Old Times' Sakes

Chapter 1 : Pilot

Summary : 3 tahun setelah Nick menjadi partner Judy, Finnick meminta pertolongan Nick untuk kembali menjadi partner Con Artist karena bisnisnya tidak berjalan lancar serta terlibat utang besar dengan orang lain. Semua terserah kepada Nick untuk membantu teman lamanya atau tetap menjaga reputasinya.

Genre : Seharusnya jadi black comedy, karena gak terlalu fokus ke komedi tapi juga gak mau terlalu overdramatic buat jadi drama, sesuatu kek Fargo. So yeah... gua mutusin genre nya Friendship, Crime? ... kurasa. just dont take it too seriously


Tak pernah kusangka aku bisa duduk di sini, di dalam mobil polisi, bukan karena ditangkap karena ketahuan menipu pembeliku dengan false advertising ataupun juga karena tidak bayar pajak, namun karena sekarang aku adalah polisi.

Suatu hal yang tak mungkin untuk seekor rubah untuk menjadi seorang polisi, well ... itu yang mereka bilang, karena kau tahu ... rubah selalu identik dengan tukang tipu yang licik, dan sampai sekarang masih tetap begitu, tak jarang orang berpikir aku hanya sedang berkostum sebagai polisi biar aku bisa pura-pura menilang mereka.

Namun kurasa suatu prestasi sendiri untuk menjadi rubah pertama untuk direkrut sebagai Officer di ZPD, dan semuanya terima kasih kepada kelinci menjengkelkan, hiperaktif, ambisius, emosional dan juga satu-satunya yang mengerti aku, yang sedang duduk tepat di sebelahku, menunggu panggilan dari radio polisi, yang selama seharian ini belum ada perintah apa-apa.

"Hari yang sepi, eh?" tanya Judy kepadaku.

"Kita bisa saja habiskan seharian ini di toko donat," jawabku.

"Tidak di saat waktu kerja, Nick. Apa saja bisa terjadi kapan saja."

"Apa seluruh kelinci harus bersikap begitu seriusnya, atau hanya kau saja?"

"Ayolah … Nick, kita sudah jadi partner selama 3 tahun lebih, kautahu aku selalu begini."

"Ya, ya ... kau bosnya, wortel."

Judy menghela napasnya, wajahnya terlihat bosan karena tak ada yang terjadi hari ini dan aku tetap saja tersenyum dengan muka smug-ku. Tak lama setelah pembicaraan singkat itu, Chief Bogo memanggil lewat walkie-talkie, Judy dengan cepat merespon panggilan tersebut.

"Judy, Nick, kalian masih di sana?" tanya Bogo lewat walkie-talkie.

"Ya, kami masih di sini, Pak," jawab Judy dengan sigap.

"Baguslah, kukira kalian mampir ke toko donat sekarang. Aku ingin bicara dengan Nick."

"Ah … baiklah," Judy menoleh ke arahku sebentar kemudian memberikan walkie-talkie-nya kepadaku.

"Ada apa, Pak? Apakah kauingin menitip beberapa donat sebelum aku pergi ke sana?" ucapku kepada orang yang pangkatnya jauh lebih tinggi dariku, dan ya … aku tak pernah dipecat dengan ucapanku yang selalu begitu.

"Lucu sekali, Nick," jawab Bogo dengan nada sarkastik. "Seseorang datang ke sini untuk mencarimu."

"Mencariku? Siapa?" tanyaku, sudah jarang aku dicari orang lain semenjak aku jadi officer, ya … aku tak lagi melakukan bisnis karpet bokong sigung lagi atau hal con artist lainnya, jadi ya wajar saja aku tak dicari orang lagi selama setahun terakhir ini.

"Rubah, namun lebih kecil darimu, dia memanggil dirinya Finnick," lanjut sang ketua.

Aku terkejut sembari bertanya, "Finnick?"

"Ya, dan cepatlah ke sini sebelum kepalaku pecah karena orang ini."

"Tenanglah, kami akan sampai ke sana sebelum kau menyadarinya," ucapku seraya menutup panggilannya, dan mengembalikan walkie-talkie ke tempatnya.

"Ahm … Finnick? Maksudmu temanmu yang pakai kostum gajah itu?" tanya Judy.

"Tak kusangka kau masih ingat dia," aku membalas pertanyaannya.

