Title : It's All About Me

Cast : VIXX / Main! Ken Leo / Cameo! N Ravi Lee Jaegwan (Kalian tahu kan dia siapa?) Hyuk Hongbin

Rating : T

Genre : Drama, Romance, Friendship

Chapter : 1/4

Warning(s)! :

- AGE-SWAP : Jaehwan, Sanghyuk - 1st grade / Taekwoon, Jaegwan, Wonsik, Hongbin - 2nd grade / Hakyeon - 3rd grade

- OOC BERTEBARAN TERUTAMA LEO (as always) ;p


First Fight Ever


Aku membuka mata ketika jam alarmku berbunyi. Tanganku mencoba meraihnya, kemudian mematikan suara bising dari benda bundar itu. Aku terdiam sejenak, untuk menyesuaikan mataku dengan cahaya yang masuk melewati jendela. Kemudian aku mulai bersiap untuk berangkat sekolah. Setelah membersihkan diri dan mengenakan seragam, aku mulai mempersiapkan ranselku. Kebiasaanku memang untuk menyiapkan buku-buku dan peralatan lainnya di pagi hari.

Saat itu, aku mendengar suara ketukan. Bukan dari arah pintu, melainkan jendela.

"Jaehwan-ah…"

"Taekwoon hyung?!" Aku berlari dan langsung menggeser jendela. Lelaki tinggi itu dengan cepat masuk ke kamarku, dan kembali menutup jendela.

"Ah, Aku selamat. Hampir saja aku ketahuan Lee Ahjumma. Untung saja dia belum sempat melihatku." Ucapnya dengan nada lega.

"Hyung! Berapa kali harus kubilang jangan memanjat untuk masuk ke kamarku?!" Sedangkan aku geram.

Ya. Lelaki tinggi ini selalu memanjat untuk mencapai ke kamarku. Dia melakukan ini hampir setiap hari. Aku tak tahu alasannya sebenarnya ia melakukan itu.

"Sst… Jangan berteriak! Bisa-bisa aku ketahuan ibumu kalau aku memanjat lagi!"

"Itu masalahmu sendiri! Lagi pula kenapa kau harus memanjat ke kamarku, sedangkan rumahku sudah punya pintu sendiri?!"

"Yah... Kau tahu kalau aku dan kakakmu, Jaegwan, itu musuh bebuyutan sejak SMP. Kau tak mau perang dunia ke-3 terjadi di sini, kan?"

"Alasan bodoh." Gumamku sembari memutar bola mataku karena kesal.

Tiba-tiba, terdengar suara derapan kaki dari tangga. Ibu.

"Jung Taekwoon! Aku tahu kau di sana! Berapa kali harus kukatakan jangan memanjati rumahku!" teriaknya semari membuka pintu dengan emosi.

Aku melirik tempat Taekwoon hyung tadi berdiri. Namun ia sudah tidak di sana. Si pengumpat handal.

"Taekwoon hari ini tidak datang, umma." Bualku.

"Aku berharap dia tidak akan datang lagi." Geramnya. Aku hanya bisa menghela nafas. "Sarapan sudah siap. Makanlah."

"Aku sedang tidak ingin makan."

"Ya sudah, terserah." Ucap umma, kemudian branjak keluar dari kamarku.

Kemudian aku berjalan menuju jendela dan bersandar di kusen jendela.

"Sudah aman."

Aku melirik ke arah Taekwoon hyung yang sedang berjongkok di balik tembok. Ia mengangkat kepalanya.

"Gomawo." Ia pun berdiri dari posisinya. Aku menghela nafas.

"Jinjja, hyung. Aku tak mengerti apa yang sebetulnya kau lakukan."

"Aku? Hanya mencari hiburan."

Ucapnya masih dengan wajah datar. Aku menatapnya sejenak, kemudian tertawa kecil. Dan itu membuatnya tersenyum.

Ya. Lelaki ini memang aneh. Tapi begitulah dia. Jung Taekwoon. Sahabatku. Sekaligus orang yang aku suka.


First Fight Ever


Author POV

"Jaehwan-ah! Cepatlah!" Taekwoon berteriak dari ambang pintu kelas Jaehwan.

Waktu istirahat baru saja dimulai, dan seperti biasa, seluruh siswa mulai berhamburan keluar dari kelas dan memenuhi semua koridor sekolah sampai ke kantin.

"Iya, iya. Aku datang! Kenapa kau selalu terburu-buru ke kantin sih, hyung?"

