Aku mencintai tanganmu..
Manis..
Dan hangat..
A Sweet Sin
"Two Shoot"
Cast :
Jung Daehyun
Yoo Youngjae
Summary :
"Dari awal bertemu, aku melenyapkan semua harapanmu." – Jung Daehyun.
Disclaimer :
All cast is god and their parent own.
Warning :
Boys Love! Don't like? Just tab close and don't judge!
Note :
Cerita ini terinspirasi dari Zoe x Adora yang menjadi chara di komik "Winter Wood". No plagiat! It's my pure ideas.
.
.
Maaf, openingnya ga jelas. Niatnya sih mau buat angst, tapi tau dah berhasil apa kaga :v
"Sayang, aku pulang." Suara derit pintu masuk membuat seorang pria manis yang meringkuk di depan sofa rumahnya itu mengalihkan matanya dari televisi. Suara pintu terbuka dan tertutup cepat terdengar jelas untuk ukuran orang yang tinggal sendiri di apartemen itu. Aroma tubuhnya terhidu kuat oleh hidungnya. Dan pastinya suara yang tak asing baginya terdengar jelas dari pintu masuk.
"Daehyun?" Lelaki itu meraba-raba lengan sofa yang ada. Beranjak lalu berlari memeluk hingga membuat pria itu kesulitan bernapas untuk detik-detik pertama. Tangannya beranjak untuk membalas hangat tubuhnya. Perasaan menyesakkan yang hangat. Pria itu terbiasa untuk merasakan pelukan tiba-tiba ini. Dan akhirnya Daehyun – orang yang lelaki itu panggil – dengan sukarela memberikan pelukan dan mengusak rambutnya.
Daehyun mencumbu pucuk kepala pria manisnya, membuat dirinya terlena pada pelukan kekasih yang dirindukannya.
"D, dae.. aku sangat takut kau takkan kembali." Youngjae merabakan tangannya pada gundukan pipi dingin Daehyun. Tiupan angin membuatnya membeku. Atau mungkin karena tubuh Daehyun yang tak pernah kunjung menghangat. Kapanpun ia menyentuhnya. Hanya kedinginan yang mejalar melalui jari-jarinya.
Ia mencapai tangan Youngjae, semakin menyelipkan tangannya pada kehangatannya dan mencium tangan halusnya, "Tanganmu sangat membuatku rindu, sangat hangat."
Youngjae tersenyum dengan tatapan kosong, selalu kosong, dan seterusnya akan kosong. Kata itu yang selalu terdengar kala Daehyun datang padanya. Tangannya seperti harta berharga yang berarti bagi Daehyun. Ia tak mengerti. Tapi itu adalah yang sebenarnya. Ia selalu berusaha mendekatkan tangannya. Menghangatkan permukaan wajahnya dan berharap selalu dapat merasakannya.
Ia meraih tangan Daehyun yang akan membawanya ke meja makan, seperti hari-hari biasanya ia akan membawakan sesuatu yang enak untuk Youngjae-nya. Mau itu sebuah parfum, makanan, minuman, atau bahkan rempah-rempahan agar Youngjae dapat mencicipi harum ataupun rasanya.
"Dae, apa yang kau bawa?" Itu adalah kata pembuka mereka ketika kekasihnya akan mendatangi rumahnya. Daehyun tak pernah absen untuk membawakan sesuatu.
Daehyun mendudukan diri Youngjae dengan nyaman. Lalu, sekarang giliran dia yang menarik kursinya, "Kismis, aku berharap kau belum pernah mencobanya."
Youngjae menyentuhkan tangannya pada bungkusan plastik di meja. Matanya terus kosong ke depan dengan sunggingan yang ia sematkan di bibirnya. Kedengarannya keren – batin Youngjae yang tengah mendekatkan penciumannya pada kismis-kismis mungil itu. Walau tak dapat menangkap kismis itu dengan matanya. Namun ia yakin bahwa segala yang Daehyun bawakan untuknya adalah suatu yang baik.
