Moiriscarlett presents:
I Don't Hate You, Sis. I Just… N'ah, I Hate You.
Disclaimer: Indonesia sama Malaysia punya pemerintah dan seluruh rakyatnya. Prussia juga. Axis Powers Hetalia punya Hidekaz Himaruya yang mukanya uke banget. Kalau gambar personifikasi ketiga negara tersebut punya Hidekaz juga.
Warning: Tidak "layak". Ancur. First fic, jadi percobaan. Mungkin OOC. Don't like, don't read.
Maaf kalau ada kemiripan plot. Saya enggak ngopy kok… Sumpah deh…
Chapter I – Indonesia. Endon Nesia.
Halo, semuanya. Namaku Indonesia. Panggilanku Nesia.
"WOI, ENDON! DIMANA LO?".
"…Di hatimu!".
Maaf, tadi itu Cuma "adik"-ku yang "manis", M-Alay-sia. Ya, penekanan di bagian "Alay". Oh, enggak. Saya enggak ngatain dia alay kok. Memang namanya seperti itu.
Oke, kembali ke perkenalan tokoh utama, aku. Aku adalah personifikasi negara paling oke, kece, imut, unyu, lucu, rajin sholat, dan mengaji. Istilah pendek bahasa Inggrisnya, awesome. Tenang aja, saya enggak mencoba mengcopy Prussia. Toh Prussia itu negara udah almarhum. Jadi sah-sah saja dong.
(Prussia: Huaatchim! Wah, ada yang ngomongin gua nih. Normal sih, orang awesome pasti banyak yang ngomongin. Biasa lah, fans.)
Seperti yang aku bilang tadi, aku ini rajin sholat dan mengaji—kalo lagi mood. Rakyatku juga. Mayoritas masyarakatku itu memang beragama Islam. Tapi ada juga yang beragama lain. Sama hal-nya dengan suku, budaya, adat, dll.
Negaraku penuh kekayaan seni dan budaya. Tapi, "adik" kecilku yang dulunya manis itu agak iri denganku. Jadi, dia membuat kebudayaan sendiri yang agak mirip dengan milikku. Awalnya sih aku tidak marah, tapi lama-lama dia sudah kelewatan. Sekarang masalahnya merembet kemana-mana dan kita tidak akur lagi.
Dulu, waktu kami masih kecil, aku dan Malaysia sangatlah akrab. Kami sering bermain bersama. Kita senang sekali saling menata rambut satu sama lain. Rambut Malaysia itu panjang dan halus. Kadang aku iri dengan rambutnya yang cantik tergerai dan mudah diatur itu. Sedangkan rambutku? Kusut, awut-awutan, dan mudah rontok. Dulunya sih tidak separah itu, tapi semenjak si penjajah kepala tulip mengganggu kehidupanku, aku jadi jarang mengurus rambutku. Boro-boro mengurus rambut, setiap detik waktuku kuhabiskan mengurus si Nethere tulip kuncup sialan itu.
Si Malaysia malah enak. Dia dijajah oleh seorang tea-freak beralis di atas standar yang "menjajah" hanya untuk iseng-iseng belaka. Daripada dijajah, Malay lebih terlihat seperti dibimbing menjadi lebih baik. Dan memang Malaysia jadi agak sedikit lebih berkembang dari sebelumnya. Walaupun sekarang sih aku dan dia tidak jauh berbeda. Namanya juga aku gitu loh, bisa berkembang sendiri tanpa bantuan si kepala tulip sial yang kerjanya cuma menyuruh-nyuruh seenak kuncup rambutnya yang membawa sial.
Dulu, Malaysia itu anaknya manis. Kemana-mana selalu mengekor aku. Aku gemas sekali ketika dia berlari kecil ke arahku sambil memanggilku, "Kak Nesia! Kak Nesia!". Pipinya yang gempil sangat menggoda jari-jariku untuk mencubitnya pelan. Lalu, dia akan memegangi bajuku sambil menyembulkan cengiran manis ke arahku. Betapa lucunya anak itu dulu.
