Prolog
Main Cast : |EXO |
Other Cast : SHINee and Donghae
Genre : Fantasy, Friendship
Rate : T
Disclaimer : Semua cast disini bukan milik saya. Saya disini hanya meminjam nama mereka. Fict ini hasil pemikiran saya dan saudara saya.
Summary : Mengabaikan sebuah firasat hingga berujung kekacauan. Tidak ada cara lain kecuali menuntaskan semua ini. Temukanlah teman-teman mu sebelum mereka yang lain menemukannya.
Warning : OOC, Typo(s) bertebaran, penggunaan EYD gak tepat, cerita abal dan pasaran, narasi mendominasi, imajinasi terbatas dan seadanya, membuat anda merasa pusing dan mual.
Don't Bash!
Don't Like Don't Read!
~O.O~
'Ada apa ini?'
Sebuah pertanyaan terlontar dalam hati seorang namja yang tentunya tak bisa ia temukan jawabannya. Bahkan, belum selangkah kakinya menapaki ruangan yang diketahui adalah ruang pribadinya. Raut wajahnya menyiratkan berjuta tanya. Bukankah ia sudah mengunci pintunya sebelum pergi? Jelas sudah ini bukan sesuatu yang baik.
Besar keinginannya untuk mendapat jawaban, segera ia memasuki ruangan itu dan betapa terkejutnya kala mendapati tempat itu seperti baru saja terkena badai yang dahsyat.
Sebuah meja berukuran sedang kini berpindah ke tengah. Buku- buku yang selalu tertata rapi di atasnya kehilangan lembaran elemennya, semua berpindah dan bertebaran memenuhi lantai. Rak-rak kecil yang mengelilingi dinding ruangan itu, tempat ia menaruh seluruh botol berisi cairan aneh koleksinya dan juga buku-buku hampir seluruhnya kosong.
Puluhan botol-botol kecil sudah tergolek di lantai dan memuntahkan berbagai cairan dengan warna beragam. Di beberapa sudut bisa ditemukan serpihan kaca-kaca yang pasti adalah pecahan botol itu.
Bahkan penerang ruangan dan kursi-kursi pun tak lagi bisa dikatakan baik. Mengapa harus berbuat sekacau ini?
Sempat terpikir olehnya bahwa ini hanyalah ulah keisengan seseorang atau mungkin beberapa bocah yang kurang kerjaan. Dalam otaknya, namja itu sudah punya beberapa nama yang dia curigai. Mengingat anak-anak itu tak jarang mengerjainya.
Jangan berpikir bahwa anak-anak itu membencinya justru mereka sangat dekat dengannya. Meraka bilang semua itu mereka lakukan agar dirinya tak terlalu serius bekerja.
Tetapi, namja ini pastilah tahu seberapa jauh bocah-bocah yang usil itu akan bertindak. Mereka tak mungkin berlaku sebrutal ini. Lagipula sudah lama sekali sejak terakhir mereka mengerjainya.
Segera ia tepis pemikiran itu dari otaknya.
'Apa yang sebenarnya dia cari disini?'
Cukup lama namja itu mencoba memahami apa yang terjadi hingga alarm tanda bahaya seolah memukul kepalanya untuk segera tersadar dari lamunannya. Segera ia ambil langkah seribu dengan masih menggenggam erat sebuah kotak panjang berwarna keemasan berhias beberapa lambang asing, menuju sebuah lemari di sisi kanan ruangan yang dulu berjejer rapi puluhan buku tebal yang sedikit berdebu.
Didorongnya salah satu sisi lemari itu, memberinya sedikit celah untuk melewatkan dirinya. Ternyata ada sebuah lorong kecil dibalik lemari berputar itu yang menghubungkan ke ruangan lain.
Gelap….
Tak ada satu pun sumber penerangan di lorong kecil ini. Namja itu pun sepertinya tak butuh mencari letak saklar untuk menerangi langkahnya. Seolah kakinya mempunyai mata yang mampu menembus kegelapan dan menuntunnya menuju tempat tujuannya.
Pikirannya terfokus pada apa yang ia takutkan setelah menyadari bahwa di tempat itu tersimpan sebuah benda yang sangat berbahaya jika berada di tangan yang salah.
Langkahnya semakin melambat saat mendapati sebuah pintu yang sedikit terbuka , memberi celah yang menampakkan sebuah ruangan yang didominasi kegelapan dan itu membuat kekhawatirannya semakin kuat mengetuk keyakinannya. Hanya seberkas bias cahaya yang melingkupi ruangan itu. Jantungnya berdetak 2 kali lebih cepat. Kakinya melemas seraya berat untuk kembali melangkah.
Genggamannya semakin mengerat pada kotak yang setia berada di tangan kirinya. Mencoba menyalurkan kegelisahan dan kekhawatiran yang mendera batinnya.
