapi pria itu tetap tidak menyapaku atau memberi senyuman untuk menyambutku sebagai siswa baru. Aku hanya menggumam dan memainkan pena-ku dengan bosan dan kesal. Bahkan sampai istirahat tiba, tak ada sedikitpun percakapan kecil di antara kami.
"Ayo, ke café!" Scott menghampiri kursiku dan mengajakku pergi ke café . aku hanya berdehem acuh dan mengekor Scott di belakang. Di café, aku hanya memesan minuman soda dan kentang goreng. Agak melamun saat berjalan, ada seseorang yang menubrukku. Aku agak tersontak dan mendapati kemejaku belepotan saus. Orang yang menabrakku kelihatan kebingungan.
"Sumimase, sumimase!" katanya dan membungkuk dalam. Aku agak kebingungan harus melakukan apa akhirnya malah menyiratkan sebuah wajah datar tak masalah.
"Ano, tidak apa-apa…ada rompi, aku bisa menutupinya!" ucapku berusaha menenangkan orang itu. Orang itu, maksdunya, pria itu merogoh saku celananya, mengambil sapu tangan dan mengelapkannya kekemejaku. Aku hanya mengernyit dan membantunya. Orang-orang yang berada di Jepang masih tetap sama, ramah dan sopan –walau sekarang sudah tidak seluruhnya–. Pria itu selesai membersihkan kemejaku, walau masih ada sedikit noda saus, tapi lebih baik daripada sebelumnya.
"Aku akan meminja– Arth–? eng…ti-tidak, aku akan mengambilkan bajuku dulu!" Pria itu berjalan pergi dan berubah menjadi ragu begitu menatap wajahku. Apa maksudnya? Aku dan Scott tak ambil pusing dan mencari tempat duduk. Sambil menunggu –mungkin– pria itu, aku memakan satu-persatu kentang gorengku. Scott juga menyeruput jus-nya dan menampakkan wajah berpikirnya yang aneh.
"Aku seperti pernah melihatnya…" gumamnya. Aku berdehem, memintanya lebih jelas lagi. Scott hanya menggeleng dan mengambil onigirinya. Tak berapa lama, pria itu kembali dengan membawa sebuah kemeja. Dengan mudah, ia dapat menemukan kami. Ia-pun duduk di sebelahku dan menyodorkan kemeja yang dipegangnya.
"Ini, mungkin agak longgar, tapi lebih baik daripada baju yang kotor" ucapnya ramah. Aku mengernyitkan dahiku dan meraih kemeja itu. Aku agak menerawang wajahnya. Benar saja, kepalaku tiba-tiba agak sakit, dan aku merasa pernah mengenal orang ini, bukan bukan! Lebih tepatnya aku merasa pernah memiliki hal penting dengan orang semacam dia…mirip dia, atau bisa jadi, benar-benar dia? Kepalaku tiba-tiba sedikit pusing begitu ada sebuah bayangan yang terlintas dibenakku..."Alfred F. Jones desu, yoroshiku!" pria itu membuyarkan imajinasiku. Aku menggeleng-gelengkan kepalaku dan menatap mata birunya yang sejernih laut. "Ngg, Arthur Kirkland, yo-yoroshiku!" begitu aku memberitahu namaku, aku seakan melihat guratan yakin dari wajah pria bernama Alfred F. Jones itu. Aku merasa ada guratan lega yang tertanam diwajahnya, walau semula ia agak sedikit tersentak. Tapi kenapa? Kenapa ekspresinya seakan baru saja menemukan sesuatu yang hilang?
"Oke, Scott Kirkland" suara dingin Scott membuyarkan suasana yang sempat kaku. Alfred, pria itu mengangguk dan berdehem menatap Scott, lalu menyunggingkan sebuah senyuman yang menambah sakit kepalaku.
-Alfred POV-
jarang-jarang aku mau ke café, entah mengapa hai ini aku merasa ada sesuatu yang menarikku untuk pergi ke café. Aku membeli hamburger dan sebotol cola. Saat membawa makanan, aku agak kebingungan mencari tempat duduk, berhubung aku sangat jarang ke café, membuatku jadi agak kaku. Sebelum aku benar-benar tersadar, aku mendapati diriku menabrak seseorang, buru-buru aku merunduk dalam meminta maaf. Kemeja putihnya kotor terkena saus hamburger-ku. Ditambah yang kutabrak adalah seorang pria berwajah asing. Sesaat, ia mengucapkan beberapa kata. Aku merasa ada suatu tarikan begitu ia berbicara. Aku merasa…mengenali…suaranya…?
aku merogoh saku celanaku, mengeluarkan sapu tangan dan membersihkan kemejanya. Setidaknya supaya tidak terlalu kotor. Usai itu, aku berniat meminjamkan kemejaku yang selalu aku bawa jikalau aku basah atau apa. Sebelum menyelesaikan kalimat yang aku ucapkan, aku menengadah dan menatap mata emerald pria itu, entah, terlontar sebuah nama dari bibirku, nama yang masih kuingat sampai sekarang. Agak menggumam mulanya, kemudian aku tersadar dan segera menyelesaikan kalimatku, lalu berlalu pergi untuk mengambilkan kemejaku.
