Naruto © Masashi Kishimoto

Kirin Scandal © Hyuuga Cherry

.

.

Warnings :

AU, OOC, GJ, Typo bertaburan, n segala hal yang membuat fic ini jauh dari kata sempurna. Sedikit terinspirasi dari Laskar Pelangi, Sungkyunkwan Scandal, dan Dream High.

.

Summary :

Kirin, Sekolah unggulan dan Kaito, sekolah bangkrut bergabung. Saling meremehkan, diskriminasi, dan permusuhan sudah pasti terjadi. Tapi persahabatan, kesabaran, dan cinta juga menjadi warna yang menghiasai permusuhan mereka.

.

.


;::CHAPTER 1::;

.

.

Hening dan suram.

Hanya itu yang dapat menggambarkan suasana di dalam ruang rapat pengurus yayasan. Para anggota rapat tampak tak percaya dengan keputusan sang ketua yayasan. Mereka bengong menatap pria lima puluh tahunan yang malah asyik bertatap mesra dengan wanita cantik di sampingnya.

"Jiraiya-sama, anda sedang tidak bercanda kan?" ujar seorang pria ber-nametag Shiranui Genma.

Yang ditanyai malah balas menatap Genma dengan cengiran lebar. "Apa kau berpikir aku sudah gila? Tentu saja aku tidak tidak bercanda. Memangnya aku kelihatan seperti seorang pelawak?"

Genma masih akan menyela, "Tapi…"

Jiraiya mengacungkan jari telunjuknya di hadapan muka Genma, "Keputusanku tidak bisa diganggu gugat. Lagipula sekolah itu milikku dan istriku, jadi apa yang bisa kalian lakukan?"

Seketika ucapan protes berdengung di penjuru ruangan, tapi itu sama sekali tidak mengganggu Jiraiya sama sekali. Pria itu malah melanjutkan aksi tatap-tatapan mesra dengan wanita yang ternyata adalah istrinya.

Beberapa saat setelah aksi protes dari anggota-anggota rapat mereda, Jiraiya berdiri dan menunjukkan raut wajah yang tegas. Tentu saja semua orang yang ada di sana langsung diam. Jiraiya menatap satu per satu orang yang duduk di kursi rapat.

"Hari ini, sudah ditetapkan. SMA Kirin dan SMA Kaito akan bergabung menjadi satu sekolah!"

~:~:~

Sebenarnya apa permasalahannya?

Kasak-kusuk mengenai bergabungnya Kirin dan Kaito menyebar ke seluruh kota Konoha. Tentu saja semua murid dari kedua sekolah yang bersangkutan sudah tahu tentang ini. Dan tidak ada satu orang pun yang senang akan hal ini, baik dari Kirin maupun Kaito.

Di Konoha, tidak ada yang tidak tahu SMA Kirin dan SMA Kaito. Dua sekolah swasta ini sangat dikenal oleh masyarakat. Bedanya, Kirin dikenal sebagai sekolah unggulan, berkelas, bertaraf internasional, dan mempunyai segudang prestasi membanggakan baik di kota, nasional, maupun di internasional. Murid-muridnya dikenal pandai, elegan, berkelas karena semuanya dari kalangan atas, dan banyak kelebihan. Bahkan tiga tahun yang lalu, pemerintah Jepang telah mengukuhkan sekolah ini sebagai salah satu SMA terbaik di seluruh penjuru Jepang.

Sedangkan SMA Kaito, sekolah ini dikenal dengan segudang kekurangan dan kenakalannya. Sekolah ini hanya sudi dimasuki oleh orang-orang yang tidak berniat sekolah atau tidak punya biaya untuk sekolah. Tidak ada yang bisa dibanggakan dari sekolah ini. Karena itu, sedikit sekali orang tua yang mau memasukkan anak mereka ke sini. Bahkan tahun ini, tidak ada satu pun yang mendaftarkan anak mereka ke sini. Jadi untuk angkatan kelas X adalah nihil!