"Jangan bilang…..Kalau….."
Perlahan dia mendekati pintu itu. Tangan kanannya bergerak membuka pegangan pintu itu dengan kepala yang tertunduk. Dia tidak ingin mendapati kemungkinan buruk yang ditakutkannya akan menjadi kenyataan. Atau mungkin sedang menguatkan diri untuk menerima kenyataan terpahit saat memasuki ruangan itu.
Tepat ditengah ruangan terdapat meja kecil setinggi 150 cm. Di atasnya bertahta sebuah kotak berwarna hitam. Hanya kotak itulah satu-satunya penghuni ruangan ini.
Segera ia raih kotak itu untuk mengecek isinya. Bagaimana terkejutnya namja itu. Jika bisa, ia ingin saat ini juga membunuh dirinya sendiri saat mendapati bahwa kotak itu…
…Kosong
Kotak itu tak lagi berharga tanpa sesuatu yang biasa terbaring manis di dalamnya.
"Ternyata semua itu benar" ucapnya sembari memejamkan mata. Terdengar bunyi debuman kecil ketika ia menjatuhkan kotak hitam itu.
Namja itu masih bertahan pada posisinya. Tangannya terkepal erat di sisi tubuhnya. Terdengar helaan nafas keras. Mungkin sedang menyesali segala kecerobohannya yang tidak tanggap dan peka membaca segala pertanda dan peringatan itu. Mengulur waktu seakan semua hal itu tak akan terjadi dalam waktu dekat.
Selalu meyakinkan dirinya bahwa keputusannya benar karena selama ini ia tak pernah salah dalam segala hal. Ya, namja itu selalu memberikan yang terbaik selama ini. Tak heran jika di usianya yang masih terbilang muda ini dia sudah mendapat tempat kepercayaan meskipun dia masih jauh di bawah sang ayah.
Tak ada sedikit pun pertanda aneh yang ia tangkap baru-baru ini hingga dia mengira semua akan berjalan seperti apa yang ia pikirkan. Sampai akhirnya dia dipermainkan oleh waktu, membuatnya lengah dan terhisap dalam ketenangan yang coba ia bangun dengan kepercayaannya sendiri.
Kali ini dia salah besar. Keyakinannya tak berpihak padanya. Benda itu tak lagi ada padanya. Jangan mengira bahwa ia akan berharap semoga saat ini benda itu berada di tangan yang benar. Tidak! Tidak untuk kedua kalinya membangun keyakinan yang semu. Beraktifitas seperti biasa dan menganggap hal ini angin lalu semata.
Ingin rasanya saat ini juga ia mengeluarkan pedang yang menjadi kebanggaannya dan menghunuskan ke jantungnya. Atau meminum racun untuk mengakhiri hidupnya. Dengan begitu rasa sesalnya akan terkubur dan lenyap bersama kepergiannya. Mengingat kesalahannya ini sangatlah fatal dan melibatkan keselamatan banyak orang.
Tidak!
Sungguh, itu adalah hal paling bodoh yang terpikirkan. Setelah diberi amanat lalu kau mengacaukan segalanya dan mengambil langkah untuk mengakhiri hidup kemudian membebankan semua kekacauan yang akan terjadi pada orang lain yang bahkan orang itu tak tahu harus memulai dari mana untuk menyelesaikannya. Hei! Hanya seorang pengecut yang benar-benar melakukan hal itu.
Semua ini salahnya. Well, mungkin tak sepenuhnya dia bersalah karena bisa saja takdir mengambil sebagian peran disini.
Sekarang bukan waktunya untuk meratap dan menyesali yang telah terjadi. Berharap sebuah keajaiban layaknya dongeng dan tiba-tiba benda yang hilang itu berada di bawah bantalnya karena dia lupa menaruhnya kembali.
Mencari pemecahan dan merundingkan dengan yang lain adalah hal yang harus segera ia lakukan. Setidaknya itulah yang sedang dipikirkan namja itu.
Dia bertekad untuk mengakhiri semua ini. Berpikir bahwa sudah cukup lama ia terdiam tanpa melakukan sesuatu, segera ia melangkahkan kaki jenjangnya keluar ruangan itu. Dengan terus membawa kotak berwarna keemasan tanpa berniat melepaskan dari tangannya walau sejenak.
Kotak?
Mungkinkah itu hal berharga lain yang diamanatkan padanya? Seperti halnya benda yang telah hilang dari penjagaannya. Sebuah benda yang tersimpan dalam sebuah kotak hitam tadi. Oke, bukan saatnya untuk memikirkan hal itu.
Namja itu berlari secepat yang ia bisa. Dia harus segera memberitahuan kabar buruk ini pada para petinggi yang berpengaruh di tempat ini. Dengan begitu mereka bisa merundingkan hal terbaik yang harus dilakukan.
