Hate to Love

By: vAither

Disclaimer: Chara by Riichiro Inagaki and Yuusuke Murata-sensei

OC (Mai and Kuro) by vAither

Story by vAither

WARNING:

OC, OOC, Typo and Misstype, etc.

Enjoy~~

Chapter 1: I Hate You

"Mengapa kau bisa ada disini dengan Mamori-nee?"

Kata-kata yang bernada sinis itu terlontar dari mulut seorang gadis berusia 19 tahun, Anezaki Mai. Yang ditujukkannya pada Yamato Takeru saat mereka bicara empat mata, tanpa ada Mamori di antara mereka. Hal ini terjadi beberapa hari setelah Mamori dan Yamato meninggalkan Jepang dan memutuskan untuk tinggal menetap di Helsinki, Finlandia.

Mai, yang notabene seorang mahasiswi sebuah universitas di Helsinki tiba-tiba saja mengunjungi mereka. Dan mengapa gadis ini bisa mengetahui tempat mereka tinggal padahal Yamato sudah susah payah berusaha menyembunyikan Mamori dari bayang-bayang mata-mata Hiruma, yang mungkin saja tersebar di berbagai pelosok dunia.

"Kau masih terlalu kecil untuk mengetahui masalah ini, nona," kata Yamato.

Mai hanya mendengus mendengar jawaban Yamato atas pertanyaan yang ia ajukkan. "Aku memang jauh lebih muda dari kalian tapi aku tidak bodoh. Jadi berikan aku penjelasan singkat mengenai mengapa kalian bisa disini!"

Yamato melempar pandangannya kepada lawan bicaranya. Mata hitam sekelam jelaga itu menatap langsung pada sepasang manik coklat teduh yang memandangnya galak. Ia masih ingat bagaimana gadis ini bersikap layaknya seorang anak kecil di hadapan kakak sepupunya itu. Saat ini yang ia lihat itu berkebalikan dengan apa yang ia lihat sebelumnya.

"Mai kau mau pancake?" suara dari dapur menginterupsi mereka.

"Aku memutuskan untuk tinggal bersama kalian. Disini." Mai bangkit dari tempatnya duduk dan meninggalkan Yamato untuk menghampiri kakak sepupunya. "Ya! Mamori-nee."

Di awal pertemuan mereka. Sosok Mai sudah diberi poin negatif oleh Yamato. Mamori dan Mai berbagi marga yang sama. Namun tidak ada kesamaan di antara perilaku mereka.

▓ I HATE YOU▓

Tidak ada istilah akur dalam hubungan Mai dan Yamato. Terlebih semenjak Mai memutuskan untuk tinggal bersama dengan Yamato dan Mamori. Mereka sering beradu mulut. Dan pertengkaran mereka selalu dimulai karena ulah Mai. Seperti...

"Kau tau? Makanan di Finlandia itu sangat tinggi kalori," ucap Mai sesaat setelah Yamato menghabiskan satu kantung penuh snack.

Yamato meremas bungkusan snack itu dengan gusar. "Mengapa kau memberikannya padaku?" geramnya dan melemparkan bungkus kosong itu ke Mai. Tanpa disangka gadis itu dapat dengan mudah menangkapnya sebelum gumpalan itu mendarat manis di wajahnya.

Mai tertawa, "Habisnya, kau terlihat sangat menginginkannya. Disini tertulis 1000 kalori."

Gadis kurang ajar. Apa dia tidak tahu apa yang selalu dilakukan Yamato untuk membakar hal menyebalkan bernama kalori? Dan 1000 kalori? Yamato harus tidak memakan makan malam hari ini.

"Hei, aku sudah hampir setahun berkutat dengan makanan disini, tenang saja..."

Perlu diingat Mai. Yamato itu bukan anggota keluarga Anezaki yang tidak akan bertambah berat badan walaupun menelan banyak makanan. Berbeda dengan Mamori—yang terbiasa memakan creampuff dalam jumlah yang tidak bisa dikatakan sedikit— dan Mai –yang hampir setahun mengonsumsi makanan tinggi kalori di Finlandia—. Kenyataan yang membuatnya ingin dilahirkan dalam keluarga Anezaki.

