Naruto © Masashi Kishimoto
Warning: AU. OOC. Typo. Gaje. Sedikit Shonen ai demi kelancaran cerita.
Yesterday and Tomorrow © UchihaMaya
.
.
.
.
Menemukan pasangan hidup atau lebih familiar disebut mencari cinta sejati adalah masalah kompleks yang dialami semua manusia. Kadang yang beruntung bisa mendapatkan cintanya, menikah dan bahagia sampai akhir hayat. Atau yang tidak beruntung pernikahannya kandas ditengah jalan, perjuangan menemukannya yang panjang, dipenuhi rasa sakit, dan dihiasi oleh air mata. Bahkan ada pula yang putus asa karena tak kunjung menemukan tambatan hatinya.
Hidup memang tak adil. Takdir kadang tak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Ada yang rela menjalani hidup dengan ketidak adilan dan takdir yang bertentangan dengan keinginannya. Ada pula yang menentangnya. Berusaha merubah takdirnya.
Seperti mencoba membuat semua orang mengerti dan menyetujui hubungan sesame jenis atau seperti berusaha membuat hubungan cinta sesama anggota keluarga, yang lebih familiar disebut incest, terlihat normal dimata masyarakat.
Kisah inipun tak seromantis kisah cinta Romeo dan Juliet. Tidak sedramatis kisah Siti Nurbaya. Tapi ini adalah kisah tentang perjuangan merubah orientasi seseorang dan belajar mencintai apa yang telah ada didepannya, yang nyata, dan diterima dimata dunia. Mengangkat dirinya kembali dari keterpurukan dan belajar membuka hati untuk seseorang.
Bukankah kadang kita juga harus berusaha menerima kenyataan? Meski kenyataan itu tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Tuhan ,menciptakan manusia bukan untuk kecewa dan putus asa. Tapi mereka diciptakan untuk berjuang, mencari kebahagiaan yang sesungguhnya.
Namikaze Naruto. Pemuda tanggung yang baru saja menjalani semester ke-6 di perguruan tinggi. Dibesarkan dengan bergelimang harta, hidupnya bahagia, seharusnya. Tapi nyatanya menjalani kehidupan dengan orang tua yang tidak utuh tidaklah semudah dalam drama.
Orang tuanya memutuskan bercerai ketika ia berusia delapan, ayahnya menetap di Perancis sementara ibunya memutuskan tinggal di Amerika. Ia tidak memilih salah satunya, ia tetap tinggal di Jepang bersama kakaknya. Ya, dia tidak sendiri. Ada kakaknya yang selalu mendukungnya, kakak yang hanya dua tahun lebih tua darinya, meski sering berselisih pendapat tapi dia bersyukur masih memilikinya. Setidaknya hal itu membuatnya tidak merasa sendirian.
Dia adalah Namikaze Naruto. Pemuda yang selalu menampakkan cengiran rubah dan senyum yang seolah tak akan pernah pudar. Tapi siapa yang tahu, dibalik senyumannya dia menyembunyikan perasaan yang tak lazim kepada sahabatnya sendiri.
Sahabat yang sudah menemaninya sedari ia belum bisa berjalan dengan benar. Sahabat lelaki yang selalu ada ketika ia membutuhkannya. Sahabat yang telah membagi canda, tawa, dan duka bersamanya. Sahabat yang selalu adu mulut dengannya dan yang paling memahaminya. Ia menghargai ikatan persahabatan mereka. Karenanya ia berusaha memendam perasaannya, menyimpannya rapat-rapat didalam hatinya.
Meski ia tahu hal itu hanya akan menyakitinya.
.
"APA?"
Tanggapan dengan suara yang keras serta ekspresi melotot tak percaya bukanlah favorit seorang Nara Shikamaru. Kuliah pagi harusnya menjadi hal yang menyenangkan jika saja tidak ada pemuda raven minim ekspresi yang seenaknya menjadikan dirinya pengantar pesan.
"Aku tidak mau mengulanginya, dasar merepotkan." Gumamnya sebelum berlalu dari kelas Naruto. Ia menguap bosan, harusnya ia tidak mengiyakan permintaan Uchiha bungsu. Gedung fakultas bisnis ternyata sangat jauh dari gedung fakultasnya, fakultas hukum.
Naruto yang telah sadar dari keterkejutannya segera berlari mengejar Shikamaru, kemudian mencekal bahu pemuda berambut nanas itu.
"Dimana? Dimana Teme itu sekarang?"
Sedikit terkejut dengan ekspresi Naruto yang kalut dan cemas, ia kemudian menjawab dengan tak yakin, "Narita."
Sedetik kemudian Naruto telah berlari meninggalkan kelasnya, meninggalkan Shikamaru dalam kebingungan. "Ada apa dengannya?"
