Tao pov
Kali ini aku sukses terjatuh ke dalam kesalahan sedalam-dalamnya. Hidupku hancur karena tindakan gegabah yang kulakukan atas nama cinta. Dan parahnya lagi, cinta yang kuagung-agungkan dan ku bela berbalik menyerangku. Aku tidak tahu apa yang salah denganku. Tapi bukankah Tuhan sudah kejam sekali padaku? Sebenarnya apa salahku? Ya, aku melakukan hal yang salah. Tapi percayalah, aku seperti bukan aku saat itu. Aku telah dibutakan oleh sesuatu yang disebut cinta. Dan saat ini atau mungkin untuk seterusnya, aku akan membenci satu kata itu.
"Hei.. Kau menginjak kakiku." seseorang disampingku membuyarkanku dari lamunan.
"Ah.. Maaf.." seruku sembari mengangkat kakiku yang menginjak kaki pria kecil itu.
"Hm.." jawabnya acuh.
Setelah itu, tak ada lagi pembicaraan diantara kami. Kami hanya dapat diam menunduk di kursi truk tentara yang menyesakkan sambil berharap kendaraan besar ini tidak pernah sampai tempat tujuan.
Dan jawaban paling tepat dari doa yang ku ikrarkan dalam hati saat itu tentu saja adalah, mustahil.
Doa kami tak terkabul, truk tentara ini berhenti dengan selamat di tempat yang sejak dulu tak ingin kudekati.
"Cepat turun! Setelah itu langsung berbaris!" teriak salah satu petugas kepolisian pada kami dengan keras. Satu persatu dari kami segera menuruni truk. Hingga tiba giliranku. Saat turun dari truk, kudengar salah satu petugas sedang menatap kami dengan wajah merendahkan yang rasanya ingin kuenyahkan secepatnya dari bumi.
"Apa kau lihat-lihat brengsek?! Sampah sepertimu tak seharusnya menatap langsung mataku! Tundukan kepalamu! Dasar bodoh!" serunya saat menyadari tatapan tak suka mataku yang terus mengarah padanya.
Tak mau terlibat masalah, aku langsung menundukkan kepalaku. Hal serupa dilakukan beberapa orang lainnya yang bernasib sama sepertiku.
Setelah semua tahanan turun dari , (Kalian tak salah dengar. Yang berbaris sekarang adalah sekelompok tahanan penjara baru. Dan aku salah satunya. ) barulah kami dibawa masuk ke bangunan yang... Sebenarnya tak ingin kumasuki.
Setelah masuk bangunan itu, kami kembali di bariskan. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya seorang petugas datang, lalu 10 orang di antara kami dipanggil untuk memasuki ruangan selanjutnya.
Aku belum dipanggil. Tapi aku harap aku tak akan dipanggil. Karena yang aku tahu, setelah melewati ruangan itu, maka aku akan sepenuhnya berstatus sebagai tahanan penjara.
Tapi lagi-lagi, detak jantungku memacu cepat saat sekali lagi petugas itu menyebutkan nama-nama. Satu-persatu dipanggilnya, hingga tinggal tersisa 4 orang yang belum terpanggil.
"Kim jongin! Do Kyungsoo! Byun Baekhyun! Dan... Huang Zitao!" serunya.
Aku terdiam sesaat. Akhirnya namaku terpanggil. Dan jika sudah begini, maka tak ada jalan kembali lagi. Kebebasanku sudah hilang. Sepenuhnya.
"Cepat!" perintahnya lagi. Aku masih bergeming. Tapi sepasang lengan milik petugas menarikku secara paksa. Dan seperti ke-9 orang yang sudah mendahuluiku, aku memasuki ruangan.
Di ruangan itu, kami dibuat bersyaf menghadap meja seseorang.
Laki-laki dihadapan kami diperkenalkan sebagai sipir kepala penjara. Aku sedikit terkejut, ternyata kepala sipir disini masih cukup muda. Dan jujur kukatakan, pria didepanku itu tampan. Tapi siapa peduli.
Kami diwajibkan memberi hormat padanya sebelum ia menyampaikan sesuatu.
"Hm..." sipir kepala itu mempelajari muka-muka kami dengan seksama. Namun pandangannya berhenti saat melihat lelaki yang sebelumnya dipanggil Kim Jongin.
"Aku tak menyangka akan melihatmu di sini dengan status tahanan, Hyung.." serunya, sembari mendekati Kim Jongin yang entah kenapa dipanggil hyung olehnya. Apa dia kakak si kepala sipir? Tapi aku tak melihat kemiripan diantara keduanya. Atau mereka saling mengenal?
"Dan aku tak menyangka banci sepertimu benar-benar diangkat sebagai kepala sipir baru, Oh Sehun!" Ucap Kim Jongin dengan nada menyindir. Tapi bisa kurasakan amarah di dalam sindirannya.
"Jaga ucapanmu, Tahanan Kim. Mulai dari sekarang, jangan lupa memanggilku dengan sebutan kepala sipir Oh. Kuberi tahu saja, disini, di penjara ini, aku lah yang berkuasa. Tak ada perlindungan hak asasi manusia untuk kalian para tahanan. Jika kalian tak menghormatiku, kupastikan kalian segera menyesal pernah hidup di dunia. Camkan itu. Terutama untukmu Kim Jongin." serunya, yang kemudian menepuk ringan pipi Kim Jongin.
"Nah, aku tak akan berlama-lama. Siapapun kalian dulu, aku tak peduli. Mau menteri, pengusaha, selebriti, bahkan presiden pun, aku tak perduli. Sekarang, mulai detik ini, kalian sama rata. Sama-sama tahananku, dan tak ada perbedaan perlakuan pada kalian." serunya, yang berjalan berbalik menuju mejanya. Namun tiba-tiba tubuhnya berbalik, dan senyumnya tersungging. "Nah, silakan ganti baju kalian, dan bawa perlengkapan sehari-hari kalian yang sudah disediakan. Setelah melakukannya, para sipir akan membawamu ke ruangan yanga akan segera kalian tempati untuk waktu yang lama."
