Skyfall
a story by bluekosmic
.
.
.
.
.
Warning!
Pairing: Namjin, Yoonjin
Rate M for explicit word and future chapter
Tungkai lelaki itu melangkah gontai, membiarkan sepasang tangan melingkar di pundaknya erat seraya menggiring tubuhnya pelan. Tiap nafas yang ia hembuskan berubah menjadi kepulan asap putih yang kemudian menghilang di udara.
"Hyung, tunggu di sini sebentar, oke?"
Dengan pandangan kosong dirinya hanya mengangguk pelan. Seokjin berdiri kaku di sana, di salah satu sudut pekarangan yang kini dipenuhi dengan orang-orang berseragam polisi. Mengacuhkan segala teriakan dan suara sirine yang terasa meraung-raung di telinganya. Pula mengacuhkan dinginnya udara musim gugur pada malam hari.
Namun seperti semua syarafnya tidak berfungsi, ia tetap berdiri tanpa balutan pakaian hangat. Yang ia kenakan hanya sepasang celana jeans dan kaos tipis berwarna putih yang kini terlihat kusam terkena debu dan tanah.
Yang dapat Seokjin rasakan saat ini hanyalah rasa sakit pada ulu hatinya. Rasa sakit layaknya ditikam, membuatnya sulit untuk bernafas. Seolah-olah dunia menindihnya. Rasanya sesak.
Seokjin tidak mengerti, dosa apa yang pernah dirinya buat di masa lalu sampai-sampai harus menanggung konsekuensi ini.
Niat baik yang ia tawarkan justru menjadi bumerang yang berbalik menyerangnya, menjadi sesuatu yang sama sekali tidak ia duga. Menamparnya keras dengan kenyataan pahit yang harus ia terima di depan mata.
Yang saat itu ia pikirkan hanya membantu orang yang ia sayangi. Hanya ingin membalas segala kebaikan yang sudah ia terima. Tapi yang Seokjin dapatkan adalah memori-memori kelam yang harusnya telah berhasil ia lupakan namun kini kembali mengapung dalam pikirannya. Kenapa justru ia terluka?
Bahkan Seokjin yakin bukan hanya dirinya sendiri yang terluka di sini. Ia juga akan melukai lelaki yang telah tulus mencintainya jika saja ia mengatakan segala hal yang terjadi.
Satu-satunya keputusan yang dapat Seokjin ambil adalah diam dan menyimpan sendiri semua hal yang seharusnya tidak terjadi selama lima bulan yang sudah ia lewati. Ia hanya perlu bersikap seperti seolah-olah semua ini tidak pernah terjadi, karena setelah semua ini, apapun yang terjadi dalam kurun waktu lima bulan ini hanya akan menjadi memori untuknya. Semua akan berakhir di sini.
Kemudian ia hanya perlu menjalani kehidupannya seperti sedia kala.
"Hyung!"
Lelaki itu kembali. Lelaki yang harusnya selalu ia rindukan. Lelaki yang selalu ada untuknya, yang selalu menggenggam tangannya ketika ia terjatuh. Lelaki yang ia lukai hatinya.
Ia merasakan lelaki yang kini berdiri di hadapannya membalutkan jaket yang terasa hangat pada tubuhnya. Seokjin mendongak menatap wajah yang terlihat sangat mengkhawatirkannya.
"Kau baik-baik saja, hyung?"
"Aku lelah," Seokjin terisak pelan.
"Maafkan aku telah membuatmu ikut terlibat dalam kekacauan ini," kedua tangan itu menangkup pipi Seokjin dan membawanya mempertemukan kedua bibir mereka selama beberapa detik. Lelaki itu melepaskannya sebelum mendekapnya erat. "Aku berjanji hal seperti ini tidak akan terjadi lagi."
Seokjin mengangguk dalam dekapan itu. Pipinya kini basah karena air matanya sendiri.
Dan di balik punggung itu ia melihat sepasang mata sendu yang memperhatikannya dari kejauhan.
.
.
.
to be continued