Aku kembali ke café begitu sudah mengambil kemejaku. Dengan mudah, entah, sebuah telepati atau apa, aku dengan mudah menemukan pria itu di antara kerumunan orang-orang yang berlalu lalang. Aku duduk di sebelahnya tiba-tiba dan menyodorkan kemejaku. Pria itu menerimanya dengan ragu. Sesaat terdiam…akupun membuka pembicaraan dengan memperkenalkan namaku. Kemudian, ketika ia memberitahu namanya, aku langsung merasa lega dan rasa yakin menggentayangi batinku. Terbayang sebuah sosok yang masih kuingat di otakku...
"Alfred, kau sudah selesai mandi?" Matthew, adik kembarku memanggil dari lantai bawah. Aku bergegas, mengambil kaus abu-abu-ku dan segera menuruni tangga marmer yang besar dan melingkar itu. Sesaat, aku menemukan Matthew menungguku di kaki tangga. Ia sudah lengkap, mengenakan baju jalannya. Baju putih dan celana hitam, juga sebuah jaket dan dua buah tas hitam digenggamannya. Tampangnya yang pemalu itu, membuatku merasa...kami tidak seperti saudara kembar sama sekali.
"Bisa kau mengantarku?" seperti biasa, ia sangat pemalu, pendiam dan sama sekali berbeda denganku, tapi mau bagaimana lagi? Dia adalah orang yang ditakdirkan menjadi adikku. Aku hanya menghela napas. Memegangi perutku yang masih kosong. Matthew tersenyum malu-malu, menyerahkan sebuah kantongan kepadaku. "Hari ini bisa kau menungguku?" ucapnya sopan sekali. Aku melihat isi kantong tersebut. Aish– dia membuatkanku bento? Akhirnya aku bersedia dan mengantarnya ke tempat lesnya.
Matthew mengikuti les musik sejak ia kelas 2 SMP. Berarti sekitar 4 tahun ia sudah belajar menekuni bakatnya yang –mungkin– sepertinya tak kunjung berkembang itu.
Baiklah, lupakan soal bakat musik Matthew yang tak berstatus jelas itu. Sekarang aku sudah mengendarai motorku, dengan Matthew yang kubonceng. Ia membawa tas gitar yang berisikan gitar kesayangannya. Juga sebuah tas, yang aku agak heran… Matthew selalu membawa tas itu ke mana-mana, tapi aku tak pernah mengetahui apa isinya. Tapi, tak apalah, toh– paling-paling hanya sebuah barang yang takkan berarti untukku.
Yah– tak berapa lama kami tiba di sebuah bangunan tua yang sangat terawat, terdiri dari 3 lantai dan berdekatan dengan sebuah taman di Tokyo. Aku kagum dengan orang yang membangun tempat les itu, ia rela membeli bangunan tua itu dan dipermaknya sendiri menjadi sebuah tempat belajar musik. Matthew memintaku menunggu di depan sebuah ruangan di lantai dua. Ada sebuah bangku di depan dindingnya. Aku duduk di sana dan bersandar dengan santai, sembari memegang kantong berisikan sarapanku. Matthew-pun langsung masuk begitu saja ke dalam tanpa berucap apa-apa kepadaku. Aku menghela napas dan mengeluarkan bekalku.
Tep tep! "Eh? Alfred-Kun.." aku tersentak begitu mendengar sebuah suara. Telur gulungku yang hampir masuk ke dalam mulutku tiba-tiba melorot dari sumpit dan jatuh ke atas nasiku. Aku menengok dan mendapati Arthur juga Scott berdiri bersebelahan. "EH?" pekikku. Arthur bersikap santai dan menatapku. "Sedang apa?" tanyanya dengan wajah dinginnya. Aku menggeleng dan menatapnya sesantai mungkin. "Aku disuruh menunggu adikku...kamu?" jawabku dan balik bertanya. Arthur tersenyum simpul dan mengangkat dua buah tas di kedua tangannya "Tentu saja belajar musik!" jawabnya geli. "Baik, aku masuk, ya! Temani kakakku yang satu ini..." lanjut Arthur, menunjuk ke arah Scott dan segera masuk ke dalam ruangan. Sesaat, aku melihat Scott menghela napas pendek dan duduk di sebelahku.
