Main Cast
Jeon Won Woo
Kim Min Gyu
Kwon Soon Young
Wen Jun Hui
Genre(s)
Romance, Friendship, Hurt/Comfort
Rated
PG- 16
WARNING!
Typo(s), Out Of Character, SVT!AU, Antagonist and bad personality character for supporting story line!
Disclaimer
Of All this, just the plot and the storyline of mine. I don't take advantage anything from this fanfiction. Criticsm and suggestion I receive, but with polite words.
XX
1. Tahun Ajaran Baru
.
.
Tahun ajaran baru adalah waktu yang paling dinantikan dan juga tidak dinantikan. Paling dinantikan, ketika semua isi liburanmu adalah sekadar membunuh waktu seperti tidur, makan, bermain game ataupun pekerjaan rumah sehari-hari. Tidak paling dinantikan saat semua waktu yang kosong mulai terisi lagi dengan rutinitas yang sama.
Aku?
Ah, aku tipikal yang berdiri di antara keduanya. Aku tidak begitu menantikan waktu masuk sekolah, tapi aku juga cukup menanti kapan waktu itu tiba kala kebosanan merundungku.
Antara siap dan tidak siap. Tapi, harus siap. Dan, di sinilah aku. Kelas baru, jadwal baru, teman baru.
Ku pilih bangku ketiga paling ujung, tempat yang menurutku cukup strategis. Tidak terlalu depan, tidak terlalu belakang. Bisa mengabaikan pelajar, tapi bisa juga fokus.
Dan, sebenarnya, aku suka duduk di sini selain stragtegis dari sini juga bisa melihat ke lapangan; dan itu cukup menyenangkan untuk membungkam kebosanan yang menjalar.
"Wonwoo!"
Kepalaku menoleh dan mendapati Soonyoung yang diikuti Junhui menghampiri dengan riang.
"Kan! Satu kelas lagi yeay!" serunya senang. Soonyoung lantas langsung mengklaim kursi di sebelahku adalah miliknya. Dan Junhui duduk di serong kiriku, tepat di depan Soonyoung.
"Berisik!" desisku, menutupi fakta bahwa aku cukup senang dapat sekelas lagi dengan dua makhluk ini.
Soonyoung? Ah, dia anak yang berisik. Pandai menari, dikenal sebagai mulut ember, persis gadis-gadis. Mesin gossip di antara laki-laki. Tapi, keberadaanya cukup penting. Dia, terkadang bisa diandalkan untuk mencari informasi-informasi seperti orang yang di kagumi.
"Antara untung dan tidak untung sekelas lagi denganmu Young," timpal Junhui yang memposisikan badannya ke belakang.
Nah, kalau Junhui? Dia orang asing, ikut paman dan bibinya. Karena kedua orangtuanya sudah tiada; lebih singkatnya yatim piatu. Junhui cukup pintar, rankingnya berada di sepuluh terbesar di angkatan- kalau saja tidak dicampur dengan Soonyoung, Seokmin, dan Minghao.
Soonyoung mendengus, dia menatap kami berdua bergantian lalu bersedekap.
"Lihat saja nanti, betapa beratinya aku bagi kalian,"
"Cih!" decihku tak sudi.
Junhui mengulurkan tangannya untuk mengajakku ber-high-five. Aku membalasnya dengan senang hati.
"Awas ya kalian!" Soonyoung mengancam dengan sorot mata menyeramkan yang dibuat-buat. Bukannya merasa terintimidasi, kami tertawa terbahak-bahak.
Kelas perlahan mulai ramai. Satu persatu siswa yang datang mengisi bangku-bangku kosong. Aku tidak terlalu banyak mengenal orang lain, jadi murid biasa tidak terlalu mencolok adalah pilihan yang tepat.
Ketika kelas sudah terisi penuh dan suasana menjadi sangat gaduh; membahas tentang liburan. Aku, Soonyoung, dan Junhui sibuk berbincang mengenai film yang minggu kemarin kami tonton.
