Disclaimer:
Vocaloid yang bukan punya saya
Tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya bukan punya saya
Ceritanya punya saya, selalu
Warning:
OOC, OOT, bahasa gak baku, alur kecepetan, gajelas, typo, ancur, de el el
Fic ini dibuat untuk memenuhi request YamiRei28~
Fic pertama Rey yang memunculkan Teiru XD
Selamat membaca! XD
Aku dan Kamu
A TeiruxRin story
by reynyah
Chapter I – Teiru yang Kembali
Aku dan kamu dulunya bersama
Aku dan kamu dulunya tak terpisahkan
Kita bermain bersama
Tertawa bersama
Tersenyum bersama
Sampai tangis menghapus senyumku
Kamu pergi
Entah kemana
Dan entah kapan kamu akan kembali
.
.
.
Rin meregangkan tangannya yang terasa pegal-pegal setelah bangun tidur. Semalam, dia memang tidur lebih larut dari biasanya. Jadi begini, kedua orang tuanya tengah pergi ke Kagoshima untuk menjenguk Baasan Rin yang sedang sakit. Alhasil Rin hanya tinggal bersama adik laki-lakinya yang selisih dua tahun dengannya, Len, dan adik perempuannya yang masih bayi, Lenka. Semalam, adiknya itu menangis terus tanpa kenal lelah. Len yang notabene adalah laki-laki tulen—hanya wajahnya saja yang shota—tentu saja tidak bisa mengurus bayi. Akhirnya, Rin terpaksa turun tangan. Dia berusaha membuat Lenka berhenti menangis dengan membuatkan Lenka susu, menonton video musik bersama Lenka, menyuapkan pisang pada Lenka, sampai menyanyikan Lenka lagu tidur! Nyatanya, Lenka baru mau terlelap pada pukul dua pagi.
Dan Rin harus pergi ke sekolah pukul delapan pagi.
Tetapi Rin harus bangun pukul enam untuk menyiapkan sarapan, juga menyiapkan diri untuk berangkat ke sekolah.
Rin beranjak dari kasurnya menuju kamar mandi, hendak melakukan ritual-ritual yang selalu ia lakukan di pagi hari sebelum berangkat sekolah yakni mencuci muka, mandi, dan menyikat gigi.
Selesai dengan urusan-urusannya di kamar mandi, Rin keluar dari kamarnya lalu mengetuk (baca: menggedor) pintu kamar yang di depannya bertuliskan "jelek dan galak dilarang masuk" yang tentunya itu adalah kamar milik Len. "LEEEEEEEEENN! CEPETAN BANGOOOOOONN!"
Setelah melakukan ritual "membangunkan Len" yang dianggap tabu bagi Len, Rin berjalan menuju kamar Lenka. Adik kecilnya itu rupanya sudah bangun, sedang sibuk bermain dengan boneka kecilnya. Rin tersenyum, menggendong adik kecilnya yang harum pisang itu, membawanya ke ruang makan, lalu mendudukkannya di kursi khusus bayi.
"Neechan emang kakak paling jahat, ya!" seru Len pada Rin saat bocah pisang itu tiba di ruang makan. "Neechan udah cukup jadi alarm dengan suara Neechan yang lebih dari 100.000 Hertz! Kenapa Neechan harus gedor pintuku juga, siiih?!"
"Ah, berisik," balas Rin santai sambil menuangkan susu pada mangkuk berisi sereal milik Len. "Masih untung dibangunin."
Len mendengus lalu menarik mangkuk serealnya. "Tapi gak segitunya, dong. Aku lagi kencan di alam mimpi, tau!"
"Eits, sama siapa?" tanya Rin dengan mata disipitkan. "Awas kalo sama Hatsune-san, Megurine-san, atau Sakine-san!"
"Ah, nggak!" bantah Len dengan wajah memerah. "Neechan jahat amat nganggep aku playboy!"
"Bukannya emang iya?"
"Bukan!" balas Len sebal sambil memasukkan sesendok sereal ke dalam mulutnya. "Aku cuma suka banyak cewek! Pacarku satu kok, sumpah!"
"Oke, oke," balas Rin acuh tak acuh. "Jadi siapa ceweknya?"
"Tei!" jawab Len (agak) panik. "Tei! Beneran Tei!"
