Beast

Writer : Aegyo Hours

Please give me reviews and...

DO NOT COPY MY STORY!

Prologue

Pada abad ke 18, manusia bukan lah penguasa bumi. Mereka memiliki musuh yang menduduki rantai makanan nomor satu dan mereka disebut - sebut sebagai Colossus. Mereka adalah penguasa bumi yang memangsa manusia, sehingga populasi manusia semakin sedikit setiap harinya. Mereka bukan sekedar makhluk biasa, mereka bisa berubah wujud menjadi manusia, mengikuti kebiasaan manusia, namun itu semua dilakukan untuk mengelabui manusia itu sendiri agar mereka bisa memakan mereka disaat mereka lengah.

Sebuah organisasi bernama Canavarin Cetvel mencetuskan untuk membuat pasukan manusia berkekuatan monster dengan menyuntikkan darah Colossus didalam tubuh masing - masing prajurit. Prajurit ini nantinya akan dipanggil dengan nama Beast. Banyak yang menentang ide tersebut karena dianggap sebagai praktek ilegal. Apalagi dengan efek samping yang akan mereka alami jika terlalu terbawa pertarungan, pemakaian tenaga Colossus melebihi 50% akan membuat prajurit itu menjadi mutasi Colossus yang tidak hanya menyerang Colossus biasa, namun juga memangsa manusia. Masyarakat takut dengan efek tersebut, namun setelah uji coba prajurit yang pertama telah berhasil dengan nama Rhea Miller, masyarakat mulai mempercayakan Colossus kepada prajurit yang di namakan Beast tersebut.

Tahun 1722, Rhea Miller, melarikan diri dari Canavarin Cetvel dan dideklarasikan sebagai prajurit Beast angkatan pertama yang menjadi mutasi Colossus dan berhasil menjadi yang terkuat. Disusul oleh Sirius Phantom pada tahun 1750 dan Velicia Feline pada tahun 1752z Mereka bertiga adalah mutasi Colossus terkuat. Dengan adanya mereka, perang yang sesungguhnya antara manusia dan Colossus baru saja dimulai.

Chapter 1 : Helen and Alice

Aku melihat monster pemakan manusia itu datang, satu persatu memakan orang - orang yang mereka lihat. Aku terus berlari, berharap ibuku masih ada dirumah, masih selamat, dan setelah itu, aku akan membawanya kabur ke tempat yang aman. Aku sampai ke rumahku, sepi sekali dari luar, seperti tidak ada penyerangan yang terjadi. Aku masuk, berharap ibuku masih selamat, aku masuk diam - diam dan kulihat ibuku sedang menjahit.

"Ibu?! Ibu! Ayo kita pergi, sekarang para Colossus sedang menyerang kita ibu! Ayo pergi selama masih ada kesempatan!"teriakku. Ibu menoleh, lalu tersenyum, "kamu sudah pulang Helen? Mari ibu peluk". Ibu lalu memeluk diriku erat sekali, aku bingung, tidak biasanya ibu seperti ini. Namun, tiba - tiba ibu mengigit pundakku dan aku pun mendorongnya, dan terlihatlah Colossus yang menyamar menjadi ibuku.

"Rasamu lezat sekali, daging manusia muda memang nikmat! Hihihi!"ucapnya. Aku mengambil pisau daging dan berteriak, "Dimana ibuku?!". Dia tersenyum dan mengeluarkan sesuatu dari keranjang jahitnya, sebuah kepala milik seseorang yang kukenal, "mencari ini? Ah..maaf, karena dia melawan, aku makan duluan, tadinya, aku ingin memakannya didepanmu, hehe". Dia lalu melempar kepala ibu ke arahku. Aku yang tidak tahu harus berbuat apa hanya menangis sambil memeluk kepala ibu. "Nah...saatnya makanan pembuka! Daging remaja segar!"ujarnya kegirangan. "Maafkan aku ibu...aku datang terlambat.."ucapku lalu menutup mata.

Aku tidak merasakan sakit atau apapun, padahal harusnya aku sedang dimakan. Aku lalu mencoba membuka mata dan dihadapanku sudah berdiri seorang cowok dan cewek berambut pirang. Yang cowok sudah memegang kepala Colossus yang menyerangku dan yang cewek melindungiku. Aku tidak kenal siapa mereka, yang kutahu pasti, mereka berdua kuat.

"Alice, bawa dia pergi ke tempat evakuasi, aku akan menyusul!"teriak laki - laki berambut pirang tersebut. "Ya kak. Jangan sampai terbunuh!"teriak cewek bernama Alice tersebut. Si cowok mengangguk dan kemudian aku di gendong oleh Alice ke tempat yang aman.

Sesampai di perbatasan, aku melihat banyak orang - orang yang berlomba - lomba untuk mengungsi ke Kota Steinburg, kota yang selalu menjadi tempat pengungsian disaat genting seperti ini, kota tersebut juga merupakan kota yang paling dekat dan aman dari desa kami, desa Lahr. "Nah, sekarang kau ikuti mereka semua dan cepatlah menaiki kapal feri nya, kalau tidak, kau akan tertinggal!"pesan Alice. "Lalu, kau bagaimana?"tanyaku. "Aku? Aku akan menunggu Reo disini"kata Alice, mata nya lalu tertuju kepada kepala ibuku yang kubungkus dengan kain, "kau yakin akan membawa itu kesana?". Aku melihatnya tajam, "apapun yang terjadi, aku tidak akan meninggalkan ibuku disini, akan kukuburkan dia ke tempat yang layak". Alice tersenyum, "baiklah, sampai jumpa ya..em...siapa namamu?". "Helen"jawabku singkat. "Ya, Helen, sampai jumpa ya!"ujarnya sambil tersenyum lalu aku meninggalkannya pergi.