SMA Kaito saat ini hanya memiliki dua puluh tiga orang murid, 12 orang kelas XI dan 11 orang kelas XII dengan jumlah guru hanya empat orang. Miris bukan? Sekolah ini akan dibubarkan, tapi 23 murid itu tidak mau putus sekolah. Sang kepala sekolah, Tsunade, melakukan segala cara untuk menyelamatkan murid-muridnya. Termasuk merayu teman kecilnya, Jiraiya, sang ketua yayasan SMA Kirin.

Dan voila! Berhasil.

Jiraiya yang memang sudah cinta mati dengan Tsunade sejak kecil pun akhirnya menikahi wanita seksi itu. Tsunade berhasil meyelamatkan ke-23 muridnya dengan bantuan Jiraiya. Jiraiya setuju untuk memasukkan 23 orang murid Kaito menjadi murid SMA Kirin dengan beasiswa!

~:~:~

Saat ini jam dinding raksasa di puncak gedung SMA Kirin menunjukkan pukul setengah tujuh. Tapi tidak biasanya hari itu sekolah sudah ramai. Hampir semua murid Kirin sudah datang ke sekolah. Padahal mereka akan memulai pelajaran pertama jam setengah delapan.

Penyebabnya tidak lain dan tidak bukan adalah berita bahwa 23 orang murid SMA Kaito yang sudah bangkrut akan memasuki gerbang Kirin pada hari ini. Tentu saja mereka ingin melihat sang 'penyusup' yang mereka anggap akan menodai kecemerlangan sekolah mereka.

Di dalam salah satu kelas di lantai tiga, beberapa orang duduk di depan jendela yang memperlihatkan gerbang Kirin. Mereka adalah anak-anak populer di sekolah ini, tentu saja mereka juga ingin melihat sang 'penyusup' sama seperti yang lain.

"Kalian lihat itu? Tampaknya sebentar lagi anak-anak Kaito akan datang ke sini." Ucap pemuda bermata hitam sambil melirik teman-temannya.

"Kau benar, Sai. Aku tidak habis pikir dengan kakek mesum itu. Hanya karena nenek tua itu, dia rela mengotori sekolah kita dengan anak-anak pecundang." Pemuda pirang yang duduk di sampingnya menyambung perkataan Sai.

Sai tersenyum, "Aku jadi tidak sabar menunggu mereka. Bagaimana menurut kalian? Neji? Shikamaru? Gaara? Sasuke?"

Yang ditanya malah diam saja, Sai menghela napas melihat tingkah sahabat-sahabatnya. Tanpa banyak bicara lagi dia mengikuti kelima sahabatnya yang tengah mengamati gerbang sekolah. Meskipun terlihat tidak peduli, tapi mereka juga ingin tahu siapa saja yang akan menjadi 'teman baru' mereka.

.

.

Sementara itu tidak jauh dari pintu gerbang SMA Kirin.

"Ya, ampun. Kenapa mereka semua menunggu di depan? Bagaimana ini?" ucap salah satu murid Kaito yang bertubuh gempal, Akimichi Chouji.

"Aku juga bingung, bagaimana kita harus masuk kalau sambutannya saja seperti itu?" timpal temannya yang berambut cokelat dicepol dua, Tenten.

Di depan gerbang raksasa Kirin, hampir semua murid Kaito sudah berkumpul, bersiap untuk masuk. Tapi mereka jadi panik saat tahu jika hampir semua calon teman baru mereka sudah bersiap 'menyambut' mereka.

Hingga jam tujuh, para murid SMA Kaito masih belum mau masuk ke Kirin, apalagi saat mereka melihat makin banyak saja siswa-siswi Kirin yang berkumpul di balkon-balkon sekolah ingin melihat kedatangan mereka.

