Disclaimer: Bleach ©Tite kubo

(Saya hanya pinjam karakter-karakter yang ada di dalamnya sebagai karakter dalam fanfik saya, tanpa berniat mengambil keuntungan apa pun selain kesenangan semata)

.*.

Not a Bad Thing

By

Ann

Terinspirasi dari lagu Not a Bad Thing yang dipopulerkan Justin Timberlake.

.*.

Warning: AU, OOC, typos.

Jika tidak suka, silakan arahkan kursor ke sudut kiri atas, atau tekan tombol kembali pada ponsel Anda,

dan

selamat membaca!

.*.

Bukanlah sesuatu yang buruk jika kau jatuh cinta padaku.

.*.

"Sampai jumpa besok."

Ichigo menutup ucapannya dengan senyum. Walau yang didapatnya dari si gadis hanya dengusan sambil lalu, ia tetap tak jera menyampaikan salam perpisahan yang manis. Ia percaya, jika tidak hari ini mungkin besok si gadis beriris violet akan membiarkannya masuk ke dalam hati yang masih tertutup rapat itu. Jika tidak besok, mungkin hari berikutnya, atau hari berikutnya lagi. Sebanyak apa pun hari yang harus ia lalui, sepanjang apa pun, Ichigo tak akan menyerah.

Janji adalah sesuatu yang mudah diucapkan. Orang bisa mengucapkannya dengan mudah setiap waktu, lalu mengingkari dengan sama mudahnya. Tapi Ichigo bukan tipe orang yang seperti itu. Ia akan berusaha menepati setiap janji yang dibuat. Ketika ia berjanji untuk menjaga cinta, Ichigo akan melakukannya. Ia akan menjaga cintanya tetap utuh, bahkan ketika gadis yang dicintai tak kunjung memberinya kesempatan untuk mencinta.

Ia tahu alasan si gadis begitu menutup diri. Seseorang di masa lalu pernah menyobek hatinya, menyebabkan luka yang begitu dalam. Tapi Ichigo yakin dirinya bisa menjadi pengobat luka itu. Membalutnya dengan sempurna sehingga bekasnya tak akan lagi bisa terlihat. Dan ia tak akan berhenti meyakinkan gadis itu bahwa ucapannya dapat dipertangungjawabkan. Karena sang gadis bersurai hitam, pantas mendapatkannya.

"Kenapa wajahmu begitu masam?" tanya Ichigo sembari menjajari langkah sang gadis pujaan di koridor menuju lift yang akan membawa mereka ke lantai 4, di mana kantor Konsultan Keuangan tempat kerja mereka berada.

"Apa kau belum sarapan?" Ichigo menambahi lagi pertanyaannya.

Si gadis hanya meliriknya sekilas, lalu membuang muka, seolah bertemu Ichigo adalah sesuatu yang buruk. Ichigo berusaha menahan diri, bersabar dengan ketidakacuhan itu. Karena ia yakin pada akhirnya gadis itu akan menyadari bahwa dirinyalah yang akan melengkapi bagian kosong dalam hati gadis itu. Ia akan menjadi orang yang mewujudkan mimpi-mimpi si gadis menjadi nyata.

"Apa susahnya jatuh cinta padaku?" Suatu waktu Ichigo pernah bertanya. Ketika itu mereka terpaksa bertahan di kantor karena badai salju begitu membahayakan di luar sana. Sementara teman-teman sekator mengisi waktu dengan minum di kafe lantai dasar gedung. Ichigo memilih bertahan di kantor yang sepi, karena gadisnya pun melakukan hal yang sama. Gadis itu berdiri di dekat dinding kaca, memnadangi salju yang mengamuk di luar sana.

"Apa susahnya berhenti mengejarku?" Si gadis balik bertanya. Mata beriris violet itu menantangnya. "Apa untungnya bagimu mengejar gadis yang jelas-jelas tidak menginginkanmu, padahal banyak gadis lain yang begitu ingin menjadi kekasihmu?"