Ia tak dapat melihat. Karena kecelakaan yang pernah dialaminya. Ketika ia masih 5 tahun. Bukan sebuah kecelakaan besar memang. Hanya karena jatuh terduduk dari sebuah gedung taman kanak-kanaknya. Temannya, hanya tak sengaja membuatnya terjatuh. Moonbin – ia masih ingat pada namanya. Namun aku tak mengingat wajahnya barang sekali setelah ia kehilangan penglihatan.
Ia adalah teman Youngjae. Dia tak jahil seperti anak laki-laki lazimnya. Dia bahkan punya suara yang manis. Awalnya cuma bermula dari permainan petak umpet anak TK yang tak begitu terpikir untuk berjaga-jaga diri. Ia dan kawannya hanya sekedar bermain petak umpet. Dan Moonbin yang bertugas menjaga.
(Flashback)
Youngjae berlarian kemana-mana mencari tempat bersembunyi. Nahas sekali ketika ia mendapat tempat bersembunyi yang tepat malah temannya duluan yang mendapatkannya. Anak laki-laki itu tak mendapatkan tempat bersembunyi. Dan akhirnya ia terpaksa berjalan ke lantai dua dimana tak ada satupun temannya yang berpikir tentang tempat itu.
Youngjae hanya duduk disana. Dengan perasaan berdebar dan entah rasanya takut untuk kepergok di sana. Agak lama Youngjae duduk disana. Samar ia dengar teriakan temannya yang tertangkap dan berlarian.
Youngjae masih meringkuk. Ia mulai penasaran karena sudah lebih dari sepuluh menit dia menunggu tapi Moonbin atau siapapun belum dapat menemukannya.
Ia pun merangkak menuju tepi gedung. Dan memastikan apakah lapangan dibawah sana telah kosong atau sebaliknya.
Bukan Moonbin dan teman-teman yang ia dapatkan, "BWAH! tertangkap!" Tapi kejutan Moonbin yang membuatnya terperajat begitu saja dan terjatuh dari lantai dua.
"KYAHHHH!"
'Brughh..'
Ia jatuh terduduk. Berimbas pada penglihatannya. Semenjak itu, teman-teman banyak yang menghampirinya. Membawakan ia banyak buah-buahan dan juga kotak-kotak berisi penuh makanan dan juga tak jarang mereka membawakan rangkaian bunga. Mereka selalu menangis dengan rengekan minta maaf. Menyalahkan kecerobohan mereka dan ketidak hati-hatian mereka.
Namun, Youngjae tak pernah merasa bahwa temannyalah yang salah. Setidaknya, mereka menangis karenanya. Ia tak pernah menaruh dendam dan menyuruh mereka untuk berhenti meminta maaf. Karena segalanya telah jadi rencana Tuhan. Tuhan pasti tak akan membuatnya buta, jika tak ada maksud dibalik itu.
Moonbin terlalu manis, ia tak dapat menyalahkan laki-laki manis sepertinya.
(...)
Ia sudah melupakan, apa itu warna udara, warna langit, rumahnya, jalanan Seoul, Ia buta. Hanya derap, suara husky, dan – aroma pekat Daehyun yang dapat ia rasakan. Ia punya ingatan buruk tentang warna. Tapi ia selalu merekam aroma dan rasa pada otaknya. Itu kelebihan Youngjae. Hanya wajah ayah, ibu, dan adiknya saja yang masih teringat. Selebihnya, ia hanya dapat merasakannya. Tidak untuk mengingatnya.
Daehyun membuka bungkusan, mengambilnya beberapa dan menyuapkan dua kismis pada mulut Youngjae. Laki-laki itu bersiap-siap mendengar penjelasan Youngjae panjang lebar. "Dae.." Youngjae mencoba mengunyah kismis itu dan mengecap lidah, "Ini, manis dan asam."
Pria itu menumpu tangannya kini pada meja, memperhatikan cara ketika kekasihnya merabakan tangannya pada kismis-kismis itu dan cara ia mengendus aroma dari kismis mungil itu. "Kau suka?"