Mereka bukannya takut, tapi mereka tidak terbiasa menjadi sorotan seperti itu. Walaupun selama ini mereka telah menjadi sorotan dari masyarakat sekitar, tapi kali ini sama sekali berbeda. Mereka melihat lagi ke arah Kirin dengan cemas, apalagi saat balkon-balkon gedung sudah penuh dengan siswa-siswa elit itu. Tidak hanya itu, mereka juga bisa melihat banyak yang berkumpul di depan jendela kelas yang menghadap ke gerbang.

"Apa yang kalian lakukan disini anak-anak?"

Suara merdu sekaligus penuh wibawa mengejutkan mereka. Ternyata Tsunade sudah berada di belakang mereka. Wanita paruh baya itu mengerutkan alisnya.

"Kenapa tidak masuk? Apalagi yang kalian tunggu?"

Tsunade melangkah penuh percaya diri menuju gerbang Kirin yang terbuka lebar seakan siap menelan mereka semua. Sesaat kemudian langkahnya terhenti, wanita itu menoleh ke belakang.

"Apa yang kalian lakukan? Ayo cepat masuk!" Tsunade memerintah dengan nada yang menggelegar, membuat murid-murid itu ciut. Dengan langkah yang terpaksa dan seperti diseret-seret, mereka mengikuti Tsunade, melangkah masuk ke dalam gerbang mengerikan yang mereka yakini akan menjadi mimpi buruk mereka.

~:~:~

Kasak-kusuk kian terdengar riuh saat gerombolan murid Kaito memasuki gerbang sekolah mereka. Teriakan di mana-mana, ada yang mencemooh, ada yang memandang rendah, ada yang biasa-biasa saja, dan berbagai macam ekspresi terpeta di setiap wajah mereka.

Sementara itu, para objek yang dipandangi pun merasa sangat malu. Mereka bahkan tidak berani mengangkat muka mereka. Hingga mereka dituntun menuju kelas baru mereka, tatapan beratus pasang mata mengikuti kemana pun langkah mereka. Tenten, yang dikenal 'tukang ribut' pun diam seribu bahasa. Chouji bahkan tidak menyentuh keripik kentangnya sama sekali, dia menatap teman-temannya yang melakukan hal yang sama dengan Tenten.

Minder. Jelas.

SMA Kaito tidak memiliki seragam, mereka memakai pakaian bebas saat di sekolah dan itu pun jelas bukan pakaian yang pantas untuk menginjak sekolah megah ini. Inuzuka Kiba contohnya, dia hanya memakai kaus oblong hijau, celana jeans kusam‒ terbaik yang ia punya, hanya dipakai untuk hari ini‒ dan jaket jeans biru yang sama sekali tidak memperkeren penampilannya.

Urakan. Preman. Berantakan. Tidak berkelas.

Itu adalah kata-kata yang pertama kali terpikir di benak 'teman-teman' baru mereka. Bagaimana mungkin mereka bisa berbaur dengan kaum atas seperti itu. Lihat saja seragamnya. Seragam rompi biru tua elegan yang sangat rapi, dengan dasi kupu-kupu cantik berwarna merah-putih untuk perempuan, dasi bergaris merah-putih untuk laki-laki, dipadu dengan kemeja lengan pendek berwarna putih dan bawahan biru tua. Setiap murid Kirin memakai sepatu yang bagus, aksesoris yang cantik namun tetap terlihat mewah, dan disempurnakan dengan wajah-wajah rupawan mereka.

Cantik. Berkelas.

Tsunade hanya bisa meringis prihatin. Ia bukannya tidak tahu apa yang dirasakan murid-muridnya saat ini, tapi hanya ini satu-satunya cara agar mereka tidak putus sekolah. Meskipun terlihat urakan di luar dan seperti tidak niat belajar, tapi anak-anak itu penuh semangat dan cukup pintar. Hanya saja pandangan masyarakat terhadap sekolah mereka membuat mereka tertekan. Tapi mau bagaimana lagi…

"Nah, kalian sudah sampai di kelas kalian. Untuk yang kelas sebelas, kelas kalian di ujung koridor. Untuk kelas dua belas, kelas kalian di sini." Tsunade berbicara sambil menatap satu per satu muridnya.