"Sangat sulit untuk berhenti mengejarmu, karena aku yakin kau diciptakan untukku." Si gadis memutar mata mendengarnya. Gadis itu pasti berpikir ia mencoba merayu dengan bermulut manis. Tapi nyatanya tidak seperti itu. Ichigo tak memiliki kemampuan bermulut manis, bahkan omongannya cenderung kasar. Semua orang di kantor mengetahuinya. Seharusnya, gadis itu pun tahu, sebab sudah lebih dari tiga tahun mereka bekerja di tempat yang sama.

"Bisa dibilang, belum ada keuntungan yang kudapat dari pengejaran ini. Bahkan aku lebih sering terluka karena diabaikan olehmu." Ichigo menjawab pertanyaan kedua.

Ekspresi gadis itu berubah, terlihat gurat rasa bersalah di matanya. Namun hanya sesaat, setelahnya si gadis kembali memasang topeng dingin dan angkuhnya. "Apa kau tidak pernah berpikir bahwa aku mungkin saja merasa terganggu dengan pengejaranmu ini? Bahwa aku tidak suka dengan semua yang kaulakukan?"

Ichigo terdiam.

"Kau sudah menyatakan dengan jelas cintamu, dan aku sudah menyatakan dengan sama jelasnya, jika aku tak bisa membalas cinta itu. Seharusnya, kau berhenti setelah mendengar jawabanku."

Ichigo menghela napas. "Tapi aku tak bisa berhenti."

"Itulah masalahmu, Kurosaki. Kau melakukan sesuatu yang percuma."

"Tak ada yang percuma dalam cinta." Ichigo berkeras.

Kali ini si gadis yang menghela napas dalam. "Menurutmu seperti itu. Tapi bagiku, kau hanyalah pengganggu."

Kata-kata itu begitu menohok, bahkan lebih menyakitkan daripada saat pernyataan cinta Ichigo ditolak. Ia tak pernah ingin menjadi pengganggu, sebaliknya ia ingin menjadi seorang pendamping yang bisa melengkapi hidup gadisnya.

"Jadi, itu sebabnya kau ikut blind date. Karena merasa terganggu olehku."

"Dari mana kautahu?!" Mata violet gadis itu membelalak ngeri. Segera diambilnya jarak dari Ichigo. "Kau benar-benar seorang stalker, Kurosaki."

Ichigo membiarkan dirinya mendapat label stalker dari sang gadis, tak memeduli hal itu. "Kenapa kau membuang-buang uang demi mendapatkan cinta, padahal tepat di depanmu ada seseorang yang bisa memberikannya secara gratis?"

"Mungkin karena aku tak menginginkan sesuatu yang diberikan secara cuma-cuma." Setelah mengatakan itu gadis bermata violet menjauh, meninggalkan Ichigo sendirian memandang badai salju dari balik dinding kaca.

Hari-hari berikutnya, Ichigo hanya bisa memandangi gadisnya dari kejauhan. Si gadis membuat jarak dengannya. Mulai dari kubikel yang dipindahkan ke sudut terjauh dari Ichigo hingga pekerjaan yang dipindahtangankan agar mereka tak lagi harus menangani klien yang sama. Gadis itu benar-benar berniat menjauhinya. Tapi hal itu sama sekali tak menyurutkan semangat Ichigo. Jika pendekatan satu tak berhasil, ia akan mencoba cara dua, tiga, bahkan seratus untuk mendekati gadisnya.

Seratus, salah! Seribu cara sudah Ichigo lakukan untuk menaklukan gadis pujaan. Namun, sampai sekarang gadis itu tak bergeming. Jangankan cinta, bahkan sedikit senyum tak diberikan gadis bersurai hitam itu untuknya. Hati gadis itu membeku, enggan terbuka untuknya.

"Apa susahnya jatuh cinta padaku?" Lagi. Ichigo mengajukan pertanyaan yang sama berbulan-bulan kemudian.