Rin tertawa lalu menjitak pelan kepala adik laki-lakinya itu. "Santai aja, dong. Kamu takut banget sama kakak sendiri, sih," ujarnya geli. "Buruan abisin itu sereal."
"Iya, Neechaaaaaan."
"Eits, apa aku bilang soal manggil aku kemarin?"
Len mendengus. "Onee-sama."
Rin tersenyum puas. "Nah," balasnya sambil menyuapkan sesendok kecil bubur pada mulut Lenka kecil. "Jam setengah delapan kita berangkat ya, Len."
"Lenka gimana?"
"Setengah delapan nanti Furukawa Obasan akan datang menjaga, kok."
"Oke."
Rin POV
Halo! Aku Kagamine Rin, biasa dipanggil Rin. Aku adalah anak pertama dari tiga bersaudara dan kini, aku berusia 17 tahun. Artinya, tahun ini adalah tahun terakhirku mengenyam pendidikan wajib, SMA. Aku sudah kelas tiga SMA, Len kelas satu SMA, sedangkan Lenka... belum sekolah.
Setibanya di sekolah, aku dan Len berpisah. Len pergi ke lapangan basket untuk berlatih bersama teman-teman klubnya. Ya, Len adalah salah satu pemain basket terbaik di sekolah. Bahkan kini tingginya sudah melebihi tinggi badanku.
Aku pergi ke kelas, tentu saja. Kalau aku datang pagi, biasanya aku akan duduk di kelas sambil memeriksa pekerjaan rumahku, kalau-kalau ada yang belum atau salah kukerjakan. Nantinya, manusia demi manusia akan datang dan duduk di kursi yang berbeda-beda. Di sekolahku, Akademi Voca, tidak ada yang namanya teman sebangku. Kami duduk berhadapan, berdua-berdua. Saat ini, meja di hadapanku kosong karena temanku yang duduk di sana baru saja di-drop out minggu lalu akibat merusak properti sekolah.
Saat bel berbunyi, Megurine-sensei akan masuk. Bedanya, hari ini dia membawa seorang laki-laki dengan seragam Akademi Voca yang wajahnya kelihatan familier di mataku. Rambutnya yang keperakan, matanya yang cenderung bulat daripada sipit, tubuhnya yang tergolong kurus... rasanya aku mengenal orang ini.
"Hari ini kalian kedatangan teman baru," seru Megurine-sensei lantang. "Silakan, Sukone-san."
Sukone?
"Hajimemashite, watashi wa Sukone Teiru desu," ucap murid baru itu lancar. "Douzo yoroshiku onegaishimasu!"
Sukone Teiru?!
"Baik, Sukone-san, silakan duduk di hadapan Kagamine-san. Kursi yang kosong itu," ujar Megurine-sensei sambil menunjuk kursi yang kosong di hadapanku.
"Hai', Sensei," angguk Teiru sambil berjalan ke arahku. Tepatnya, ke kursi di hadapanku. Dia tiba di hadapanku, tersenyum padaku, lalu duduk di kursinya. Ketika aku hendak bertanya padanya, Megurine-sensei sudah berteriak, "Shion-san! Siapkan teman-temanmu!"
"Kamu Teiru, kan?" tanyaku pada Teiru ketika Megurine-sensei sudah keluar dari kelas dan bel istirahat sudah berbunyi. "Sukone Teiru... alumni Vocaloid Gakuen?"
Teiru menatapku heran. "Kenapa kamu tau?"
"Kita temen dulu!" ucapku semangat. "Kamu inget aku? Kagamine Rin? Dulu aku selalu ngikutin kamu ke mana-mana, bawain bento kamu yang selalu kamu tinggalin sembarangan!"
"Oh ya?" balas Teiru sambil memiringkan kepalanya. "Maaf, aku gak begitu ingat kejadian waktu aku masih SD. Kejadian SMP aja aku gak ingat, apalagi SD, ya?"
Aku termenung sesaat. Teiru tidak ingat aku, ya, harusnya aku ingat kalau Teiru mudah melupakan hal-hal yang ada di masa lalu. Ingatannya tidak berjangka panjang, dia pasti sudah lupa padaku. Aah... apa yang harus kulakukan? Aku tidak mau dia melupakanku...
"Eh, tadi kau bilang siapa namamu?" tanyanya padaku, membuyarkan lamunanku tentangnya. "Ka... Ka... Kagame... eh, Kagani... eh? Apa?"