"Baik, Nona Tsunade." Jawab mereka serempak.

"Kalian tunggu saja di kelas, nanti guru yang akan mengajar di kelas kalian akan segera datang." Setelah itu, Tsunade pergi meninggalkan mereka.

Setelah mereka semua masuk ke kelas masing-masing, tidak berapa lama kemudian dua orang guru pun datang dan masuk ke dua kelas itu.

Di kelas XI Kaito

"Selamat pagi, semuanya!" Teriak seorang guru pria yang berpenampilan sedikit nyentrik.

"Pagi!" Anak-anak itu membalas dengan semangat, tidak mau meninggalkan kesan buruk di hari pertama mereka.

"Baiklah, perkenalkan namaku Maito Guy. Aku akan menjadi guru sementara dulu untuk Bahasa Jepang kalian. Semoga kita bisa bekerja sama dengan baik." Ucap guru itu sambil tersenyum lebar, menunjukkan deretan giginya yang berkilau.

Hening.

Guy jadi salah tingkah sendiri, ia berdehem pelan lalu membuka buku catatan kecilnya.

"Oke, ini adalah kelas sebelas. Ada dua belas murid di sini, jadi…" Omongannya terhenti saat menghitung jumlah murid yang duduk di kursi. Guy mengerutkan alis.

"Kenapa cuma ada sebelas orang? Satu orang lagi kemana?"

Kontan saja para murid menoleh ke kiri-kanan, mencari tahu siapa di antara mereka yang tidak masuk.

"Akimichi Chouji ada?"

Chouji terkejut dan langsung mengacungkan tangannya. "Hadir."

"Akira Naoki." Naoki langsung mengacungkan tangannya juga.

"Tenten, Kei Ishida, Hiroshi Matsuyama, Tayuya, Ai Sato, Inuzuka Kiba, Zaku, Temujin, Zabuza, Haruno Sakura." Guy memanggil satu per satu nama siswa dan semuanya menjawab hadir kecuali satu orang.

"Haruno Sakura?" Guy memanggil lagi.

"Ada yang tahu dimana Haruno Sakura? Kenapa dia tidak masuk?" Tidak ada yang menjawab selama beberapa saat.

"Sensei!" Tayuya bersuara, "Sakura tidak bisa masuk, neneknya sakit."

"Oh, baiklah." Guy mengangguk mengerti. Sementara itu, Tayuya hanya tersenyum saat pandangan penuh arti teman-temannya mengarah padanya. Semua tahu, alasan itu bohong. Teman mereka yang bernama Haruno Sakura sama sekali tidak punya nenek. Kelas itu ternyata kompak.

~:~:~

Rintihan kesakitan meluncur dari bibir indah seorang gadis cantik yang duduk bersandar di depan mobilnya. Tangannya mengusap kakinya yang sedikit memar karena benturan yang cukup keras.

"Sial." Umpatnya entah pada siapa, peluh menetes dari dahinya, turun ke dagunya yang lancip.

Diliriknya lagi mobil mewahnya yang sedikit ringsek di bagian depan. Beberapa saat yang lalu mobil yang dikendarainya tidak sengaja menabrak pohon. Salahnya sendiri, pulang subuh ke rumah setelah clubbing semalaman dalam keadaan mabuk. Pagi ini, ia harus menahan kantuk dan akhirnya mobilnya oleng. Untung saja hanya kakinya yang terjepit.

"Aduh, kenapa aku sial sekali hari ini. Mana tidak ada kendaraan lewat, ponselku rusak, matilah aku di sini." Keluhnya setengah menangis.