"Aku tak mau kehabisan jatah makan siang." Jawab Taekwoon, kemudian dengan cepat menarik tangan Jaehwan.

'Satu lagi alasan bodoh.' Pikir Jaehwan.

"Kita tidak akan kehabisan jatah makan siang, hyung~ Tenang saja..."

"Diam saja kau!"

Jaehwan terkekeh. Sebenarnya, ia tahu alasan yang Taekwoon sebutkan itu hanya bualan. Jaehwan tahu alasan sebenarnya. Taekwoon hanya ingin dengan cepat mendapatkan makanannya, dan duduk di meja terdekat dengan Hakyeon. Sunbae mereka, siswa kelas 3-1 yang sudah lama ditaksir Taekwoon.

Memikirkan itu, membuat Jaehwan menghelas nafasnya sendiri. Kemudian arah pandangnya beralih ke tangannya. Tangan Taekwoon masih menggenggamnya. Jaehwan tersenyum tipis. Yah, setidaknya saat ini, Taekwoon masih bersamanya.


First Fight Ever


"Aku tahu." Jaehwan berucap, membuat pandangan mata Taekwoon akhirnya teralih dari Hakyeon. Lelaki yang sudah dua menit lebih ia pandangi.

"Apa?"

"Aku tahu alasan sebenarnya kau selalu buru-buru ingin mendapatkan jatah makan siangmu. Kau ingin mengambil meja terdekat dengan Hakyeon sunbae, kan? Agar kau bisa memandanginya sepanjang yang kau mau." Jaehwan mengangkat kedua alisnya, menunggu satu atau dua patah kata dari sahabatnya itu.

"Oh... Kau menyadarinya?"

"Kita sudah berteman sejak SMP. Sudah ratusan kali kita makan siang bersama, dan pandanganmu itu tak pernah lepas dari tempatnya berada. Lagipula, masalah kau suka padanya itu sudah bukan rahasia di antara kita, kan?" Jaehwan menyeruput supnya dari sendok.

Taekwoon tersenyum. Kemudian kembali menatap Hakyeon yang tengah bercanda gurau dengan teman-temannya. Senyuman di bibirnya makin merekah.

"Kau hanya tak tahu dia. Dia itu orang yang baik..."

"Aku tahu."

"Dia cerdas, dan sangat supel dengan siapapun."

"Bahkan satu sekolah tahu itu."

"Aku akan sangat senang kalau bisa dekat dengannya."

"Kau sudah mengatakan itu ribuan kali."

"Kalau kami bisa akrab, aku akan menyatakan perasaanku padanya dan setelah itu, kami akan jadi sepasang kekasih~"

'Ugh.. Kumohon hentikan!' Jaehwan menggeram dalam hati.

Bagaimana bisa pria itu memuji-muji seseorang tanpa melepaskan pandangannya dari orang itu?! Dan yang paling parah adalah, dia melakukannya di depan orang yang menyukainya! Yah, memang ini sedikit pun bukan salah Taekwoon. Jaehwan sendiri yang dari dulu enggan memberitahukan perasaannya.


First Fight Ever


"Jaehwan-ah... Ayolah, tolong aku~" Taekwoon mengeluh. Kedua tangannya penuh dengan setumpuk buku yang hampir menutupi wajahnya secara keseluruhan.

"Tidak mau! Itu hukuman untukmu, dan aku tidak mau melakukan hukuman karena kesalahanmu!" Ucap Jaehwan kesal sembari menyilangkan tangan di dadanya. Meski begitu, ia tetap berjalan di samping sahabatnya itu.

"Oh, ayolah... Kau yang memecahkan tembikar di lobby."

"Kalau kau tidak merebut tasku, dan membuatku mengejarmu, aku tidak akan menyenggol tembikar itu, tahu?!" Jaehwan menatap kesal kepada pria yang lebih tinggi darinya itu. "Oh... Padahal aku seharusnya sudah di rumah sekarang."

"Kalau begitu pulang sekarang saja sana!"

"Kau mengusirku?!"

"Kau kau sendiri yang bilang— Oh?! Whaa!"

Taekwoon terjatuh setelah tak sengaja menabrak seseorang yang tengah berjalan berlawanan arah dengan mereka. Orang itu pula ikut terjatuh. Sedangkan buku-buku yang ada di tangan Taekwoon jatuh berserakan di lantai.