Aku tertawa kecil. "Kagamine Rin," ulangku. "Panggil saja Rin."
Teiru mengangguk. "Kalau begitu, panggil saja aku Teiru."
Padahal dulu aku memanggilmu Ruuchan, desahku dalam hati. Ya, harus kuakui hatiku sakit sekali ketika tahu bahwa dia tidak mengenalku lagi. Tidak, Teiru tidak amnesia. Dia hanya tidak suka mengingat masa lalu, itu yang dulu dia katakan padaku. Itu sebabnya dia membuat otaknya mudah melupakan hal-hal yang dianggapnya tidak penting. Selain urusan sekolah dan anggota keluarganya, hal yang ia ingat hanyalah rumah tempat ia tinggal. Satu hal yang pasti, dia tidak pernah mengingat-ingat soal kakak laki-lakinya yang kini ada di suatu tempat yang tidak bisa ia jangkau.
"Kamu tinggal dimana, Teiru-san?" tanyaku sambil bertopang dagu. Yah, mau tidak mau aku harus bersikap seolah belum pernah bertemu dengannya, bukan? Dia tidak mengenalku dan aku tidak mau bersusah payah mengembalikan ingatannya seolah-olah dia adalah orang amnesia. Yah, setidaknya dia menerima keberadaanku di sini.
"Di ******* (sengaja disensor karena Rey gak tau #plak)," jawab Teiru. "Kalau kamu, err... Rin-san?"
Aku tersenyum lalu mengangguk. "Aku juga tinggal di sana!" seruku antusias.
"Wah? Serius?" balas Teiru dengan nada riang. "Gimana kalo nanti siang kita pulang bareng, Rin-san? Kamu mau?"
Aku tersenyum kecil. "Boleh," anggukku. "Kamu mau mampir sekalian ke rumahku? Aku bakal bikin kue jeruk paling enak sepanjang masa~"
Teiru tertawa. "Frasenya lebay, deh," komentarnya geli. "Boleh, deh. Aku mau tau yang paling enak sepanjang masa itu kayak gimana."
Aku tersenyum.
Teiru POV
Gadis berambut kuning madu pendek di hadapanku ini bilang dia mengenalku, tetapi aku tidak mengenalnya. Dia bilang dulu aku teledor, sering meninggalkan bento-ku dimana saja dan dialah satu-satunya orang yang berbaik hati membawakannya. Dia bilang kami adalah teman sepermainan, sering bermain sejak kecil. Sayangnya, aku tidak ingat semua soal itu. Bayanganku mengenai masa kecil hampir musnah. Hanya sekolah dan beberapa kejadian penting yang masih melekat di otakku. Sisanya? Tidak perlu kau tanyakan. Aku sama sekali tidak ingat.
Siang ini, aku dan Rin pulang bersama. Yah, hitung-hitung permintaan maaf untuk menebus kesalahanku, kesalahanku melupakannya. Menurutku, jika aku melupakannya tetapi tidak pernah menemuinya lagi, itu bukan masalah besar.
Dan aku salah perkiraan.
Rupanya, aku menemui seseorang yang (katanya) adalah teman masa kecilku. Teman sepermainan masa kecilku! Bayangkan, betapa parahnya aku, seorang Sukone Teiru, sampai melupakan teman masa kecilku yang notabene (katanya) setia membawakan bento-ku? Ckck, Teiru... di mana ucapan terima kasihmu pada orang yang berlaku baik sekali padamu, hah?
"Ini rumahku," ucap Rin sambil membuka pintu pagar rumahnya. "Memang kecil, sih. Aku hanya tinggal berlima di sini."
"Siapa saja?" tanyaku penasaran. Kami tiba di genkan rumahnya. Rin melepas sepatunya lalu menggantinya dengan sandal dalam rumah, diikuti olehku.
"Aku, dua adikku, dan kedua orang tuaku," jawab Rin sambil tersenyum. "Tadaima! Len! Kamu udah pulang?!"
"Okaeri, Neechan!" balas seseorang dari dalam. Oh, itu pasti adik Rin. Tiba-tiba, muncul seorang pemuda yang lebih tinggi dari Rin di hadapanku dan Rin. "Loh? Neechan bawa temen? Tumben."
Rin terkekeh. "Masa kamu lupa orang ini?" tanyanya sambil menarik tanganku lebih dekat dengannya. "Kalo kamu lupa, aku jitak kamu."