Gadis itu menyandarkan tubuhnya di mobil dan menatap langit. Mata aquamarine –nya menatap lurus ke awan-awan yang menggumpal di sana. Ia menghembuskan poninya yang pirang, dalam hati ia berharap 'pangerannya' datang dan menolongnya.

BRUUMM.

Ia tersentak saat suara deruman motor berhenti di samping mobilnya. Jantungnya berdebar kencang saat tahu siapa yang datang padanya.

Pangerannya.

"Kau lagi? Kau tahu aku ada di sini? Bagaimana bisa? Kau‒"

"Naiklah!" Seseorang ber-helm hitam itu berujar rendah. Dengan hati yang berbunga-bunga gadis pirang itu naik ke motor misterius itu. Senyum manis seolah tak bisa lepas dari wajahnya. Motor hitam itupun melaju kencang di jalanan Konoha.

"Hei, sejak kita bertemu, aku tidak tahu namamu. Kau juga tidak tahu namaku." Sang gadis buka suara. Tapi si pengemudi hanya diam.

Gadis itu cemberut, "Namaku Ino. Yamanaka Ino. Aku sekolah di Kirin kelas dua. Namamu siapa?"

Lagi-lagi hanya hening yang membalas pertanyaan Ino. Gadis itu cemberut lagi, selalu seperti ini. Pemuda itu selalu diam setiap ditanya atau diajak ngobrol. Tapi entah kenapa hal itu malah membuat Ino semakin penasaran dengannya.

Seorang pemuda bertubuh yang tidak terlalu besar, tinggi mereka hampir sama, pendiam, misterius, bahkan wajahnya pun sama sekali belum pernah dilihat Ino. Setiap pertemuan mereka, pemuda itu selalu mengendarai motor hitam yang sangat dihapal Ino, memakai helm hitam yang menutupi seluruh kepalanya, dan jaket biru donker tebal.

Sejak lima bulan yang lalu, pemuda misterius itu selalu muncul di hadapan Ino saat gadis itu dalam bahaya atau dalam kesulitan.

Entah Ino yang terlalu ge-er atau apa, tapi pemuda itu seolah tahu di mana pun ia berada. Bahkan Ino rela membahayakan dirinya sendiri hanya untuk membuktikan apa pemuda itu datang lagi atau tidak. Konyol. Memang. Tapi Ino terlanjur tertarik dan terobsesi pada orang itu, dia penasaran.

"Kau selalu diam, kalau ngomong pasti sedikit sekali. Tapi, bagaimana kau bisa tahu aku dimana?" Ino masih berusaha keras mengajak bicara pemuda misterius itu.

Hening.

Gadis itu mendengus.

"Sudah sampai." Hanya itu yang terucap dari pemuda itu. Ino turun dari motornya dan tanpa berkata apa-apa lagi motor itu melaju kencang meninggalkan Ino.

"Hei!" Ino berteriak, tapi percuma saja. Ia hanya bisa melihat dengan kecewa motor hitam itu semakin menjauh dan stiker yang tertempel di belakang motornya.

Stiker lingkaran merah yang di dalamnya hanya tertulis: H.S

Gadis itu mengernyit, baru kali ini dia menyadari stiker itu. Apa artinya? Apakah inisial sebuah nama? Atau tempat? Atau cuma stiker biasa?

~:~:~

Hening.

Keriuhan dan kegaduhan di kantin sekolah langsung hilang begitu melihat ke-23 murid baru masuk ke wilayah itu. Mereka benar-benar terlihat konyol. Saking gugupnya berada di lingkungan baru, mereka harus terlihat seperti segerombolan pengamen yang hendak menjual suara di kantin. Apalagi dengan datang bergerombol seperti itu, benar-benar memalukan.

Dengan segenap keberanian, akhirnya mereka masuk kantin dan segera mencari tempat duduk. Tidak tanggung-tanggung, Tenten, Chouji, Kiba, Tayuya, dan Temujin bahkan memilih tempat duduk yang paling bagus berupa sofa biru empuk. Tapi setelah mereka menempatinya, mereka malah mendapat pelototan dari teman-teman baru mereka.

