Summary:Alfred dan yang lain mendapatkan misi untuk menyamar sebagai siwa untuk memecahkah sebuah kasus pembunuhan di Allied academy. bisakah mereka menyelesaikannya dan menangkap pelakunya?
Warning: :Fanfic ini mengandung YAOI atau boyxboy love, jika tidak suka harap klik tombol back tapi jika OK tolong baca dan review ya...dan juga ada beberapa kesalahan dalam tata bahasa. Dan juga Fic ini agak gaje, jadi kalau ada yang aneh, harap dimaklumi. Dan oh ya, mungkin oh bukan, tapi pasti para karakternya agak atau sangat OOC. Dan cerita ini sama sekali nggak ada hubungannya dengan cerita hetalia, saya hanya meminjam karakternya saja.
Disclaimer :Hetalia bukan punya saya, tapi milik om Hidekaz Himaruya. Jadi kalau saya bilang punya saya, jangan dipercaya ya~ itu bohong~ XD.
Di markas NYPD (New York Police Department) di New York…
Sekilas gedung itu tidak terlihat berbeda dengan gedung kebanyakan, selain para polisi dari berbagai pangkat dan macam keluar masuk gedung itu. Bagi orang biasa atau bagi para penghuni gedung itu, gedung itu hanyalah sebuah gedung tempat para polisi bekerja.
Tapi, di dalam gedung ini terdapat lantai khusus yang tidak bisa dimasuki oleh sembarang orang.
Di lantai kesepuluh, terdapat ruangan yang hanya bisa dimasuki oleh orang-orang dari jajaran khusus. Lantai ini dikhususkan untuk orang-orang yang termasuk dalam divisi khusus, sebutan Interpol untuk divisi yang mengurusi berbagai kasus yang tidak diinginkan oleh kepolisian di semua negara. Karena itu sekitar 95% kasus yang mereka selidiki adalah kasus-kasus internasional dari berbagai dunia. Karena itu juga Interpol memberikan penghargaan tinggi dan keistimewaan pada para anggota tim khusus ini. Persyaratan memasuki divisi ini tidak main-main beratnya. Hanya orang-orang terpilih yang bisa memasuki divisi khusus ini.
Dan tim ini semakin istimewa karena sebagian besar anggotanya masih bisa dibilang muda. Dikarenakan tim khusus ini bukanlah tim resmi kepolisian, itu berarti anggota tim khusus ini bisa berasal dari mana saja, dengan status apa saja, dan umur berapa saja. Asalkan mereka memiliki kualifikasi yang pantas, mereka bisa menjadi anggota tim khusus ini. Status sebagian besar anggota tim khusus itu sebagai pelajar SMU dan mahasiswa membuat mereka bisa menyembunyikan diri dengan baik. Tidak ada yang bisa menyangka kalau pelajar-pelajar SMU dan mahasiswa ternyata adalah polisi khusus yang menyelidiki kasus di seluruh dunia, kan?
Tim khusus ini bernama tim Hetalia.
Dan ini adalah cerita mereka…
Chapter 1: A high school tragedy
Hari ini adalah hari yang cerah di markas NYPD di New York. Bangunan megah itu terlihat damai, tidak ada yang berbeda dari hari-hari biasa.
"LEPASIN HAMBURGER-SHIT SIALAN!"
Atau mungkin tidak.
Jangan biarkan penampilan yang megah bangunan itu menipumu. Dalam bangunan megah itu, ada aktivitas-aktivitas yang terjadi, terutama di lantai sepuluh.
Tentu saja dengan para anggota tim khusus Hetalia yang bekerja di sana, apa yang mau kau harapkan? Sesuatu yang berhubungan dengan tim 'khusus' ini selalu saja menarik.
Hari ini bukan pengecualian.
"Kurang ajar! Berani benar kau memelukku di tengah umum seperti ini"
"Tapi Iggy, mereka juga sudah tahu soal kita. Apa ada yang peduli soal aku memelukmu seperti itu?"
BUK! PLAK!
"Katakan sekali lagi, tinju ini akan kembali bersarang di wajahmu!"
Di sebuah sudut, ada seorang pemuda Inggris bernama Arthur Kirkland dan pemuda Amerika bernama Alfred F. Jones yang sedang bertengkar seperti biasa. Tidak ada yang mengerti kenapa mereka berpacaran kalau mereka selalu bertengkar setiap hari begini.