Setelah ucapannya itu, beberapa sipir membawa kami ke ruangan selanjutnya. Dan diruangan inilah kami di suruh mengganti baju dengan baju tahanan, dan mengambil kardus berisi perlengkapan sehari-hari yang akan kami butuhkan. Seperti alat mandi, seprai, sepatu, dan sebagainya.
Beberapa orang segera mengerjakan perintah para sipir. Aku ingin berlama-lama, tapi sebuah ucapan dari Kim Jongin menyadarkanku.
"Sampai kapan kau bersikap seperti bocah ingusan? Sudah terlambat untuk kabur dari sini. Lebih baik kau cepat-cepat beradapatasi, atau kuyakinkan, kau akan mati terbunuh atau bunuh diri di dalam sana." serunya, yang lalu segera berjalan menuju kardus-kardus perlengkapan kami.
Aku ingin membalas ucapannya. Tapi disisi lain, aku juga berpikir kalau apa yang diucapkannya adalah sesuatu yang benar.
Mau tak mau, kuikuti sarannya. Bergegas mengganti bajuku, dan mengambil kardus perlengkapan. Setelah siap, kami diantarkan menuju lorong, dan saat pintu di ujung lorong itu terbuka, pemandangan asing menyapa kami.
"Wow... Tak kusangka penjara itu seperti ini.." gumamku pada diri sendiri.
Yang kulihat adalah, sebuah ruangan sangat besar yang dipenuh meja, kursi dan manusia, lalu di sekitar ruangan besar itu terdapat beberapa tangga yang menuju lantai 2,3,4,5, dan 6. Dan di lantai 2-6 lah kulihat jeruji-jeruji besi tempat kurungan kami.
Beberapa sipir berpisah dengan membawa masing-masing 2-4 tahanan. Sedangkan aku, Kim Jongin, Do Kyungsoo, dan Byun Baekhyun diantar menuju ruangan kami oleh seorang sipir.
"Kalian beruntung. Saat ini tak ada tahanan yang kekurangan teman sekamarnya. Jadi kalian hanya perlu kubagi dua, dan kutaruh di ruangan kosong." seru sipir yang baru kutahu bernama Suho. Hm... Dia sipir yang baik, aku harap semua sipir seperti dirinya.
Diperjalanan menuju kamar kami, kami dicegat dua orang pria bertubuh besar yang terlihat menyeramkan.
"Apa anda sedang menyamar menjadi tahanan, atau apa? Kepala sipir Kim?" tanya salah satu dari mereka yang berkepala plontos.
Kulihat Kim Jongin hanya menatap mereka sambil diam.
"Bagaimana rasanya mengenakan pakaian tahanan ini? Lebih baik dari seragammu yang sebelumnya, kan?" tanya yang seorang lagi.
"Minggir kalian!" Sipir Suho segera meminggirkan kedua orang itu.
"Kupastikan kau tak akan sok berkuasa seperti dulu, Mantan Sipir kepala. Karena banyak tahanan disini yang membencimu. Kau tunggu saja apa yang akan kami lakukan padamu. Hahahahaha!" teriak kedua orang itu pada kami, tidak! lebih tepatnya pada Kim Jongin.
Kamar kami berada di lantai 4, dan bersebelahan. Aku dan Do Kyungsoo sedangkan disebelah kami adalah kamar Kim Jongin dan Byun Baekhyun. Sipir Suho meninggalkan kami setelah memberi pesan pada kami.
Pesannya:
"Kalian bertanggung jawab dengan ruangan ini. Kusarankan untuk menjaga kebersihan, karena aku yakin kalian tak mau terkena penyakit kulit dsb. Dan jangan lupa untuk berbaur. Karena berada di sebuah kelompok lebih baik dari pada sendiri. Dan yang lebih utama, kalian harus belajar cepat untuk tahu cara bertahan hidup di sini."
Aku dan Do Kyungsoo segera meletakkan kardus peralatan kami di sudut kamar. Kuperhatikan, kamar jeruji ini cukup kecil. Hanya ada ranjang dua tingkat, toilet duduk yang tak disekat apapun, dan lemari kecil khusus pakaian. Dan yang lebih hebatnya lagi, tak ada privasi. Semua yang akan dan sedang kami lakukan di ruangna ini akan terlihat dari luar. Karena hanya dihalangi jeruji besi. Luar biasa.
"Kupikir akan lebih baik kalau kita saling berkenalan," seruku pada Do Kyungsoo duluan. Karena kulihat, pria kecil ini sungguh pendiam, dan terkesan introvert.
Ia melihatku dengan pandangan siaga, sebelum menjawab, "kukira kita sudah saling mengetahui nama masing-masing." jawabnya tak acuh. Sikapnya cuek dan dingin sekali.
"Terserah kau sih, tapi panggil saja aku Tao.." aku beranjak menuju kasur di ranjang bawah. "Dan aku mau tidur di kasur ini."
Do Kyungsoo tak mengiyakan. Tapi ia juga tak menolak. Jadi kupikir ia setuju-setuju saja.
Kurebahkan tubuhku di kasur. Entah aku akan betah, atau tidak, yang jelas aku akan bertahan. Setidaknya aku harus bertahan untuk diriku sendiri. Saat ini, detik ini, inilah kisahku di balik jeruji besi.
Mataku mulai terpejam. Mencoba menikmati keadaan yang sebenarnya jauh dari kata kenikmatan.
"Hei. Panggil saja aku D.O"
Tbc.