Junhui membara dengan karakter yang dia sukai. Tidak tanggung-tanggung, bahkan dia bangkit dari kursi hanya sekadar untuk ber-action layaknya sang superhero yang menyelamatkan si pemeran wanita.
"Ah, tapi aku lebih suka kalau dia jadian dengan Jane. Dari pada dengan yang itu," opiniku yang disambut dengan penolakan telak dari Soonyoung serta Junhui.
"Hm-Hm-Hm," Junhui menggeleng-gelengkan kepalanya dengan tangan terlipat di dada.
"Bagaimana saudara Soonyoung? Kau setuju?" tanya Junhui. Soonyoung mengikuti gerakan Junhui dengan tambahan tangan yang teracung ke depan, dengan satu telunjuk berdiri dan bergerak di depan wajahku.
"Saudara Wonwoo, rasakan ketika ciuman George kepada Sherrine. Itu lebih alami—" Soonyoung memeluk dirinya sendiri, memperagakan bagian pelukan yang intim, "—mmuach!" ditambah dengan adegan ciuman dewasa disertai suara yang menjijikan.
Sudut bibirku berkedut. Beberapa pasang mata lantas menoleh ke arah kami. Aku memutar bola mataku, astaga- Soonyoung kapan tidak bikin malu sih?
"Young-" tegurku pelan.
"HAHAHAHHA! Lihat-lihat, dasar tukang jaga image! Padahal dia yang paling melongo pas nonton!" ledek Junhui sambil menunjuk-nunjukku.
"Sialan!"
Ku tendang ujung kursinya. Soonyoung dan Junhui ketawa keras-keras, senang sekali berhasil menggodaku.
Keadaan tiba-tiba sunyi. Ku edarkan pandangan dan sosok wanita di akhir dekade ke-tiga usianya beranjak masuk ke dalam kelas. Rambutnya tergerai hingga melewati bahu, tangannya memeluk map-map yang cukup tebal. Dominansinya membuat beberapa orang menahan napas.
Tapi tidak denganku. Sudut mataku menatapnya dengan biasa. Bagi beberapa murid lain, guru yang satu ini bisa disebut sebagai guru killer, tapi aku tidak beranggapan demikian.
"Selamat pagi semua," sapanya dengan suara sopran yang tegas.
"Selamat pagi miss," jawab anak-anak serempak.
Matanya beredar satu persatu. Menatap anak-anak kelas dari ujung ke ujung. Dia mengambil spidol dan menuliskan namanya di sana.
"Mungkin belum semuanya mengenal saya. Saya Jeon Somin, guru biologi kalian sekaligus wali kelas kalian selama setahun ke depan,"
Desahan napas terdengar berkali-kali lipat dari beberapa penjuru. Aku tergelak dalam hati.
"Sssst!"
"Apa?" aku menoleh, menyahut pelan nyaris berbisik.
"Kau tidak bilang noonamu yang akan jadi wali kelas?" protes Soonyoung dengan dahi terlipat.
"Buat apa?" tanyaku heran, "memang penting?" lanjutku.
"Aku jadi tidak senang sekelas denganmu- dia itu psiko," bisik Soonyoung dengan sarkas.
Aku hanya mendengus menahan tawa dan kembali pada posisi duduk semula. Seperti yang dibilang Soonyoung, sebagian murid takut dengan Jeon Somin, tapi tidak denganku. Karena apa? Aku adiknya, adik yang ia sayangi.
Ya, walaupun status darah tidak dibawa ke dalam kelas. Katanya begitu, takut-takut aku merasa istimewa dan minta untuk diperlakukan berbeda, dih buat apa juga?
Noona-ekhm maksudku Guru Jeon mulai mengabsen satu persatu dari kami. Tapi, ada satu bangku yang kosong. Bangku bagian belakang di barisan ujung di sisi satunya, ah mungkin isinya ganjil jadi tidak terisi satu.
"Boo Seungkwan,"
"Hadir!"
"Chwe Hansol,"
"Present,"
"Itukan, murid pindahan tahun lalu. Yang dari LA itu," kata Soonyoung pelan, memberitahu. Aku mengangguk-angguk.