Pemuda berambut kuning itu menggaruk kepalanya. "Hmm..." gumamnya. "AH! Teiru-nii?!"
Eh? Dia mengenalku?
Rin tertawa. "Teiru, kenalkan," ucapnya sambil menunjuk pemuda tadi. "Adikku, Kagamine Len." Pemuda tadi membungkuk. "Dia emang lebih tinggi dari aku, soalnya dia pemain basket. Wajar, sih."
"Ah, itu sih, emang Neechan yang pendek!" ejek Len pada kakaknya. "Tapi Teiru-nii kok, dikenalin ke aku, sih? Aku kan, udah kenal dia dulu waktu Neechan sering main bareng dia!"
Oh? Rupanya pemuda ini sudah lebih dulu mengenalku?
"Cerewet." Rin menjitak kepala adiknya. "Kamu temenin Teiru dulu, nanti aku potongin pisang!"
Mata Len seketika berbinar-binar. "Hai'!"
"Jadi, Teiru-nii," ucap Len sambil menatapku serius. "Teiru-nii gak inget aku sama sekali?"
Aku tersenyum. "Rin yang teman mainku saja aku tidak ingat, apalagi kamu yang hanya adiknya?"
"Oh iya, ya," balas Len sambil menggaruk kepalanya. "Teiru-nii kok, bisa ketemu sama Neechan lagi? Gimana ceritanya?"
"Aku ini baru masuk Akademi Voca," jawabku sekaligus menjelaskan. "Dan aku ditempatkan di kelas yang sama dengan Neechan-mu itu. Dia duduk tepat di hadapanku, jadi kita bisa kenal."
Len manggut-manggut. "Oh ya, Teiru-nii duduk dulu," ujar Len sambil menunjuk salah satu bantal duduk yang tersedia. "Sebentar lagi juga Rin-nee datang bawa kue dan minuman, kok. Jadi jangan khawatir ya, Niisan."
Aku tertawa. "Khawatir kenapa?"
"Khawatir lapar."
Aku tertawa lagi. Kali ini lebih keras. "Aku bukan tukang makan sepertimu, Len-san."
"Panggil saja Otoutosan!"
"Hah? Adik?"
Len mengangguk semangat. "Bukannya dulu Teiru-nii berjanji pada Rin-nee untuk menikah saat kalian sudah dewasa nanti?"
Seketika mataku melebar. "A-apa?"
"Len!" tegur Rin yang ternyata sudah ada di belakangku entah sejak kapan. "Itu bukan janji, cuma permainan masa kecil yang tidak akan benar-benar terjadi," jelas Rin datar sambil menaruh dua piring besar kue, tiga piring kecil, tiga garpu kecil, tiga gelas teh, serta satu teko besar. "Teiru-san, tidak usah dengarkan omongan anak kecil ini. Silakan makan."
"Aku gimana, Neechan?" tanya Len bingung sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Ambil aja, itu ada cake pisang," balas Rin sambil duduk di antaraku dan Len. "Aku masih berbaik hati bikinin kue buatmu."
Mata Len seketika berbinar-binar. "ASYIKKK! Neechan! Aishiteru yo, wo ai ni, j'et aime, ich liebe dich, saranghae yo, I love you, aku cinta kamuuu!"
Rin menjitak kepala adiknya. "Berisik! Makan sana!"
Dengan semangat empat lima, Len mengangguk lalu mengambil piring kecil yang ada di hadapannya, memotong cake pisang untuknya, lalu mulai makan. Dia makan dengan lahap seolah-olah aku dan Rin ini tak kasatmata.
"Ah ya," ucap Rin sambil memotong kue yang satunya lagi, memindahkannya ke piring kecil, lalu memberikannya padaku. "Ini buatmu, Teiru-san."
Aku tersenyum lalu menerimanya. "Arigatou, Rin-san."
"Douita."
Bersambung...
Dan inilah fic buatan Rey yang masih ada lanjutannya XD
Gimana? Geje? Banyak bagian gak penting? Apeu? #lah?
Intinya, Rey sangat butuh review dari kalian :3 kalo kalian gak keberatan, silakan isi dengan apaaaaa aja~ tapi kalo flame... sebaiknya jangan. Kalian boleh kritik, tapi gunakan kata-kata membangun ya :D arigatou!