Kalau sudah begini, Yamato akan memikirkan berbagai cara untuk membalas apa yang diperbuat Mai terhadapnya.

▓I HATE YOU▓

"A..Aku Hamil..."

Ingatan itu masih melekat di benak Yamato kala Mamori memberitakan kehamilannya pada dirinya dan Mai. Mereka kaget tentu saja dengan kabar ini. Dan Yamato tidak tahu apakah ia seharusnya senang mendengar hal ini atau sebaliknya.

Mai menoleh pada Yamato dan Mamori bergantian, "Kalian... Jangan bilang bayi itu..."

"Bayi ini... Youichi..."

Jitakan keras dilayangkan Yamato pada Mai. "Jangan bodoh, bocah!" kata Yamato kesal.

Yamato memang mencintai Mamori. Sangat mencintainya. Tapi ia tidak akan melakukan tindakan lebih jauh dengan seorang Hiruma Mamori. Selama marga milik suaminya itu masih melekat ia tidak akan bertindak bodoh. Yamato sadar kedua hubungan mereka telah merenggang, hanya tinggal menunggu waktu hingga mereka berpisah dan agar Yamato dapat kembali bersanding dengan Mamori. Pria berambut ikal ini rela bersabar sampai hari itu tiba. Ya. Hal ini absolut. Mutlak.

"Aku 'kan hanya bertanya," ringis Mai. Ia menghembuskan napasnya berat, "Lalu apa yang akan Mamori-nee lakukan dengan bayi itu? Membunuhnya?" keseriusan milik Mai membuat Mamori bergidik.

"Tidak... Tentu saja tidak... Dia anakku."

Mamori tahu benar betapa sulitnya ia bisa mendapatkan keturunan. Dan saat ini Tuhan telah berbaik hati mengirimkannya seorang buah hati. Ia tidak mungkin membunuhnya. Anak ini berhak untuk hidup.

"Tapi, cepat atau lambat kenyataan bahwa anak itu adalah anak Youichi-nii akan terkuak. Dan hal itu memungkinkan kau untuk berakhir bersama Youichi-nii,"

Mamori mengelus perut ratanya pelan, "Itu tidak mungkin Mai-chan. Youichi telah memiliki Avaron di sisinya. Avaron bahkan juga mengandung anaknya."

Mai menatap Mamori nanar, "Kau tidak mempercayai apa yang Youichi-nii katakan padamu, bukan? Mamori-nee? Dalam tiap hubungan dibutuhkan rasa percaya dari masing-masing pihak. Kita tidak seharusnya bertindak egois," katanya sendu.

"Kau tidak tahu apa yang Mamori-san lihat saat itu, Mai..." Yamato membela Mamori yang masih terus meneteskan air mata. "Kau mungkin akan bersikap seperti Mamori jika kau berada di posisinya."

"Ne, Yamato-san... Kau melakukan hal ini karena kau mencintai Mamori-nee 'kan?"

Ucapanya membuat Mamori dan Yamato membelalakan matanya pada Mai. Mereka dibuat heran oleh karena ucapannya. Mengapa Mai bisa-bisanya mengatakan hal itu?

Yamato meneguk ludahnya dan hal itu tertangkap oleh sepasang netra Mai.

"Mai-chan!" Tegur Mamori mengingatkan Mai dengan kata-kata yang tidak sepantasnya diucapkan gadis itu.

"Bukankah apa yang kaulakukan serupa dengan apa yang Avaron lakukan?"

DEG!

"Anezaki Mai!"

Mai bangkit dari sofa tempat ia duduk lalu berjalan menghampiri Yamato. "Kaupikir dengan membawa Mamori-nee menjauh itu akan menyelesaikan masalah mereka?" Ia mengulurkan telunjuknya ke wajah tampan Yamato. Yamato hanya diam tidak bergeming. Jangankan mengelak. Ia bahkan tidak merespon semua tindakan Mai yang terlihat seolah menyalahkannya.

"Kau mengajak seorang wanita yang sudah bersuami untuk tinggal berdua saja dengan pria busuk macam dirimu,"

"Jika aku tidak tinggal bersama kalian, kau tentu sudah melakukan hal yang tidak-tidak dengan Mamori-nee 'kan?"