"Choi Seungcheol,"
"Hadir,"
Junhui menggeser kursinya menempel pada meja Soonyoung dan sedikit ke sisi barisanku. Dia berbisik dengan kepala yang masih melihat ke depan, "Kau kenal yang itu young?".
Soonyoung mengalihkan pandangannya ke lelaki yang duduk ogah-ogahan di bangku deretan belakang ke dua dari pintu.
"Ah, itu, dia anak yang bermasalah itu 'kan? Siapa nama kerennya?"
"Scoups?" tebakku. Soonyoung menunjuk-nunjuk wajahku.
"Nah itu, ah masa kau tidak kenal Jun, Wonwoo yang kurang pergaulan aja tahu," cakapnya ringan.
"Sialan," desisku.
"Ah, kalau ada Minghao dan Seokmin, lebih asyik nih," gumam Soonyoung dan diangguki Junhui cepat-cepat.
Aku menggeleng lalu bersandar pada kursiku. Tidak juga, aku tidak berpikiran begitu. Kenapa? Karena, kalau semua digabung bisa kacau. Akan ada kelompok lingkaran setan di sekitarku.
"Jeon Wonwoo,"
"Hadir,"
"Kim Mingyu,"
Tidak ada yang menjawab.
"Kim Mingyu?" Guru Jeon kembali mengulangi. Aku mengedarkan pandangku ke seluruh kelas. Akan tetapi, tidak ada tanda-tanda dari yang bernama Kim Mingyu.
"Tidak hadir, eh?" tanya Guru Jeon. Menatap wajah murid-murid guna memastikan. "Baru hari pertama masa sudah tidak masuk," ujarnya dingin. Guru Jeon menunduk untuk mencoreng ketika sebuah suara dengan lantang terdengar dari pintu belakang kelas.
"Kim Mingyu hadir!"
Seisi kelas menoleh; memandanginya. Figur pemuda tinggi, berahang tegas, berkulit moka dengan peluh di area wajahnya menguatkan asumsi bahwa ia terlambat.
"Kim Mingyu hadir." Ulangnya.
Dia menatap isi kelas lalu membungkuk kecil, "Saya minta maaf,". Kemudian ia melangkah ke kursi kosong yang kebetulan paling dekat dengannya.
"Aku tidak menyuruhmu duduk," suara santai Guru Jeon membekukan diri Mingyu.
Sungguh, berbuat ulah di tahun ajaran baru dengan Jeon Somin sebagai wali kelas bukanlah hal yang patut dicontoh.
"Maju Kim Mingyu,"
Ku tatap Guru Jeon dengan menggeleng pelan. Dia selalu punya cara untuk menghukum orang lain, tapi ketika aku tanya di rumah kenapa dia senang sekali menghukum jawabannya cukup bikin tercengang.
'Karena- itu cukup hiburan,'
Ya, aku tidak heran sih kalau terkadang dia dilabeli dengan guru psiko di samping guru killer. Alasan tidak bermutu memang.
Kim Mingyu berjalan ke depan kelas dengan agak gugup.
Guru Jeon memberikannya kertas presensi, "Absen teman-temanmu," pintanya.
"A-apa Miss?"
"Absen teman-temanmu," ulang Guru Jeon.
Ku perhatikan wajah Kim Mingyu yang mendadak hampa; menatap kertas itu dengan wajah gugup yang teramat jelas.
"Kenapa? Kau tidak mau?"
"I-iya Miss," sahutnya cepat-cepat.
Alisku terangkat keheranan. Kenapa dia? Disuruh mengabsen saja seperti disuruh gantung diri. Ketakutan sekali.
Lamat-lamat, Kim Mingyu mulai memanggil satu persatu nama; melanjutkan dari nama miliknya.
"Dia si pendiam dari kelas 1-3," kata Soonyoung dengan melirikku; memberikan informasi, aku hanya menatapnya sekilas lalu melirik Kim Mingyu sekejap sebelum menengok ke luar jendela.
OoO