Tenten menatap Tayuya dan gadis berambut pink tua itu hanya mengangkat bahunya acuh. Baru saja mereka ingin memanggil pelayan yang memang diperkerjakan di kantin sekolah itu, tiba-tiba suasana sangat riuh. Chouji berhenti mengunyah keripiknya begitu melihat segerombolan pemuda berseragam Kirin mendekati meja mereka.

Tayuya terperangah sejenak melihat sekelompok pemuda yang baru datang itu. Tapi dengan cepat ia berdehem menghilangkan salah tingkahnya.

Keenam pemuda itu sungguh rupawan di mata orang-orang kelas bawah seperti mereka. Penampilan yang benar-benar 'kelas atas' dilengkapi dengan wajah-wajah yang tak kalah menariknya.

"Ehm, bisa kalian pindah meja?" Tanya salah seorang pemuda itu. Iris birunya menatap satu per satu 'teman-teman' baru mereka yang masih terdiam.

Tenten tersenyum ramah, "Maaf, tapi kami sudah lebih dulu duduk disini. Di pojok sana masih ada meja kosong."

Nada ramah yang diucapkan Tenten tak lantas membuat mereka menyingkir. Suara riuh semakin keras. Tenten yang bingung langsung melirik Tayuya. Gadis yang dilirik hanya mengangkat bahu.

"Seharusnya kalian sadar siapa yang lebih pantas duduk di meja ini dan meja di pojokan sana."

JLEB

Kalimat yang ringkas dengan nada datar itu serasa menancap di dada mereka. Tentu saja meja yang mereka pilih ini adalah tempat terbagus di antara yang lain. Tanpa banyak bicara, Tenten, Tayuya, Kiba, Chouji, dan Temujin meninggalkan meja itu.

Malu sekali tentunya.

Hari pertama mantan anak-anak Kaito itu tampaknya tidak jauh dari bayangan mereka selama ini. Bayangan akan teman-teman baru yang kaya, arogan, dan merendahkan memang benar-benar ada.

Naruto hanya tersenyum miris mendengar kalimat bernada tajam dari mulut Gaara. Setelah meja tersebut kosong, Naruto, Gaara, Sasuke, Sai, Neji, dan Shikamaru duduk di kursi mereka masing-masing dan bersiap memesan makanan.

Sebenarnya Naruto ingin sekali berkenalan dengan anak-anak Kaito itu, bagaimanapun juga mereka sudah menjadi bagian dari Kirin.

~:~:~

Sabtu pagi di Kirin benar-benar menakjubkan. Siswa-siswi sekolah ini memang punya peraturan sendiri di hari Sabtu. Mereka bebas memakai busana apapun‒kecuali baju renang‒ yang mereka mau. Pastinya pada hari ini akan menjadi semacam kontes bagi mereka untuk menunjukkan 'kelas' mereka dalam balutan busana-busana modern dan fashionable.

Di ruang kelas khusus, seorang gadis tampak tengah melamun di mejanya. Ia sama sekali tidak menghiraukan teman-teman cewek sekelasnya yang sibuk bergosip dan bercanda ria membicarakan tempat-tempat shopping keren.

Mata birunya terpaku lurus, melamun. Pemuda misterius yang akhir-akhir ini selalu muncul setiap kali ia dalam kesulitan telah membuatnya susah tidur. Ia sama sekali tidak menyadari saat di sekitar mejanya ada beberapa orang duduk.

"Kau melamunkan apa, Ino-chan?"

Ino tersentak dan menoleh kesal ke samping kanannya.

"Kau mengagetkanku, Sai!" Jawabnya ketus.

Sai hanya terkekeh pelan. Gadis itu semakin cantik di matanya saat cemberut.