"O- oh, maaf. Aku tidak melihatmu." Ucap Taekwoon sembari mulai mengumpulkan kembali buku-buku di sana.

"Tidak, tidak. Aku yang harusnya minta maaf." Ucap suara yang sudah tak asing bagi Taekwoon itu.

Taekwoon mnengangkat kepalanya dan melihat keberadaan seorang Cha Hakyeon di hadapannya. Ya, orang yang ditaksirnya itu.

"Hakyeon sunbae?"

"Ya?" Hakyeon ikut mengangkat kepalanya, kemudian tersenyum. "Oh! Aku tahu kau! Kau Jung Taekwoon, dari kelas 2-3, kan?"

"I- iya." Taekwoon hanya bisa tersenyum kikuk, namun lebar. Betapa bahagianya ia ketika tahu orang yang ia taksir rupanya mengenalnya.

Jaehwan hanya menatap pemandangan di depannya. Sedikit kesal melihat Taekwoon tersenyum pada Hakyeon. Apa ini rasanya cemburu? Jaehwan tak pernah merasa begini karena Taekwoon selama ini tidak pernah berinteraksi dengan Hakyeon. Ini pertama kalinya mereka saling berbicara.

"Hei, Jaehwan! Kenapa kau cuma berdiri di sana?! Kemari, bantu aku!"

"Aku-" Jaehwan mengepalkan tangannya, mencoba menahan amarahnya yang nyaris berkobar. "Aku pulang saja!"

"Apa? Ya!" Taekwoon berteriak setelah ia lihat sahabatnya itu berbalik dan berlari menjauh. Membuatnya terheran-heran, "Ada apa dengan anak itu?"

Kemudian Taekwoon dan Hakyeon berdiri setelah selesai menumpuk semua buku jadi dua tumpukan. Satu tumpuk di tangan Taekwoon, satu lagi di tangan Hakyeon.

"Aku akan membantumu membawanya." Ucap Hakyeon.

"Apa? Tidak, tidak perlu, sunbae."

"Tidak apa-apa. Aku sedang tidak sibuk, kok." Hakyeon tersenyum, membuat Taekwoon membantu di tempat. "Jadi, kemana buku-buku ini harus dipindahkan?"

"Pe- perpustakaan."

"Baiklah. Ayo!"


First Fight Ever


Waktu menunjukkan pukul setengah 11 malam, tapi Jaehwan masih terjaga. Berkali-kali ia mencoba menemukan poisisi yang tepat untuk tidur. Tapi apa yang terjadi tadi sore sepulang sekolah itu masih mengambang di kepalanya. Bagaimana Taekwoon menatap kakak kelasnya itu, dan bagaimana Taekwoon tersenyum padanya. Jaehwan tidak pernah mendapat senyum sehangat itu dari sahabatnya. Dan Jaehwan juga mengnginkannya. Naif, kalau tidak.

Sebuah helaan nafas keluar dari mulutnya, tepat sebelum sekali lagi ia dengar suara ketukan. Dari jendela.

Jaehwan terkejut dan lekas berbalik. Lagi-lagi Taekwoon berdiri di balkon kamarnya. Jaehwan dengan cepat bangkit dari tempat tidurnya dan membuka jendela kamarnya.

"Hyung! Apa yang kau lakukan di sini? Orang-orang akan mengiramu maling, memanjat rumah orang larut malam begini." omel Jaehwan.

"Aku mencoba menghubungi ponselmu, tapi tidak bisa. Aku hanya ingin ngobrol denganmu sebentar." Ucap Taekwoon datar.

"Malam-malam begini?"

"Aku ini sahabatmu, dan aku harus cepat melapor sesegera mungkin. Aku tidak bisa menunggu sampai matahari terbit lagi."

Jaehwan menghela nafas, kemudian tersenyum tipis. Begitulah, Jaehwan selalu merasa senang saat Taekwoon mengatakan bahwa dia adalah sahabatnya. Tak peduli apa kalimat selanjutnya.


First Fight Ever


"...Kemudian kami pulang bersama. Setelah banyak cerita, kami baru tahu kalau kami ini seumuran. Yah, kau tahu, kan karena lahir bulan November aku jadi turun satu angkatan. Dia akhirnya membiarkanku memanggil namanya tanpa embel-embel 'sunbae', 'ssi', atau 'hyung'. Ah, hari yang menyenangkan!" Taekwoon tersenyum lebar sebelum menoleh ke arah samping, dan menemukan lelaki yang leih muda itu memejamkan mata. "Hei, jangan pura-pura tidur!"