Derap langkahnya menimbulkan suara yang cukup keras di sepanjang lorong. Membuat beberapa pasang mata memperhatikannya dengan pandangan yang penuh tanya. Mereka tahu bahkan cukup hafal dengan kebiasaan sang namja, tak sekalipun dia berlari seperti ini. Seolah dia tak punya banyak waktu lagi.
Tak sedikit yang bertanya padanya saat berlari di sepanjang lorong. Seperti 'Kenapa kau berlari-lari?' atau 'Ada masalah apa?'. Namun, tak satu pun pertanyaan itu yang ia jawab. Dia berpikir tak ada waktu untuk itu. Berharap mereka mengerti dengan keadaannya saat ini.
Namja itu merasa semakin frustasi karena dirasa lorong ini terasa lebih panjang dari biasanya. Seakan waktu benar-benar mempermainkannya dan menguji dirinya. Wajah bahkan seluruh tubuhnya sudah bermandi peluh. Nafasnya sudah tersengal. Kakinya sedikit pegal karena terus berlari entah sejauh mana.
Di tengah pertarungannya menyusuri lorong, dengan masih tak mengurangi ritme berlarinya. Dia mendengar suara seseorang memanggil namanya berkali-kali. Ketika ia berbelok pun orang itu masih memanggil namanya. Suara itu yang dia kenali sebagai suara namja, tanpa menoleh pun dia sudah tahu siapa yang tadi memanggil namanya.
Dia hanya berharap bahwa namja yang memanggilnya tadi bersabar. Tentu saja ia juga akan memberitahukan hal ini padanya setelah menemui para petinggi.
Tempat yang menjadi tujuannya semakit dekat. Meski letaknya masih cukup jauh, dia dapat melihat sebuah bangunan dengan ukuran yang paling besar di antara bangunan lain yang ada di tempat ini. Dengan dua pintu besar berwarna keemasan dan persegi enam yang terdapat pada kedua pintu serta ukiran indah yang menjadi bingkainya.
Sedikit memaksakan diri untuk terus berlari. Tinggal beberapa langkah lagi dia sampai. Dengan sisa tenaganya dia menambah kecepatan berlarinya.
Pijakan terakhir dan segera dia dorong kedua pintu itu sehingga menimbulkan suara gebrakan yang keras. Bukan waktunya untuk mempermasalahkan tata karma membuka pintu dengan baik dan benar pada situasi genting seperti ini.
Suara gebrakan yang cukup keras membuat para penghuni tempat itu terlonjak dari duduknya. Benar adanya, tak satu pun dari mereka yang hendak melancarkan kata-kata ceramah pada sang pelaku keributan setelah tahu siapa yang datang.
Jika ditelisik satu persatu, justru mereka sedang berdo'a agar namja yang baru saja memasuki ruangan ini tak membawa kabar buruk. Mereka terus berharap bahwa namja itu hanya gelisah dan panik karena kehilangan beberapa ramuan miliknya karena dicuri oleh anak-anak mereka yang sering menjahilinya.
Namun, mereka tak cukup bodoh untuk membaca raut wajah dan gelagatnya.
Namja itu jatuh karena lelah dengan kedua lutut menahan beban tubuhnya. Mengatur nafasnya yang tersengal dan menghirup oksigen sebanyak mungkin. Tak ada satu pun yang melontarkan pertanyaan padanya. Sekedar untuk mencari tahu mengapa dia berlari seperti itu.
Namja itu pun menelusuri setiap sosok yang ada di ruangan berukuran besar ini. Memastikan semuanya ada disini jadi ia tak perlu repot mengulang kabar ini berkali-kali.
'Semua sudah disini' batinnya dalam hati.
Terlihat dua orang namja yang berusia masih sangat belia memasuki ruangan itu.
"Ada ap-…..?" belum sempat namja paruh baya yang sedang berdiri di depan kursi kebesarannya itu selesai dengan pertanyaannya. Namja yang memasuki ruangan tadi lebih dahulu memotongnya.
"Planet ini…" masih dengan nafasnya yang memburu kemudian berdiri dari posisinya.
.
.
.
.
.
"…Akan segera hancur"
*O.O*
Hello...seorang reader biasa yang dgn sok nya belaga nulis ff nan ababil ya itulah saya.
I.F sama LT disini...pggil apa aja bleh asal jgn 'Thor' kyk ga akrab gtu... ^_^
ide bkin ff ini mncul krena iseng dan abis nnton film yg ada unsur telekinetis,light sma teleportasi nyh..tpi ya isinya beda dong...bikin sendiri sekarep penulis nyh. :D
maaf ats kekurangan disana sini...
terima kasih banyak kalo mau "baca dan ninggalin tipak jempol" nya disni...kalo ga ada yg bca ya itung2 ngotorin akun aja ..