"Kau menunggunya?" tanyaku membuka pembicaraan. Scott berdehem dan menguap lebar. "Aku nganggur" lirihnya datar dan bersandar di dinding dengan kepala menengadah, dengan sepuntung rokok berada dimulutnya dan tangan yang disilangkan di depan dadanya. Aku ikut menghela napas dan ikut menyandarkan tubuhku. Sampai-sampai aku hampir melupakan bahwa aku sama sekali belum sarapan.
"Akhirnya aku ingat..." tiba-tiba Scott menggumam setelah beberapa saat kami hening. Aku menegakkan posisi dudukku dan menatapnya "Ingat?" ucapku membeo. Scott juga ikut menegakkan posisi duduknya dan juga menatapku. "Kau pasti Al-Kun?" ucapnya datar. Mataku membulat sesaat… da-darimana ia tahu nama panggilan yang diberikan seseorang kepadaku itu? "Hha?" desahku, hanya itu kata-kata itu yang secara spontan ke luar dari mulutku. Scott kembali menghela napas dan mencomot bento-ku seenaknya.
"Berusaha, ya? Kau tahu? Artie-Chan...sepertinya benar-benar 'tidak' mengingatmu!" kata-kata Scott membuatku agak bingung. "A-Arthur?" lirihku. Scott kembali mencomot sarapanku dan menatapku dingin. "Adikku kehilangan 'beberapa ingatannya' sebelum umur 9 tahun" lanjutnya. Aku tiba-tiba shock dan menjatuhkan sumpit yang sedari tadi masih di tanganku.
"Apa maksudmu?" tanyaku lagi. Ekspresiku kini sangat kalut dan shock berat. "kurang labih 8 tahun lalu..." Scott memulai pembicaraannya sebelum bercerita banyak...
-FLASHBACK-
Beberapa bulan setelah kepindahan ke Inggris…
"Artie, ayo bermain!" Scott kecil yang masih berumur 9 tahun itu memanggil adik laki-lakinya, Arthur, yang masih melamun di atas ayunan yang sama sekali tak dimainkannya. Anak kecil itu berkutat, memandangi sebuah kertas di tangannya. Scott yang agak kesal menghampiri saudaranya itu dan melihat sebuah foto yang dipegang Arthur. Foto seorang anak laki-laki dengan rambut blonde-nya yang entah, mirip warna jerami atau gandum, atau gabungan dua-duanya dan sebuah senyuman penuh kebahagiaan.
"Siapa itu?" lirih Scott, agak memicingkan matanya. Arthur masih agak melamun, ia menggumam, menyebut sebuah nama "Al-Kun" gumamnya sendu. Scott menyadari sesuatu yang ganjal dari adiknya. Ada sebuah aura aneh ketika Arthur kecil memandangi foto itu. Scott agak kesal dan menarik tangan Arthur. Arthur tersentak an foto itu melonggar dari genggaman tangannya. Di tengah musim gugur ini, pastilah anginnya kencang dan tentu saja… foto yang dipegang Arthur itu tertiup angin. Arthur langsung tersentak dan mengejar foto itu.
Cukup lama Arthur mengejarnya, foto itu-pun tergeletak di jalanan, nyaris di tengah jalan. Tanpa berpikir apa-apa, Arthur segera memungutnya. Tanpa disadari ada sebuah mobil yang melaju dan menyenggolnya, cukup membuat kepala Arthur terbentur trotoar dan…pingsan…
"Engh–" Arthur mendesah, ia tersadar dari pingsannya. Arthur meraih kepalanya yang terasa berat dan mendapati sebuah perban terlilit di kepalanya. Scott bergegas mengambilkan air minum untuk Arthur. Arthur menerimanya dan menenggaknya sedikit demi sedikit.
Wajah Scott terlihat cemas. Dokter mem-vonis Arthur kehilangan 'beberapa' ingatannya. Semua anggota keluarga cemas, kalau-kalau mereka yang hilang dari ingatan Arthur. Tapi... hasilnya? Arthur masih mengingat yang lainnya dengan baik dan itu membuat semuanya lega. Terkecuali Scott, ia teringat… ada seseorang yang harus Arthur temui… sebagai kepastian, bahwa Arthur hanya melupakan hal yang tak berarti..