Taekwoon menyentil kening Jaehwan, membuat Jaehwan langsung membuka mata dan mengusap keningnya sendiri. Ia meringis kesakitan.

"Ugh... Aku ngantuk, tahu?! Kau tidak sadar sekarang jam berapa? Sudah hampir sejam kau mendongeng!" Cibir Jaehwan. Kemudian ia berdiri dan membuka jendela kamarnya. "Aku mau tidur. Kau pulanglah, hyung."

"Tunggu!" Taekwoon menggenggam pergelangan tangan Jaehwan untuk menghentikan langkahnya. Jaehwan menatapnya, memintanya untuk cepat mengatakan apa pun yang ingin ia katakan. "Kenapa tadi sore kau pergi begitu saja?"

Mata bulat Jaehwan makin membulat. Ia pun memalingkan pandangan dari Taekwoon untuk menyembunyikan wajah merahnya. Ia dapat merasakan air mata nyaris tumpah. Namun ia paksa untuk tidak keluar.

"Itu bukan urusanmu, hyung."

"Tentu itu urusanku. Jelaskan!"

"Tak ada yang harus dijelaskan!" bentak Jaehwan sembari menarik tangannya dari genggaman Taekwoon. Lekas ia melangkah masuk ke kamar, mengunci jendelanya, serta menutupinya dengan kain gordennya.

"Jaehwan! Buka jendelanya! Aku belum selesai denganmu!"

"PULANG SAJA SANA!"

Kemudian hening.

Ia dengar beberapa suara. Dengan itu ia tahu Taekwoon pasti sudah pergi. Akhirnya Jaehwan dapat merasakan air mata mengalir membasahi pipinya. Perlahan ia jatuh karena lututnya lemas, dan berakhir duduk di lantai. Ia menangis lebih kencang sembari memeluk lututnya. Dan tangisannya tak henti sepanjang malam.


First Fight Ever


Jaehwan membuka matanya seiring suara alarm yang meraung di gendang telinganya. Perlahan, tangannya meraih benda bulat di meja samping kasurnya itu dan mematikan deringnya. Kemudian ia bangkit dari tempat tidurnya. Usai membersihkan diri di kamar mandi, ia mulai mempersiapkan peralatan sekolahnya. Ditengah kesibukannya itu, ia terdiam. Kemudian menyempatkan untuk menoleh ke arah jendela. Kain gordennya masih menghalangi. Taekwoon tidak datang.

Jaehwan menghela nafas, kemudian beranjak keluar dari kamar.


First Fight Ever


Jaehwan hanya berdiam diri di bangkunya sembari menunggu bel pelajaran pertama dibunyikan. Tak ada yang ia lakukan, sampai salah satu teman sekelasnya menghampirinya.

"Pagi, Lee Jaehwan." Sapa anak itu.

"Pagi, Han Sanghyuk." Jaehwan mencoba tersenyum.

"Eh, kau tidak datang dengan pacarmu pagi ini?"

"A- apa?"

Sanghyuk mengangguk. "Jung Taekwoon sunbae-nim."

Jaehwan terkejut mendengar nama itu disebutkan oleh teman sekelasnya. Dapat dirasakan wajahnya memerah padam. "Taek- Taekwoon hyung bukan pacarku."

"Tapi kalian seperti pacaran." Sanghyuk diam-diam tersenyum jahil.

"Kami tidak pacaran!"

"Baiklah..." melihat keadaan Jaehwan, Ia tak ingin wajah teman sekelasnya itu terbakar, jadi ia membenarkan diksinya, "Jadi... Kenapa kau tidak datang ke sekolah dengan sahabatmu itu tadi pagi? Biasanya pulang-pergi kan kalian selalu bersama."

"Dia tidak mendatangi rumahku tadi pagi."

"Kalian bertengkar?"

"Sepertinya begitu." Jaehwan menyilangkan kedua lengannya di atas meja dan menyandarkan kepalanya di sana.

"Salah siapa?"

"Sepertinya aku."

"Kau mau berbaikan dengannya?"

"Tentu saja."

"Jadi kau mau meminta maaf?"

"..." Jaehwan tidak menjawab. Wajahnya kini sudah sepenuhnya tenggelam di balik lengannya, karena sedikit demi sedikit ia menenggelamkan wajahnya di setiap pertanyaan dan jawaban.

Sanghyuk terkekeh. "Biar kutebak. Kau tak tahu cara meminta maaf?"