"Kau benar-benar bajingan, Yamato Takeru."

Mamori terus memperingati Mai, namun nampaknya Mai sama sekali tidak mengindahkan peringatan kakak sepupunya itu. Ia memilih untuk terus melontarkan sindiran-sindiran kasar untuk Yamato. Mengeluarkan semua perkataan yang telah ia pendam pada Yamato.

"Tidak beradab—"

PLAK!

Suara tamparan menggema di ruang tengah mengundang keheningan untuk hadir diantara mereka.

Mai memegang pipinya yang memerah serta terasa panas.

Tangan kanan Yamato tergantung di udara.

Ya.

Yamato Takerulah yang telah menampar Anezaki Mai.

"Ittai..." lirih Mai. Mata coklatnya tertunduk menatap kakinya yang tertutupi sandal rumah berbentuk kelinci.

Mamori menghampiri kedua orang yang tengah bersitegang itu. Mencoba meleraikan mereka. "Mai-chan? Kau tidak apa-apa 'kan?" Tangannya ia lingkarkan di bahu Mai dengan penuh kasih sebelum mengalihkan pandangannya ke arah Yamato yang terpaku. Ia terlihat tidak memercayai apa yang telah diperbuatnya pada Mai.

Mamori tidak tahu harus berbuat apa. Apakah ia harus membela Mai atau Yamato. Namun tidak ada perbuatan mereka yang terlihat benar di mata Mamori.

"Gomen..."

Eh?

"Gomennasai, Yamato-san..."

Mamori dan Yamato dibuat heran kembali oleh ucapan Mai. Jelas saja, bukankah baru sesaat tadi Mai mengeluarkan kata-kata penuh caci maki pada Yamato dan sekarang ia meminta maaf?

Mai memandang kedua manik kebiruan nan indah milik Mamori. Senyuman manis bahkan terulas di wajahnya "Aku baik-baik saja," katanya sebelum melepaskan rangkulan kakak sepupunya itu dan berjalan masuk ke kamarnya dalam diam. Mata Yamato terus mengikuti pergerakan Mai hingga sosok Mai hilang di balik pintu putih kamarnya.

Yamato dan Mamori terdiam di tempat. Tidak ada dari mereka yang mau membuka suara. Keduanya masih enggan untuk membuka percakapan. Cukup lama mereka di posisi mereka sampai suara decitan pintu yang terbuka mengusik mereka.

Itu Mai. Yang telah berganti pakaian. Saat ini ia memakai sweater putih yang ia padu padankan dengan rompi denim dan juga celana yang sewarna dengan rompinya. Apa yang ia gunakkan saat ini sangat menunjukkan ia akan pergi ke suatu tempat.

"Aku pergi... Jangan kunci pintunya," ujarnya sembari memakai sepatu ankle boots berwarna beige.

Melihat kelakuan Mai tentu saja membuat Mamori khawatir. Maka dari itu ia segera menghampiri adik sepupunya itu, "Kau mau kemana Mai-chan?" tanyanya.

Mai tidak menjawab tapi malah menyunggingkan senyum. Hal itu malah membuat Mamori panik sendiri. Sekarang sudah hampir jam 10 malam. Dan adik sepupunya yang baru menginjak usia 19 tahun ingin pergi malam-malam begini! Siapa yang tidak panik jika berhadapan dengan situasi macam ini?

"Aku pergi..." pamit Mai lalu keluar dari rumah.

Tapi tak ada yang bisa Mamori perbuat. Angin malam tidak baik bagi janinnya yang baru berusia 2 minggu. Ia ingin segera berlari dan mengejar Mai tapi ia tidak bisa. Iapun kembali berjalan ke ruang tengah. Membaringkan dirinya di sofa sambil memijat pelipisnya.

Yamato berjalan ke arah dapur dan mengambilkan segelas air untuk Mamori. "Kau tidak apa-apa?" tanyanya lalu menyodorkan gelas air itu.

Mamori meminum air pemberian Yamato dan mengucapkan terimakasih. Tingkah laku Yamato saat ini entah mengapa terasa mengganggu Mamori.

