Genre : Mistery

Chara : Sakura, Naruto, Hinata, dan Neji

Rate : T atau M?

Disclaimer : Kishimoto Sensei

Warning : Berdarah-darah dan sadis.

Idea : Original

The Last Blood

"Tidaaak….!"

"Kau tidak perlu berteriak untuk menyembunyikan kebohonganmu."

"Sungguh… a….," bantah gadis yang masih berkutat dalam ketakutannya. Tiba-tiba... suaranya tercekat, menyangkut di kerongkongannya yang ikut terputus. Seorang bertopeng dan berjubah hitam di depannya telah memutus nafas gadis itu, tanpa memberikannya kesempatan – walau hanya untuk menyelesaikan sebuah kalimat. Walau hanya sebuah kalimat berdarah, dari kepala yang terpisah dari tubuhnya.

~.~

"Selamat pagi, Sakura!" sapa Naruto ketika Sakura tiba di halaman sekolah.

"Selamat pagi, Naruto!" balas gadis berambut merah muda itu.

Naruto memang siswa yang penuh keceriaan dan pandai membuat sebuah perbincangan menjadi hangat dan akrab. Dia selalu membuka topik pembicaraannya dengan "Apa kabar?" pada semua orang yang dia sapa. Dia orang yang selalu belajar dari pengalaman semua orang. Masa lalunya yang kelam bukan hambatan untuknya. Masa lalu – kehidupan yang sangat sulit bagi laki-laki bermata biru tersebut – hanyalah sejarah yang dapat dipelajari untuk membuat kehidupan yang lebih baik di masa depan. Sakura tampak antusias mendengarkan cerita lucu yang diceritakan oleh Naruto pada pagi hari yang cerah itu.

"Hei, Sakura! Ada apa di sana?" tanya Naruto sambil menunjuk ke arah papan pengumuman yang dikerubungi oleh lalat-lalat yang haus akan pengetahuan.

Sakura dan Naruto saling berpandangan, menanyakan pertanyaan yang sama.

"Iya, ada apa di sana?"

Mereka tertawa.

"Sepertinya, berita terhangat pagi ini luar biasa," terka Sakura.

"Ayo, kita ikut bergabung!" ajak Naruto bersemangat.

"Baiklah."

Mereka berlari-lari kecil ke arah kerumunan siswa-siswi SMA Konoha.

Hinata dibunuh seseorang yang telah dicari-cari oleh Polisi Konoha selama sepuluh tahun belakangan ini. Kepalanya hilang. Kasihan sekali.

"Apa kau mendengarnya, Sakura?" tanya Naruto terkejut, tak percaya.

Wajah cerianya meredup. Ia menatap Sakura, menunggu jawabannya dan reaksinya.

"Entahlah, kita harus membaca pengumuman tersebut sebelum kita membenarkan ucapan seseorang," ujar gadis teman sekelas Naruto seraya menunjuk punggung-punggung puluhan murid SMA Konoha yang kini terlihat liar. Mereka berebutan menjadi yang terdepan di kerumunan tersebut.

"Apakah kita harus menunggu hingga kerumunan ini lenyap?" tanya Naruto tidak sabar.

"Tidak perlu. Kita mengantre saja, karena jika kerumunan ini telah tiada, itu pertanda kegiatan belajar telah dimulai," jawab Sakura mantab.

"Ya, benar."

Menunggu, menunggu, menunggu. Satu per satu, siswa-siswi yang telah puas melahap berita terhangat hari itu, bergerak mundur. Selangkah, dua langkah, tiga langkah, hingga satu meter di depan papan pengumuman. Satu orang lagi mundur dan selembar kertas yang tertempel di papan itu terlihat jelas. Naruto segera membaca berita yang tampaknya sedang menjadi pembicaraan terhangat di SMA Konoha.

"Sakura, aku telah membenarkan perkataan gadis itu. Bagaimana denganmu?" tanya Naruto dengan wajah yang terlihat keruh. Ia seperti menyembunyikan duka di hatinya yang paling dalam. Duka masa lalunya.

"Entahlah, aku tidak cukup tinggi untuk membaca pengumuman itu dari belakang sini," kata Sakura sambil berteriak. Ia berjinjit-jinjit agar suaranya dapat terdengar baik oleh Naruto yang berada tepat di depan papan pengumuman.

"Tunggu sebentar." Naruto dengan cekatan melepaskan paku payung yang merekatkan secarik kertas – yang kini berada di tangannya – di papan pengumuman yang selalu berisikan berita-berita terhangat di Konoha setiap hari. Ia menerobos kerumunan, menyela barisan hanya untuk memberikan selembar kertas pada teman sekelasnya. "Sakura, bacalah!"

Sakura menerimanya seperti merampas. Ia tahu bahwa kini ia sedang ditatap oleh banyak mata yang menatapnya kesal.

Keluarga Hyuuga sedang berduka. Kepergiaan Hinata yang tidak wajar membuat kedua orang tuanya sangat terpukul. Dan mayatnya akan dikubur tepat saat matahari berada di atas Konoha, hari ini.

"Hinata…," gumam gadis itu pelan, nyaris tak terdengar. Gumaman yang terdengar seperti rasa turut berduka.

"Hei! Kamu! Pengumuman itu bukan milikmu seorang. Jadi, kembalikan kertas itu ke papan pengumuman ini segera!" bentak salah seorang senior yang paling ditakuti di SMA Konoha. "Rekatkan dengan paku payung itu lagi," sambungnya.

"Eh, iya. Maafkan aku Kiba."

Naruto bergegas memasang secarik kertas yang membuat jantungnya berdegup tak berirama. Dengan cekatan, cepat dan tepat, kertas pengumuman tersebut telah berada di tempatnya semula. Pengumuman yang sangat mengejutkannya. Pengumuman berdarah.

Ia menyeruak kerumunan di depannya dengan kasar. Beberapa orang nyaris terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Mereka menatap Naruto dengan kesal sambil menahan geram.

"Hinata…. Mengapa?"

"Naruto…," panggil Sakura pelan. Gadis itu menjadi sungkan ketika melihat genangan air di kedua sudut mata Naruto.

"Mengapa? Mengapa pembunuh itu begitu tega dengan Hinata? Apakah karena dia seorang pembunuh?"

Naruto berlari sambil menahan bulir-bulir hangat yang hendak jatuh ke pipinya. Ia tidak peduli akan amarah guru Kakashi yang menunggunya nanti. Ia terus berlari hingga langkahnya dicegat oleh seorang pria yang juga menyandang nama "Hyuuga" di belakang namanya.

"Dia memang pantas mati!" seru pemuda itu.

Naruto terkejut. Ia mendongak dan...

~Bersambung~

Kuis : Siapakah pembunuh berantai tersebut?

Ada yang bisa tebak? Dan apa alasannya?

Pertanyaan penting :

Apakah masih ada Typo?

Bagaimana tanggapan Anda tentang fic ini?

Alasannya?

Apakah genre-nya telah tepat?

Apakah rate-nya telah sesuai?

Lanjutkan atau tidak dilanjutkan?

~ Apa yang kalian lihat belum tentu kenyataan. Apa yang kalian dengar belum tentu kebenaran. Apa yang kalian lakukan belum tentu biasa-biasa saja. ~