"Ini pertama kalinya kami bertengkar serius begini."

Sanghyuk masih terkekeh, sebelum berkata, "Aku bisa membantumu."

Jaehwan dengan cepat mengangkat kepalanya. "Sungguh?"

"Tentu." Sanghyuk tersenyum.

Tepat di saat itu, wali kelas mereka masuk untuk memulai jam ke-0. Sanghyuk kemudian permisi untuk kembali ke bangkunya sendiri. Jaehwan sedikit kebingungan dengan tawaran yang Sanghyuk berikan. Mereka tak begitu akrab, mungkin berinteraksi pun hanya ketika guru mengumpulkan mereka dalam satu grup. Sudahlah. Lagi pula sepertinya Sanghyuk sungguh-sungguh ungin membantunya. Lagi pula, tidak sopan mempertanyaan kebaikan seseorang.


First Fight Ever


"Jaehwan! Ayo!" Sanghyuk tiba-tiba menarik lengan Jaehwan.

"Ke- kemana?"

"Kantin. Kemana lagi?"

"Ta- tapi-" Jaehwan merasa sedikit aneh karena biasanya ia pergi ke kantin dengan Taekwoon. Matanya menatap ke arah pintu. Taekwoon tak ada di sana.

"Jadi kau menunggunya?"

"Spertinya dia tidak akan datang." Jaehwan menghela nafas, kemudian bangkit dari bangkunya. "Ayo!"


First Fight Ever


Setelah menerima jatah makan siangnya, Sanghyuk menarik Jaehwan ke sebuah meja. Sanghyuk duduk di salah satu bangku, sedang Jaehwan hanya tetap berdiri di samping meja itu. Matanya menangkap sesuatu di hadapannya. Taekwoon dan Hakyeon duduk di meja di dekat mereka. Keduanya terlalu asyik mengobrol sambil makan, seolah tidak sadar keberadaan orang-orang di sekitar mereka.

"Jaehwan! Ayo sini, duduk!"

Jaehwan mendekati Sanghyuk untuk berbisik.

"Kenapa harus disini, sih? Memang tidak ada tempat lain?"

"Coba lihat sekitarmu. Memang kau lihat ada meja kosong lain?" Jaehwan mengedarkan pandangan ke setiap sudut ruangan, dan tak menemukan meja kosong lain. Kemudian menggeleng sambil mem-pout-kan bibirnya pada Sanghyuk. "Kalau begitu cepat duduk sini!"

Jaehwan akhirnya mau tak mau duduk di seberang Sanghyuk dengan sedikit ragu. Ia sendiri tak tahu kenapa merasa demikian. Mungkin karena ia merasa bersalah pada Taekwoon atas pertengkaran yang kini tengah terjadi antara keduanya. Tapi entah, ia belum punya keberanian untuk meminta maaf.


First Fight Ever


Sonsaengnim sedang menjelaskan tentang penentuan nomor atom, serta golongan dan periode suatu unsur tertentu. Pelajaran yang rumit ini membuat setiap individu di kelas 1-2 memperhatikan dengan seksama setiap kalimat dan penjelasan yang keluar dari mulut wanita itu.

Tapi tidak dengan Jaehwan. Ia punya pikiran sendiri yang keluar dari topik pelajaran. Ia memikirkan tentang pertengkarannya dengan Taekwoon. Jaehwan tahu ini semua salahnya. Tapi ia belum siap untuk meminta maaf. Tapi bagaimana kalau mereka tak pernah berbaikan lagi selamanya? Bagaimana kalau Taekwoon tak pernah lagi mau bicara padanya?

Jaehwan tak mau hal itu terjadi. Berarti, hanya ada satu cara.

"Aku harus minta maaf. Sekarang, atau tidak selamanya."


First Fight Ever


Sonsaengnim keluar dari kelas 2-3. Murid-murid ikut berhamburan keluar dari ruangan. Taekwoon menggendong ranselnya, kemudian berjalan keluar menuju koridor.

"Hyung..."

Taekwoon menghentikan langkahnya dan menoleh. Jaehwan berdiri di sana, dengan kepala menunduk. Ekspresi wajahnya kentara jelas bahwa ia gugup.

"Eoh, Jaehwan? Ada apa?"

"A- aku ingin minta maaf."

"Mi- minta maaf? Kenapa?" Taekwoon pura-pura tak tahu.

"Karena membentak dan mengusirmu tadi malam?"