Ludwig Beilschmidt, seorang pemuda German berambut pirang yang sedang duduk di sofa panjang di tengah ruangan bersama seorang pemuda Italia berambut cokelat bernama Feliciano Vargaz yang merupakan pacar Ludwig selama tiga tahun terakhir yang sedang berbaring di pangkuannya sambil menonton pertengkaran dua kekasih di depan mereka, merasa kalau pertengkaran itu terasa begitu konyol.
"Apa mereka pernah berhenti bertengkar walaupun hanya untuk sesaat saja?" gumam pemuda German itu sambil mengetuk-ngetukkan jarinya di laptop yang diletakkannya di dada Feliciano.
"Ah, bukannya memang dua orang itu sudah ditakdirkan untuk bersama?" tanya seorang pemuda German albino berambut putih bernama Gilbert Beilschmidt yang merupakan kakak Ludwig.
Beruntung bagi Gilbert, Alfred dan Arthur terlalu sibuk bertengkar untuk memasalahkan komentar Gilbert itu. Karena jika mereka mendengarnya, dan walaupun Gilbert bisa saja menghindar dari hajaran pemuda Amerika dan Inggris itu, ada satu hal yang bisa mereka gunakan untuk membuatnya menyerah kalau dan bersujud minta maaf pada keduanya.
Alasan itu, duduk di pangkuan Gilbert dengan lengan Gilbert terkalung erat di pinggangnya. Di pangkuan Gilbert, ada seorang pemuda Canada berambut pirang yang sedang membaca sebuah buku, tidak peduli sama sekali dengan pertengkaran di hadapannya, mungkin karena dia sudah terbiasa melihat pertengkaran keduanya. Pemuda itu adalah Matthew Williams, adik Alfred, sepupu kesayangan Arthur, dan pacar Gilbert.
Tiba-tiba seorang pemuda Spanyol berambut cokelat bernama Antonio Fernandez Carriedo melongokkan kepalanya ke dalam ruangan tempat enam makhluk itu bersemayam. "Hey, Roderich ingin bertemu dengan kalian" katanya sebelum kembali berjalan ke ruangan lain karena meski anak ini juga bagian dari tim Hetalia, divisi pekerjaannya berbeda dengan keenam pemuda di ruangan itu.
"Pasti ingin memberikan misi yang gak awesome" gumam Gilbert.
Mereka semua terdiam saat seorang pemuda Austria berambut hitam berkacamata yang terlihat sangat tegas berjalan masuk. Meski umur pemuda itu hampir sama dengan mereka semua, posisi pemuda Austria itu adalah atasan mereka, karena dialah yang mengurus semua kasus yang masuk dari seluruh dunia dan menyerahkannya pada semua anggota tim Hetalia untuk dipecahkan.
Roderich menghadap keempat pemuda itu. "Selamat pagi, kalian semua" katanya sambil membetulkan letak kacamata yang dipakainya. "Aku menerima sebuah pesan dari sebuah sekolah di London, Inggris. Terjadi pembunuhan di sekolah itu baru-baru ini"
Semua anggota di sana langsung bertukar pandang. "Pembunuhan?" gumam Alfred.
"Ya. Aku ingin kalian semua datang ke kantorku untuk informasi yang lebih detail" kata Roderich.
Semua anggota tim Hetalia di ruangan itu langsung berdiri. "Ya" kata mereka semuanya.
Di kantor Roderich, dia mulai menunjukkan gambar-gambar di layar lebar di kantornya.
Sebuah gambar seorang gadis manis hitam berambut hitam dengan rambut terikat dua dengan pita merah muncul di layar.
"Ini Seychelles, seorang pelajar SMU di SMU Allied academy"
Layar itu menjadi gelap untuk sesaat saat slide itu memproses gambar selanjutnya.
"Dua hari lalu, dia ditemukan tewas di kamarnya di asrama siswi".
Screen itu menyala lagi, kali ini menunjukkan pemandangan yang sangat mengerikan. Sebuah gambar seorang gadis yang sama, dengan luka sayatan sanjata tajam di sepanjang tangan dan dadanya. Lengannya tersayat dalam, dan darah menggenang membentuk kolam kecil dari luka yang terbuka itu.