"Bagaimana aku bisa lupa? Aku habiskan 15 dolarku waktu pertama kali aku bertemu kalian berdua," balas balik dari Judy dengan senyum kecil di wajahnya.

"Setidaknya kau mendapatkan partner baru dari 15 dolar tersebut," aku balas kembali ucapannya.

Mendengar perkataanku, senyuman kelinci itu bertambah lebar. Dia kemudian menyalakan mesin mobil dan pergi menuju kantor ZPD. Kupakai kacamata hitam sambil meyeruput kopiku agar terkesan cool-badass-cop.

Hal pertama yang kulihat di saat melewati pintu kantor ZPD adalah Finnick sedang keliling sana sini, dia terlihat benar-benar mengantisipasi kedatanganku.

Finn melihatku sudah sampai dan langsung berlari ke arahku.

"Nick, akhirnya kau da…." omongannya terpotong saat melihatku bersama Judy, "Kau berkerja dengan dia? Kukira itu hanya hoax semata."

"Hoax apa?" Judy langsung bertanya dengan alisnya naik sebelah

"Lupakan … aku perlu privasi dengan Nick sekarang juga," ucap rubah kecil tersebut, ia terlihat buru-buru akan sesuatu.

"Ah … baiklah," balas Judy.

Finnick menarikku ke daerah yang sepi dari kantor itu, tak biasanya dia terlihat seperti ini, dia biasanya selalu grumpy 24/7, setidaknya di saat dia lepaskan kostum gajahnya.

"Jadi … kenapa kau mencariku? Kau merindukanku?" tanyaku, membuka percakapan lagi-lagi dengan tampang smug yang biasa kupakai.

"Aku perlu bantuanmu," ucap Finnick.

Ucapannya terdengar benar-benar serius, tak seperti biasanya. Raut mukaku langsung berbalik 180 derajat mendengar betapa serius nada bicaranya tersebut.

"Ok … kau terlihat benar-benar butuh bantuan, lanjutkan."

"Kaukenal Bill si musang?"

"Kautahu aku kenal siapa pun di kota ini."

"Singkatnya saja, aku terlibat hutang dengan orang ini."

"Berapa banyak?"

"$3000."

"Dan kaudatang kepadaku untuk minta $3000?"

"Tidak … aku tak mau merepotkanmu dengan menghabiskan seluruh gajimu."

"Lalu apa yang kaumau?"

"Kautahu alasan aku punya hutang? Karena aku tak punya uang. Kautahu kenapa aku tak punya uang? Karena bisnisku tak berjalan lancar sama sekali selama setahun ini. Dan kautahu kenapa? Karena aku tak punya partner rubah cerdik yang bisa menipu bahkan polisi sekalipun seperti kau."

"Dan maksudmu menjelaskan hal tersebut?"

"Aku perlu kau untuk … kau tahu … kembali ke bisnis."

"Fin, kautahu aku polisi sekarang."

"Ayolah … lakukan ini demi temanmu, untuk kenangan masa lalu."

Suasana sunyi untuk beberapa saat, aku sempat berpikir dia kehilangan akalnya untuk menyuruhku kembali menjadi con artist lagi, tidak hanya hal tersebut merusak reputasiku, namun juga hal tersebut bisa saja membuat rubah kembali dianggap stereotype sebagai orang yang tak bisa dipercaya lagi.

"Maaf, Fin, aku tak bisa," ucapku seraya berjalan kembali menuju Judy, Finnick hanya melihatiku berjalan menjauh darinya tanpa perlawanan atau protes sama sekali.

"Ahmm … kau tak apa?" tanya Judy di saat aku menghampirinya.

"Tentu saja," jawabku dengan singkat.

"Tidak ada tambah ucapan lagi? Kau biasanya akan menjawab lebih panjang dari itu ditambah dengan lelucon sana sini di tiap kalimat," respons Judy dengan nada menghibur, dia melihatiku sedikit lebih lesu dari biasanya dan berkata kembali. "Katakan, apa yang dia minta?"

"Ahh … uhh … tak ada yang perlu dikhawatirkan, dia hanya menawarkanku jam tangan emas yang kuyakin pasti palsu," jawabku sambil mengubah nada bicaraku kembali menjadi seperti biasanya.

"Oke … kalau memang begitu. Kita masih ada 3 jam waktu kerja sebelum kita bisa pulang," kata Judy yang kemudian keluar dari gedung. Aku hanya tersenyum melihati sifat aktif akan kerjanya yang tak pernah berubah sama sekali.