"Kau memikirkan apa?" tanya pemuda itu lembut.

Ino memandang ke luar jendela, ia tersenyum.

"Aku memikirkan pemuda itu. Pemuda misterius yang selalu datang tiba-tiba dan menghilang tiba-tiba juga. Kemarin pagi dia datang padaku lagi." Gadis itu tersenyum lembut mengingat kejadian kemarin.

Senyum lembut Sai mendadak lenyap, ia mendengus pelan dan membuang muka dari Ino. Ia tahu pemuda yang dibicarakan gadis itu. Ino selalu menceritakan tentang pemuda misterius itu padanya. Dan Sai tidak suka itu.

"Tapi kau belum tahu siapa dia, bukan?"

Ino mengalihkan pandangannya ke Sai.

"Belum. Makanya kubilang kalau dia itu sangat misterius."

Ino menatap ke luar jendela lagi. Ia tahu bagaimana perasaan Sai terhadapnya. Ia bukan cewek bodoh. Tapi dia sama sekali tidak bisa mengalihkan pikirannya kepada pemuda lain selain 'dia', si pemuda misterius itu.

.

.

Suara derum mobil-mobil yang baru memasuki gerbang Kirin mengalihkan perhatian murid-murid Kirin yang berada di sekitar itu. Sampai mobil-mobil mewah itu diparkir, perhatian mereka masih belum teralihkan.

Sebenarnya bukan mobil itu yang menjadi perhatian mereka, tapi orang-orang yang berada di dalamnya. Saat pintu mobil terbuka, mereka‒terutama perempuan‒ serentak menahan napas. Tentu saja mereka mengenal siapa saja yang baru keluar dari benda mewah itu.

Sekelompok pemuda populer.

Uchiha, Namikaze, dan Hyuuga.

Ketiga pemuda itu sama sekali tidak menghiraukan tatapan kagum, iri, dan memuja dari teman-teman mereka. Yeah, itu pun kalau mereka menganggap yang lain sebagai teman. Dengan langkah percaya diri mereka berjalan ke dalam sekolah diiringi segenap perhatian yang hanya tertuju pada mereka.

Tentu saja, Sasuke, Naruto, dan Neji adalah segelintir orang yang patut didengki. Mereka punya kekayaan, pengaruh, fisik indah, dan fans‒mungkin juga antifans‒ berjibun. Kau tidak perlu susah-susah menyaksikan red carpet selebritis jika hanya untuk melihat makhluk-makhluk indah. Di Kirin, makhluk-makhluk seperti itu ada.

Sasuke mendecih pelan melihat banyak yang melongokkan kepala untuk melihatnya dan teman-temannya. Sementara Naruto tampak geli melihat reaksi Sasuke. Mereka memasuki ruang kelas dengan terus diiringi tatapan kagum disana-sini. Di dalam kelas sudah ada Shikamaru yang tengah melamun, Sai yang sedang menggambar Shikamaru di buku sketsanya, dan Gaara yang membaca buku.

Ruang kelas yang sebelumnya sepi sekarang semakin ramai. Kelas itu adalah kelas unggulan di antara kelas-kelas yang lain. Unggulan, karena anggota-anggota kelasnya adalah orang-orang terpilih dan berprestasi baik dalam akademis, misalnya Uchiha, Hyuuga, Sabaku, dan Nara, ataupun non-akademis, seperti Sai yang berprestasi dalam seni dan Naruto yang merupakan kapten sepak bola Kirin.

BRAK!

Pintu kelas terbuka sangat keras seakan didobrak. Semua yang ada di ruang kelas terpana melihat orang yang membuka pintu. Seseorang berwajah manis terlihat bingung melihat suasana kelas, mata hijaunya melihat ke setiap sudut kelas dengan bingung, rambut merah muda pendeknya bergoyang lembut.

Semua murid heran melihatnya, siapa dia?