Alfred berjengit sementara Feliciano dan Matthew langsung memejamkan mata begitu melihat pemandangan mengerikan itu. Ingatan fotografis yang mereka miliki akan membuat mereka mengingat pemandangan mengerikan itu seumur hidup mereka.
Gilbert menunjukkan wajah antara merasa jijik atau shock, Ludwig juga sedikit berjengit melihat mayat itu. Sementara Arthur tetap memandangi layar itu dengan pandangan datar dan tenang.
Sebuah gambar lain menggantikan pemandangan menyeramkan itu, kali ini gambar sebuah layar komputer.
"Sang pembunuh meninggalkan sebuah pesan di komputer di kamarnya" kata Roderich. "Dan ini, secara khusus, membuat para petugas NYPD agak tertarik.
"Ini hanya sebuah permulaan. Ini saatnya orang-orang seperti dia mendapatkan apa yang pantas mereka dapatkan. Dia bertingkah di sekolah ini seperti dia memiliki sekolah ini, memiliki kekuatan untuk merendahkan orang-orang seperti kami. Aku sudah muak. Sekarang, siapa korban selanjutnya?" kata Arthur membaca pesan itu.
"Seseorang dengan dendam yang mendalam mungkin?" tanya Ludwig.
"Yah, jelas kalau si pelaku tidak akan berhenti, dan ada orang-orang yang masih dia incar. Polisi tidak bisa menemukan petunjuk apa pun soal identitas si pembunuh. Tidak ada satu pun. Pembunuh ini sungguh terencana dan berpikir ke depan. Dia mempersiapkan semuanya dengan matang" kata Roderich sambil berbalik ke arah keenam remaja itu.
"Aku ingin kalian pergi dengan menyamar sebagai siswa di SMU itu. Menemukan siapa yang merencanakan pembunuhan-pembunuhan ini. Dia harus dihentikan…tapi…" Roderich langsung memandang Feliciano. "Kalau tidak salah lusa kau ada pameran lukisan di SMU mu kan?" tanya Roderich yang hanya dijawab anggukan Feliciano.
"Ah, jadi seniman jenius kita punya lukisan baru untuk dilihat?" tanya Alfred antusias sambil menggenggam tangan Feliciano. "Aku juga mau lihat~" rengeknya.
"Lukisan para siswa akan dinilai oleh para kritikus seni" kata Feliciano. "Kalau beruntung, lukisan itu akan dibeli. Kalau tidak…akan dikembalikan pada para siswa…jadi, kalau ada kemungkinan lukisanku ditolak…"
"Apa ada kemungkinan begitu?" tanya Arthur. "Sejak kau memasuki SMU Hetalia academy, kau dikatakan sebagai paint prodigy yang hanya muncul sekali dalam seabad. Lukisanmu selalu ditunggu para kritikus seni, aku ragu ada lukisanmu yang tersisa"
Feliciano cuma bisa nyengir kuda. "Kak Arthur paham sekali ya…" katanya.
"Sudahlah, jadi kau tidak mungkin pergi ke SMU ini. Ludwig juga tidak mungkin, karena kalau tidak ada Feliciano kau pasti cuek bebek…" gumam Roderich, jadi… "Arthur, Alfred, Gilbert dan…Matthew aku minta kalian mengerjakan kasus ini"
"Kenapa Mattie juga harus ikut?" kata Alfred.
"Karena yang bisa membuat kalian jinak cuma Matthew. Kalau dibiarkan, kerjaan kalian bertiga cuma berantem saja" kata Roderich datar. "Sudahlah, sana siap-siap"
"Iyaaa…." Gumam mereka sambil berjalan keluar dari kantor Roderich dan bersiap-siap melakukan misi ini.
Keesokan harinya...
"Bisa gak sih kau jangan melonjak-lonjak kayak orang gila begitu!" seru Arthur pada Alfred yang berjalan melompat-lompat seperti kelinci di depannya.
"Tapi aku senang, seragamnya keren banget" kata Alfred.
Sementara itu di belakang, Matthew sibuk membenarkan dasi yang dipakai Gilbert.