Mengangguk. Youngjae mencicip beberapa kismis lagi. Memastikan rasanya, dan mengingat-ingat tekstur pada mulutnya. Daehyun tersenyum senang. Di matanya, Youngjae sangatlah manis.
Youngjae menyisakan beberapa kismis itu di atas bungkusannya. Dan mengambil beberapa kantung plastik kecil, menyimpannya dengan rapih semua yang Daehyun bawa agar sesekali ia dapat mencium baunya kembali. Kecuali dengan makanan dan minuman. Daehyun selalu menyuruhnya menghabiskan semua. Dan Daehyun selalu berjanji untuk membelikannya kembali jika Youngjae menginginkannya.
"Dae, kau ingin mencobanya?" lelaki itu sudah meraup beberapa kismis ke tangannya. Menyodorkan beberapa untuk kekasihnya dan meminta Daehyun untuk membuka mulutnya. Tawaran Youngjae sangatlah membuat Daehyun gemas. Baik cara menawarinya atau cara dia memanggilnya. Tak terpungkiri, Daehyun telah overdosis dengan kadar kemanisannya.
"Ya, aku mau." Iya Daehyun. Ia melihat Youngjae yang berusaha meraih wajahnya yang terbatas meja dengan susah payah. Daehyun memang gemar mengerjai Youngjae. Bukan Daehyun jika sehari saja ia tak berulah.
Ia membiarkannya beberapa menit dengan kesusahannya. Merekam jelas bagaimana Youngjae mencoba meraihnya dan berusaha menyuapkan kismis padanya. Ia terus memanggil-manggil Daehyun untuk mendekat. Tapi pria itu memilih mendiamkannya beberapa saat. Pria itu mendengar jelas rengekan Youngjae yang memintanya untuk mendekat. Tapi Daehyun terus diam dan hanya bersedekap melihat Youngjae yang bersusah payah. Kekurangan dan kelebihan Daehyun adalah kejahilannya. Menyebalkan.
Semenit Youngjae berupaya, dan akhirnya Daehyun berjalan mendekat. Berjongkok dan meraih setengah tangan Youngjae agar dapat menerawang wajahnya.
Pria itu dengan otomatis membuka mulut, membiarkan Youngjae menyuapi.
Daehyun sudah bersedia. Membuka mulutnya dan menutup mata agar kismis itu dengan mudah masuk ke mulutnya. Youngjae tersipu malu, merasakan tangannya yang menyentuh wajah yang ia pastikan tampan milik Daehyun. Seketika saja, perutnya terasa terpenuhi oleh hal yang aneh. Rasa tak nyaman yang menyenangkan. Jantungnya selalu terasa terpompa cepat. Dan semua alasan itu adalah Jung Daehyun.
Youngjae memberi suapan pada kekasihnya. Beberapa rasa manis dan asam mengalir pada lidahnya, mencicipi kismis sekaligus menatap Youngjae yang bungah selesai dia memasukkan kismis pada mulut Daehyun.
Tangan Daehyun terus menyapu punggung tangan hangat Youngjae. Lelaki itu menarik tangan Youngjae lambat, mengecup seinci dua inci setiap punggung tangan lelakinya tanpa izin sang empu. Membiarkan bibir tebalnya mendarat pada punggung tangannya. Awalnya Youngjae hanya mengira Daehyun hanya akan mengecupnya. Namun Daehyun melakukan lebih. Ia dapat merasakan hasrat Daehyun melalui gerakan perlahan yang menuntutnya. Daehyun terus mengecup punggung tangan dan telapaknya. Merasakan kejut Youngjae yang mengalir lewat kulit-kulit tangannya, "D, dae.."
Daehyun tak hanya menciumnya, ia menarikan lidah basahnya pada sudut tangan Youngjae yang panjang dan mengigit lembut permukaan tangan Youngjae. Mencoba menggoda Youngjae dengan sentuhannya. Lelaki itu memang terbiasa dengan Daehyun yang tiba-tiba. Youngjae dapat merasakan saliva Daehyun yang menempel pada sela jarinya. Merasakan bibir tebal Daehyun yang mencoba membujuknya. Tubuh Youngjae bergetar karena helaan Daehyun yang membuainya. Dan Daehyun menyukainya. Laki-laki itu berkali-kali melengus kecil. Bergerak nyaman di atas Daehyun dan merasakan motoriknya berdenyit keras. Rasa yang aneh, asing yang membuat Youngjae hampir berusaha menahan desahnya.