Semua bertanya-tanya, termasuk keenam pemuda yang duduk berdekatan di barisan belakang. Mereka memperhatikan gadis..err atau pemuda yang masih terlihat kebingungan. Dari pakaian yang dikenakan ia terlihat seperti laki-laki. Jeans hitam longgar yang robek di bagian lutut, kaos oblong abu-abu yang ditutupi sweater jeans biru. Rambutnya pun pendek seperti laki-laki.

Tapi yang membuat gender-nya seakan tidak jelas adalah wajahnya yang sangat cantik. Mata hijau cemerlang yang seperti batu zamrud. Bentuk alisnya sempurna, mata besar yang kelopaknya berbulu panjang dan sangat lentik, hidung kecil yang mancung, dagu runcing, dan bibir tipis yang merah semerah buah Cherry.

Mustahil wajah secantik itu dimiliki seorang laki-laki. Ditambah rambutnya yang warnanya tidak lazim, merah muda.

"Maaf, tampan. Kau cari siapa?" tanya seorang siswi berkacamata minus sambil melemparkan senyum termanisnya pada si rambut merah.

Sasuke, Gaara, Neji, dan Naruto mendengus mendengar suara genit cewek itu. Tapi yang ditanya malah mengernyitkan alis heran.

"Tampan? Sejak kapan kau memanggil cewek dengan sebutan tampan?"

"Ohhhhhh…."

Seruan pelan terdengar dari setiap cewek di kelas itu. Ternyata orang itu perempuan. Tentu saja, terlihat dari wajahnya yang cantik.

"Maaf, cantik. Kau cari siapa?" gadis tadi bertanya dengan tidak enak.

"Aku kira ini kelas XI Kaito. Apa kau tahu ruang kelas anak-anak bekas Kaito? Dari tadi aku mencarinya." Si merah muda tersenyum tipis, membuat gadis berkacamata merona. Si merah muda itu benar-benar cantik dan tampan di waktu bersamaan.

"Oh, kelas Kaito ada di lantai satu, di ruang paling ujung sebelah timur."

Si merah muda mengangguk, "Terima kasih."

Si merah muda pun melangkah pergi dari kelas itu. Gadis berkacamata tadi masih menatap punggungnya hingga menghilang di belokan.

Benar-benar gadis cantik yang tampan, tapi…

Si cantik itu anak Kaito.

Tanpa sadar hampir seisi kelas menghela napas kecewa.

"Konyol sekali si Karin itu, sudah kelihatan dia cewek tapi dibilang tampan." Naruto terkekeh geli.

Shikamaru menghela napas bosan,"Dari wajahnya saja sudah ketahuan kalau dia cewek. Mana ada cowok berambut pink seperti itu."

"Hn." Gaara hanya menggumam tidak jelas, tapi kepalanya mengangguk sekali.

"Meskipun gayanya sangat cowok, tapi wajahnya cewek. Dia cantik sekali, matanya jernih, belum ada cewek Kirin yang secantik itu."

Tiba-tiba saja kelima pemuda itu terdiam. Mereka mengernyitkan dahi saat tahu dari mulut siapa kalimat itu terdengar.

Uchiha Sasuke.

Mereka memastikan pendengaran mereka tidak salah. Baru saja seorang Uchiha Sasuke mengatakan "sangat cantik" untuk seorang gadis yang baru saja mereka lihat? Kelima pemuda rupawan itu tertawa keras melihat wajah merah Sasuke yang baru sadar akan ucapannya.

Sepertinya semua tidak akan sama lagi seperti kemarin sejak kedatangan anak-anak Kaito itu.

To Be Continued


Yo yo yo...

Publish fic baru *padahal fic yg lama belum kelar* PLAKKK XD

Tapi gak tau kenapa pengen banget buat publish... gak papalah...

Oke, buat chapter pertama yang kacau balaunya minta ampun, ada yg mau repiu gak ya? heheehehe ^O^