"WOI! ENDON! KAKAK BIADAB! LU NYOLONG DUIT YANG ADA DI SEBELAH LAPTOP GUA YA? ITU BUAT SMOOTHING RAMBUT SAMA BENERIN LAPTOP YANG KEMAREN LO RUSAKIN, BEGO!"
"…. Nggak kok!"
Ya, betapa manisnya dulu.
"Tapi bo'ong!"
Sekarang aku telah jadi negara berkembang, begitu juga "adik"-ku. Aku telah berhasil melawan Nethere, Jepang, dan penjajah lainnya dengan bantuan rakyatku. Sedangkan si Malaysia telah ditinggalkan si orang-gila-yang-suka-memanggil-manggil-"Yousei-san"-sambil-ketawa-sinting karena dia sudah bosan "menjajah"-nya. Tapi, masih ada saja cobaan yang datang kepadaku. Ironisnya, problema itu datang dari "adik"-ku sendiri. Seperti yang aku bilang tadi, dia mengklaim budayaku, menyiksa tenaga kerjaku, dan melecehkan aku. Aku tidak terima. Tidak terima sama sekali.
Tapi, seberapa marahpun aku padanya, dia tetap "adik"-ku. Aku harus menjaganya. Aku tidak akan pernah menjelekkan namanya di mata publik.
"HEH, ENDON! LU NULIS APA TENTANG GUA DI BLOG LU HAH? B*NGS*T LU! *NJ*NG! –Maaf, sisanya tidak lulus sensor-"
Aku tidak pernah bilang dia itu berkepribadian jelek, bermulut kasar, muka mirip b*b*, badan tinggi kebawah, maling sialan, atau hal-hal buruk lainnya. Tidak pernah.
Aku sangat menyayanginya sebagai seorang "kakak". Aku masih ingat, dulu dia memberikan aku gelang yang melambangkan persaudaraan (istilah Inggrisnya, ummm, sisterhood) kita. Sampai sekarang, aku masih mengenakan gelang itu di lengan kiri-ku.
Dan sejujurnya, walaupun dia iri dengan budayaku, aku juga iri dengan wajah cantiknya, rambut halusnya, kesigapannya dalam bekerja, tanggung jawabnya, dan segala hal yang seharusnya menjadi tugas seorang "kakak" yang tidak bisa kulakukan dan malah dia yang menggantikan.
Iya. Aku tidak membencinya, aku hanya….
"IN-DO-NE-SIA!"
"Apa sih, manggil-manggil gua mulu? Ngefans lu?"
"BALIKIN DUIT GUE!"
"Iya, iya. Nanti, kalo duit gua udah dibalikin Gay-giiiiiit-. Lagian sabar kali, lu kan duitnya banyak, nggak kayak gua, miskin. Pelit banget sih lu sama kakak sendiri. Udah tau gua baru kemalingan, lu minta-minta duit. Nggak punya hati lu. Eh, kok bawa-bawa tongkat bola bakar[1] gua? E-Eh, Malay, lu mau ngapain, lay? WO-WOI! ADUH! SAKIT, NYET! UDAH! UDAH WEI! AAAARGH!"
"Duk."
Tidak jadi. Aku memang membencinya. Sangat membencinya.
~Indonesia's POV: End (?)~
A/N: [1]Semacam baseball di Indonesia.
Hahaha. Cacat. Pendek. Maklum, belom makan (?). Kita tidak bisa berperang (dan menulis) dengan perut kosong. Ide masih limit. -shot-
Ini fic pertama saya dan saya udah merasa nggak pd. Sumpah deh, ini fic saya yang paling pertama. Bukan pertama di fandom ini, tapi BENER-BENER PERTAMA. Sebelumnya, saya belom pernah nulis fic apapun sampe selesai. Atau seenggaknya, nggak pernah saya anggap "layak" untuk dibilang fic.
So… Reviews, please? Critics, suggestions, and –gulp- flames are also –sighs- o-okay… But, don't be too harsh on me. I bite. Roar.