Manis dan hangat..
Daehyun benar-benar tergila-gila pada tangan Youngjae yang selalu memindainya. Menyalurkan hangat tubuhnya yang selalu terjaga.
"H, hajima, ngh.." ia merasakan Youngjae yang hampir terbuai. Daehyun selalu merasakan bangga dengan mendengar suara lenguh Youngjae yang terdaya berkatnya. Ketika Daehyun menikmati tangan panjang Youngjae, tiba-tiba saja lidahnya mengulur kecewa berkat Youngjae yang secara tak terduga menarik tangannya kembali.
Daehyun membuka matanya segera dan mendangak pada sosok Youngjae yang duduk di atasnya. Tidak, ia sungguh tak ingin Youngjae-nya seperti ini. Selalu hanya ada perasaan bersalah ketika Youngjae kembali menolaknya. Ia bergemetar hebat, bahkan air matanya berderai dan ketakutan. Daehyun membuka matanya penuh. Menggenggam tangannya cepat dan Youngjae dengan cepat pula menepis tangan itu.
"Youngjae? Ada apa?" Daehyun berkali-kali mencoba menyentuh Youngjae namun ia tak dapat mengelak dari tangan pria yang melempar kuat lengannya.
"Tidak, aku tak pantas untukmu. Aku tak bisa bersamamu," penolakan tiba-tiba Youngjae kembali membuat lelaki itu resah. "Aku hampir membunuhmu dan tangan ini kotor, Dae! TANGAN INI TAK DAPAT KUMAAFKAN!"
Pekik Youngjae menjadi-jadi seperti dirinya yang terus menolak apapun yang Daehyun lakukan pada raganya. Ia meronta-ronta menyalahkan awaknya dan kesalahan fatal yang ia perbuat. Semuanya berngiangan di otaknya. Perasaan semu yang bahkan tak tergambar oleh visualnya. Yang terus menghantuinya dan menjadi momok tiap kali pria itu memberikan segala. Ia terus menyalahkan diri sendiri.
"Youngjae! Aku tidak apa-apa! Aku yang seharusnya merasa bersalah padamu. Bukan kau yang salah. Aku, aku yang salah."
Youngjae menggeleng terus menerus seperti kesetanan. Ia tak dapat memaafkan dirinya. Dirinya benar-benar berdosa. Ia tak dapat menampung segala rasa bersalahnya. Tangannya telah melukai orang terkasihnya. Ia mengutuk tangan ini.
"Youngjae, dengar," matanya menjelajah pada manik kelam Youngjae yang penuh kekhawatiran, menatap dan mendalam.
"Berkat aku, kau kehilangan ayah," Daehyun mengusap permukaan wajah Youngjae perlahan.
"Berkat aku, kau kehilangan ibu,"
"Karena aku pula, kau kehilangan adikmu." Akunya untuk terakhir.
Lengan kekar itu bergetar, tepat pada permukaan wajah kekasihnya. "Harusnya kau benar-benar membunuhku!"
Youngjae yang kacau dengan tangis tak berani membuka matanya. Rasanya sangat memalukan ketika ia membuka matanya. Walau semua akan sama ketika ia membuka mata atau tidak. Tapi ia dapat memastikan jika mata Daehyun kini menatapnya lekat dengan penuh emosi yang meluap. Ia dirundung perasaan menakutkan yang hebat. Tak dapat terpungkiri jika kedua insan itu rapuh. Mereka tak dapat memaklumi kesalahan mereka. Daehyun dan Youngjae, bukan orang yang dengan mudah lupa akan masa lalu. Bukan, masa lalu mereka terlalu mengerikan. Sangat tak patut dikatakan sebuah pertemuan manis.