"Apa susahnya berhenti mengejarku?" Si gadis pun kembali balas bertanya.

"Sangat sulit untuk berhenti mengejarmu, karena aku yakin kau diciptakan untukku."

Seperti deja vu mereka mengulang percakapan di hari bersalju itu, tanpa memedulikan matahari musim panas yang bersinar terik yang terlihat dari balik dinding kaca. Namun, kali ini tampaknya perbincangan mereka akan menghasilkan sesuatu yang berbeda dari sebelumnya. Sebab kali ini si gadis tak memutar mata, atau tampak kesal karena ucapan Ichigo. Gadis itu malah mengulum senyum ketika bertanya. "Kalau begitu, aku ingin mendengar apa yang bisa kautawarkan untukku. Aku tak ingin kau memenuhi pikiranku dengan janji-janji manis yang hanya akan membuang waktuku."

"Aku tak pandai membuat janji manis," ujar Ichigo.

"O ya. Lalu apa yang kaupunya?" tantang sang gadis.

Ichigo menelengkan kepala. Mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke lantai ubin.

"Aku menunggu, Ichigo."

Senyum Ichigo mengembang saat mendengar gadis itu memanggil namanya. "Bagaimana kalau aku hanya bisa memberikan hal-hal remeh untukmu?" tanyanya.

"Aku mendengarkan," ujar gadisnya.

Ichigo berdeham sebelum memulai. "Aku hanya bisa menawarkan diri menjadi suara terakhir yang kaudengar malam ini, dan malam-malam berikutnya di sisa malam yang kita miliki." Ia memutus jarak dengan mengambil satu langkah lebar, sehingga kini ia dan gadisnya hanya terpisah sehasta. "Setiap pagi, aku hanya ingin melihatmu balas menatapku, karena itu adalah cara terbaik untuk memulai hari. Aku tidak akan menawarkan janji-janji kosong padamu. Satu hal yang bisa kukatakan, di saat kau jatuh, kau akan selalu punya tempat untuk mendarat. Di sini ... di dalam pelukanku." Dengan satu rengkuhan, Ichigo membawa gadisnya ke dalam pelukan, mendekap gadis itu dengan erat sembari berbisik, "Maukah kau menikah denganku, Rukia?"

Hanya satu kata yang ingin Ichigo dengar, dan kata itu jualah yang lirih terucap dari bibir gadisnya.

"Ya."

.*.

fin

.*.

Hola, saya kembali dengan kumpulan drabble. Saya tidak tahu fanfik kumpulan kisah pendek yang terisnpirasi dari lagu ini akan berakhir dalam berapa chapter, karena berapa jumlah chapternya tergantung dengan jumlah review yang masuk di chapter pertama (sebelum chapter kedua dipublish). Bingung kenapa saya bilang begitu. Biar saya jelaskan.

Jadi, untuk chapter selanjutkan akan saya buat sesuai lagu yang diminta pembaca di kotak review. Setiap orang boleh memberi satu lagu untuk saya jadikan ide cerita. Lagunya boleh dari bahasa apa saja, dari genre apa pun, asal bisa didownload secara free. Tapi tidak boleh berupa instrumental, dan pastikan lagu yang dipilih (jika dalam bahasa asing selain Inggris) ada terjemahannya di Mbah Google, supaya saya enak mendalami liriknya. O ya, satu hal yang penting pairing untuk fanfik ini adalah IchiRuki. Pembaca hanya memberi lagunya, tidak boleh meminta pairnya diganti atau memberi plot cerita. Tapi tetap ada kemungkinan jika nantinya berakhir no pair, tergantung lagu yang dipilih. Tambahan lagi, supaya nggak salah paham. Kumpulan drabble ini bukan cerita bersambung, setiap chapter adalah kisah yang berbeda, nggak seperti kumpulan drabble yang pernah saya buat sebelumnya.

Akhir kata, terima kasih sudah membaca fanfik ini sampai selesai. Maaf jika ada kekurangan.

See ya,

Ann *-*