Maka dari itu iapun bertanya, "Yamato-kun, kau menyesal?" Yamato menolehkan kepalanya. "Kau menyesal telah menampar Mai," kali ini pernyataan yang diajukkan Mamori.

Mamori dengan penuh keterkejutan, bangkit dari posisi berbaringnya kala melihat Yamato menggelengkan kepalanya, "Aku tidak menyesali perbuatanku," Yamato angkat bicara dan Mamori tidak mendengar keraguan dari perkataannya.

"Tapi Mamori-san... Ucapan Mai itu benar. Aku ini memang melakukan hal ini semata-mata karena aku mencintaimu," Yamato berkata dengan penuh kesungguhan. "Jujur, aku masih belum bisa melupakan perasaanku padamu di masa lalu. Aku rela melakukan ini juga karena aku ingin menjauhkanmu dengan Hiruma-san," tambahnya.

"Yamato-kun..."

"Aku menampar Mai, karena perkataannya itu menghancurkan semua rencanaku."

Bukannya marah, Mamori malah tersenyum mendengar curahan hati Yamato.

"Kau tidak marah?"

"Hehe... Ini baru Yamato-kun yang aku kenal," tepukan pelan dirasakan Yamato di bahunya.

Senyuman Mamori entah mengapa mengundang Yamato untuk tersenyum bersamanya. "Mamori-san... Kau tau?" Yamato berjalan ke arah coat hanger dan mengambil jaket hitamnya. "Ucapan bocah itu benar-benar menyadarkanku. Menyadarkanku bahwa apa yang kuperbuat itu salah," Ia memakai jaket hitam lalu mengambil kunci mobil yang ditaruhnya di atas rak TV. "Jadi aku sudah seharusnya berterimakasih padanya, 'kan?"

Mamori menyunggingkan senyumnya dengan lembut, "Itterashai..." ujarnya dengan melambaikan tangannya.

"Ittekimasu!"

▓I HATE YOU▓

Yamato telah 1 jam berkeliling di sekitar perumahan. Ia tidak tahu ada dimana Mai sekarang, dan apa yang sedang ia perbuat.

Sial!

Ia merutuki otak cemerlangnya saat ini tidak bisa diajak bekerja sama kala ia memikirkan sebuah ide yang mungkin bisa dibilang ide paling bodoh yang pernah melintas di otaknya.

Tapi apa salahnya mencoba?

Ia menekan-nekan ponsel pintarnya dan mencoba menghubungi Mai.

Panggilan pertama, gagal. Mai langsung menutup teleponnya.

Panggilan kedua, masih tetap gagal.

Yamato menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan. Ia harus sabar dalam menghadapi remaja labil macam Mai. Ya... harus sangat bersabar. Iapun mencoba peruntungannya pada panggilan ketiga.

Berbeda pada panggilan pertama dan kedua. Di panggilan ketiga ini panggilannya di angkat.

"Mai! Dimana kau?" gusarnya tanpa menyapa terlebih dahulu.

"Ah... Sorry (Ah, Maaf)," suara baritone dan dentuman musik terdengar dari seberang mengakibatkan Yamato mengerutkan alisnya penuh tanda tanya. Laki-laki? Ia yakin ia menekan nomor Mai dengan benar. Mengapa laki-laki yang menjawab panggilannya? Yamato bertanya-tanya. "You're Mai's relative 'right? (Kamu saudara Mai 'kan?)" ucapan pria ini membuktikan ia tidak salah tekan nomor.

Detik berikutnya, Yamato yakin ia mendengar suara Mai yang berucap dengan bahasa Finlandia yang tidak ia mengerti. Yamato memilih mengabaikannya dan mengiyakan pertanyaan pria itu. walau ia bukanlah saudara Mai, tapi anggap saja begitu.

"She's so drunk right now. Should I take her home? (Dia sangat mabuk saat ini. Haruskah aku mengantarnya pulang?)"

"I will pick her up (aku akan menjemputnya)" jawab Yamato. " Where you at? (kalian dimana?)"

"We're now at the club near our campus (Kami sekarang ada di klub dekat kampus kami)."

"I will go there as soon as I can, (Aku akan kesana secepat kubisa)"

"Okay," ucapnya seraya mematikan panggilannya.