Pertemuan mereka, adalah – dosa termanis mereka.
"Dari awal bertemu," Suara Daehyun tiba-tiba saja berubah bergetar. "Aku melenyapkan semua harapanmu."
Youngjae, meringsut dan menutup telinganya. Mendengar jeritan dan pekikan yang memekakkan membuat ia merinding setengah mati. Dirinya ada di ujung tanduk. Ia tak dapat menolong siapapun dan tak dapat melalukan apapun. Ia sangatlah lemah, bahkan untuk melindungi dirinya sendiri.
Ia tak dapat melihatnya, namun ia yakin. Keluarganya tengah tergeletak tak bernyawa di depannya. Ketakutan, bau hanyir, dan desah adiknya yang merintih dan menghampiri napas ajalnya. Youngjae tak kuasa, ia tak berani mendekati dan memeluk adiknya. Ini terlampau kejam dan bengis. Lelaki itu tak mengerti dan tak tahu alasan apa yang membuat orang itu membunuh keluarganya.
Youngjae duduk pada tepi ruangan dengan ketakutan. Ia bersiap, bahwa nyawanya – yang akan terenggut setelah ini. Laki-laki itu terus menutup telinganya rapat. Ia tak kuasa mendengar tendangan-tendangan kaki yang menghantam tubuh tak berdaya keluarganya dan decih pria itu meremehkan. Telinganya sudah muak dengan suara pistol yang memekakkan. Pria itu bahkan menghunuskan pisaunya pada tubuh tak bernyawa itu. Kenapa lelaki itu membiarkan Youngjae mendengar kepiluan ini? Apa maunya?
Pria itu menjongkok di depan laki-laki yang memiliki mata sendu itu – sayu namun kuat. Ia dapat mendengar derapnya yang berat dan hangat tubuh yang aneh mendekati. Hanya berjarak beberapa senti dari tubuhnya.
"Hanya tersisa kau," suara renggangan leher jelas terdengar. " Lelaki lemah dan.. buta."
Pistol dingin nan besar itu menempel pada dagu lelaki yang berdecak banyak darah. Menghunus pada saraf lehernya menanti satu jiwa mati di bawah kuasanya. Bibirnya bergetar, tubuhnya menggigil. Napasnya tersendat-sendat menunggu ajalnya.
Bibir Youngjae terus menggigil, adrenalinnya berpacu namun ia terlalu takut untuk melawannya. Ia hanya terpaksa menerima kenyataan pahit ini. Susah, sungguh dengan payah dia membuka mulutnya, "S, sebelum aku.. mati. B, biarkan a, ku.. menyentuhmu."
Tawa berat terdengar mengerikan di tempat itu. Bukan, melainkan suara tawa meremehkannya yang terdengar. Youngjae tak ingin mendengarnya. Itu sangatlah menakutkan. Nyawanya seakan melayang-layang di atas tawa menghinanya itu.
"Jadi siasatmu setelah menyentuhku kau akan mematahkan leherku dan menyemprotkan bahan murahan, bukan? Atau memberikan pukulan kosong cupumu itu?" Jarinya kini mencekik leher Youngjae kuat. "Aku takkan terjebak leluconmu."
Tangannya mencengkram pergelangan pria yang semakin mempersempit jalan napas. Berusaha merenggangkan jemari pria itu namun apapun daya yang menjadi upayanya takkan berhasil. Ia sudah sadar jika kekuatannya jauh tak sebanding dengan lelaki di depannya.
"Ak-ku.. uhuk.. janji."
Ia masih mencekiknya kuat. Hingga seluruh wajah Youngjae berubah membiru perlahan. Lelaki itupun masih menghidu udara dengan terbata. Pria itu berpikir sejenak di depan tubuh ringkuh Youngjae. Ada sesuatu yang membuat dirinya ganjal, ia tak akan mengijinkannya. Mata tegas pria itu memastikan. Curiga yang mendominan dan perasaan asing dan tak wajar. Melihat lelaki itu terus memancar harapan besar.
