Midoriya Izuku
Midoriya Izuku berjalan mantap seakan tak gentar dengan keadaan sekelilingnya. Aturan dasar Villain, jangan gentar dari intimidasi villain lainjika tak ingin dianggap keroco.
Gang sempit itu dipenuhi para bad guy kelas teri: preman, pemabuk, pemakai ataupun pemilik Kosei yang pastinya sangat biasa. Semua lengkap dan tinggal dipilih untuk pemuas adu pukul. Tapi Izuku tahu, hanya para keroco yang melakukan tindakan serendah itu. Jika ada target sebesar All Might, kenapa tidak tantang saja langsung si pahlawan pro nomor satu. Dengan begitu elektabilitas sebagai Villain juga akan meningkat.
Sayang, All Might tidak termasuk daftar target dan dia bersumpah di depan makam ibunya, Villain bukanlah akhir tapi hanyalah batu loncatan.
*HACHU!*
Rambut ikal hijau tersapu angin malam. Tubuhnya menggigil, mencari kehangatan.
Izuku benci udara dingin. Bisa saja dia menghangtakan tubuh dengan Kosei miliknya. Tapi dia bukan gadis penjual korek api yang pada akhirnya mati di gang sempit karena terlalu berharap pada sebatang korek. Gadis bodoh.
"Yo, Deku!. Atau bisa kupanggil Bloody Mask?"
Izuku sempat tak mengenal sosok tengah bersandar di tiang listrik itu. Tapi, kulit sehijau kadal rambut pink esentrik dan gaya pakaian seburuk Stain…. Hanya ada satu orang yang punya ciri seperti itu.
"Oh. Kau rupanya Spinner," kata Izuku terdengar dingin
Iguchi Shuuichi atau dikenal Spinner berdecak lidah.
"Ceh. Dari cara bicaramu kau lupa denganku hm?. Harusnya kau mengingat baik siapa yang ribuan kali menolongmu." Spinner meregangkan otot. Terlalu lama menunggu bukanlah kesukaannya.
"Ribuan kali menolongku? Tampaknya kau harus kembali ke sekolah dasar kawan. Katakan padaku siapa yang sudah menyalamatkanmu selusin kali dari para fake itu?"
"Ya ya ya, kau orangnya penghancur mafia Lecce,"
Perlahan seulas senyum mengembang di wajah Izuku. Jepang memang selalu bisa membuatnya menjadi Pribadi Midoriya Izuku sebenarnya, bukan Deku atau Bloody Mask—nama baru yang dia dapat dari eropa, sosok dingin yang selalu meninggalkan inisial 'fake' di dekat jasad gosong yang akhir-akhir ini menjadi trending topic di dunia maya.
"Oh apa ini, Spinner yang itu memujiku? Mimpi apa aku semalam?" Menggoda Spinner adalah hobinya.
"Prefect! Selamat datang kembali Deku."
Spinner menggerutu, berjalan mendahului. Mereka berdua berbelok. Memasuki gang yang lebih suram daripada sebelumnya. Eksistensi para sampah masyarakat semakin meningkat.
"Ayolah kawan marajuk bukanlah gayamu kan," kata Izuku santai. "Kita berdua adalah penerus tekad Stain, harusnya kita saling berbagi selayaknya saudara seperguruan."
Puluhan pasang mata suram semakin intens mengawasi mereka, bahkan ada yang mengeluarkan pisau lipat dari saku sekedar menunjukan arti 'pergi atau mati'. Tapi tentu saja, butuh cara yang lebih ekstrim untuk menyingkarkan kedua anggota aliansi villain tersebut.
Suara Izuku makin keras. dia berusaha memancing suasana sekaligus menarik perhatian partners in crime-nya itu.
"Oh ya, kau tahu aku dapat banyak hal unik di Eropa. Nyatanya di sana Hero tidaklah eksis seperti di Jepang atau Amerika. Mereka lebih dididik untuk menjadi pasukan tempur negara. Keren kan?
"Dan… kupikir sudah saatnya Jepang merombak total sistemnya. Dengan begitu tidak perlu adanya Stain. Atau mungkin kita berdua tak akan mengobrol seakrab ini? hm… tapi kalau itu sampai terjadi, Jepang akan kembali menjadi Fasis dan Perang Dunia akan mengetuk pintu rumah kita. Huh! Semuanya sama-sama buruk. Ne bagaimana menurutmu Spinner?"
Spinner masih tetap diam, tapi bukan Izuku jika menyerah begitu saja.
"Hm… kira-kira apa sudah saatnya kita menerobos tembok penjara dan membebaskan Stain ya? Dengan kemampuan seni pedangmu, lalu Dabi, Toga dan sedikit kecerdasan otakku dalam hitungan menit penjara seketat Tartarus pasti mudah—"
"Bagaiaman caranya!?" Ah ini dia. Cukup topik tentang Stain dan Spinner akan menjadi sosok yang menyenangkan. "Katakan padaku bagaimana caranya!"
"Wow wow tenang sobat. Kau bisa membuat paru-paruku sekarat," Spinner melepaskan tarikan kerah jubahnya, tapi masih tetap menatap Izuku meminta penjelasan. Sial padahal dirinya sudah susah payah ber-cosplay menjadi si sulung Elric bersaudara.