Banyak orang - orang yang memaksa masuk ke kapal meskipun kapal tersebut sudah penuh, masalahnya, mereka takut, jumlah Colossus yang menyerang mereka lebih banyak daripada biasanya, sehingga mereka takut tidak sempat mengungsi dan malah termakan.

"Cepat! Aku ingin segera pergi dari desa ini!". "Tolong dahulukan anakku, aku tidak mau dia mati disini". "Selamatkan aku!". "Tenang semuanya, kapal selanjutnya akan datang 5 menit lagi." "Siapa yang tahu 5 menit lagi kita masih hidup apa sudah menjadi santapan mereka, hah?!". Aku mendapat giliran menaiki kapal yang selanjutnya dan orang - orang sangat terburu - buru saat menaiki kapal sampai para prajurit harus mengatur dan memperingatkan mereka agar tidak ada yang terinjak. Saat sedang genting - gentingnya, salah satu prajurit berteriak, "Colossus sudah mendekat! Percepat proses evakuasi!". Para warga semakin terburu - buru untuk masuk, bahkan ada yang nekat melompat ke kapal saat kapal sudah berangkat. Dari kejauhan aku melihat banyak orang yang terjatuh ke sungai karena saling dorong. Aku berharap Alice dan laki - laki tadi masih sempat.

Sesampainya di Kota Steinburg, banyak sekali orang - orang yang diungsikan ke sini, hampir setengah warga desa ada disini, setengahnya lagi? Mereka sudah meninggal, termasuk ibu ku. Banyak orang mengantri makanan, namun aku tidak berselera. Makan malam tanpa ibuku rasanya hampa. Kenapa bukan aku saja yang mati?! Kenapa aku tidak mati bersama ibuku saja?! Sekilas, aku menyesal telah ditolong oleh mereka berdua.

"Helen? Hei, Helen! Tidak makan?". Aku mendongkakkan kepala dan ternyata yang memanggilku adalah Alice. Dia menghampiriku bersama Reo. "Tidak"jawabku singkat. "Hmm? Kenapa? Rotiku sudah habis sih...coba masih ada, pasti kubagi"keluh Alice. "Ini, makanlah punyaku"tawar Reo. Aku menundukkan kepala, memberi tanda penolakan. "Hei, sudahlah. Apakah kau sudah menguburkan ibumu?"tanya Alice. Aku berbicara pelan, "aku menyesal masih hidup, kalau aku mati, aku pasti sedang bersama ibu sekarang". Alice dan Reo terkejut menatapku. "Jadi, kau lebih memilih dimakan monster itu daripada hidup? Baru kali ini aku mendengarkan pernyataan lucu seperti ini!"ujar Alice. "Alice.."ucap Reo, memberikan tanda untuk berhenti bicara. "Tunggu Reo, aku heran kenapa kau memilih mati daripada hidup! Padahal, banyak yang masih ingin hidup demi bertemu dengan keluarganya, teman - temannya, dan lainnya. Tapi kau? Malah ingin mati."omel Alice. "Alice, sudahlah. Dia baru kehilangan ibunya"ucap Reo. Alice memutar matanya, "Lalu kenapa?! Kau harus bertahan hidup demi ibumu tahu! Meskipun itu berarti harus mengorbankan apapun yang ada!". "Alice! Sudahlah! Kau.."teriak Elliot, namun tertahan oleh teriakan Helen, "APA KAU TAHU RASANYA MELIHAT KEPALA IBUMU DILEMPARKAN BEGITU SAJA KE ARAHMU?! APA KAU TAU RASANYA DIPAKSA MENINGGALKAN RUMAH YANG MENYIMPAN BANYAK KENANGAN BERSAMA IBUMU?! JAWAB!".

Alice terkejut, tapi kemudian dia tersenyum, "itulah alasanmu untuk hidup, karena sekarang, kenangan bersama ibumu ada didalam dirimu". Helen tersadar, meskipun ibunya tiada lagi, namun, dia masih hidup di hati nya. Helen melihat Reo yang sedang mengomeli Alice dan memintanya untuk tidak ikut campur urusan orang dan bersikap kasar dan Alice hanya memasang muka sebal. Helen menghampiri mereka berdua, "maukah kalian menemani ku menguburkan ibuku? Aku juga ingin memperkenalkan kalian". Alice dan Reo tersenyum.

Setelah selesai berdoa, Helen menatap kuburan ibu nya untuk terakhir kalinya dan meneteskan air mata. Alic menepuk pundak Helen dan Reo tersenyum disampingnya. "Kami akan menjadi temanmu mulai sekarang. Kau tidak akan sendirian"ucap Reo. "Ibu, mulai sekarang, aku akan menjadi prajurit bersama mereka, jaga aku ibu. Terima kasih"ucap Helen, lalu mereka bertiga pergi meninggalkan kuburan tersebut. Seorang wanita dengan rambut berwarna cokelat tersenyum, mendoakan petualangan mereka.

Bersambung...