Pria itu akhirnya membiarkan Youngjae mengambil napas. Dirinya mengiyakan tanpa suara. Seakan memang itulah yang menjadi hukumnya. Lelaki itu melepaskan belenggu dari leher lelaki itu. Terbatuk-batuk dan mengambil banyak oksigen dari sekitar. Kekuatan apa yang membuat dirinya menurut pada lelaki lemah ini?
Youngjae masih tercekat. Ia masih memegangi lehernya yang perih. Youngjae masih shock dan kembali membiasakan sarafnya. Laki-laki itu hanya diam memperhatikan. Menatap dengan manik kecoklatannya dan masih memberi jeda untuk lebih banyak mengisi paru-parunya.
Beberapa menit berlalu. Ia hanya diam. Melihat laki-laki dengan aroma ceri itu menelusurkan tangan pada wajahnya. Dari rongga matanya, kedua pipi, hidung bangir, detail-detail wajah, dan ia terhenti pada bibirnya yang mengatup erat. Tegas, dingin, bahkan tak ada kata ampun pada rautnya. Sangat perlahan, dan Youngjae terkagum sendiri setelah menyentuhnya. Kulitnya yang halus, tanpa cacat sedikitpun.
"Hatimu sangatlah tenang – seperti air yang dingin. Terus mengalir, dan selalu mencari lubang kosong untuk mengisi dirimu," Senyum tipis Youngjae dapat tertangkap oleh mata pria itu. "Air tak pernah memilih, warna atau cairan apa yang akan mengotori mereka. Dulunya, kau adalah sebuah sumber mata air yang jernih. Yang memberi segala makhluk hidup kehidupan,"
"Dan ketika manusia merasa, jika kau hanyalah sebuah air. Menganggapmu adalah riak air yang tak bernyawa. Yang terlalu dingin, tak berperasaan. Mereka menumpahkanmu segala hal tak baik. Membuang hinaan, cacian, umpatan, fitnah, dan banyak hal yang buruk kepadamu,"
"Dan akhirnya, kaulah yang membunuh mereka. Tak peduli, siapa mereka. Kau adalah sumber airnya mereka. Dan kau membunuh mereka semua dengan kehausan panjang." irisnya tegas tak ingin elak dari laki-laki aneh ini. Pria tertegun. Ia membulatkan matanya penuh. Ia tak dapat mengatakan jika itu adalah kebohongan. Laki-laki itu mengatakan hal yang benar tentang dirinya. Senyumnya mengiris-ngiris.
'Klik..'
Pria itu mengarahkan pistolnya tepat pada keningnya, "Hentikan bualanmu, sialan. Tahu apa kau tentang aku?"
"Jadi, aku benar 'kan?" ia menarik senyum pilu. Ia menurunkan pistol itu dari dahinya. "Biarkan aku bicara sedikit lagi."
Tangan itu turun pada dada bidangnya. Beringsut mendekat dan ia mengerti kalau orang itu membiarkannya sekali lagi. Ia menaruh telinga pada jantungnya. Pria misterius itu terkaget, karena lelaki itu dengan berani mendekatkan telinga pada dadanya. Mendengar degup jantungnya. Ini diluar persetujuannya. Dia bilang hanya menyentuhnya.
"Jantungmu, berdegup lemah."
Hangat, tangan dan tubuhnya hangat. Sama persis dengan senyumannya yang membawa luka dan kehangatan. Sekaligus perasaan tak nyaman yang tak dimengerti.
"Aku tahu, mengapa kau mengambil jiwa seseorang," Youngjae mengangkat wajahnya, "karena, hatimu dingin dan kosong.."
Ia membulatkan matanya, jantungnya berdegup cepat kala lelaki itu menjauh dari dadanya.
Youngjae kembali mengangkat tangan pria itu ke arah dahinya. Mengarahkan pistol itu dan membiarkan pelatuknya yang akan mengakhiri hidupnya. Ia menumpu semua berat badannya pada lututnya. Memejamkan mata dan pasrah pada segalanya. Dirinya tak pantas lagi hidup. Semuanya telah menghilang. Dan semuanya telah tak berarti untuknya. Mati – adalah opsi yang terbaik.