"Kau ingin tahu rencanaku yang brilliant ini?" tanya Izuku.
"Sudahlah jangan basa-basi."
"Spinner yang keren dan tangguh akan menjadi pemain utama dalam drama pembebasan Stain."
"E-eh? Se-sekeren itukah aku?" satu lagi kelemahan Spinner, mudah tersipu hanya dengan sekali pujian.
"Tentu saja. Untuk apa aku menjadi rekanmu bukan? coba banyangkan semua Koran memuat tentang Spinner. Uh aku saja merinding membayangkannya."
"Y-ya… kalau kau bicara begitu."
"Nah karena aku bicara seperti itu," Izuku menoleh diikuti oleh Spinner, tampaknya mereka benar-benar menarik perhatian sekitar. Lihat saja sekitar lima puluh orang sudah nyaris mengelilingi mereka. "Bagaimana kalau Spinner yang hebat ini menunjukan pada mereka seperti apa akhir dari para bajingan kota. Ingatkan, Hero adalah mereka yang mau sukarela menolong tanpa pamrih."
Hanya sekali dorongan. Izuku sukses mendorong Spinner. Kini bukan lagi spinner yang tersipu melainkan sosok dengan tawa keras menyayat semua orang dengan pedang uniknya.
Izuku berjalan meninggalkan Spinner. Dia tak perlu memeriksa hasilnya. Dia sudah tahu jika Spinner memang tangguh. Izuku bukan seorang penjilat, dia memuji sesuai apa yang dilihatnya.
"Tempat ini tidak cocok untukmu. Nona, ada banyak bajingan yang tidak pantas kau lihat."
Di balik sudut tong sampah muncul seorang gadis cantik dengan rambut coklat mengilat berhias jepit rambut bermodel kupu-kupu perak.
Izuku mengulas senyum, mencoba memeberi ketenangan kepada wanita itu. "Jangan takut. Temanku sudah membereskan semuanya."
Gadis itu tampak kebingungan sebelum akhirnya sadar dan merundukan kepalanya dalam, mengingatkan Izuku pada Miho, karakter utama serial Orange. Dia menatap Izuku lekat-lekat sebelum beranjak pergi. "Te-terima kasih banyak!"
Izuku memastikan gadis itu pergi dengan selamat sebelum melanjutkan kembali urusannya. Mungkin tidak buruk juga menunggu Spinner menghabisi para sampah itu. setidaknya dia bisa menikmati malam natal di tengah gang sempit dan bau ini.
"Fiuh tadi itu benar-benar luar biasa," kata Spinner." Lima pulu—ah tidak enam puluh sembilan dalam waktu lima menit. Rekor baru bukan?"
Izuku melihat setumpuk manusia bercampur antara sekarat dan mati jauh di sana. Dalam hal ini Spinner memang paling ahlinya. "Yah setidaknya kita sudah membantu tugas para Polisi."
"Oi. Sekarang katakan padaku bagaimana cara membebaskan Stain!" tuntut Spinner.
"Kau juga akan tahu nantinya."
"Apa!"
Izuku mengakat bahu dan pergi meninggalkan Spinner seakan tak terjadi apapun. Manusia kadal itu mencak-mencak seperti Pitcher Kidal kebanggan Seido. Selama sisa perjalanan Spinner tak henti-hentinya mengeluarkan segala apapun yang dipikirkannya dan Izuku membalas enteng, hingga gang itu menjadi ramai daripada biasanya.
"Tempat ini sama sekali tak pernah berubah." Kata Spinner menatap bar tua di depannya.
"Ah kau benar. Mungkin sudah saatnya aliansi mengumpulkan dana untuk perbaikan. Kupikir tak ada salahnya memiliki markas yang hebat, seperti markas milik Momonga?"
Spinner tak menjawab dan berjalan memasuki bar diikuti oleh Izuku. Dalam ruang remang berbau alkohol, rokok, arang dan darah bercampur menjadi satu. semua orang yang tadinya sibuk dengan urusan masing-masing, menoleh begitu Spinner dan Izuku masuk. Tampaknya mereka yang terakhir datang.
"Kalian terlambat tujuh belas menit." Suara serak yang Izuku tahu berasal dari Shigaraki Tomura. Pria surai baby blue yang sayangnya tidak pantas dengan perawakannya. Izuku membelas dengan senyum terbuka. Ah lama-lama mungkin dia akan menjadi All Might kalau banyak menebar senyum.
"Ada pesta kecil yang harus kami berdua hadiri. Ne, Spinner?"
"Entahlah." Spinner membalas ketus dan bergabung dengan Dabi serta Jin. Pria kadal satu ini memang punya hubungan buruk dengan Tomura.
"Sudahlah Tomura, lagipula semuanya sudah berkumpul." Terdengar suara dingin di ujung ruangan. Susah memastikan sosok itu dengan cahaya minim seperti ini. tapi Izuku hafal betul pakaian formal yang dikenakannya. "Selamat datang anaku Izuku."
"Ah. Aku pulang Father."[]