"Aku tahu kau benci pakai dasi, Gil" kata Matthew sambil mengikat dasi hitam di dada Gilbert itu. "Tapi ini sekolah elit, kau harus berpakaian pantas"
"Hetalia academy juga sekolah elit, dan aku tak pernah pakai dasi gak awesome di sekolah itu" kata Gilbert.
"Kau kan murid sekolah jurusan olahraga. Tentu saja gak perlu pakai seragam. Murid jurusan olahraga tak pernah mempedulikan penampilan" kata Matthew sambil melepaskan tangannya. "Sudah, ayo". Dia pun berjalan mengikuti Arthur dan Alfred dengan tenang diikuti oleh Gilbert.
Roderich sudah memberikan seragam Allied academy yang berupa sebuah kemeja putih dengan kerah hitam, celana hitam, dan dasi hitam.
Tidak lama kemudian, mereka tiba di ruang kepala sekolah.
"Jadi kalian adalah para murid pindahan?" tanya kepala sekolah Allied academy.
"Iya" kata Arthur.
"Baiklah, kalian berdua—" dia menunjuk Matthew dan Arthur. "—masuk kelas musik, sementara kalian berdua—" dia menunjuk Alfred dan Gilbert. "—masuk kelas olahraga. Ini jadwal kalian, ada jadwal pelajaran, kelas, dan guru-guru kalian. Sekretarisku bisa mengantar kalian ke kelas pertama kalian dan memperkenalkan kalian, tapi setelah itu, kalian harus berusaha sendiri"
"Apa semuanya jelas? Bagus"
"Semuanya, hari ini ada dua murid baru yang akan bergabung bersama kita. Arthur Kirkland dan Matthew Williams"
Guru kelas itu berbalik ke arah mereka berdua, memegang beberapa file di tangannya. Kelihatannya, dia diberikan file soal mereka berdua, dan dia baru saja selesai membacanya.
"Aku Tino Vainamoinen. Kalian boleh duduk di manapun yang kalian suka. Di sini ada banyak kursi kosong". Arthur mengangguk pada guru itu sementara Matthew tersenyum manis kepada sang guru.
Saat mereka memilih tempat duduk, Arthur merasakan atmosfer tidak baik di ruangan itu. Beberapa murid terlihat sangat tidak bersahabat, pikirnya, mengambil kursi paling belakang sementara Matthew duduk di sebelahnya. Dengan begini, kami bisa melihat semuanya tanpa terlihat mencurigakan.
Tuan Tino memulai pelajarannya, memulai dengan diskusi sejarah orkestra, pertunjukan musical pertama, dan beberapa referensi soal seni-seni teater.
Waktu berjalan dengan lambat saat pelajaran tetap berlanjut.
Saat dia sampai di topik intrumen-instrumen orkestra, dia menunjuk beberapa instrument yang ada di ruangan itu. Mengambil satu, dia mendemonstrasikan bagaimana cara memainkannya dan sejarah singkat dan asalnya.
Tiba-tiba sang guru berbalik ke arah Matthew. "Tuan Williams, dari data yang kulihat katanya kau adalah seorang violis"
Wajah Matthew langsung pucat. Bagus, padahal aku tidak ingin menonjolkan diri, ini gara-gara kak Roderich memilih jurusan musik buatku, pikir Matthew kecut.
Tino mengacungkan instrumen yang dipegangnya. "Tolong tunjukkan bagaimana cara memegang dan memainkan biola yang benar"
Itu perintah, bukan permintaan. Aku tidak punya pilihan, pikir Matthew.
"Ya, pak" kata Matthew sambil berdiri. Sekilas dia memandang cemas pada Arthur yang hanya mengangkat bahu.
Sambil menghela napas, Matthew mengambil biola itu dari para guru dan dengan hati-hati meletakkannya di bawah dagunya. Menghela napas dalam, dia mulai memainkan sebuah nada yang indah dan kuat.
Dengan segera, dia terhanyut ke dalam permainan musiknya, tidak peduli sama sekali kalau mata para siswa memandanginya. Dia bisa mendengar Tino mengomentari gerakan jari dan resonansi gelombang suara di dalam kotak suara, tapi terdengar sangat jauh.