.
Naruto mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Tidak memperdulikan batas maksimum kecepatan yang diijinkan. Ekspresi wajah yang biasanya santai kini mengeras. Berita yang didengarnya dari mulut Shikamaru membuat jantungnya berdetak tak karuan, perasaannya berkecamuk, tapi diotakknya hanya ada satu pertanyaan, kenapa?
Ia tak habis mengerti kenapa Sasuke tiba-tiba saja meninggalkan Jepang. Tanpa rencana, tanpa pemberitahuan. Pemuda yang didulat sebagai sahabatnya itu bahkan tidak sempat berpamitan padanya, atau tidak mau. Tapi kenapa? Apa dia berbuat salah sehingga pemuda Uchiha itu tidak memberitahukan kepindahannya? Atau ada alasan lain yang tidak diketahuinya?
Matanya berkabut. Ia tidak mau ditinggalkan lagi. Ia tidak ingin merasakan sakitnya kehilangan lagi. Sudah cukup orang tuanya yang melakukan itu.
Ia memarkirkan motornya asal dan menerjang masuk ke bandara. Ia segera berlari menuju terminal keberangkatan internasional. Mata sapphirenya menjelajah kesekeliling berusaha menemukan sosok pemuda berambut raven yang begitu dikenalinya.
Detik demi detik berlalu, ia berlari kesana kemari dengan putus asa. Tidak, ia tidak hanya merasakan sakitnya kehilangan sahabat tapi juga kehilangan orang yang dicintainya. Suara-suara di kepalanya membuatnya semakin panik, detik ketika ia merasa apa yang dilakukan sia-sia, matanya menangkap sosok pemuda yang ia cari-cari.
"TEME!" Teriaknya lantang, sebelum menghambur menghampiri pemuda yang berdiri terpaku di dekat kursi tunggu.
Tanpa aba-aba Naruto meraih lengan Sasuke kemudian menghantamkan tinjunya dipipi bungsu Uchiha.
BUAK! "
Kuso!" Umpat Naruto tertahan, menatap sahabatnya yang kini tersungkur dilantai bandara, menghiraukan tatapan orang-orang disekitarnya.
Naruto meraih kerah kemeja biru dongker Sasuke, "apa maksudmu pergi seperti ini, hah?" Semburnya.
Sasuke diam, tak bergeming. Mata onyxnya yang kelam tidak menampakkan ekspresi.
"Apa maksudmu pergi tanpa memberi tahuku?" Naruto masih melanjutkan kemarahannya. "Kau_dulu_berjanji untuk tidak meninggalkanku. Tapi kenapa sekarang kau pergi seperti ini? Tanpa memberi tahuku, tanpa berpamitan pada_"
"_kau siapa sehingga aku harus berpamitan padamu?" Ahirnya bungsu Uchiha itu bersuara.
Naruto menatap orang didepannya tidak percaya. Seolah-olah orang yang kini ada di depannya bukanlah orang yang dikenalnya.
Sasuke menepis tangan Naruto yang mencengkram kerah kemejanya, kemudian bangkit berdiri, membersihkan pakaiannya dari debu tak terlihat.
"Kau bukan ayahku, bukan saudaraku, dan juga bukan kekasihku. Kita tidak punya ikatan apapun, jadi bukan urusanmu jika aku ingin pergi." Ucapnya dingin.
Naruto meradang. Hatinya sakit mendengar lelaki yang dicintainya mengatakan hal-hal yang menyakitkan. Ia berdiri disana tanpa daya, membiarkan Sasuke yang berlalu pergi.
"Tapi kau sahabatku," ucapnya lirih.
Namun masih terdengar jelas ditelinga sang Uchiha. Berhenti sejenak, kemudian melirik Naruto dari ekor matanya, "aku tidak peduli."
Naruto membelalakkan matanya.
"Jadi, selama ini kau anggap aku ini apa? Aku yang menganggapmu sahabat, aku yang nyaris menganggapmu keluargaku, aku yang peduli padamu, aku yang…"
'mencintaimu.' Lanjutnya dalam hati.
Sasuke kini berbalik menatap lurus Naruto dengan onyxnya yang dingin. "Kau yang tak punya orang tua, tahu apa soal keluarga. Bagiku semua itu hanya omong kosong. Kau tak lebih dari angin lalu untukku."
Detik itu, dunia Naruto serasa runtuh. Ia diam disana, tidak mencoba mengejar Sasuke lagi. Kata-kata Sasuke seolah menulikan telinganya, membutakan matanya, membisukan mulutnya, dan membekukan hatinya. Hingga ia tidak menyadari, luka dimata sang Uchiha.
.
TBC
.
Gimana? Jelekkah? Baguskah?
Terima kasih sudah menyempatkan membaca.
Sign,
UM