Mari kita rekap. Bocah kurang ajar itu sedang bersama laki-laki. Bocah itu mabuk. Dan sedang ada di klub. Dan tidak diketahui apa penyebabnya, tapi Yamato sangat kesal.

Iapun menjalankan mobilnya menuju klub yang diberitahu pria tadi. Kampus Mai tidak jauh dari perumahan mereka. Mungkin butuh waktu 17 menit untuk bisa sampai disana.

▓I HATE YOU▓

Mai's Side.

"Kau mabuk," Tino mengatakan hal itu seraya menyingkirkan segelas bir yang baru kupesan.

Aku mengerang. "Tinooo... kembalikan...," pintaku semanis mungkin berusaha agar ia luluh dan memberikan segelas bir padaku. Bukannya memberikannya padaku, Tino malah menegak habis segelas besar bir milikku.

"Cukup! Kau sudah mabuk," ia berujar.

"Aku belum mabuk!" Aku mengistirahatkan kepalaku ke atas meja. Lalu dengan lembut Tino membuaiku dengan usapan jarinya di kepalaku. Merapikan wajahku yang tertutupi rambut. Aku menyukai perlakuannya padaku yang berbanding terbalik dengan apa yang dilakukan oleh si bajingan Yamato tadi.

Kenapa tiba-tiba bajingan itu muncul di benakku?

Aku menegapkan badanku dan menggeleng-gelengkan kepalaku menghilangkan bayangan si berengsek Yamato di kepalaku.

"Kau kenapa sih? Kau ada masalah?"

"Bukan urusanmu!"

Tino berdeham. "Kau pasti ada masalah. Kau tidak akan memanggilku malam-malam begini jika kau tidak memiliki masalah," Tino menyeringai dengan penuh percaya diri.

Aku mengerucutkan bibirku kesal. "Berikan aku apple martini!" jeritku padanya. Ya... aku sudah diambang kesadaranku. Tapi aku tidak peduli. Ini yang dilakukan orang dewasa jika mereka memiliki masalah. Dan Anezaki Mai itu sudah dewasa! Maka dari itu, aku akan minum sepuasnya!

Oh iya... Kalian belum mengenal Tino 'kan?

Tino, pria bermata abu-abu dengan rambut pirang kecoklatan ini adalah teman kuliahku. Kami juga mengambil jurusan yang sama. Jika kalian bertanya mengenai hubungan kami...

Hanya teman. Mungkin sahabat? Tapi tidak lebih dari itu.

Sebenarnya aku memendam rasa suka padanya sejak awal kami bertemu. Aku tidak berharap lebih padanya. Dan sangat tidak ingin perasaanku ini merusak persahabatan ini. Aku sudah cukup bahagia dengan hubungan kami semacam ini.

"Ponselmu berbunyi," tutur Tino yang langsung membuyarkan lamunanku.

Aku mengambil ponsel dari tas tanganku.

Yamato no Baka!

Nama itu terpampang di layar ponsel pintar milikku. Buat apa si berengsek idiot ini memanggilku? Aku kembali memasukkan ponselku ke dalam tas. Tak butuh waktu lama hingga dering ponselku itu berhenti.

"Kenapa tidak diangkat?"

Aku menoleh ke arah Tino dengan mata yang kupicingkan, "Ka-re-na a-ku ti-dak su-di me-ngang-kat-nya..." balasku malas. "Berikan aku apple martini..." ulangku padanya yang hanya memutar bola matanya.

Ponselku kembali berdering dan aku kembali mendiaminya.

"Bagaimana jika itu penting? Bagaimana jika ia mengkhawatirkanmu?" Tino menyesap cidernya.

"Ha.. Ha.. Ha.. Kau pasti sudah gila jika berpikir bahwa dirinya mengkhawatirkanku. Kau gila..." racauku lalu menyandarkan kepalaku yang berat di pundak lebar Tino.

"Kenapa tidak?" Tino merampas tas tanganku dan mengambil ponselku segera ketika aku lengah. "Aku akan mengangkatnya jika ia kembali meneleponmu."

"HEI!"

Dan benar saja tak butuh waktu lama hingga ponselku kembali menjerit. Tinopun lantas mengangkatnya.