Aku menghadap belakang kembali melihati Finnick hanya duduk lesu di salah satu kursi panjang di sana. Dasar Fin, jika dia memang butuh uang, dia seharusnya datang kepadaku—yang sudah kenal dengan dia, walau mungkin aku belum tentu akan memberikan $3000 begitu saja, namun setidaknya bukan dengan pria Bill satu ini. Dan siapa pula Bill yang dimaksud?

Ya … aku berbohong soal aku kenal dia, sudah kebiasaan sendiri dariku untuk bilang aku kenal seluruh orang di kota ini, sayangnya tidak lagi semenjak aku menjadi polisi di sini.


Malam harinya, sekitar pukul 11 malam, setidaknya itu yang ditunjukkan jam didinding, tapi entahlah, baterai jam dinding itu belum pernah kuganti sama sekali sejak aku pindah kesini karena si rusa bodoh yang mendekorasi apartemen ini menaruh jamnya terlalu tinggi sehingga aku tak pernah sampai untuk meraihnya. Tapi siapa yang peduli, intinya sudah larut malam dan Judy memanggilku lewat telepon sekarang, aku yang masih dalam keadaan ngantuk dan lelah hanya terpaksa untuk mengangkat telepon.

"Owh, Nick, Apa aku menganggumu?" sapa kelinci tukang ganggu tidur orang ini.

"Sangat, lagipula kenapa kau menelpon larut malam seperti ini? Apa kauingin aku kesana dan ceritakan kau dongeng?" ucap ku sambil mengusap-ngusap mata.

"Maaf jika aku menganggumu, hanya saja aku masih kepikiran soal Finnick di kantor tadi."

"Sudah kubilang dia hanya mencoba menjual jam tangan yang kemungkinan besar palsu itu."

"Dia tidak terlihat seperti ingin berjualan, untuk apa dia susah-susah datang kesana hanya untuk menjual sesuatu, dan juga aku tak melihatnya membawa jam tangan."

"Tenanglah, wortel ... terkadang dia memang nekat melakukan hal seperti itu untuk uang."

"Dan kau kira aku bisa percaya begitu saja."

Mataku langsung terbuka lebar saat Judy berkata demikian.

"Ayolah, Nick, kau tahu aku bukan sekedar kelinci bodoh, maka dari itu coba kaujelaskan apa yang sebenarnya terjadi."

Aku bangun dari kasurku, keliling sana-sini mencari bohongan yang lain, namun kurasa sia-sia saja, Judy sudah terlalu kenal aku dan aku terlalu mudah ditebak tampaknya.

"Baiklah ... dia meminta pertolongan dariku, namun kau tak perlu tahu dan lagipula aku sudah menolaknya."

"Lihat? Tak sulit kan? Dan kenapa kau menolaknya? Kukira kalian teman baik," terdengar suara judy sedang memakan suatu selagi menelpon ini, dan juga suara speaker TV.

"Entahlah ... aku hanya tak mau saja, permintaan nya terkesan bodoh bagiku."

"Sebodoh-bodohnya permintaan dia, bisa saja penting, bukan? Lagipula kalian berdua sudah lama tak bertemu satu sama lain, kurasa tak akan begitu buruk untuk menuruti permintaannya."

"Terserah kau saja, wortel. Apa hanya itu saja? Karena kita masih harus datang pagi besok, dan terima kasih karena kau, aku akan perlu obat tidurku agar dapat tidur lagi," aku bangun dari kasur menuju ke lemari untuk mencari obat tidurku.

"3 tahun dan kau tak berubah sama sekali, Nick."

Selagi aku mencari obat tidurku, tanpa sengaja aku melihati kemeja hijau dengan motif dedaunan berserta dasi biru bergaris – garis pink tergantung didalam lemari.

"Tak ada perubahan sama sekali, eh?" aku mengulangi ucapan Judy sambil tersenyum melihat baju lamaku.


Ya, gua tahu ada OC disini dan semuanya terpaksa karena gak ada karakter dari movie yang saya rasa bakal cocok buat peran tersebut. Dan jika anda belum notice sama sekali, ini fiction zootopia bahasa indonesia yang bukan one-shot, jadi ya ... saya nyetak rekor pertama ... kurasa.