80 Millionen

by Gyoulight

.

.

.

CHANBAEK FANFICTION

GENRE: Romance

RATING: T

.

.

.

PROLOG

.

.

.

Pagi itu hujan mendera sepanjang jalan Kota Bern. Belum sempat menikmati matahari pagi, keramaian sibuk berlarian dan sebagiannya lagi membuka payung. Kepadatan kaki berusaha menjauh dari kejaran air. Memilih merapat pada gedung-gedung tinggi di sepanjang jalan. Entah masuk ke dalam jajaran toko atau coffee shop terdekat untuk sekedar berlindung di bawah naungan atap.

Salah seorang di antara mereka, sang pemuda mungil dengan rambut brunettenya berhasil menapak ke dalam café. Menyingkirkan mantel navynya dari bulir-bulir air sebelum sang pelayan datang mendekatinya. Tentu menanyakan sesuatu yang bisa ia pesan.

Si pemuda bergerak di luar rencana liburnya. Memesan kopi pahit yang nyatanya lebih pahit dari segelas americano. Lalu ia hanya bisa menyesal tidak memilih macchiato sebagai temannya membuka pagi. Alhasil bukannya menikmati hangatnya kopi, ia malah menikmati rintikan hujan yang lembab dari jendela besar.

.

.

Aku lebih mahir memotret daripada berbicara…

.

.

Si pemuda berpikir untuk mengeluarkan kameranya. Mengamankan kameranya sendiri dari sisa titik air yang berusaha menembus lensanya. Ia pun akhirnya lega kala kamera itu menyala dengan baik. Hingga foto yang pertama dilihatnya adalah sebuah Zytglogge clock tower yang setengah basah dengan beberapa pejalan kaki yang begitu kecil di bawahnya.

.

.

Aku tak pandai memuji bagaimana indahnya Tuhan memberi dan melimpahkan cintanya untukku lewat orang lain. Aku bukan orang spesial, tidak sempurna, sebagaimana harus hidup di muka bumi yang terus bergerak dinamis.

.

.

Senyum si pemuda mengembang sempurna. Terus menekan tombol next sampai-sampai tidak sadar akan sosok pemuda tinggi telah duduk di depannya. Tersenyum tak kalah manis dengan deretan giginya yang rapi.

Pemuda bertelinga lebar itu segera menyandarkan tas gitarnya lalu mengetuk meja sebagai sebuah tanda. "Boleh aku duduk di sini?" tanya si tinggi yang menurut si brunette tengah tersenyum kelebihan lebar. Senyum pemuda mungil itu pun sudah meredup sebelum sebuah kopi yang sama mendarat di hadapan cangkirnya.

.

.

Dan aku mungkin tak akan percaya cinta. Karena mereka tak lebih dari sekedar omong kosong.

.

.

"Kau yang sudah duduk begitu menegaskanku untuk tidak berkomentar," tutur si pemuda brunette yang kembali sibuk dengan kameranya. Ia seolah tak mengindahkan kehadiran pemuda tampan nan tinggi yang tiba-tiba duduk di kursinya. Tak seperti pemuja jackpot, ia lebih menghiraukan pemandangan luar jendela dibandingkan dengan mendengar tawa renyah dari si tinggi.

"Aku tak punya pilihan, aku bahkan tidak tahu kursi di sini bisa begitu sesak," bela si tinggi menggaruk tengkuknya. Sungguh tak ada yang membantunya kala kecanggungan benar-benar menancap di ulu hati. "Mungkin tempat ini benar-benar terkenal."

.

.

Kata penulis favoritku, memiliki seseorang adalah sebuah hal yang salah. Mereka terlalu sibuk terbuai akan cinta, mengabaikan jurang yang sudah ada di kaki masing-masing, hingga lupa bahwa cinta bukan lagi kata yang paling indah.

.

.

Si tinggi menyesap kopinya. Ekor mata si brunette dengan awas meliriknya. Menantikan reaksinya tentang kopi yang nyatanya baru saja membuat lidahnya getir. Berlipat-lipat bagai mencicipi racun. Tapi si pemuda tinggi dengan surai yang mekar bagai bulu boneka itu hanya menyisihkan alis terangkat menatapnya.

"Aku bertanya-tanya, bagaimana kau bisa begitu menikmati sesuatu yang pahit seperti itu?" Belum bertanya asal pemuda tersebut, si brunette bereaksi cepat. Ia bahkan bisa merasakan kegetiran dari cairan hitam itu lewat di kerongkongannya─sekali lagi─hanya dengan melihat.

Pemuda tinggi tertawa mengamati. Dan untuk sepersekian detik, pemuda tinggi itu malah terlihat begitu menawan di mata si brunette.

.

.

Lalu kata banyak orang, cinta itu manis. Tapi tak ada satupun yang berani menjamin cinta tak akan meninggalkan luka bagi si pecinta.

.

.

"Aku Park Chanyeol," ucap pemuda tinggi itu enteng. Mengabaikan si brunette yang batal memotret isi cangkirnya.

Si brunette mengabaikan sekali lagi rasa yang terbang di perutnya. Membunuh kegugupannya pada pemuda secerah mentari yang dengan suka rela menawarkan namanya. Menjanjikannya sebuah pagi dengan senyum yang mampu tertangkap oleh memorinya.

"Byun Baekhyun," balasnya begitu cepat. Kontan, tidak terpikirkan jika ia menolak.

Kedua tangan terjalin. Dan hari itu juga, Baekhyun tak akan sadar bahwa ini adalah kali pertemuan pertama mereka.

.

.

.

.

.

.

.

.

Umbar Prolog dulu :D Aku suka buat prolog dulu soalnya. Enggak tau deh kenapa.

Lagi pengen buat yang ringan-ringan, sampai bingung sama genre. (Suka-suka aja deh kalo gitu), intinya aku bertahan di rate yang aman.

Untuk kalian yang berminat untuk mengikuti ff ini, bisa tekan follow ya. Terima kasih.