Beberapa saat kemudian Tino merubah raut wajahnya. Mulutnya bergerak berucap 'Apa dia alien?' tanpa suara. Aku tertawa lepas. Pasti saat ini si berengsek itu tengah mengomel dengan bahasa Jepang.

"Pakai Bahasa Inggris," saranku.

Tino memulai percakapannya dengan si berengsek. Lalu Mai yakin ia mendengar Tino bertanya pada si berengsek bahwa dia adalah saudaraku.

"Hei! Kenapa seenaknya kau berkata bahwa dia adalah relasiku? Aku tidak su—"

"Diam!" Tino membungkamku dengan satu kata. Menyebalkan. Bahkan saat ini Tino tidak berpihak padaku. Akupun memilih mengabaikan rasa kesalku dan berjalan ke arah meja bartender untuk memesan minuman.

"Satu Apple Martini!"

▓I HATE YOU▓

Yamato mengedarkan pandangannya ke seisi klub mencari keberadaan Anezaki Mai.

"Dimana si bodoh itu?" gumamnya pada diri sendiri.

Ia melangkahkan kakinya ke sekitar klub kemudian langkahnya terhenti di depan meja bar. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan seorang ber-ras asia di kerumunan orang kulit putih.

Ia menemukan bocah itu. Anezaki Mai saat ini tengah tertidur dengan kepala tertunduk di atas meja bar.

Tino yang kala itu berada di sebelah Mai memperhatikan gerak-gerik Yamato yang terus memandangi sahabatnya itu sangat mencurigakan di matanya. "Hei!" Panggilnya pada Yamato.

"Why are you looking at her? What's your problem? (Mengapa kau melihatnya? Apa masalahmu?)"

"I'm here to pick her (Aku disini untuk menjemputnya)," Yamato berkata setenang mungkin menghindari perkelahian.

"Your Name? (Namamu?)" Tino ingin memastikan ucapan orang itu.

"Yamato."

"Ah! Yamato no Baka? I'm Tino, Mai's friend. (Ah! Yamato Bodoh? Aku Tino, temannya Mai.)"

Yamato no baka?

Mai berhutang penjelasan pada Yamato besok pagi.

Yamato menghampiri Mai yang tengah tertidur dengan pulasnya. Jika terdiam seperti ini, Mai terlihat seperti malaikat. 'Apa yang aku pikirkan?' dengan cepat Yamato mengenyahkan pikiran aneh itu. Iapun dengan hati-hati mengangkat Mai dari tempat duduknya lalu menggendongnya masuk ke dalam mobil. Sementara Tino dengan sigap membantu membawa tas Mai dan membukakan pintu mobil.

Yamato mengangguk. "Thanks," ujarnya tulus sesudah ia meletakkan tubuh mungil Mai di kursi depan tepat di sebelah kursi kemudi.

"No problem, (tidak masalah)" Tino tertawa kecil. "So, are you Mai's boyfriend? (Jadi, apa kamu pacarnya Mai?)" tambahnya bertanya dengan tanpa dosa dengan terus menatap Yamato yang tengah memasangkan seatbelt di tubuh Mai.

Yamato menoleh ke arah Tino. Ia memamerkan deretan gigi putih bersihnya, "Yes, I am (Ya)"

▓I HATE YOU▓

"Hei!" Yamato memilih mengabaikan panggilan itu dan fokus menyetir. "Hei! Yamato sialan!" kali ini panggilannya mengingatkannya akan Hiruma Youichi.

Yamato hanya mendeham merespon panggilan itu tanpa bergeming barang sedikit.

"Kenapa kau mengatakan hal itu pada Tino?" Mai memeluk kakinya, meringkuk diatas kursi.

Ternyata Mai hanya berpura-pura tertidur. Dan hal itu yang dimaksud Mai adalah saat Yamato mengiyakan bahwa ia adalah kekasih Mai. Tanpa berpikir panjang, Yamato menjawab. "Aku tidak tahu."

"Aku menyukai Tino, bodoh!"