-END FLASHBACK-
Hatiku tiba-tiba berubah kelam begitu Scott selesai bercerita. Aku merasa… err– sangat sangat sedih dan kecewa, tapi itu tak berlangsung lama. Sebuah senyuman tiba-tiba kuambangkan di bibirku, entah... apa itu senyuman terpaksa, atau benar-benar tulus. "Tidak apa, aku cukup berusaha untuk memulihkan ingatannya, kan?" Aku berucap dengan nada yang terdengar sangat positif...kali ini Scott menunjukkan raut wajah yang berbeda dari biasanya. Scott menghisap rokoknya dalam-dalam dan mengeluarkan banyak sekali asap yang menggumpal.
-Arthur POV-
Sudah lama aku tak mengikuti les musik. Ternyata, sekolah musik di Jepang lebih mengasyikkan daripada di Inggris. Gurunya dalah seorang pemain biola dan piano handal asal Austria...di sebelahku duduk seseorang yang… EH? ALFRED?
"Lho? Alfred?" aku berucap tiba-tiba. Orang di sebelahku menoleh dan menatapku malu-malu. "Aku Matthew William, kembaran Alfred." Jawabnya. Aku langsung merasa salah tingkah sendiri, begitu dengan mudahnya memanggil dia Alfred. Jelas-jelas Alfred berada di luar bersama Scott. "Ma-maaf, aku Arthur Kirkland, teman baru Alfred" lirihku, berusaha terlihat tidak memalukan. Pria bernama Matthew itu mengangguk sambil tersenyum manis.
"Em, Arthur-San, permainan musikmu tadi bagus!" Matthew tiba-tiba memujiku, saat kami baru saja menyelesaikan pelajaran hari ini. Aku merasa senang sekali, tapi aku hanya menunjukkan sikap datar di depan Matthew. "Terima kasih" ucapku singkat sambil menenteng tasku. Kami segera ke luar dan mendapati Scott juga Alfred dalam keadaan bungkam dan terlihat berkutat dengan pikiran masing-masing. Mataku melirik sedikit ke arah kursi, aku menemukan10 batang rokok yang habis terbakar dan kotak bekal yang teracak-acak. Jelas-jelas, selama dua jam…Scott menghabiskan 10 batang rokok, itu artinya ada sesuatu yang mengganjal di otaknya, walaupun tak ia siratkan dalam sebuah ekspresi.
"Eh?" Scott tersadar dari bayang-bayangnya dan menoleh ke arahku. "Alfred ingin mengajakmu jalan-jalan, Matthew atau siapapun namamu, aku yang mengantarmu pulang!" ucap Scott tiba-tiba. Alfred mendorong adiknya dan Matthew dengan mudahnya menurut, ia mengekor di belakang Scott. Alfred kemudian beranjak, sesaat setelah Scott dan Matthew lenyap dari pandangan. "Ayo!" desisnya, tak seceria biasanya. Aku hanya berkutat dengan pikiranku dan mengernyitkan dahiku. Dan Alfred sudah berjalan meninggalkanku beberapa langkah. Akhirnya, dengan menghala napas berat, aku mengekornya, seperti yang dilakukan Matthew beberapa saat yang lalu.
Alfred membawaku ke sebuah tempat yang sepi. Di sana ada sebuah pohon sakura yang berdiri kokoh di tengah-tengah tempat itu. Alfred duduk di bangku di bawah pohon sakura itu dan menepuk-nepuk tempat kosong di sebelahnya, memintaku duduk di situ. Aku menurut dan duduk di sebelahnya. Tiba-tiba Alfred tersenyum ceria, lebih ceria dari biasanya. Aku merasa ada sesuatu yang mengganjal di benakku dan sesuatu yang bergejolak di dadaku. Kepalaku serasa sakit dan ada sedikit bayangan yang terlintas. Sedikit lebih jelas dari bayangan yang sebelumnya.
"Aku tak perduli jika kau melupakanku. Tapi, ayo kita ulang memori yang pernah kita lalui bersama…8 tahun lalu..." Alfred berucap tiba-tiba. "HHA?" Aku tersentak dan hampir terlompat dari tempat dudukku. Memori? Memori apa? Apa aku pernah mengenalnya sebelumnya? Apa aku mempunyai teman baik sewaktu aku tinggal di Jepang 8 tahun lalu? Memori apa? Apa?...
-TO BE CONTINUE-
Halo, minna-sama ! saya author pendatang baru di sini…dan ini adalah Fic baru saya, yang saya buat khusus untuk USUK, pairing tercinta kita #Eh?... bagaimana? Maaf jika OOC, gaje, atau banyak hal yang tak berkenan untuk para senpai-tachi semua… jadi… please, REVIEW-nya *^.^*