"Siapa namamu? Dan kau boleh membunuhku."
Pria itu membeku sedaritadi. Membiarkan tangannya melayang dengan pelatuk yang mengarah pada laki-laki di depannya. Menunggu kebekuan itu mencair dari relung tanpa berhenti menatap pria yang mengungkap fakta tentang dirinya. Ia dengan ragu menodongkan pistolnya di atas keningnya. Jiwanya teriris, bahkan kata-kata itu tepat menghujam hati. Bukan merasa iba. Melainkan menyadari, jika – 'ia tahu apa yang aku rasa..'
Bergeming lama, ia dapat merasakan degup jantungnya yang berdegup bising pada telinganya. Pria itu mencoba untuk melepas pelatuknya. Tapi ia merasa, tak dapat melakukannya. Perasaan apa ini? Ini bukan perasaan yang sering ia rasakan. Aneh dan tak lazim. Pria itu.. jatuh. Bak terhempas dari jurang yang sangat curam. Semua yang ada di angannya berubah kabur dan gelap. Ia tak dapat merasakan dirinya.
"Jung Daehyun."
Wewangian sabun dan suara keran yang mengaliri bathup. Cipakan air yang berjatuhan pada ubin dingin tak menghentikan tangan lelaki itu yang masih menggosok pelan spon mandi yang penuh busa beraroma ceri pada tubuh lelaki yang ada tepat dipangkuannya.
"Aku pikir kau tak suka mandi dengan sabun ceri." Youngjae terkikik lucu sembari memainkan air busa yang mengalir tenang. Harum cherry blossom menyeruak keluar ketika Daehyun terus menggosok sponnya dan ketika kaki Youngjae terus berkecipak memainkan air.
Tersenyum, ia menghentikan acara menggosokkan spon mandi itu dan beralih memeluk tubuh telanjang Youngjae. "Memangnya harus, ya kalau laki-laki itu berbau maskulin?"
Youngjae berpikir sejenak. Mengangkat kepala seolah ia tengah berpikir keras. "Yup, karena mungkin saja rekan kerjamu bisa tahu kalau kau mandi dengan kekasihmu."
Kekeh beratnya menggelitik telinga Youngjae yang ada beberapa senti darinya. Membuatnya tergidik dan mengeratkan genggamannya pada tangan kokoh Daehyun, "Bagus 'kan? Jadi tak ada laki-laki atau perempuan yang akan mendekatiku."
Youngjae diam sejenak, merasakan spon mandi yang Daehyun gosokkan pada punggungnya sekaligus memain-mainkan air yang bercampur dengan sabun ceri-nya. Daehyun berkata, "Shh.. kau juga laki-laki. Tapi kenapa suka dengan sabun ceri?"
Youngjae terkekeh, "Karena adikku menghadiahiku sabun ceri ketika ulang tahunku tahun lalu," terangnya. "Dia bilang, 'setidaknya sekali dalam hidupmu kau harus memakai sabunku!' dia bicara itu dengan sangat antusias. Awalnya aku menolaknya. Ia suruh aku menyimpannya saja. D, dan dia mengejekku ketika aku memakainya. Aku kehabisan sabun waktu itu,"
Daehyun mengernyih tak nyaman, ia sadar jika dirinya telah salah melakukan hal itu pada keluarganya dan adiknya khususnya. Dan pastinya karena dia menanyakan pertanyaan yang sangat salah.
"Aku baru sadar cherry blossom punya aroma yang enak sekali. Jadi sekarang aku sering memakainya."
Youngjae merasakan tangan hangat Daehyun memeluk tubuhnya. Youngjae tahu, jika Daehyun pasti merasa bersalah atas pertanyaannya. Ia selalu ingin Daehyun bersikap manja seperti ini. Ini adalah sisi paling menggemaskan Daehyun sepanjang dia mengenalnya. Dia memang sosok yang dingin dari luar. Tapi, ia punya sisi yang lembut dan hangat di dalamnya. Bagaimana Youngjae tak jatuh hati?