Fakta yang diucapkan Mai membuat Yamato menepikan mobilnya di bahu jalan dan menghentikan laju mobilnya. Ia memandangi Mai yang menatapnya dengan wajah yang menyiratkan kebencian. Yamato menyunggingkan senyum penuh kemenangan, "Kalau begitu kita impas," katanya lalu menyandarkan punggungnya pada kursi seraya memejamkan matanya. "Kau juga sudah merusak rencanaku yang kususun matang-matang."

GREP!

Yamato merasakan cekikan lemah di lehernya. "Akan bukan hanya rencanamu yang kurusak tapi dirimu!" Mai mengeratkan cekikannya di leher Yamato yang berwajah datar.

Tenaga wanita itu jauh lebih lemah dibandingkan pria. Semua orang tentu mengetahuinya. Terlebih jika tenaga Mai dibandingkan dengan Yamato. Hal ini dibuktikan dengan Yamato yang dapat dengan mudahnya melepaskan dirinya dari cekikan tangan Mai lalu menahan kedua tangan Mai di samping kanan dan kiri kepala Mai.

"Apa yang mau kau lakukan?"

Yamato diam.

"Kau mau menamparku lagi?"

Ia masih terdiam.

"Atau kau mau membunuhku?"

Tak ada jawaban.

"Aku akan tetap melindungi Mamori-nee tidak peduli jika kau ingin membunuhku!"

Yamato tetap membisu.

"Walau tubuhku sudah membusuk dan digerogoti belatung aku akan..." perkataan Mai terpotong kala rasa kantuk akibat alkohol menyerangnya. Iapun memejamkan matanya lalu pergi ke alam mimpi.

Perlahan Yamato melepaskan cengkraman tangannya pada Mai. Lalu bersiap-siap menjalankan mobilnya menuju ke rumah mereka dimana seorang Anezaki Mamori tengah menunggu dengan harap-harap cemas.

"Kau..." pada akhirnya ia membuka suaranya. "Benar-benar seorang Anezaki."

Yamatopun melajukan mobilnya dengan kedua sudut bibir yang tertarik ke atas tanpa sebab.

.

.

.

.

.

*TeBeCe*

▓I HATE YOU▓

V's Notes: Entah mengapa jadi multichapter... Btw, maafkan daku kalau judul ficnya gaje. Maafkan daku kalau Yamatonya OOC, maafkan daku kalau ceritanya rumit, maafkan daku kalau kalian nemu kesalahan-kesalahan lainnya.

Pengennya sih saya bikin two-shot tapi kayaknya semakin saya nulis... semakin panjang ceritanya... *sedihnaaaa* jadi liat aja yah endingnya dimana, gimana, dan seperti apa...

Btw, mengenai judul fic ini Hate to Love (Benci jadi Cinta) bisa juga Benci dan Cinta. Bahasa jepangnya dan itu 'to' iya 'to'.

Balasan Review~~ (saya kangen banget ngebales review kalian)

+dwi2:

Terimakasih udah ngikutin Please Come Back to Me... Terimakasih masih sempetin baca karya saya yang endingnya ga jelas itu... Mungkin kamu ga baca fic ini, tapi terimakasih ya ; )

+Michel Kenneth

Salam kenal juga, Kenneth-san! Hehehe... saya juga sering kok jadi silent reader... Jadi it's okay... Tapi mungkin saya lebih seneng kalo kamu nyempetin mengetik beberapa kata untuk review heheh...

+Guest

Terimakasih atas penantian panjangnya! Semoga aja kalo saya bikin fanfic ga tersendat-sendat lagi... amin! Maaf juga kalo saya udah bikin kamu nunggu lama yah : )

+Raha

Iya dong Happy end! Ga tega saya bikin si setan itu menderita *ditembak ak-47* saya juga suka review kamuuu... suka suka suka!

+Ferry(titik)fromhell

Hai juga! Saya menghilang karena buntu ide, Ferry-san. Maafkan saya yah bikin kamu nunggu, Ferry-san. Kali ini baca juga fic saya, yah!

+Ucihana Rin

Ini sequel bukan yah... Sequelnya masih proses, Rin-san ditunggu yah.

Terimakasih atas penantian kalian... See You in Next Chapter!

P.S: Saya edit ulang soalnya pembatasnya hilang sih ^^