"Hei, sudah jangan khawatir. Aku tidak mempermasalahkan itu, kok."

"Su- sungguh?" Jaehwan mengangkat kepalanya. Dilihatnya hyung-nya itu mengangguk sambil tersenyum. Tapi merasa belum yakin, Jaehwan kembali menunduk. "Tapi kau marah, kan?"

"Ke- kenapa kau berpikir begitu?"

"Kau tidak datang ke rumahku tadi pagi. Dan saat jam istirahat makan siang, kau tidak mendatangi kelasku. Kau bahkan tidak menyadariku yang duduk di samping mejamu saat di kantin."

"Oh, soal itu-" Jaehwan melirik ke arah Taekwoon yang terlihat bingung untuk menjawab. "Aku terlambat bangun tadi pagi. Aku berlari menghampiri rumahmu, tapi ibumu bilang kau sudah berangkat duluan. Dan kalau soal istirahat makan siang, Hakyeon tiba-tiba menghampiri kelasku dan menarikku ke kantin. Ia memintaku membantunya memilih t-shirt yang akan dia beli secara online. Dan bukannya aku tidak sadar keberadaanmu di meja sebelah. Aku hanya merasa bersalah karena membuatmu marah tadi malam. Kupikir, kau masih dalam keadaan badmood, jadi aku tidak mau mengganggumu."

Jaehwan terdiam di tempatnya setelah mendengar penjelasan Taekwoon yang begitu panjang. Ia menatap Taekwoon datang, sembari mengerjapkan matanya. Ah, ini semua hanya salah sangka.

Tak lama kemudian, Jaehwan mulai tertawa.

"Kenapa kau tertawa?"

"Ti- tidak. Hanya saja ini pertengkaran serius kita yang pertama, kan? Dalam masalah ini kita seperti orang bodoh yang saling merasa bersalah. Ahaha!"

"Yah... Kita memang tidak pernah tahu caranya bertengkar."

Tawaan Jaehwan tak berhenti setelah mendengar kalimat Taekwoon itu, malah makin menggelegar. Taekwoon menatap sahabatnya yang masih tertawa itu. Sebuah senyuman terulas di bibir tipisnya. Rupanya ia tak bisa sehari saja tidak mendengar dongsaeng-nya ini tertawa.

Setelah hampir semenit, Taekwoon mulai jengkel mendengar Jaehwan yang tak pula menghentikan tawanya.

"Hei, sudah. Berhenti tertawa!"

"Baiklah, baiklah~" Jaehwan menarik nafas dalam, mencoba menghentikan tawanya. Setelah berhasil, diulurnya tangan kanannya ke arah Taekwoon. "Jadi... Kita sudah baikan?"

Taekwoon tersenyum tipis, sebelum tangannya beranjak menjabat tangan Jaehwan. "Kita tidak pernah bertengkar."

"Yah, terserah hyung saja." Jaehwan memeletkan lidahnya.

Melihat tingkah kekanakan Jaehwan itu, Taekwoon terkekeh. Ide jahil muncul di otaknya. Diangkatnya tangan kanannya, "High-five!"

Giliran Jaehwan yang terkekeh. Kemudian mengangkat tangannya, dan siap menepuk telapak tangan Taekwoon. Namun sebelum Jaehwan berhasil melakukannya, Taekwoon mengangkat tangannya lebih tinggi. Perbedaan tinggi mereka yang sedikit kontras itu membuat Jaehwan tidak berhasil menggapai tangan Taekwoon.

"Ya!" Yang lebih muda itu mulai protes. "Turunkan tangan panjang sialanmu itu, hyung!"

"Kau harus tumbuh lebih cepat." Taekwoon menepuk ujung kepala Jaehwan, sebelum berlari melesat menjauh Jaehwan.

"Ya! Hyung, tunggu aku!"

Jaehwan akhirnya berlari mengeja sahabatnya itu. Taekwoon berlari sangat kencang. Maklum, kapten klub sepak bola. Sedangkan Jaehwan sudah kelelahan, meski masih mencoba berlari sekuat tenaga. Taekwoon tertawa melihat Jaehwan, ia pun berbaik hati untuk memelankan derap larinya. Sampai akhirnya, Jaehwan berhasil menangkap tubuh Taekwoon. Keduanya saling tersenyum.

Jaehwan kembali merasa tenang dalam hatinya.

Yah, paling tidak kan mereka masih bisa bersama.


It's All About Me | To Be Continued