Arthur memandangi adik sepupunya itu. Dia sering mendengar adik sepupu kesayangannya memainkan biolanya. Dia merasa semakin lama permainan Matthew semakin indah dan lembut, benar-benar seorang siswa musik yang sering memenangkan penghargaan musik nasional dan internasional. Arthur memejamkan matanya sejenak untuk menikmati alunan indah itu, permainannya cocok sekali dengan sifatnya, lembut dan hangat.
Sifat yang selalu membuat adiknya itu begitu disayangi oleh semua orang yang mengenalnya.
Mata Matthew terpejam, dan alisnya berkerut, jelas dia sedang berkonsentrasi. Menyelesaikan permainannya, dia dengan cepat—tapi dengan hati-hati—meletakkan biola itu di atas meja guru.
Semuanya terdiam saat Matthew berjalan kembali ke tempat duduknya.
Tino melanjutkan pelajarannya, tapi jelas kalau semua orang agak tergugah dengan penampilan tadi.
Bel pelajaran segera berbunyi, menandakan kalau kelas telah selesai. Tino segera membubarkan kelas, mereka membereskan barang-barang mereka dan meninggalkan kelas.
Arthur berjalan keluar saat dia melihat kalau Alfred dan Gilbert sudah menunggu mereka di depan pintu sementara Matthew masih sibuk membereskan barang-barangnya. Saat dia melakukannya, seseorang menepuk bahunya.
"Ya, ada apa?" katanya sambil berbalik. Dia berhadapan dengan wajah seorang pemuda Belanda berambut pirang jabrik memandangnya. Bola mata ungu yang memandang dingin meski ada setitik kehangatan di bola mata itu bertemu pandang dengan mata biru violet Matthew.
Pemuda berambut pirang itu tersenyum. "Aku William. William Stark (Ini human name ngasal Nethere ciptaan Author). Kau…Matthew Williams, kan?" katanya.
Matthew tersentak dan menjabat tangannya pelan. "Ya. Apa ada yang bisa kubantu?" tanyanya sopan.
"Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin memberikan pujian untuk permainan biolamu. Kau sangat berbakat" kata William.
"Terima kasih" kata Matthew tersenyum.
William menganggukkan kepalanya dan kembali tersenyum, dan kemudian berjalan keluar kelas tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Matthew memandang heran dan terus memandang William dengan pandangan aneh saat dia berjalan keluar menemui Arthur, Alfred, dan Gilbert.
"Siapa tadi?" tanya Gilbert sambil memeluk Matthew begitu Matthew mendatanginya.
"Namanya William Stark. Kurasa dia agak aneh" kata Matthew.
"Kurasa dia menyukaimu" kata Arthur datar.
"Hah?" seru Matthew, Alfred, dan Gilbert bersamaan.
"Dia terus melihatmu sepanjang permainan biolamu, Mattie…" kata Arthur.
"Terus-terusan memandang seseorang bukan berarti orang itu menyukaiku" kata Matthew sambil mengibaskan tangannya.
"Oke, pelajaran kalian berikutnya apa?" tanya Alfred.
"Matematika yang sangat gak awesome" kata Gilbert.
"Sejarah" kata Arthur pelan.
"Aku juga sejarah! Iggy, berarti kita sekelas…" seru Alfred bahagia.
"Aku matematika…" gumam Matthew.
"Sepertinya kita mendapatkan kelas di waktu yang sama, kan Mattie?" tanya Gilbert. "Ayo pergi ke kelas matematika yang gak awesome itu"
Matthew hanya mengangguk dan membiarkan Gilbert menggenggam tangannya dan menyeretnya pergi.
"Baiklah, sampai nanti, kak Alfred, kak Arthur!" kata Matthew sambil melambaikan tangannya.
'Ya, hati-hati" gumam Arthur.
"Gilbert! Jangan macam-macam sama Mattie, ya!" seru Alfred keras.
Gilbert cuma mengibaskan tangannya mendengar komentar Alfred.
Author note:
Fanfic ini dibuat berdasarkan cerita Detective School Q vol 7-8. Kebetulan saat membaca komik itu eh, ide ini muncul. Tapi mungkin ini cerita yang kelewat gaje soalnya gak bakat dan gak pernah bikin cerita detektif sih…jadi maklumilah kalau para karakter akan sangat OOC.
REVIEW ya semuanya…beritahu saya apa cerita ini saya bagus atau nggak…soalnya saya agak gak yakin ama fanfic ini...