Laki-laki itu melenggangkan lehernya kala bibir dingin kekasihnya melesak masuk pada ceruk leher. Melumat dan mencumbunya lembut tanpa menuntut. Meninggalkan tanda kepemilikan tanpa membuat Youngjae memekik. Ia merindu. Bibir Daehyun menjelajah tiap inchinya.
"D, daeh.. ngghh.." lenguhnya. Daehyun tak menghentikannya, ia menjilat dan mengecup ceruknya dan terus menghidu wangi ceri yang keluar dari tubuh Youngjae. Terus meninggalkan bekas merah keunguan pada tengkuk, dagu, sampai ke pundak.
"Nnh... Hyun-ahh.."
Laki-laki itu selalu memanggil nama Daehyun dengan cara yang manis. Berujar kata sayang dan cinta ditiap lumatan yang berhasil membuat ia menggila.
Youngjae tak dapat diam, ia menarik lembut surai Daehyun yang ada di samping kepalanya. Dan Daehyun pun tak dapat berhenti. Tangannya tak diam memainkan nipple merah muda Youngjae. Semakin membuat Youngjae gencar mendesahkan namanya. Memilinnya kedua nipple Youngjae, memainkan kedua puting dadanya tanpa lepas memberikan tanda di tubuhnya.
"Chagiy-ahh.. ini geli.. ahhn.."
Daehyun menghent
ikan rengekan Youngjae dengan bibir ranumnya. Menggesekkan pucuk hidungnya pada permukaan ceruknya dan mengecup lembut inci demi inci.
"Shhh.. just deserve it."
Daehyun mengakhiri dengan kecupan singkat pada ceruknya. Suara kecupan terdengar nyaring pada telinga mereka.
Daehyun menuntun untuk membalikan tubuhnya, membimbing kakinya untuk berpindah dan saling berhadapan. Mereka saling merekatkan dahi mereka. Merasakan deru napas mereka bersama. Daehyun tak hentinya kagum, dengan tubuh telanjang kekasihnya yang duduk tepat pada pangkuannya. Pemandangan indah yang tersuguh sangat menyiksa Daehyun.
Ia menatap lekat-lekat setiap tetes air yang membasahi wajah dan melihat rona menyemu itu dengan jelas. Keduanya tak kuasa bertahan pada posisi ini.
Daehyun menyelipkan tangan kiri pada pinggang dan kanan pada tengkuk dengan indah. Dan Youngjae, berpegangan erat pada kedua pundak bidang Daehyun. Mengatur denyut nadi masing-masing sebelum mereka menyatukan bibir mereka.
"Aku mencintaimu, Yoo Youngjae."
".. Dan aku sangat, sangat mencintaimu, Dae."
Mereka terus mendekat, perlahan namun pasti.
Mendekat..
Lebih dekat..
Dan semakin dekat.
"Ilysm,"
TBC
Author's Note :
Annyeong, reader-nim! Jungie heree! Maaf karena hiatus lama tanpa bilang dan waktunya ga nentu. U know lah, anak menengah keatas ga kaya di ff-ff yang cuma kejar-kejaran cari doi trus nangis-nangisan gegara kebaperan cowok :v Rasanya pengen menghardik tugas-tugas pra-uts dan pasca-uts yang malah bikin pala gua muter gajelas, err.
/kebakar/
Btw, minggu kemarin aku uts. Jadi minta doanya buat ulangan kali ini :'' Lagi down gila gara-gara banyak hal. Ga banyak berharap tapi gua selalu coba berusaha apapun yang gua bisa. DAN BENAR SAJA NILAI MTK-NYA TURUN WAHAHAHAHA /bangga dapet nilai kecil/
Dan, maaf kalo banyak typo :v males edit sumpah. Kemarin itu, aku sempet baca ulang trus ada namaku /horor/ dan aku langsung syok trus malu sendiri.
/bunuh diri/
Regard,
Jungie.
